- Beranda
- Stories from the Heart
Koyo Cabe Ukuran A4
...
TS
alanam
Koyo Cabe Ukuran A4
Ini bukan thread jualan Koyo, bukan juga cerita tentang penjual Koyo, "koyo cabe ukuran A4" hanya sebuah filosofi kecil, betapa seringnya kita masang koyo dengan tidak pas misalnya di leher, sama dengan mencari pasangan ada saja kekurangannya.Tapi lama-lama juga koyonya bikin hangat meski tidak di tempat yang pas. Jika hendak mencari koyo yang menutupi seluruh lehermu, maka carilah Koyo ukuran A4, niscaya anda tidak akan bermasalah lagi, tapi anda akan kepanasan setengah mati.
Ini bukan cerita mengharu biru, bukan juga cerita yang bikin perut anda kesakitan menahan tawa. Baca saja lah.
NB: kalo ada yang mau bertanya seputar proses kehamilan kuda nil, sejarah asal usul kenapa ada istilah "anak tangga" tapi kenapa gak ada istilah "bapak ibu tangga", atau pertanyaan apapun yang manusia normal enggan menjawab ... ke mari saja ask.fm
update
Part 2 : Kejar Tangkap, Kau Kudaku
Part 3 : Jodoh Di Tangan Maradona
Part 4 : Rofi’i, My Angry Bird
Part 5 : The Alchemist
Part 6 : Esa Hilang, Dua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Part 7 : In The Wee Small Hours
Part 8 : Air Beriak Tanda Tak Dalam, Air di Ketiak Tanda Hidup Kelam
Part 9 : Maxalmena
Part 10 : Run, Forrest, Run !!!!
Part 11 : Heidegger
Part 12 : Bagaimana Mungkin Rumput Mau Menjawab Tatkala Dia Sedang Asyik Bergoyang.
Part 13 : Have You Passed Through This Night?
Part 14 : Bahkan Gatot Kaca pun Pernah Sakit Hati
Part 15 : Anomalitas
Part 16 : Sekali Kayuh, Dua Tiga Nomor Punggung Beckham.
Part 17 : Tidak Ada Akar, Umbi-Umbian Pun Jadi.
Part 18 : Mogadishu
Part 19 : Logika Tanpa Logistik Seperti Logout Tanpa Logitech
Part 20 : Warteg Bahari Diatas Awan
Part 21 : Chaos
Part 22 : Eet Niet Te Eten, Samen!
Part 23 : 1974
Part 24 : Utarakan, Selatankan.
Part 25 : Misteri Mahera
Part 26 : Nabi Khidir Wannabe
Part 27 : C, I, N, dan Dua Huruf Dibelakangnya
Part 28 : The Unforgettable Rahmat
Part 29 : De Beak Dengkaks Futsal Club
Part 30 : Bila Saja Bila
Part 31 : Kontraindikasi
Part 32 : Morgan Freeman
Part 33 : Kisah Kasih Kusah Koseh Kesusahan
Part 34 : Sarung
Part 35 : Jurus Tinju Mabuk
Part 36 : No Where, Now Here.
Part 37 : Semut Latihan Paskibra
Part 38 : Berkalang Tanah
Part 39 : Shawshank Redemption
Part 40 : Don't Worry Being Alone
Part 41 : Tour De Pakidulan
Part 42 : Cilok Venezuela
Part 43 : Antara Pedal Dan Jok
Part 44 : Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Sambil Parkour
Part 45 : Bratayudha
Part 46 : Valentino Rosyid
Part 47 : Tera
Part 48 : khir
Part Terakhir : Titik
update lanjutan ada di bawah, di Post #12
Ini bukan cerita mengharu biru, bukan juga cerita yang bikin perut anda kesakitan menahan tawa. Baca saja lah.
NB: kalo ada yang mau bertanya seputar proses kehamilan kuda nil, sejarah asal usul kenapa ada istilah "anak tangga" tapi kenapa gak ada istilah "bapak ibu tangga", atau pertanyaan apapun yang manusia normal enggan menjawab ... ke mari saja ask.fm
Quote:
update
Part 2 : Kejar Tangkap, Kau Kudaku
Part 3 : Jodoh Di Tangan Maradona
Part 4 : Rofi’i, My Angry Bird
Part 5 : The Alchemist
Part 6 : Esa Hilang, Dua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Part 7 : In The Wee Small Hours
Part 8 : Air Beriak Tanda Tak Dalam, Air di Ketiak Tanda Hidup Kelam
Part 9 : Maxalmena
Part 10 : Run, Forrest, Run !!!!
Part 11 : Heidegger
Part 12 : Bagaimana Mungkin Rumput Mau Menjawab Tatkala Dia Sedang Asyik Bergoyang.
Part 13 : Have You Passed Through This Night?
Part 14 : Bahkan Gatot Kaca pun Pernah Sakit Hati
Part 15 : Anomalitas
Part 16 : Sekali Kayuh, Dua Tiga Nomor Punggung Beckham.
Part 17 : Tidak Ada Akar, Umbi-Umbian Pun Jadi.
Part 18 : Mogadishu
Part 19 : Logika Tanpa Logistik Seperti Logout Tanpa Logitech
Part 20 : Warteg Bahari Diatas Awan
Part 21 : Chaos
Part 22 : Eet Niet Te Eten, Samen!
Part 23 : 1974
Part 24 : Utarakan, Selatankan.
Part 25 : Misteri Mahera
Part 26 : Nabi Khidir Wannabe
Part 27 : C, I, N, dan Dua Huruf Dibelakangnya
Part 28 : The Unforgettable Rahmat
Part 29 : De Beak Dengkaks Futsal Club
Part 30 : Bila Saja Bila
Part 31 : Kontraindikasi
Part 32 : Morgan Freeman
Part 33 : Kisah Kasih Kusah Koseh Kesusahan
Part 34 : Sarung
Part 35 : Jurus Tinju Mabuk
Part 36 : No Where, Now Here.
Part 37 : Semut Latihan Paskibra
Part 38 : Berkalang Tanah
Part 39 : Shawshank Redemption
Part 40 : Don't Worry Being Alone
Part 41 : Tour De Pakidulan
Part 42 : Cilok Venezuela
Part 43 : Antara Pedal Dan Jok
Part 44 : Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Sambil Parkour
Part 45 : Bratayudha
Part 46 : Valentino Rosyid
Part 47 : Tera
Part 48 : khir
Part Terakhir : Titik
update lanjutan ada di bawah, di Post #12
Diubah oleh alanam 15-12-2015 00:06
faiqaf dan 5 lainnya memberi reputasi
6
407.4K
1.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
alanam
#260
Part 28 : The Unforgetable Rahmat
Backsound : Upcdowncleftcrightcabc+start - Comfort Me, I've Lost My Heart #StandarkeunHeula
Semburat merah tersebar di tepian cakrawala, ketika mata menemui batas kemampuan melihatnya, disanalah langit bersatu dengan laut. Deretan pohon tua menari berdendangkan angin. Riuh rendah simfoni knalpot dan klakson bergelinding di pendengaran.
Orang tua dulu berpesan kepada anak-anaknya agar jangan terlalu asyik bermain sampai Magrib, bahkan sampai harus dengan cara menakuti-nakuti. Rasulullah juga mengajarakan hal yang sama, dalam beberapa keterangan dikatakan bahwa kita dianjurkan berada di masjid (pria) atau di rumah, menutup jendela dan pintu, serta menutup makanan atau minuman.
Kenapa Adzan Ashar tidak ditayangkan di TV Nasional sedang Adzan Magrib ditayangkan? Sebenarnya apa yang terjadi di waktu peralihan siang dan malam?
Ada yang mengatakan bahwa magrib adalah masa keluarnya Jin atau dalam sumber lain dikatakan bahwa magrib adalah masa puncak kekuatan aktivitas Jin bukan malam atau dini hari menjelang subuh. Saya setuju dengan hal itu, beberapa kejadian masa lalu memperkuatnya namun hanya ada satu yang paling edan dan saya selalu mengingatnya sampai sekarang. Satu peristiwa yang dialami teman saya, Rahmat Mahmudin.
Dulu sekali zaman firaun digendong-gendong ibunya ikut pekan imunisasi nasional, terus pulangnya firaun merengek minta beli balon gas, gasnya dari gas LPG. Ketika saya kecil, saya tinggal bersama kakek dan nenek saya di Kota Garut, Bapa dan Mamah dapat tugas dinas di luar Jawa. Saya dan teman-teman sebaya sering bermain bola di satu lapangan kampung yang sering disebut “pasir kuriling”
, artinya secara harfiah, “pasir” itu tanah tinggi bisa juga diartikan gunung kecil ; makanya nama daerah di kawasan Jawa Barat yang ada kata “pasir”-nya umumnya berada di tempat tinggi atau lebih tinggi dari daerah sekitar. Sedangkan “kuriling” bermakan keliling.
Sesuai namanya, Pasir Kuriling ini dikelilingi oleh tebing berisi pohon bambu, tempatnya keren terasa seperti bermain bola dalam baskom raksasa. Mungkin dulu disini bekas markas alien, yang jelas ini psti bukan buatan manusia. Jaraknya sekitar 500 meteran dari perkampungan.
Dan suatu hari, kami terlalu asyik bermain bola hingga tak tahu waktu. Adzan magrib terdengar, kami pun bergegas pulang untuk mengaji. Tanpa dikomando, Kami langsung berlari dan mencari sandal kami, tradisi kami 2 orang yang terakhir sampai kampung esoknya harus jadi kiper. Setelah Saya memastikan diri aman finish posisi lima dan saatnya mulai menebak nebak siapa yang harus menjadi kiper. Satu persatu anak –anak lain muncul dari belakang hingga akhirnya dapat dipastikan Imron dan Rahmat yang menjadi 2 orang terakhir.
Imron terlihat tergopoh-gopoh, ingus berhamburan. Rahmat belum muncul juga
, adzan magrib telah selesai bahkan kini sudah mau Iqomah. Kata Imron, Rahmat yang notabenenya pemilik bola tadi mencari bola dulu dan sendalnya ada yang iseng menyembunyikan. Rahmat tidak mungkin mengambil jalan lain, hanya ada satu jalan menuju Pasir Kuriling. Tidak ada yang berani menyusul, hingga akhirnya orang-orang yang hendak ke mesjid bertanya karena keheranan melihat gelagat kami.
Orang sekampung langsung heboh, puluhan orang menyusul, hasilnya nihil, Rahmat hilang ditelan malam. Polisi dan Tentara dilibatkan. Ustad dan dukun berkoalisi. Namun Rahmat tak kunjung ditemukan.
Rahmat baru ditemukan atau lebih tepatnya menemukan jalan kembali seminggu kemudian. Di hari ke tujuh ketika orang-orang mulai mengikhlaskan, tepat ketika adzan magrib, Rahmat muncul berjalan dengan santainya menenteng bola dari arah Pasir Kuriling. Sekelompok orang yang sedang berkumpul kaget melihat Rahmat.
“Aya naon ieu mang asa rame?”, Rahmat dengan santainya.
Ada apa ini mang kok kaya yang rame
“Timana wae maneh?”, Pak RT heran.
dari mana aja kamu?
“Maen bola bieu jeung barudak”
maen bola bareng anak-anak
Kriik Kriiikkk
Jadi menurut pengakuan Rahmat, ketika hari itu dia mengambil bola dulu di antara pohon-pohon bambu. Dia sempat teriak ke Imron “tungguin!”, ketika bola sudah diambil namun Imron yang mungkin sedang fokus berlari menghiraukannya. Rahmat pun menyusul, ketika sedang memasang sandal, tiba-tiba dari belakangnya ada sesosok kakek tua berjenggot putih dengan penampilan layaknya petani pulang dari sawah padahal disana tidak ada sawah. Kakek itu mengajaknya pulang bareng. Rahmat setuju.
Namun setelah beberapa langkah, Rahmat ingat, bolanya ketinggalan ketika sedang memakai sandal. Rahmat mengambil bolanya, namun pas kembali kearah kampung si kakek sudah tidak ada. Rahmat berpikir kakek tersebut sudah jalan duluan, Rahmat jalan lagi sendiri dengan santainya hingga akhirnya sampai kampung
. Namun kampungnya sudah berputar 7 hari, sedang di hidup rahmat hanya beberapa detik.
Tidak mungkin Rahmat mengada-ngada, bahkan permen karet yang dikunyah saat dia ditemukan masih permen karet yang sama saat dia bermain bola tujuh hari yang lalu. Rahmat tidak mungkin sembunyi untuk membuat sensasi selama 7 hari dengan mengandalkan permen karet dan bola sepak.
Dalam kabar angin yang didesau-desaukan orang-orang banyak kejadian serupa terjadi, namun hanya Rahmat lah satu-satunya yang bisa kembali. Sejak saat itu, orang-orang percaya Rahmat memiliki kemampuan yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Banyak sekedar minta salaman dengan Rahmat. Banyak yang meminta obat dan doa dari Rahmat. Rahmat hanya cengar-cengir saja selayaknya bocah pada umumnya. Rahmat masih Rahmat yang sama, tidak ada yang berubah. Dia masih ingusan, paling akhir dalam urusan lari, dan dia yang memegang bola. Dia, Rahmat yang muncul saat azan magrib berkumandang.
---
Peristiwa tersebut cukup membekas, hingga akhirnya Saya selalu menghargai waktu magrib datang. Shalat, jika tidak shalat minimal diam , sebisa mungkin pokoknya tidak beraktivitas apapun. Di kota, hutan, gunung, laut, dimanapun.
Hingga pada satu ketika, Saya sedang berjalan sama Eya berdua menembus jalanan dipati ukur. Adzan mengalun dari masjid UNDUR, saya berhenti, duduk dengan pantat berada di trotoar kaki menjulur ke aspal jalan.
“Pej kamu ngapain duduk tiba-tiba duduk disitu, ketabrak geura?”, Eya heran.
“paling juga angkot… cobain aja, enak, trotoarnya anget ke pantat”
“kamu pegel? Yaudah”
Kami pun duduk, sedikit lelah, sungguh menyenangkan kalau kita terduduk santai dengan bebasnya sementara sekelilingmu terlihat sibuk dengan beban pikirannya masing –masing.
Tiba-tiba, dari arah yang tadi kami lalui, sesosok lelaki tinggi besar berkepala plontos terlihat berjalan santai sambil menjinjing kresek hitam. Saya kembali mengalihkan pandangan kearah lain, hingga akhirnya lelaki itu melintasi kami. Tak berapa lama lelaki itu kembali lagi.
“Jep?”, Lelaki tinggi besar itu tahu nama Saya.
“Iya.. ”, Saya tampak heran
“Ieu aing Rahmat..”
“Anjir Rahmat raja jin? Edannn jadi beda kieu euy…”
“dimana mang ayeuna?”
“di UNDUR?”
“sama atuh bro, ngambil apaan?”
“Hukum, maneh ekonomi?”
“hooh, Manajemen”
…….
Dia Rahmat yang dulu muncul di saat adzan magrib berkumandang sambil menenteng bola 7 hari kemudian pasca kabar kehilangannya merebak. Kini, Saya bertemu lagi dengan Rahmat sama saat magrib. namun dengan Rahmat yang jauh berubah. Rahmat tidak lagi membawa-bawa bola kemana-mana, malah menenteng kresek hitam berisi pecel lele. Rahmat sekarang jarang mengunyah permen karet, kini dia sudah merokok, Marlboro Putih, gayabeud. Dia tidak lagi jadi kiper, kini dia mahasiswa hukum UNDUR. Dia sudah tidak ingusan, kini antara hidung dan mulutnya dipenuhi kumis yang tercukur rapih.
Entah ada apa dibalik scenario Tuhan mempertemukan saya dengan Rahmat si raja Jin.
Yang jelas, ingat usahakan jangan banyak beraktifitas di kala magrib, karena itu waktu munculnya Jin dan Rahmat.
Semburat merah tersebar di tepian cakrawala, ketika mata menemui batas kemampuan melihatnya, disanalah langit bersatu dengan laut. Deretan pohon tua menari berdendangkan angin. Riuh rendah simfoni knalpot dan klakson bergelinding di pendengaran.
Orang tua dulu berpesan kepada anak-anaknya agar jangan terlalu asyik bermain sampai Magrib, bahkan sampai harus dengan cara menakuti-nakuti. Rasulullah juga mengajarakan hal yang sama, dalam beberapa keterangan dikatakan bahwa kita dianjurkan berada di masjid (pria) atau di rumah, menutup jendela dan pintu, serta menutup makanan atau minuman.
Kenapa Adzan Ashar tidak ditayangkan di TV Nasional sedang Adzan Magrib ditayangkan? Sebenarnya apa yang terjadi di waktu peralihan siang dan malam?
Ada yang mengatakan bahwa magrib adalah masa keluarnya Jin atau dalam sumber lain dikatakan bahwa magrib adalah masa puncak kekuatan aktivitas Jin bukan malam atau dini hari menjelang subuh. Saya setuju dengan hal itu, beberapa kejadian masa lalu memperkuatnya namun hanya ada satu yang paling edan dan saya selalu mengingatnya sampai sekarang. Satu peristiwa yang dialami teman saya, Rahmat Mahmudin.
Dulu sekali zaman firaun digendong-gendong ibunya ikut pekan imunisasi nasional, terus pulangnya firaun merengek minta beli balon gas, gasnya dari gas LPG. Ketika saya kecil, saya tinggal bersama kakek dan nenek saya di Kota Garut, Bapa dan Mamah dapat tugas dinas di luar Jawa. Saya dan teman-teman sebaya sering bermain bola di satu lapangan kampung yang sering disebut “pasir kuriling”
, artinya secara harfiah, “pasir” itu tanah tinggi bisa juga diartikan gunung kecil ; makanya nama daerah di kawasan Jawa Barat yang ada kata “pasir”-nya umumnya berada di tempat tinggi atau lebih tinggi dari daerah sekitar. Sedangkan “kuriling” bermakan keliling. Sesuai namanya, Pasir Kuriling ini dikelilingi oleh tebing berisi pohon bambu, tempatnya keren terasa seperti bermain bola dalam baskom raksasa. Mungkin dulu disini bekas markas alien, yang jelas ini psti bukan buatan manusia. Jaraknya sekitar 500 meteran dari perkampungan.
Dan suatu hari, kami terlalu asyik bermain bola hingga tak tahu waktu. Adzan magrib terdengar, kami pun bergegas pulang untuk mengaji. Tanpa dikomando, Kami langsung berlari dan mencari sandal kami, tradisi kami 2 orang yang terakhir sampai kampung esoknya harus jadi kiper. Setelah Saya memastikan diri aman finish posisi lima dan saatnya mulai menebak nebak siapa yang harus menjadi kiper. Satu persatu anak –anak lain muncul dari belakang hingga akhirnya dapat dipastikan Imron dan Rahmat yang menjadi 2 orang terakhir.
Imron terlihat tergopoh-gopoh, ingus berhamburan. Rahmat belum muncul juga
, adzan magrib telah selesai bahkan kini sudah mau Iqomah. Kata Imron, Rahmat yang notabenenya pemilik bola tadi mencari bola dulu dan sendalnya ada yang iseng menyembunyikan. Rahmat tidak mungkin mengambil jalan lain, hanya ada satu jalan menuju Pasir Kuriling. Tidak ada yang berani menyusul, hingga akhirnya orang-orang yang hendak ke mesjid bertanya karena keheranan melihat gelagat kami. Orang sekampung langsung heboh, puluhan orang menyusul, hasilnya nihil, Rahmat hilang ditelan malam. Polisi dan Tentara dilibatkan. Ustad dan dukun berkoalisi. Namun Rahmat tak kunjung ditemukan.
Rahmat baru ditemukan atau lebih tepatnya menemukan jalan kembali seminggu kemudian. Di hari ke tujuh ketika orang-orang mulai mengikhlaskan, tepat ketika adzan magrib, Rahmat muncul berjalan dengan santainya menenteng bola dari arah Pasir Kuriling. Sekelompok orang yang sedang berkumpul kaget melihat Rahmat.
“Aya naon ieu mang asa rame?”, Rahmat dengan santainya.

Ada apa ini mang kok kaya yang rame
“Timana wae maneh?”, Pak RT heran.
dari mana aja kamu?
“Maen bola bieu jeung barudak”
maen bola bareng anak-anak
Kriik Kriiikkk
Jadi menurut pengakuan Rahmat, ketika hari itu dia mengambil bola dulu di antara pohon-pohon bambu. Dia sempat teriak ke Imron “tungguin!”, ketika bola sudah diambil namun Imron yang mungkin sedang fokus berlari menghiraukannya. Rahmat pun menyusul, ketika sedang memasang sandal, tiba-tiba dari belakangnya ada sesosok kakek tua berjenggot putih dengan penampilan layaknya petani pulang dari sawah padahal disana tidak ada sawah. Kakek itu mengajaknya pulang bareng. Rahmat setuju.

Namun setelah beberapa langkah, Rahmat ingat, bolanya ketinggalan ketika sedang memakai sandal. Rahmat mengambil bolanya, namun pas kembali kearah kampung si kakek sudah tidak ada. Rahmat berpikir kakek tersebut sudah jalan duluan, Rahmat jalan lagi sendiri dengan santainya hingga akhirnya sampai kampung
. Namun kampungnya sudah berputar 7 hari, sedang di hidup rahmat hanya beberapa detik.Tidak mungkin Rahmat mengada-ngada, bahkan permen karet yang dikunyah saat dia ditemukan masih permen karet yang sama saat dia bermain bola tujuh hari yang lalu. Rahmat tidak mungkin sembunyi untuk membuat sensasi selama 7 hari dengan mengandalkan permen karet dan bola sepak.
Dalam kabar angin yang didesau-desaukan orang-orang banyak kejadian serupa terjadi, namun hanya Rahmat lah satu-satunya yang bisa kembali. Sejak saat itu, orang-orang percaya Rahmat memiliki kemampuan yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Banyak sekedar minta salaman dengan Rahmat. Banyak yang meminta obat dan doa dari Rahmat. Rahmat hanya cengar-cengir saja selayaknya bocah pada umumnya. Rahmat masih Rahmat yang sama, tidak ada yang berubah. Dia masih ingusan, paling akhir dalam urusan lari, dan dia yang memegang bola. Dia, Rahmat yang muncul saat azan magrib berkumandang.
---
Peristiwa tersebut cukup membekas, hingga akhirnya Saya selalu menghargai waktu magrib datang. Shalat, jika tidak shalat minimal diam , sebisa mungkin pokoknya tidak beraktivitas apapun. Di kota, hutan, gunung, laut, dimanapun.
Hingga pada satu ketika, Saya sedang berjalan sama Eya berdua menembus jalanan dipati ukur. Adzan mengalun dari masjid UNDUR, saya berhenti, duduk dengan pantat berada di trotoar kaki menjulur ke aspal jalan.
“Pej kamu ngapain duduk tiba-tiba duduk disitu, ketabrak geura?”, Eya heran.
“paling juga angkot… cobain aja, enak, trotoarnya anget ke pantat”
“kamu pegel? Yaudah”
Kami pun duduk, sedikit lelah, sungguh menyenangkan kalau kita terduduk santai dengan bebasnya sementara sekelilingmu terlihat sibuk dengan beban pikirannya masing –masing.
Tiba-tiba, dari arah yang tadi kami lalui, sesosok lelaki tinggi besar berkepala plontos terlihat berjalan santai sambil menjinjing kresek hitam. Saya kembali mengalihkan pandangan kearah lain, hingga akhirnya lelaki itu melintasi kami. Tak berapa lama lelaki itu kembali lagi.
“Jep?”, Lelaki tinggi besar itu tahu nama Saya.
“Iya.. ”, Saya tampak heran
“Ieu aing Rahmat..”
“Anjir Rahmat raja jin? Edannn jadi beda kieu euy…”
“dimana mang ayeuna?”
“di UNDUR?”
“sama atuh bro, ngambil apaan?”
“Hukum, maneh ekonomi?”
“hooh, Manajemen”
…….
Dia Rahmat yang dulu muncul di saat adzan magrib berkumandang sambil menenteng bola 7 hari kemudian pasca kabar kehilangannya merebak. Kini, Saya bertemu lagi dengan Rahmat sama saat magrib. namun dengan Rahmat yang jauh berubah. Rahmat tidak lagi membawa-bawa bola kemana-mana, malah menenteng kresek hitam berisi pecel lele. Rahmat sekarang jarang mengunyah permen karet, kini dia sudah merokok, Marlboro Putih, gayabeud. Dia tidak lagi jadi kiper, kini dia mahasiswa hukum UNDUR. Dia sudah tidak ingusan, kini antara hidung dan mulutnya dipenuhi kumis yang tercukur rapih.
Entah ada apa dibalik scenario Tuhan mempertemukan saya dengan Rahmat si raja Jin.
Yang jelas, ingat usahakan jangan banyak beraktifitas di kala magrib, karena itu waktu munculnya Jin dan Rahmat.
Diubah oleh alanam 08-03-2015 04:18
rafifdx memberi reputasi
2