* Sabtu sore hari keesokan harinya setelah kemarin gue arrived di rumah dengan selamat, gue udah berada di rumah tante Iren untuk menuhin undangannya kemarin di bandara .

Gue : "Assalamu'alaikum.......sore tanteeeeeee" abis cium tangan gue nyelonong ke KULKAS , " tante, kok ga ada? mana bolu kukusnya? "

Tante Iren: *senyum manis "Wa'alaikum salam. . . .ini anak ya ga ada basa-basinya,emang kemarin di Jepang ga ketemu bolu kukus? itu bolu kamu masih di kukus di dapur, oiya . . . .kamu bawa kan pesenan tante? "

Gue: " Mana ada tante bolu kukus di Jepang, ada juga sushi, takoyaki, okonomiyaki...Lagian kalo ada juga ga bakal ada yang nandingin bolu kukus buatan tante ". 

Sambil nyerahin bungkusan yang gue sendiri gatau apa, gue cuma di sms suruh ambil barang di rumah mbah kakung gue , ( berbeda dengan rumah oma gue yang jauh di Bogor, rumah mbah kakung gue cuma berbeda perbatasan kabupaten dan kota dengan rumah gue yang sekarang ) dan nganterin ke Tante Iren. Ya masa bodo sih, yang jelas gue bakal dapet bolu kukus lagi kalo kesini.

Tante Iren : " Yauda kamu ke ruang tv gih, ada Dhea disana, kalo mba' Nuri masih les. Nanti bentar lagi si Om pulang lembur. Nanti malem sekalian kamu makan disini, Sekalian ada yang mau om sama tante omongin ke kamu ".

Gue pun iseng buat nyamperin and langsung jitak Dhea yang lagi nonton acara NBA favoritenya.

Bletuk!

Nyiahahahahahahaha. . . . tepat jitakan gue di ubun-ubunnya. . .Tapi ada yang aneh dengan sikapnya yang cuma meringis, dan ketika ngeliat muka gue dia langsung kikuk dan lanjutin nonton TV. Ini bukan Dhea yang gue kenal, soalnya ga sekali dua kali gue jitak kepalanya kalo tangan gue kebetulan lagi nganggur. Dhea yang gue kenal kalo gue jitak biasanya ngelempar remot tv, remot ac, ataupun apapun benda yang berada di sekitarnya, walaupun dia belum pernah ngelempar gue pake Om Bayu, bokapnya, pas gue jailin dan dia lagi disamping Om Bayu. Atau teriak nyaring manggil tante Iren buat ngaduin perbuatan gue, walaupun biasanya mamanya cuma "pura-pura marahin" gue dari jarak jauh. 

Ini bukan Dhea yang gue kenal. Akhirnya gue putusin buat bacain dia Al-Fathihah sambil megang keningnya. Akhirnya anak ini bereaksi!!! Tapi tetep bukan reaksinya yang biasa. Dia cuma menepis tangan gue yang ada dikeningnya sambil berucap pelan "apaan sih lo" lalu langsung pergi ke kamarnya meninggalkan gue yang melongo ngeliat sikapnya yang kaya gini.

Pasti setan yang masuk bukan setan sembarangan. Begitu kesimpulan gue yang ngelihat Dhea yang bersikap aneh hari ini.

Akhirnya gue tanya ke induknya, kenapa itu anaknya kaya kesurupan jeung kunti galau yang gagal move on 3 tahun karena satu sapaan hai dari om Ocong.

Gue : " Tante . . . Itu Dhea kenapa? emang masih suka tante larang ya kalo Dhea mau makanin cicak yang ada di langit-langit rumah?" ujar gue sotoy.

Yang selanjutnya adalah pekikan kecil gue yang disebabkan tangan tante Iren yang mengangkat kuping kiri gue lebih tinggi dari kepala gue "aa. . aa. . ampun tante". Lalu setelah ngejewer gue, di tersenyum dan kembali sibuk dengan pekerjaan dapurnya.

Ga lama kemudian om Bayu pulang.

Om Bayu : "Assalamu'alaikum. . . eh ini udah ada anaknya" , sambil ngeliat ke arah gue. Gue yang lagi asik nonton NBA langsung ngacir buat cium tangannya. 

Gue: "Iya om, kata tante juga malem ini disuruh ikut malem sama om".

Om Bayu : "Baguslah, emang udah mesti dibiasain dari sekarang kita makan di satu meja sekeluarga" jawabnya dengan pandangan beda dari biasanya.

"Ngeri juga ni kesurupan sekeluarga, abis Dhea, sekarang om Bayu yang kesurupan", fikir gue.

*Adzan Maghrib pun terdengar syahdu...

***

* Minggu Pagi, pasca gue pulang dari jogging+cuci mata di Alun-alun Kota. Terlihat bokap gue lagi nyantai kaya di pantai, selow kaya di pulau. Tapi pas gue lagi buka sepatu, tiba-tiba bokap gue ngelantur... jeng..jeng..jeng...

Ayah  :  " Mas. . . Besok kita survey. Kalo ga ke Gontor ya Al-Mubaraq ".

Mati gue, yang baru bokap gue sebutin adalah dua nama pondok pesantren modern pilihannya tempat gue ngabisin masa SMA gue nantinya. HELLLLOOOHH.. Gue? Mondok? Ya sebelumnya maap yak para reader ampas tahu yang budiman. Gue sebenernya ga anti-anti amat sama pondok pesantren. Justru yang gue khawatirin nti itu pondok pesantren malah rusak namanya gara-gara ada gue, gue masih belum cukup tega buat "menyesatkan" para santriwati disana. . . Nyiahahahaha..

Padahal belum habis kekagetan gue atas permintaan Om dan Tante Iren semalem yang bikin gue terpaksa baru bisa tidur jam 3 pagi ini. Setelah gue nonton pertandingan Ryan Giggs cs sebelumnya. Dan Minggu pagi ini jadi tambah horror ketika gue divonis untuk melanjutkan masa 3 tahun gue berseragam putih abu-abu di lingkungan pesantren. 

Sekilas keinget kelakuan gue bareng Ngan dan Vanessa sewaktu di Jepang. " Gak, gue ga bakal tahan idup di pesantren, yang ada rambut gue ga pernah tumbuh disana", bathin gue, karena setahu gue peraturan untuk santri yang berpacaran adalah dicukur gundul.

Ya, sebenernya keputusan ini rada ditentang juga sih sama nyokap. Ya mungkin nyokap ga rela pisah lagi sama gue, padahal baru 3 taun belakangan ini selama SMP gue idup serumah lagi sama mereka. Walaupun kalo dipikir-pikir jarak pondok pesantren sama rumah gue ga jauh-jauh amat, paling ga gue bisa pulang seminggu sekali. 

Well . . .Ini sebenernya ga terplanning sama gue sekeluarga. Gue gatau kalo selama gue liburan musim panas di Jepang, sekolah di Indonesia udah mulai KBM. Gue lupa kalo disini cuma ada musim rambutan, duren ataupun musim cabe-cabean kaya sekarang ini, gue lupa kalo liburan musim panas ga berlaku di negara ini. Dan saat gue balik ke Indonesia, ya mau gimana lagi, pendaftaran SMA udah pada tutup. Jadi pilihan gue antara ngamen di pinggir tol Jagorawi atau masuk pondok pesantren. Walaupun ga ada yang mau gue pilih.

***

----------------------------
Nuri pov
----------------------------

Sabtu pagi sehabis shalat subuh ini kami mengadakan rapat kecil keluarga. Ini aneh, ga biasanya papa ngadain rapat mendadak kaya gini. Apa ini gara-gara aku dan Dhea ga jadi sekolah di satu sekolah yang sama?ya bukan salah aku juga sih kalo nilai NEM Dhea ga memenuhi syarat buat masuk SMA favorit pilihan mama dan papa.

Ah tapi perasaan kemaren pas nganter aku ke bandara papa anteng-anteng aja, ga nyinggung masalah ini.

Lagian aku perhatiin papa mama baru kelihatan lebih gelisah sewaktu kami pulang dari bandara kemarin. Padahal saat terjebak macet kelihatannya papa mama biasa aja.

Ah! Pasti karena insiden lemparan sepatu aku itu! Lagian suruh siapa mereka pake acara pegang-pegangan tangan segala. Di depan umum pula. Huh! Eh papa udah manggil nyuruh aku ke ruang keluarga. Mudah-mudahan aku ga terlalu kena banyak ceramah deh, masih pagi soalnya!

----------------------------
Dhea pov
----------------------------

Kena deh gue! Pasti papa marah banget gara-gara gue kemaren nyelonong duluan naek taksi dan ga ikut naek mobil keluarga buat berangkat ke bandara. Lagian males juga nungguin si kakak di salon. Repot!

Dan berarti pagi ini gue bakal kena ceramah panjang, haduh..mana semalem gue ga cukup tidur lagi gara-gara nonton slamdunk contest di tv. Gue mesti siap.

Eh itu papa udah manggil gue buat gabung di ruang keluarga.

Semangat!

----------------------------

Tapi, di pagi ini rapat kecil keluarga itu ternyata membuat dua gadis yang baru menjejakkan kaki mereka ke dunia putih abu-abu itu shock.

Om Bayu: Sambil mengambil nafas panjang " Hhmss... Jadi begini, Nuri ,Dhea.. Kalian kenal mbahnya Bambang kan?"

Dijawab dengan kedua anggukan kompak dari si kembar.

Lalu kali ini sang bunda, mama Iren yang melanjutkan kalimat yang rupanya berat diucapkan oleh suaminya.

Tante Iren: "Kebetulan almarhum eyang kakung kalian dulu satu angkatan di kepolisian sama mbah kakung, kakeknya Bambang, dan mereka punya i'tikad untuk menyatukan keluarga ini".

Dhea: "Wah, asik dong ma..aku sama kakak jadi adik kakak beneran sama bocah tengil itu". Tentu yang dimaksud satu kunyuk manis ini tak lain adalah gue, si cowo termanis se-Asia Tenggara.

Tante Iren mengelus kepala Dhea yang tampaknya belum mengerti situasi.

Disebelahnya tampak raut wajah Nuri yang mulai berubah, tampaknya si kakak dari bagian kembar ini memang jauh lebih kalem, manis, dan cerdas daripada adik kembarnya yang walaupun manis dan cantik tapi petakilannya itu Masya Allah! Dan agak tulalit di bidang pendidikan dibandingkan Nuri, meskipun begitu, Dhea selalu aktif di kegiatan fisik, pelajaran olahraga adalah favoritnya, bertolak belakang, Nuri sang kakak malah termasuk golongan "orang yang memilih duduk di bawah pohon ketika temen-temennya berolahraga di lapangan". Tuhan memang adil.

Lalu tante Iren pun melanjutkan kalimatnya yang sempat terpotong celoteh Dhea.

Tante Iren: "Dhea sayang, keluarga kita emang bisa jadi bersatu, tapi kalian dengan Bambang bukan sebagai adik kakak, ini artinya kalian udah dijodohin, berhubung kalian kembar, ga mungkin kalian nanti bareng-bareng jadi istrinya Bambang, maka itu nanti malem kita rundingin, siapa yang dia pilih, dan siapapun nantinya, mama harap kalian tetep akur. Ini amanat eyang kakung kalian, mama sama papa ga bisa nolak, ibu dan ayah Bambang juga sudah berunding dengan papa dan mama. Mereka menyerahkan semua keputusan di tangan Bambang". Tandas tante Iren dengan kelembutannya

Hening . . .

Si kembar berpandangan satu sama lain...
Ini ga mungkin tukas mereka serempak.

----------------------------

Setelah makan malam yang gue rasa sedikit canggung ini gue dipanggil Om Bowo buat ikut ngumpul di ruang keluarga.

Setelah panjang lebar menceritakan kronologis duduk perkaranya, baru gue sadar dengan sikap aneh keluarga ini seharian ini. Gue kira mereka sekeluarga kerasukan teletubbies.

Om Bayu : "Jadi gimana ? Kamu udah ngerti kan situasinya, sekarang om kasih tanggung jawab salah satu anak om ke kamu"

Seraya tangannya membuka bungkusan plastik putih yang gue bawa tadi sore.

Dan ternyata itu box cincin perjodohan gue dan salah satu dari si kembar! Berarti semua keluarga gue dan keluarga tante Iren udah pada tau rencana ini, tapi GA ADA seorang pun yang ngasih tau gue.

KAMBING!

----------------------------

Seandainya om Bayu dan tante Iren tau kelakuan selama gue di Jepang bareng Vanessa dan Ngan.

Tapi nampaknya hal itu pun ga bisa gue utarain di kedua pihak keluarga yang udah senewen ini.

Sekarang tinggal sisa gue yang gemeteran megang cincin itu, cincin double ring yang dapat terpisah tapi terkait satu sama lain, saling melengkapi layaknya kepingan potongan puzzle.

Gue mesti pilih siapa?!