- Beranda
- Stories from the Heart
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
...
TS
kabelrol
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
Selamat datang di trit gue yang super sederhana ini
Di trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue
Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan
ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.
Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.
Masa remaja.
Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.
Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.
pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah
Selamat membaca
Di trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue
Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan
ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.
Spoiler for sampul:
Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.
Masa remaja.
Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.
Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.
pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah

Selamat membaca

Spoiler for indeks:
Diubah oleh kabelrol 01-07-2015 15:17
chamelemon dan 24 lainnya memberi reputasi
25
188.2K
701
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kabelrol
#444
Bagian 75 Friend will be friend
Gue pulang dengan kepala berat. Berat sangat, rencana pulang habis solat ashar, pupus sudah. Gue pulang habis magrib. Gue berasa limbung. Pertama, karena emang lelah. Kedua, gue ngga biasa ngga segera bilang iya untuk proyek yang menantang. Ketiga, haruskah gue terima proyek itu? Gue seperti kehilangan setengah badan ketika gue sampe rumah. Widya emang sialan. Bahkan, ketika gue merem pun, dia keliatan. Hingga hari ini, ketika gue ngetik baris ini, gue masih jelas ngebayanginnya.
Ketika lo merem, sob, yang lo liat adalah gelap. Ketika gue merem kali ini, gelap juga. Ketika gue merem, mata minus gue ngga ngaruh. Gue masih bisa ngelihat dia dengan jelas. Bagaimana poni dan lesung pipinya sore itu ketika Bagas--yang dengan polosnya--nawarin proyek itu ke gue. Bagaimana sendu yang jatuh dari auranya--barangkali, kalo Haruki bilang, itu "warna". Ketika gue merem, cuma gelap, gue, dan dia. Udah ngga ada apa-apa lagi. Apakah Widya semacam wanita yang hanya bisa gue sentuh ketika gue merem aja? Apa Widya itu semacam kekasih hati yang keliatan ketika gue terpejam?

Gue taruh baju kotor gue di mesin cuci dengan sembarangan. Emak sempet nyuruh makan malam dulu. Gue menggeleng. Gue ngga ada nafsu makan sama sekali. Tetes hujan yang terakhir sudah jatuh, kini kota disergap dingin. Gue memilih nyuci mobil yang sebenernya ngga kotor-kotor banget. Lha, wong, 2 hari diem di rumah Widya. Sambil nyuci, sambil nikmatin tiap tetes dingin yang gue terima, gue berharap, panas di hati ini segera sirna. Gue berpikir, bodohkah gue? Apakah gue sudah me-mubazir-kan, barangkali kesempatan gue terakhir? Gimana dengan Gadis--dan segala apa yang telah kita bangun bareng? Gimana dengan Gadis--dan segala hal apa yang barangkali bikin susah kita bersama untuk tahap selanjutnya? Gue melamun sampe nyuci selesai. Gue galau dan gue kembali ke kegiatan yang bisa bikin lega sedikit ketika galau. Gue nulis dan kembali nyusun trit ini dan malam itu gue susah tidur
Sampe di trit pun, gue dikejar Widya. Ketika itu, gue nyusun soal Nisa, tapi ketika di bagian itu, gue dikejar lagi sama Widya. Dia muncul di bagian akhir dari bagian ini, bagian 37
Mata gue perih juga, akhirnya. Jam 1 malam lewat dikit, gue beranjak tidur. Gue pasang alarm dulu di HP, kemudian gue menemukan notifikasi itu. Notif wassap jam segini biasanya dari grup wassap yang isinya gaje. Kali ini lain, jam 12:02 malam sampai, terakhir terlihat 12:15. Gue tengok HP gue jam 01:04 dan gue gatel banget ngebalesnya saat itu juga.
"Iya, gue masih bangun"
Gue menyerah. Gue tarik selimut, paling kontak dari gue itu dibalesnya besok pagi-pagi. Gue ngga bisa merem karena emang ngga bisa ngantuk tapi badannya udah ngantuk dan dering notif wassap masuk.
"Sama, gue juga ngga bisa tidur"
"Tidur atuh. Calon penganten perlu jaga kondisi
"
Ah, gue ngga tau ada apa, ngga ada yang ngerokok, tapi dada bagitu sesak. Gue bernafas normal, tapi ada ganjalan.
Diam dan jeda. Terakhir Widya terlihat beberapa menit setelah gue kirim itu. Gue ngga menerima balasan. Entah kenapa, ini bukan soal indigo, gue yakin. Ia juga seperti gue, meskipun pastinya dia lebih parah: menangis.
Badan dan perasaan gue sangat lelah. Sampe Senin sore, gue baru bisa beranjak dari tempat tidur. Gue pun tenggelam dalam kesibukan pesanan. Gue bekerja dengan perasaan yang kececer kemana-mana. Gue tetap menghadapi pelanggan seperti biasa, tapi seperti kosong. Gue liat wassap gue. Widya terakhir terlihat belasan jam setelah pesan terakhir gue kirim. Dia marah sama gue barangkali. Gue belum ada niat untuk berbaikan atau apalah. Berbaikan dengan diri sendiri...
Kondisi sekarang ini bener beda ketika jaman sekolah atau kuliah dulu. Ketika lo galau sedikit, lo bisa curhat habis-habisan atau gila habis-habisan sama temen-temen lo. Jalan yang gue pilih habis lulus kuliah ini beneran minim teman seumur. Ngga mungkin banget, pelanggan gue curhatin soal Widya atau apalah. Ngga mungkin banget, partner kerja gue alias komputer gue ajak gila-gilaan. Seserunya gue main game disini, gue ngerasa sepi.
Jam 9 malam, balasan dari Widya belum datang juga. Gue ogah buka HP juga. Sampe notif chat dari salah satu medsos yang aktif di komputer, nyampe di reseptor indra gue.
"Hei, Har. Apa kabar?"
"Ngga begitu baik, Har. Lo?"
"Kenapa lagi? Pasti Widya, ya?"
"Lha, kok lo tau, Har? Yuki, ya?"
"Filing aja ngga enak"
Dia emang baca gue trit ini sejak awal Januari. Dia yang ngga pernah berubah, kecuali warna rambutnya.
"Cerita dong, Har, ada apa?"
"Kesini, dulu
"
"Jauuuuuhh"
"Iya, sih
Gue curhat sama siapa, dong
"
"Bercandaaa
Bulan depan aku main ke sana dong"
"Boong"
"Yeh, kamu mah. Seriusaaan"
"Dalam rangka?"
"Kangen kamu
"
"Ah, becanda mulu"
"Yee, serius Harsyaa. Kamu ngga kangen apa ngga ketemu 5 tahun setengah?"
"Bangetlaah"
Senyum gue bisa naik dikit kali ini. Ketemu sobat lama emang selalu sepadan untuk dinanti.
"Eh, ngga 5 tahun, ya. Waktu liburan kapan itu, kan, gue main ke (kota Haruki). Lebay, ah
"
"Yee, siapa bilang aku kangen kamu. Aku kangen (kota tempat tinggal gue)"
"Siaaaaall"
"bweeeekk
"
Senyum gue naik berkali-kali lipat. Haruki emang ngga bisa berubah, kecuali warna rambutnya
"Har, gue boleh cerita?"
"Boleh, apa?"
Gue pun menceritakan permintaan Bagas yang belum gue iyakan. Gue tau, Bagas bukanlah pihak yang mengeksekusi katering atau artis kondangan siapa yang dipake. Tapi, gue perlu menyiapkan hati, semisal itu beneran. Gue telepon sobat sebangku gue itu. Dia mendengarkan dengan seksama. Gue cerita sambil berharap. 5 tahun bisa bikin dia kasih solusi yang nyambung ketika gue curhat
"Aku paham, Har..."
"Gimana?"
"Kamu terima aja. Kalo diliat dari sisi kamunya, pekerjaan nantang, nih. Kamu bisa bangun reputasi mulai dari sini. Ambil aja kesempatan yang datang. Kalo dilihat dari sisi perasaan, kamu laki-laki, kan? Kamu lagi ditantang juga. Kamu ditantang untuk bikin keputusan dari SMA, tapi kamu lari. Kesempatan yang begini, harusnya ngga datang dua kali. Makanya, Har. Yang kedua ini, kamu jangan lari. Kamu tantang balik. Kamu nyanyi disana. Seengganya, kamu legain perasaan kamu disana. Kamu pernah bilang waktu SMA, lagu itu salah satu jalur pelampiasan curhat yang oke. Daripada tinju, bahasa lagu lebih apik, lho, Har"
Gue jadi panas. Selama gue hidup, gue baru tuker tinju sama Ahmad aja. Habis itu, ya, udah. Gue menantang mereka, lebih dengan apa yang bisa gue lakukan untuk menunjukkan gue bisa, lho. Gue makin panas. Haruki bener. Gue iyain aja ajakan Bagas--meski itu cuma basa-basi pada akhirnya. Kalo pun cuma basa-basi, gue bertekad untuk dateng bahkan saat akadnya. Gue sekalian ngajuin diri jadi fotografernya sekalian. Atau kalo perlu gue jadi EO perkimpoian Widya aja sekalian.
Gue panas, gue sampaikan ke Haruki, dan dia bersorak mendukung.
"Tul, Har. Nanti aku bantu-bantu ya kalo udah dateng disana. Sekalian pengen kenalan sama Widya. Penasaran yang mana. Hihi"
Gue betulan panas dan menggebu. Waktu memang aneh. Malem sebelumnya, gue tidur dengan cucuran air mata *tsah*. Malam besoknya, gue tidur dengan ngga sabar, seperti anak kecil yang besok harinya mau berangkat karyawisata
Gue ngga sabar menanti Febuari.
Eh, Febuari, kan, waktu akad nikah Widya? Maka, Januari ini adalah bulan tergalau se-2015
padahal 2015 sebulan juga belum beres jalan 
Yang gue tau betul--dan gue semakin mengerti. Semakin besar semangat, semakin besar juga angin yang bakal menerpa berusaha bikin gue jatoh dari semangat itu.
Ketika lo merem, sob, yang lo liat adalah gelap. Ketika gue merem kali ini, gelap juga. Ketika gue merem, mata minus gue ngga ngaruh. Gue masih bisa ngelihat dia dengan jelas. Bagaimana poni dan lesung pipinya sore itu ketika Bagas--yang dengan polosnya--nawarin proyek itu ke gue. Bagaimana sendu yang jatuh dari auranya--barangkali, kalo Haruki bilang, itu "warna". Ketika gue merem, cuma gelap, gue, dan dia. Udah ngga ada apa-apa lagi. Apakah Widya semacam wanita yang hanya bisa gue sentuh ketika gue merem aja? Apa Widya itu semacam kekasih hati yang keliatan ketika gue terpejam?

Gue taruh baju kotor gue di mesin cuci dengan sembarangan. Emak sempet nyuruh makan malam dulu. Gue menggeleng. Gue ngga ada nafsu makan sama sekali. Tetes hujan yang terakhir sudah jatuh, kini kota disergap dingin. Gue memilih nyuci mobil yang sebenernya ngga kotor-kotor banget. Lha, wong, 2 hari diem di rumah Widya. Sambil nyuci, sambil nikmatin tiap tetes dingin yang gue terima, gue berharap, panas di hati ini segera sirna. Gue berpikir, bodohkah gue? Apakah gue sudah me-mubazir-kan, barangkali kesempatan gue terakhir? Gimana dengan Gadis--dan segala apa yang telah kita bangun bareng? Gimana dengan Gadis--dan segala hal apa yang barangkali bikin susah kita bersama untuk tahap selanjutnya? Gue melamun sampe nyuci selesai. Gue galau dan gue kembali ke kegiatan yang bisa bikin lega sedikit ketika galau. Gue nulis dan kembali nyusun trit ini dan malam itu gue susah tidur
Sampe di trit pun, gue dikejar Widya. Ketika itu, gue nyusun soal Nisa, tapi ketika di bagian itu, gue dikejar lagi sama Widya. Dia muncul di bagian akhir dari bagian ini, bagian 37Mata gue perih juga, akhirnya. Jam 1 malam lewat dikit, gue beranjak tidur. Gue pasang alarm dulu di HP, kemudian gue menemukan notifikasi itu. Notif wassap jam segini biasanya dari grup wassap yang isinya gaje. Kali ini lain, jam 12:02 malam sampai, terakhir terlihat 12:15. Gue tengok HP gue jam 01:04 dan gue gatel banget ngebalesnya saat itu juga.
"Iya, gue masih bangun"
Gue menyerah. Gue tarik selimut, paling kontak dari gue itu dibalesnya besok pagi-pagi. Gue ngga bisa merem karena emang ngga bisa ngantuk tapi badannya udah ngantuk dan dering notif wassap masuk.
"Sama, gue juga ngga bisa tidur"
"Tidur atuh. Calon penganten perlu jaga kondisi
"Ah, gue ngga tau ada apa, ngga ada yang ngerokok, tapi dada bagitu sesak. Gue bernafas normal, tapi ada ganjalan.
Diam dan jeda. Terakhir Widya terlihat beberapa menit setelah gue kirim itu. Gue ngga menerima balasan. Entah kenapa, ini bukan soal indigo, gue yakin. Ia juga seperti gue, meskipun pastinya dia lebih parah: menangis.
***
Badan dan perasaan gue sangat lelah. Sampe Senin sore, gue baru bisa beranjak dari tempat tidur. Gue pun tenggelam dalam kesibukan pesanan. Gue bekerja dengan perasaan yang kececer kemana-mana. Gue tetap menghadapi pelanggan seperti biasa, tapi seperti kosong. Gue liat wassap gue. Widya terakhir terlihat belasan jam setelah pesan terakhir gue kirim. Dia marah sama gue barangkali. Gue belum ada niat untuk berbaikan atau apalah. Berbaikan dengan diri sendiri...
Kondisi sekarang ini bener beda ketika jaman sekolah atau kuliah dulu. Ketika lo galau sedikit, lo bisa curhat habis-habisan atau gila habis-habisan sama temen-temen lo. Jalan yang gue pilih habis lulus kuliah ini beneran minim teman seumur. Ngga mungkin banget, pelanggan gue curhatin soal Widya atau apalah. Ngga mungkin banget, partner kerja gue alias komputer gue ajak gila-gilaan. Seserunya gue main game disini, gue ngerasa sepi.
Jam 9 malam, balasan dari Widya belum datang juga. Gue ogah buka HP juga. Sampe notif chat dari salah satu medsos yang aktif di komputer, nyampe di reseptor indra gue.
"Hei, Har. Apa kabar?"
"Ngga begitu baik, Har. Lo?"
"Kenapa lagi? Pasti Widya, ya?"
"Lha, kok lo tau, Har? Yuki, ya?"
"Filing aja ngga enak"
Dia emang baca gue trit ini sejak awal Januari. Dia yang ngga pernah berubah, kecuali warna rambutnya.
"Cerita dong, Har, ada apa?"
"Kesini, dulu
""Jauuuuuhh"
"Iya, sih
Gue curhat sama siapa, dong
""Bercandaaa
Bulan depan aku main ke sana dong""Boong"
"Yeh, kamu mah. Seriusaaan"
"Dalam rangka?"
"Kangen kamu
""Ah, becanda mulu"
"Yee, serius Harsyaa. Kamu ngga kangen apa ngga ketemu 5 tahun setengah?"
"Bangetlaah"
Senyum gue bisa naik dikit kali ini. Ketemu sobat lama emang selalu sepadan untuk dinanti.
"Eh, ngga 5 tahun, ya. Waktu liburan kapan itu, kan, gue main ke (kota Haruki). Lebay, ah
""Yee, siapa bilang aku kangen kamu. Aku kangen (kota tempat tinggal gue)"
"Siaaaaall"
"bweeeekk
"Senyum gue naik berkali-kali lipat. Haruki emang ngga bisa berubah, kecuali warna rambutnya

"Har, gue boleh cerita?"
"Boleh, apa?"
Gue pun menceritakan permintaan Bagas yang belum gue iyakan. Gue tau, Bagas bukanlah pihak yang mengeksekusi katering atau artis kondangan siapa yang dipake. Tapi, gue perlu menyiapkan hati, semisal itu beneran. Gue telepon sobat sebangku gue itu. Dia mendengarkan dengan seksama. Gue cerita sambil berharap. 5 tahun bisa bikin dia kasih solusi yang nyambung ketika gue curhat

"Aku paham, Har..."
"Gimana?"
"Kamu terima aja. Kalo diliat dari sisi kamunya, pekerjaan nantang, nih. Kamu bisa bangun reputasi mulai dari sini. Ambil aja kesempatan yang datang. Kalo dilihat dari sisi perasaan, kamu laki-laki, kan? Kamu lagi ditantang juga. Kamu ditantang untuk bikin keputusan dari SMA, tapi kamu lari. Kesempatan yang begini, harusnya ngga datang dua kali. Makanya, Har. Yang kedua ini, kamu jangan lari. Kamu tantang balik. Kamu nyanyi disana. Seengganya, kamu legain perasaan kamu disana. Kamu pernah bilang waktu SMA, lagu itu salah satu jalur pelampiasan curhat yang oke. Daripada tinju, bahasa lagu lebih apik, lho, Har"
Gue jadi panas. Selama gue hidup, gue baru tuker tinju sama Ahmad aja. Habis itu, ya, udah. Gue menantang mereka, lebih dengan apa yang bisa gue lakukan untuk menunjukkan gue bisa, lho. Gue makin panas. Haruki bener. Gue iyain aja ajakan Bagas--meski itu cuma basa-basi pada akhirnya. Kalo pun cuma basa-basi, gue bertekad untuk dateng bahkan saat akadnya. Gue sekalian ngajuin diri jadi fotografernya sekalian. Atau kalo perlu gue jadi EO perkimpoian Widya aja sekalian.
Gue panas, gue sampaikan ke Haruki, dan dia bersorak mendukung.
"Tul, Har. Nanti aku bantu-bantu ya kalo udah dateng disana. Sekalian pengen kenalan sama Widya. Penasaran yang mana. Hihi"
Gue betulan panas dan menggebu. Waktu memang aneh. Malem sebelumnya, gue tidur dengan cucuran air mata *tsah*. Malam besoknya, gue tidur dengan ngga sabar, seperti anak kecil yang besok harinya mau berangkat karyawisata
Gue ngga sabar menanti Febuari.Eh, Febuari, kan, waktu akad nikah Widya? Maka, Januari ini adalah bulan tergalau se-2015
padahal 2015 sebulan juga belum beres jalan 
Yang gue tau betul--dan gue semakin mengerti. Semakin besar semangat, semakin besar juga angin yang bakal menerpa berusaha bikin gue jatoh dari semangat itu.
Diubah oleh kabelrol 23-03-2015 16:51
0
