- Beranda
- Stories from the Heart
Kelakuan Anak Kuliah
...
TS
pujangga1000
Kelakuan Anak Kuliah
Quote:
Quote:
Quote:
----------------------------------------------------------------------------------
========================================
pujangga1000
Diubah oleh pujangga1000 19-09-2016 03:37
yusrillllll dan 23 lainnya memberi reputasi
22
3.9M
7.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
pujangga1000
#1357
Further step 2
Gue sedang berada diatas motor dan memacunya menuju kostan. Angin malam yang berhembus serasa membuat pikiran gue kaku. Apalagi setelah mendengar apa yang Una katakan barusan. Rasa-rasanya gue jadi bodoh, dongo, bloon,,,
Tangan gue memutar gas dan memacunya dengan kecepatan sangat pelan. Cukup pelan untuk membuat dongkol para pengendara yang ada dibelakang gue. Suara klakson tidak mampu membuyarkan pikiran gue. Lampu-lampu kota terlalu redup untuk menerangi diri gue. Gue minggir sejenak. Rokok gue ambil dari saku celana. Gue bakar. Asap pekat pertama keluar dari mulut.
"Kenapa gue?"
Tanya gue dalam hati...

***
"Jadi abang ngerasa kalo minum-minum itu bagus??"
"
"
"Abang pernah mikir?"
"..."
"Jek, kalo kamu cuman berantem, minum, bergaul dengan orang-orang yang gak bener.."
"Kamu kira, kamu bakal jadi apa entar?"
"Kamu bukan anak kecil lagi.."
"Yang bisa bangga karena mukul orang.."
"Yang bangga menceritakan kalo dia negak alkohol ditempat clubbing"
"Kamu pikir dengan begitu, kamu merasa jagoan?"
"Ngak..."
"Bukan aku yang harus nerima kamu apa adanya, tapi kamu yang harus berubah"
"Untuk kamu sendiri, jek"
***
Asap terakhir sudah gue kepulkan ke udara, tapi hati gue masih belum tenang. Didalam masih berkecambuk suatu hal yang gue sendiri gak tau apa itu. Terlalu rumit untuk ditafsir. Disisi lain, terlalu mengusik jiwa gue.
Sinar putih dari sorot kendaraan yang lewat, menyadarkan gue dari lamunan. Malam ini, gue mempertanyakan jati diri gue sendiri.
***
"Bang, hari ini main lagi yuk"
dari Una
Gue baru baca sms yang dikirim jam 10 pagi tadi. Sekarang waktu menunjukkan jam 5 sore. Semalam gue bergadang.
"Hehehe, baru bangun neng"
to Una
"Abang ih! sms jam berapa, bales jam berapa"
dari Una
"Hehe, mau makan gak? Laper"
to Una
"Hayuuk, jemput ya"
dari Una
"Sip, mandi dulu"
to Una
Malam ini gue dinner bareng Una lagi. Pertemuan kita kali ini, gak ada yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Tetap saling melempar candaan maupun godaan. Seperti kejadian kemarin malam itu sama sekali tidak terjadi. Padahal kemarin, antara gue dan Una, terjadi pembicaraan yang gak mengenakkan..

***
"Emang aku salah? Aku masih merasa oke kok"
"Iya emang aku akuin minum sama berantem itu gak bener.."
"Tapi aku gak merasa itu salah banget"
"Masa depan aku, urusan aku.."
"Aku gak suka dicampurin orang"
"Kamu gak perlu ingetin aku"
"Na, kita dekat.."
"Tapi bukan berarti kamu bisa ngatur aku"
***
Sekarang kita bisa saling senyum, saling ketawa. Wanita kemarin, sekarang duduk didepan gue. Dia sedang mengelap keringat yang bercucuran dari dahinya. Bibirnya yang tipis terlihat merah karena kepedesan. Didepannya ada dua mangkuk sambel bawang. Segelas es teh manis yang sudah kosong dan segelas air es yang sisa setengah. Gue gak beda jauh kondisinya dengan Una. Bedanya gue baru menghabiskan dua gelas air es dan menunggu pesanan ketiga untuk datang.

***
Gue uda sampe didepan rumah Una. Wanita yang ada dibelakang gue tadi tidak bersuara sedikit pun selama perjalanan. Kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya adalah,
"Terserah kamu!"
Gue memandangi dirinya dari bawah kaki sampe ujung kepala. Gue benci sosok didepan gue, Gue gak suka cara dia ngatur kehidupan gue. Siapa dia? Kita baru juga kenal. Dekat juga baru beberapa hari.
Gue melihat sekilas tatapan mata yang dipicingkan oleh sang pemiliknya itu kearah gue.
"
"
Gesture seperti apa itu? Apa begini caranya berterima kasih kepada orang yang mengantarnya pulang? Tanpa memalingkan wajah, tanpa mengucapkan salam perpisahan.
Gue buka gas motor gue selebar-lebarnya. Suara knalpot mesin gue cukup keras nyaring berbunyi. Dalam pikiran gue, gue cuman mau membalas gesture dia tidak tahu terima kasihnya tadi.
"
"
***
Malam itu terlalu aneh. Masing-masing dari kita seakan-akan berusaha menganggap tidak terjadi apa-apa. Tapi nyatanya, gue yakin masing-masing masih menyimpan dengan jelas kepingan-kepingan malam itu secara utuh.
Mungkin gue yang keterlaluan, gue tau maksud Una baik. Tapi gue yang masih dilingkupi jiwa muda yang membara, seakan-akan memberontak karena ada yang berusaha memadamkan api tersebut. Gue rasa orang itu tidak berhak melakukannya kepada diri gue. Karena gue bertanggung jawab atas diri gue sendiri!
Gue tau mana yang benar dan mana yang salah. Gue bukan anak kecil lagi yang perlu diajarkan untuk membedakan kedua hal itu. Gue bukan anak baru didunia seperti ini. Gue udah tau apapun konsekuensi yang bakal gue hadapi.
Well, seperti yang gue bilang tadi, masing-masing dari kita berusaha melupakannya...
***
Entah bagaimana ceritanya setelah kejadian itu, hampir tiap malam gue dinner bareng Una. Pokoknya gue ketemu dia terus. Kadang ada juga kondisi yang "memaksa" kita gak ketemu. Misalnya Una diajakin kakaknya buat makan bareng, ato gue yang main futsal karena tim kostan kekurangan pemain.
Tapi hal ini gak memutuskan komunikasi kita. Sekali lagi entah bagaimana caranya ini bermula. Walaupun kita baru ketemu pas dinner tadi, tapi pulangnya mesti kita telponan ato smsan.
"Iya, ini uda sampe kostan neng"
to Una
"Yauda cuci muka dulu sana bang"
"Oke deh, aku mau mandi juga, entar lanjut neng"
Ato terkadang
"Gak punya pulsa neng hahaha"
to Una
Kriiiiiiiiiiiing
"Halooooooo hehehe"
to Una
"Biasa aja sih bang suaranya"
"Hahaha ngapain telpon aku, pulsamu banyak ya?"
"Ihhh, ditelpon gak mau.. Yauda aku tutup
"
"Huahahaha, tanggung, uda nyambung juga"
Sekarang, sudah menjadi kebiasaan gue mengucapkan "Good night" kepada wanita ini.
Dan gue juga uda terbiasa mendapat sms "Selamat pagiiii" ketika gue membuka hp setelah bangun tidur.

Tangan gue memutar gas dan memacunya dengan kecepatan sangat pelan. Cukup pelan untuk membuat dongkol para pengendara yang ada dibelakang gue. Suara klakson tidak mampu membuyarkan pikiran gue. Lampu-lampu kota terlalu redup untuk menerangi diri gue. Gue minggir sejenak. Rokok gue ambil dari saku celana. Gue bakar. Asap pekat pertama keluar dari mulut.
"Kenapa gue?"
Tanya gue dalam hati...

***
"Jadi abang ngerasa kalo minum-minum itu bagus??"
"
""Abang pernah mikir?"
"..."
"Jek, kalo kamu cuman berantem, minum, bergaul dengan orang-orang yang gak bener.."
"Kamu kira, kamu bakal jadi apa entar?"
"Kamu bukan anak kecil lagi.."
"Yang bisa bangga karena mukul orang.."
"Yang bangga menceritakan kalo dia negak alkohol ditempat clubbing"
"Kamu pikir dengan begitu, kamu merasa jagoan?"
"Ngak..."
"Bukan aku yang harus nerima kamu apa adanya, tapi kamu yang harus berubah"
"Untuk kamu sendiri, jek"
***
Asap terakhir sudah gue kepulkan ke udara, tapi hati gue masih belum tenang. Didalam masih berkecambuk suatu hal yang gue sendiri gak tau apa itu. Terlalu rumit untuk ditafsir. Disisi lain, terlalu mengusik jiwa gue.
Sinar putih dari sorot kendaraan yang lewat, menyadarkan gue dari lamunan. Malam ini, gue mempertanyakan jati diri gue sendiri.

***
"Bang, hari ini main lagi yuk"
dari UnaGue baru baca sms yang dikirim jam 10 pagi tadi. Sekarang waktu menunjukkan jam 5 sore. Semalam gue bergadang.
"Hehehe, baru bangun neng"
to Una"Abang ih! sms jam berapa, bales jam berapa"
dari Una"Hehe, mau makan gak? Laper"
to Una"Hayuuk, jemput ya"
dari Una"Sip, mandi dulu"
to UnaMalam ini gue dinner bareng Una lagi. Pertemuan kita kali ini, gak ada yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Tetap saling melempar candaan maupun godaan. Seperti kejadian kemarin malam itu sama sekali tidak terjadi. Padahal kemarin, antara gue dan Una, terjadi pembicaraan yang gak mengenakkan..

***
"Emang aku salah? Aku masih merasa oke kok"
"Iya emang aku akuin minum sama berantem itu gak bener.."
"Tapi aku gak merasa itu salah banget"
"Masa depan aku, urusan aku.."
"Aku gak suka dicampurin orang"
"Kamu gak perlu ingetin aku"
"Na, kita dekat.."
"Tapi bukan berarti kamu bisa ngatur aku"
***
Sekarang kita bisa saling senyum, saling ketawa. Wanita kemarin, sekarang duduk didepan gue. Dia sedang mengelap keringat yang bercucuran dari dahinya. Bibirnya yang tipis terlihat merah karena kepedesan. Didepannya ada dua mangkuk sambel bawang. Segelas es teh manis yang sudah kosong dan segelas air es yang sisa setengah. Gue gak beda jauh kondisinya dengan Una. Bedanya gue baru menghabiskan dua gelas air es dan menunggu pesanan ketiga untuk datang.

***
Gue uda sampe didepan rumah Una. Wanita yang ada dibelakang gue tadi tidak bersuara sedikit pun selama perjalanan. Kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya adalah,
"Terserah kamu!"
Gue memandangi dirinya dari bawah kaki sampe ujung kepala. Gue benci sosok didepan gue, Gue gak suka cara dia ngatur kehidupan gue. Siapa dia? Kita baru juga kenal. Dekat juga baru beberapa hari.
Gue melihat sekilas tatapan mata yang dipicingkan oleh sang pemiliknya itu kearah gue.
"
"Gesture seperti apa itu? Apa begini caranya berterima kasih kepada orang yang mengantarnya pulang? Tanpa memalingkan wajah, tanpa mengucapkan salam perpisahan.
Gue buka gas motor gue selebar-lebarnya. Suara knalpot mesin gue cukup keras nyaring berbunyi. Dalam pikiran gue, gue cuman mau membalas gesture dia tidak tahu terima kasihnya tadi.
"
"***
Malam itu terlalu aneh. Masing-masing dari kita seakan-akan berusaha menganggap tidak terjadi apa-apa. Tapi nyatanya, gue yakin masing-masing masih menyimpan dengan jelas kepingan-kepingan malam itu secara utuh.
Mungkin gue yang keterlaluan, gue tau maksud Una baik. Tapi gue yang masih dilingkupi jiwa muda yang membara, seakan-akan memberontak karena ada yang berusaha memadamkan api tersebut. Gue rasa orang itu tidak berhak melakukannya kepada diri gue. Karena gue bertanggung jawab atas diri gue sendiri!
Gue tau mana yang benar dan mana yang salah. Gue bukan anak kecil lagi yang perlu diajarkan untuk membedakan kedua hal itu. Gue bukan anak baru didunia seperti ini. Gue udah tau apapun konsekuensi yang bakal gue hadapi.
Well, seperti yang gue bilang tadi, masing-masing dari kita berusaha melupakannya...
***
Entah bagaimana ceritanya setelah kejadian itu, hampir tiap malam gue dinner bareng Una. Pokoknya gue ketemu dia terus. Kadang ada juga kondisi yang "memaksa" kita gak ketemu. Misalnya Una diajakin kakaknya buat makan bareng, ato gue yang main futsal karena tim kostan kekurangan pemain.
Tapi hal ini gak memutuskan komunikasi kita. Sekali lagi entah bagaimana caranya ini bermula. Walaupun kita baru ketemu pas dinner tadi, tapi pulangnya mesti kita telponan ato smsan.
"Iya, ini uda sampe kostan neng"
to Una"Yauda cuci muka dulu sana bang"
"Oke deh, aku mau mandi juga, entar lanjut neng"
Ato terkadang
"Gak punya pulsa neng hahaha"
to UnaKriiiiiiiiiiiing
"Halooooooo hehehe"
to Una"Biasa aja sih bang suaranya"
"Hahaha ngapain telpon aku, pulsamu banyak ya?"
"Ihhh, ditelpon gak mau.. Yauda aku tutup
""Huahahaha, tanggung, uda nyambung juga"
Sekarang, sudah menjadi kebiasaan gue mengucapkan "Good night" kepada wanita ini.
Dan gue juga uda terbiasa mendapat sms "Selamat pagiiii" ketika gue membuka hp setelah bangun tidur.

jenggalasunyi dan 5 lainnya memberi reputasi
6
