- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Tengil Si Playboy Dekil
...
TS
201192
Kisah Tengil Si Playboy Dekil
Sungguh manis sekali pria itu, andai saja gue bukan pria normal yang berkelainan orientasi seksual menyukai sesama jenis, pasti udah gue gebet tuh cowo'......gumam gue sambil terus memandangi seonggok cermin di satu sisi kamar gue yang tak berdosa tapi lebih banyak tersiksa karena terlalu sering mendengar ucapan-ucapan dusta yang kian nista yang terlontar dari bibir manis diri ini. hehehe... 
Salam Super, ya saudaraku yang sejahtera hidupnya..Jika kita ingin selalu berbahagia, tetaplah kiranya kiranya kita berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitar kita, mantan mungkin salah satunya....
Eh, Tapi tunggu sebentar, sejak kapan kepala gue botak di depan dan make kacamata BoBo-Ho? oke abaikan salam sambutan itu.
Oke, gue bakal mulai thread ini dari perkenalan tokoh utama sekaligus perkenalan diri pribadi gue disini, Ini cerita asli tentang kisah sekolah gue semasa SMA 3 tahun dulu. Alhamdulillah gue nyempetin cuma 3 tahun d SMA gue ini, walaupun sebenernya masih betah gue berlama-lama dengan masa remaja gue di tempat itu.
Gue Bengz, banyak orang manggil gue dengan sebutan itu, entah karena lebih dinamis untuk dilafalkan atau mungkin terlalu ribet mereka memanggil nama lengkap gue yang bergelar raden kangmas prabu (*lalu gue mendarat indah dengan elang sakti). Hehehehe.. bejanda kok ..
Nama asli pemberian mendiang almarhum mbah kakung gue adalah.... JENG-JENG-JENG . . . . Bambang Baskoro. Pastinya para pembaca langsung faham kalo gue berasal dari pertanahan Jawa. Yups! kalian BENAR! BENAR-BENAR NGACO!!! hahaha. . . Makannya, gue saranin ga usah nebak-nebak dan ikut seolah kalian adalah Ki Joko Stupid, yang bisa tahu apa yang bakal gue tulis selanjutnya. Gue adalah seorang penduduk asli dari Kesultanan Banten yang berdarah mix, antara ras Persia dan Anggora, Eh bukan...Maksud gue, di dalem darah gue ngalir darah Solo-Pandeglang-Serang-Bogor-Ambon, maka dari itu gue tulis mix.
untuk penjelasannya seperti ini:
-Keluarga Bokap:
Kakek: Solo
Nenek: Pandeglang
Bokap: Serang
-Keluarga Nyokap:
Kakek: Ambon
Nenek: Bogor
Nyokap: Bogor
Dan setelah adonan dikukus selama 9bulan8 hari, terlahirlah GUE!
Coba bayangin, dari darah yang ngalir di tubuh gue aja udah complicated banget, nah begitu pula alur cerita Kisah Tengil Si Playboy Dekil ini, bagai mendaki gunung lewati lembah, melewati sungai yang mengalir indah pula.
Fisikly, Gue bergender pria setulen-tulennya pria. berperawakan sedang, dengan tinggi badan 172cm, berkulit manis. Dan satu lagi, gue sama sekali ga punya logat bahasa. Hal ini dikarenakan masa kecil gue yang berpindah-pindah Bogor-Serang. Jadilah gue ngerti bahasa Sunda dan Jawa-Serang tanpa logat salah satunya.
Mungkin sesi ini gue tutup sampe disini. Cukup perkenalan gue sebagai tokoh utama untuk melanjutkan Kisah Tengil Si Playboy Dekil.

Salam Super, ya saudaraku yang sejahtera hidupnya..Jika kita ingin selalu berbahagia, tetaplah kiranya kiranya kita berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitar kita, mantan mungkin salah satunya....
Eh, Tapi tunggu sebentar, sejak kapan kepala gue botak di depan dan make kacamata BoBo-Ho? oke abaikan salam sambutan itu.
Oke, gue bakal mulai thread ini dari perkenalan tokoh utama sekaligus perkenalan diri pribadi gue disini, Ini cerita asli tentang kisah sekolah gue semasa SMA 3 tahun dulu. Alhamdulillah gue nyempetin cuma 3 tahun d SMA gue ini, walaupun sebenernya masih betah gue berlama-lama dengan masa remaja gue di tempat itu.
Gue Bengz, banyak orang manggil gue dengan sebutan itu, entah karena lebih dinamis untuk dilafalkan atau mungkin terlalu ribet mereka memanggil nama lengkap gue yang bergelar raden kangmas prabu (*lalu gue mendarat indah dengan elang sakti). Hehehehe.. bejanda kok ..
Nama asli pemberian mendiang almarhum mbah kakung gue adalah.... JENG-JENG-JENG . . . . Bambang Baskoro. Pastinya para pembaca langsung faham kalo gue berasal dari pertanahan Jawa. Yups! kalian BENAR! BENAR-BENAR NGACO!!! hahaha. . . Makannya, gue saranin ga usah nebak-nebak dan ikut seolah kalian adalah Ki Joko Stupid, yang bisa tahu apa yang bakal gue tulis selanjutnya. Gue adalah seorang penduduk asli dari Kesultanan Banten yang berdarah mix, antara ras Persia dan Anggora, Eh bukan...Maksud gue, di dalem darah gue ngalir darah Solo-Pandeglang-Serang-Bogor-Ambon, maka dari itu gue tulis mix.
untuk penjelasannya seperti ini:
-Keluarga Bokap:
Kakek: Solo
Nenek: Pandeglang
Bokap: Serang
-Keluarga Nyokap:
Kakek: Ambon
Nenek: Bogor
Nyokap: Bogor
Dan setelah adonan dikukus selama 9bulan8 hari, terlahirlah GUE!
Coba bayangin, dari darah yang ngalir di tubuh gue aja udah complicated banget, nah begitu pula alur cerita Kisah Tengil Si Playboy Dekil ini, bagai mendaki gunung lewati lembah, melewati sungai yang mengalir indah pula.
Fisikly, Gue bergender pria setulen-tulennya pria. berperawakan sedang, dengan tinggi badan 172cm, berkulit manis. Dan satu lagi, gue sama sekali ga punya logat bahasa. Hal ini dikarenakan masa kecil gue yang berpindah-pindah Bogor-Serang. Jadilah gue ngerti bahasa Sunda dan Jawa-Serang tanpa logat salah satunya.
Mungkin sesi ini gue tutup sampe disini. Cukup perkenalan gue sebagai tokoh utama untuk melanjutkan Kisah Tengil Si Playboy Dekil.
Quote:
Polling
0 suara
mohon kripik pedasnya gan !!!
Diubah oleh 201192 24-02-2015 23:03
anasabila memberi reputasi
1
33K
213
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
201192
#193
#Chapter11. Si Gadis Bintang
Sore itu tiga anak anak kecil Sekolah Dasar bermain dengan girang di sebuah taman bermain yang terletak ditengah kota. Canda tawa yang terpancar dimata mereka sama sekali tak menyiratkan sedikitpun rasa cemas akan masa depan. Satu anak laki-laki yang lebih muda setahun dibanding kedua anak wanita yang berwajah bak cermin dengan perbedaan sifat yang sangat sedikit. Mereka berdua sama-sama tomboy dan energic. Tak jarang bahkan banyak orang yang melihat mereka sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, sukar untuk dibedakan. Sementara di sisi lain si anak laki-laki itu tampak sangat senang memiliki dua kakak perempuan yang berwajah sama, yang selalu menemaninya bermain kapanpun ia mau.
Entah kenapa kedua pihak orang tua baik kedua gadis belia serta anak laki-laki itupun selalu kompak dalam berbagai hal. Sampai ketika ada saat si anak laki-laki itu tak bisa bersekolah SD di sekolah yang sama dengan si kembar karena umurnya yang belum memenuhi syarat sehingga harus di sekolahkan di SD Swasta yang bisa menerima umurnya yang masih terlalu kecil itu. Orang tua si kembar pun memindahkan anak kembarnya ke sekolah dimana anak laki-laki itu diterima.
Masa-masa itu, masa kecil yang sangat menyenangkan, ketika hanya mengenal sakit ketika lutut terluka karena terjatuh ketika terjatuh dari sepeda, hanya mengenal masalah takut dimarahin ketika main hujan-hujanan di sore hari. Belum mengenal apa itu sakit hati dan problem hidup yang kian rumit ketika usia membimbing ke masa dewasa.
" Aku harus pindah ke Bogor, Oma minta aku temenin, katanya sepi disana ". Ujar anak laki-laki itu. " Yauda, nanti kita pindah juga aja ke Bogor, iya kan ka? " sahut si bungsu sambil memakan es tung-tung nya sambil sesekali mengelap mulutnya yang belepotan dengan ujung lengan bajunya. Sambil terus berayun di ayunannya, si kakak pun berujar riang " iyalah pasti ".
Sayangnya ketiga anak kecil itu belum mengerti arti dari pindah sekolah ke luar kota menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan persiapan yang matang, Mereka hanya mengerti bagaimana caranya menghabiskan es tung-tung, tak menyadari bahwa perpisahan jauh yang sebentar lagi akan merentangkan jarak antara kedua gadis kecil itu dengan "adik laki-laki" mereka.
Nuri Dwi Prameswari dan Dhea Dwi Prameswari adalah kembar identik dari peranakan seorang Jawa asli yang katanya tante Iren, ibu mereka masih memiliki darah keraton ditubuhnya. Lesung pipit keduanya teletak di bagian kiri pipinya,dengan gingsul yang sama, di bagian kanan bibir mereka menjadikan senyuman keduanya seolah "sempurna". Seringnya senyuman kedua gadis cilik itu bisa meluluhkan tebalnya tembok amarah dari ayah si anak laki-laki yang ketahuan bermain hujan-hujanan lagi sepulang sekolah. Bambang Baskoro adalah sosok adik kecil yang selalu mereka lindungi dari amarah ayahnya yang bersifat "ketat" terhadap anak laki-laki sulungnya itu.
Meskipun berada di kelas yang berbeda di sekolah, karena kedua kembar itu adalah kakak kelasnya, anak laki-laki itu tak segan untuk menjemput ke kelas mereka saat jam istirahat tiba. Sehingga guru-guru pun menganggap mereka sebagai trio adik-kakak yang selalu kompak dimanapun mereka berada.
Sampai pada saat itu tiba...
" Kita ga dibolehin mamah buat pindah ke Bogor, gimana dong ini ?", Nuri, si kakak dari saudari kembar itu mulai berceloteh, dengan tanpa jengah ia berbaring di rerumputan bukit kecil yang selalu mereka tasbihkan sebagai "markas" untuk berkumpul seringnya di malam hari untuk melihat bintang bersama. Sementara adiknya, Dhea mengurung diri dikamar karena permintaan mereka ga di kabulin mamahnya untuk ikut pindah bersama si adik laki-lakinya.
"Yaudah, nanti kan aku lulus SD balik lagi ke Serang, nanti kita maen lagi sama-sama, nanti aku sering telepon kalian deh dari Bogor" Si adik laki-laki mencoba menghibur kakak dari si kembar ini yang terlihat ga mood hari ini. " Terus yang nanti belain kamu kalo dimarahin ayah siapa? yang maksa kamu makan siang siapa? yang bareng sama aku dan Dhea ngaji siapa? " celoteh gadis kecil itu membabi-buta, disini gue sadar kenapa tante Iren namain dia Nuri. Sambil liat langit dia terus berceloteh dan menunjuk langit " Tuh, kamu liat bintang itu yang paling terang, liat kan..Walaupun kamu jauh di Bogor, selama kamu bisa liat itu berarti kita lagi liat bintang yang sama, kita sebenernya deket. Ga pernah jauh".
Hari itu keberangkatan adik kecil mereka yang berarti jarak keduanya harus terentang jauh untuk sementara waktu. Nuri yang berada di pelukan papahnya terlihat terisak kecil sambil sesekali ngelap matanya yang berair, sementara si bungsu tak terkontrol ngangis kejer yang dicoba ditenangkan mamahnya yang terlihat kewalahan.
---------------
Lingkungan baru, kultur baru, bahasa baru, nuansa baru. Bengz kecil akhirnya tahu kalo Bogor dijuluki "Kota Hujan" kerena memang hampir setiap harinya sekitar pukul 17.00 WIB di guyur hujan, di Kota ini, hujan bukan musim seperti kota lainnya, tapi suatu keharusan yang ada di setiap harinya.
Pagi itu Bengz kecil menginjakkan kakinya di Sekolahnya yang baru . . .
Di kelas 4B, yang seharusnya ia menginjakkan kakinya di kelas 3 SD, karena testnya untuk masuk ke kelas 3 dikuasai dengan lancar, jadi Bengz kecil di masukkan akselerasi sehingga dirinya masuk ke kelas 4 langsung tanpa sempat merasakan menjadi kelas 3 SD terlebih dahulu di sekolah ini. Celakanya dianggap sebagai siswa berprestasi justru menjadi beban tersendiri untuk Bengz kecil, bahasa adalah masalah pelik untuknya. Karena hampir seluruh guru disini menggunakan Bahasa Sunda yang tentunya sangat asing untuk seorang anak pindahan yang terbiasa dengan bahasa Jawa-Serang yang sangat jauh berbeda dengan bahasa Sunda. Peringkat Bengz kecil pun merosot jauh hingga terlempar ke area 5 besar saja, tak pernah sama sekali menyentuh peringkat 3, 2 apalagi peringkat 1 selama ia bersekolah disini. Padahal sebelumnya di sekolahnya dahulu di Serang, peringkat 1 seolah sudah ditasbihkan untuk dirinya seorang.
------------
Masa kecil itupun akhirnya berganti menjadi masa remaja yang menjadikan Bengz kecil seorang anak yang menguasai beberapa bahasa daerah tapi tanpa logat manapun di pelafalan mulutnya bersuara.
------------
Saat kelulusan pun sang ayah berinisiatif untuk mengambil kembali kembali anak sulungnya untuk dekat bersama keluarga kecilnya di Serang. Yang berarti Bengz remaja yang sudah beradaptasi dengan baik dengan kultur Sunda dan tanah lembab di Bogor harus kembali berjuang beradaptasi dengan Panasnya Kota Serang.
------------
Rupanya gue yang jarang banget maen ke Serang walaupun disaat liburan sekolah menjadikan para tetangga komplek rumah gue yang baru "asing" terhadap adanya sosok anak laki-laki manis di kehidupan keluarga kecil gue.
-----------
Masa SMP, masa alay, gue sih ga muna kalo gue jga pernah ngelewatin masa-masa dimana makan gorengan 5 bayarnya 3, masa dimana masih belum bisa ngebedain yang mana SMS yang mana plat nomor ataupun buta huruf kapital, SMS gede-kecil-gede-kecil, masa dimana gue nyari jatidiri, pakah gue ini seorang manusia setengah lumba-lumba atau bahkan gue serpihan Nabi Yusuf yang tertinggal di dunia. eeeeaaaaaaaa..
Walaupun gue harus berusaha ekstra untuk beradaptasi ( lagi ) di tempat ini, gue ga terlalu kesulitan karena sebelumnya gue udah pernah tinggal di Serang, jadi untuk kendala bahasa bukan suatu masalah berarti lagi di idup gue. Buktinya gue kembali ke jalur peringkat 2 besar di SMP ini. Ya, mengejar nilai yang bagus adalah prioritas gue di masa sekolah, karena cuma itu yang bisa gue lakuin buat ngeringanin beban biaya sekolah buat orang tua gue. Gue terikat dengan beasiswa Astra International dari SD sampe lulus SMA, gue sekolah gratis full beasiswa, gue gamau liat bokap-nyokap gue kewalahan ngurus biaya sekolah.
Di kelas 2 SMP, saat gue udah bener-bener bisa beradaptasi kembali di kota ini, entah angin apa yang bikin gue nginjekkin kaki ini di bukit kecil dulu gue ngabisin masa kecil gue, setelah gue SMP gue liat ternyata bukit itu semakin mengecil. " Misteri apa yang terjadi di bukit ini? kenapa dulu terasa besar, tapi kini mengecil? " gue ga abis fikir mengenai fenomena ini.
-----------
"Selama kamu bisa liat bintang itu berarti kita lagi liat bintang yang sama, kita sebenernya deket. Ga pernah jauh".
- Nuri
-----------
Entah kenapa kebiasaan masa kecil gue kembali gue jalanin walaupun kini gue sendiri, duduk di malam hari di bukit kecil deket rumah gue yang dulu sambil liat bintang di langit. Sebelumnya gue pernah ke rumah Nuri & Dhea, tapi mereka juga ternyata udah pindah rumah, yang gue denger dari tetangga rumahnya semenjak gue pindah ke Bogor, Dhea tiap hari nangis kejer minta pindah, akhirnya keluarga tante Iren juga pindah rumah, yang tetangganya pun gatau kemana mereka pindah. Gue kehilangan jejak mereka.
Hembusan angin ini...
Suasana malam ini...
Gue perlahan berbaring dan memejamkan mata ini sambil teringat masa kecil gue dengan si kembar yang gatau sekarang ada dimana. Dulu kami disini selalu menghabiskan waktu sepulang mengaji sampe akhirnya orang tua kami menjemput kami di bukit kecil ini. Teringat ocehan Nuri yang terus membabi-buta menasihati adik kembarnya yang sering menjahili temannya di sekolah, juga nasihatnya untuk gue yang selalu sama, supaya gue jaga pola makan gue. Yup, sedari kecil gue emang udah punya maag karena sering telat makan, bahkan sebelum gue pindah ke Bogor, gue sempet terkena thyfus selama seminggu.
"Andai malam ini ada kalian berdua disini"...
--------
Sore itu gue jalan-jalan sekalian niat beli stick drum buat nge-jam nanti. Ya, gue sempet jadi drummer di masa SMP dulu, sebelum insiden kecelakaan yang mengakibatkan kaki gue mesti dijait di dekat tulang kering dan berhenti jadi drummer, karena berkat kecelakaan itu kaki gue ga bisa bertahan di pedal bass drum lebih dari 5 menit, pasti langsung kesemutan nantinya.
Saat gue liat-liat stick drum di bagian musik yang menyatu dengan bagian buku, padangan gue terpaku pada sosok gadis manis berponi samping yang sedikit menutupi matanya, gaya feminimya dengan kemeja dan rok selutut menambah nilai plusnya dimata gue, frame tipis kacamatanya pun seolah sama sekali ga menutupi keindahan alami makhluk berkaum Hawa itu. " Itu mangsa gue ", senyum tipis gue langsung berangsur cerah untuk mendapatkan gadis itu. Selama ini gue yang sama sekali gak percaya pada cinta pada angsuran pertama, eh..maksud gue, cinta pada pandangan pertama, ge peduli dengan logika. Seakan hati gue luluh begitu ngeliat gadis itu.
Tapi secara tiba-tiba gue lihat dia mengangkat handponenya dan bergegas keluar dari toko buku meninggalkan sesal di diri gue. "Da*n" rutuk gue dalam hati.
----------------
Sepulang sekolah yang dilanjutkan dengan latihan basket di alun-alun kota pun tak ayal bikin napas gue pengap, gue beristirahat sebentar di pinggir lapangan untuk mengatur nafas gue yang dilanjut dengan gue nyomot gorengan 5 dan bayar 3
. Tapi disaat gue bayar gorengan, saat itu pula gue lihat lagi si gadis jelita yang bikin gue kemaren terpaku di toko buku. Tapi kali ini gue lihat dia sangat kontras berbeda dengan tampilannya kemarin, gue lihat dia bersepeda dengan sepatu kets, kaos item, celana jeans, rambut di kuncir kebelakang serta ga pake kacamata. Kembali gue cuma bisa terpaku di deket gerobak kang gorengan sambil ngeliatin gadis jelita itu. Dan akhirnya gue liat dia berenti dan entah kenapa seolah dia tahu gue ngeliatin dia dengan tampang mupeng daritadi, dia pun menoleh ke arah gue. Tatapan mata kami bertemu di satu titik.
Saat itu juga juga rona mukanya berubah pucat seolah ngeliat setan di siang bolong, dia langsung mengayuh sepedanya secepatnya meninggalkan gue yang masih terdiam di deket gerobak kang gorengan ( ini pengulangan yang jelas ga elit ). Gue langsung meriksa kepala gue "ga ada ah, perasaan tanduk gue udah gue simpen tadi pas mau maen basket". Terus kenapa itu cewe kalut gitu liat tampang gue?
---------------------
" Selama kamu bisa liat bintang itu berarti kita lagi liat bintang yang sama, kita sebenernya deket. Ga pernah jauh ".
Sontak gue yang tadinya terpejam sambil berbaring langsung membuka mata.
Gue lagi berada di bukit kecil ini, sepulang basket tadi gue ga langsung pulang, gue mampir dulu dimari.
But, suara di fikiran gue barusan terlalu nyata, perlahan gue nyium wangi parfum lain selain cologne gue yang bercampur keringat.
"itu Vega, yang paling terang diantara lainnya". Suara dalam fikiran gue kembali terdengar jelas.
HEH! gue kan ga pernah tau rasi bintang, gimana cranya otak gue bisa tau itu vega!
Gue yang masih dalam posisi berbaring pun mengadahkan kepala ke atas gue. Dia! si gadis jelita yang gue temuin tempo hari di toko buku!
"Kamu udah gede sekarang" reflek tangannya sambil mengelus rambut gue.
Njirrrr....mimpi basah apa gue semalem? ketemu sama cewe inceran gue, langsung akrab pula.
Sebentar....
Kenapa dia tahu kalimat itu? apa yang ada disini bareng gue sekarang ini Nuri? Nuri yang tomboy dan doyan ngoceh itu? Ga, ga bakalan. Walaupun dalam hati gue berharap pengen banget ketemu Nuri. Tapi sosok anggun feminim nan kalem di balik kacamata berbingkai tipis ini tahu kalimat itu.
Gubraaaakkkk
Sontak gue langsung bangun ngedenger suara barusan, gue sapu pandangan gue ke arah suara itu. Gue cuma bisa ngeliat sepeda yang tadi sore dipake cewe cantik yang liat gue langsung kabur itu tergeletak tanpa si empunya.
PLAKK
Satu tamparan telak mendarat mulus di pipi gue.
Gue makin ga ngerti kondisi yang gue alamin sekarang.
PLAKK
Sekali lagi tamparan telak itu, kalo tadi di pipi kanan gue, kali ini tamparan itu mendarat di pipi kiri gue dengan sukses!
Kali ini gue yang masih sedikit shock mulai memiliki kesadaran 85% untuk ngelihat siapa sosok orang di hadapan yang tiba-tiba nampar gue, dan spontan langung mencekal kerah leher bajunya tanpa ampun.
Tapi keadaan selanjutnya bikin gue tambah shock!
Sosok yang nampar gue dua kali bolak balik ini cewe, cewe yang tadi sore gue lihat naik sepeda dan kabur begitu ngelihat gue yang lagi ada di pinggir kang gorengan. Matanya sembab, sambil merem ketakutan gue bisa jelas ngeliat dia yang abis nangis di depan mata gue.
" Ini kan cewe yang barusan ngelus-ngelus kepala gue! " batin gue. Tapi tampilannya 180` BEDA, apa mungkin ini cewe pesulap yang bisa gonta-ganti baju pake kaen ntu secara cepat?apa mungkin dia muridnya Limbad?
" Aaa..aaaa...aaaa " teriak gue ketika kuping kanan gue dijewer. " Berani kamu macem-macem sama dia, kuping kamu aku bikin putus, Lagian kamu juga, ngapain tiba-tiba dateng nampar dia! " ancemnya. Gue yang makin bingung dengan keadaan ini ngelepas cengkraman tangan gue dan liat cewe disamping gue yang lagi ngejewer gue penuh amarah ini.
Anjrit, ternyata ini cewe dari Konoha! bisa Kagebunshin no jutsu !
Sontak cewe tomboy yang tadi tiba-tiba nampar gue meluk gue sambil nangis terisak di dada gue,
Tolong A'im ya Owoh . . . T-T INI SEBENERNYA ADA APA !!!!
"ehem" si gadis jelita berkacamata itu berdehem sehingga cewe cantik berkuncir yang berada di pelukan gue ini melepas pelukannya.
Seraya kedua cewe itu pun berdiri berdampingan. Si kacamata mengulurkan tangannya disusul dengan ucapan pelan " Nuri Dwi Prameswari "
-------------
" Bengz, kakak gue ............................ "
" Iya ,,, kemana, sembari tangan gue genggam kedua tangannya "
Mata Dhea mulai berkaca-kaca. . . . .
" Ada apa ini ? " Bathin gue.
tiba-tiba . . . .
BLETAKK ! ! !
High heels itu tepat kena kepala belakang gue... " Kampreeet "umpat gue dalem hati.
" Gini ya ga ada aku, apa kabar pas kamu di sana, di depan aku aja berani gandeng-gandeng Dhea, lepasin itu tangannya buruan! atau kamu mau aku lempar lagi pake heels dengan yang belah kiri? kamu pikir enak apa suruh jalan buru-buru pake high heels tinggi ! " Cewe bergaun hitam itu sambil bertolak pinggang.
Gue menoleh ke belakang ngeliat ......dia, gadis bintang gue yang lagi ngambek-ngambek ga jelas di samping papa-mamanya, sementara gue balik lagi liat Dhea yang ada di depan gue, yang tadi matanya berkaca-kaca tiba-tiba meledak tertawa " Hahahahahahahahahahaha , segitu paniknya ya ga di jemput si kakak, tadi gue mau bilang kalo si kakak telat, eh lo malah panik gitu, yaudah gue sekalian ngerjain lo ". -_- ternyata anak curut satu ini matanya berkaca-kaca nahan ketawa, kampret.
" Om, tante " sapa gue ngedeketin Si gadis bintang sambil cium tangan papa-mamanya, sementara Nuri masih sok ngambek di sampingnya, yang langsung gue elus-elus dahinya pelan.
"Oh iya , besok dateng ya ke rumah, ada yang mau om sama tante omongin sama kamu, kamu udah ga cape kan kalo besok ? bisa ?" seloroh Tante Iren.
" Oke tante, asal ada bolu kukusnya sih pasti dateng kok ga diundang juga, hehe. . .Eh tapi kan besok Nuri sama Dhea ga ulang tahun, ada acara apa pake ngundang segala tan ? "
Om dan tante iren cuma tersenyum, saat gue berpaling liat keluarga rombongan penjemput gue juga, mereka cuma tersenyum.
Ada apa ini ?
Entah kenapa kedua pihak orang tua baik kedua gadis belia serta anak laki-laki itupun selalu kompak dalam berbagai hal. Sampai ketika ada saat si anak laki-laki itu tak bisa bersekolah SD di sekolah yang sama dengan si kembar karena umurnya yang belum memenuhi syarat sehingga harus di sekolahkan di SD Swasta yang bisa menerima umurnya yang masih terlalu kecil itu. Orang tua si kembar pun memindahkan anak kembarnya ke sekolah dimana anak laki-laki itu diterima.
Masa-masa itu, masa kecil yang sangat menyenangkan, ketika hanya mengenal sakit ketika lutut terluka karena terjatuh ketika terjatuh dari sepeda, hanya mengenal masalah takut dimarahin ketika main hujan-hujanan di sore hari. Belum mengenal apa itu sakit hati dan problem hidup yang kian rumit ketika usia membimbing ke masa dewasa.
" Aku harus pindah ke Bogor, Oma minta aku temenin, katanya sepi disana ". Ujar anak laki-laki itu. " Yauda, nanti kita pindah juga aja ke Bogor, iya kan ka? " sahut si bungsu sambil memakan es tung-tung nya sambil sesekali mengelap mulutnya yang belepotan dengan ujung lengan bajunya. Sambil terus berayun di ayunannya, si kakak pun berujar riang " iyalah pasti ".
Sayangnya ketiga anak kecil itu belum mengerti arti dari pindah sekolah ke luar kota menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan persiapan yang matang, Mereka hanya mengerti bagaimana caranya menghabiskan es tung-tung, tak menyadari bahwa perpisahan jauh yang sebentar lagi akan merentangkan jarak antara kedua gadis kecil itu dengan "adik laki-laki" mereka.
Nuri Dwi Prameswari dan Dhea Dwi Prameswari adalah kembar identik dari peranakan seorang Jawa asli yang katanya tante Iren, ibu mereka masih memiliki darah keraton ditubuhnya. Lesung pipit keduanya teletak di bagian kiri pipinya,dengan gingsul yang sama, di bagian kanan bibir mereka menjadikan senyuman keduanya seolah "sempurna". Seringnya senyuman kedua gadis cilik itu bisa meluluhkan tebalnya tembok amarah dari ayah si anak laki-laki yang ketahuan bermain hujan-hujanan lagi sepulang sekolah. Bambang Baskoro adalah sosok adik kecil yang selalu mereka lindungi dari amarah ayahnya yang bersifat "ketat" terhadap anak laki-laki sulungnya itu.
Meskipun berada di kelas yang berbeda di sekolah, karena kedua kembar itu adalah kakak kelasnya, anak laki-laki itu tak segan untuk menjemput ke kelas mereka saat jam istirahat tiba. Sehingga guru-guru pun menganggap mereka sebagai trio adik-kakak yang selalu kompak dimanapun mereka berada.
Sampai pada saat itu tiba...
" Kita ga dibolehin mamah buat pindah ke Bogor, gimana dong ini ?", Nuri, si kakak dari saudari kembar itu mulai berceloteh, dengan tanpa jengah ia berbaring di rerumputan bukit kecil yang selalu mereka tasbihkan sebagai "markas" untuk berkumpul seringnya di malam hari untuk melihat bintang bersama. Sementara adiknya, Dhea mengurung diri dikamar karena permintaan mereka ga di kabulin mamahnya untuk ikut pindah bersama si adik laki-lakinya.
"Yaudah, nanti kan aku lulus SD balik lagi ke Serang, nanti kita maen lagi sama-sama, nanti aku sering telepon kalian deh dari Bogor" Si adik laki-laki mencoba menghibur kakak dari si kembar ini yang terlihat ga mood hari ini. " Terus yang nanti belain kamu kalo dimarahin ayah siapa? yang maksa kamu makan siang siapa? yang bareng sama aku dan Dhea ngaji siapa? " celoteh gadis kecil itu membabi-buta, disini gue sadar kenapa tante Iren namain dia Nuri. Sambil liat langit dia terus berceloteh dan menunjuk langit " Tuh, kamu liat bintang itu yang paling terang, liat kan..Walaupun kamu jauh di Bogor, selama kamu bisa liat itu berarti kita lagi liat bintang yang sama, kita sebenernya deket. Ga pernah jauh".
Hari itu keberangkatan adik kecil mereka yang berarti jarak keduanya harus terentang jauh untuk sementara waktu. Nuri yang berada di pelukan papahnya terlihat terisak kecil sambil sesekali ngelap matanya yang berair, sementara si bungsu tak terkontrol ngangis kejer yang dicoba ditenangkan mamahnya yang terlihat kewalahan.
---------------
Lingkungan baru, kultur baru, bahasa baru, nuansa baru. Bengz kecil akhirnya tahu kalo Bogor dijuluki "Kota Hujan" kerena memang hampir setiap harinya sekitar pukul 17.00 WIB di guyur hujan, di Kota ini, hujan bukan musim seperti kota lainnya, tapi suatu keharusan yang ada di setiap harinya.
Pagi itu Bengz kecil menginjakkan kakinya di Sekolahnya yang baru . . .
Di kelas 4B, yang seharusnya ia menginjakkan kakinya di kelas 3 SD, karena testnya untuk masuk ke kelas 3 dikuasai dengan lancar, jadi Bengz kecil di masukkan akselerasi sehingga dirinya masuk ke kelas 4 langsung tanpa sempat merasakan menjadi kelas 3 SD terlebih dahulu di sekolah ini. Celakanya dianggap sebagai siswa berprestasi justru menjadi beban tersendiri untuk Bengz kecil, bahasa adalah masalah pelik untuknya. Karena hampir seluruh guru disini menggunakan Bahasa Sunda yang tentunya sangat asing untuk seorang anak pindahan yang terbiasa dengan bahasa Jawa-Serang yang sangat jauh berbeda dengan bahasa Sunda. Peringkat Bengz kecil pun merosot jauh hingga terlempar ke area 5 besar saja, tak pernah sama sekali menyentuh peringkat 3, 2 apalagi peringkat 1 selama ia bersekolah disini. Padahal sebelumnya di sekolahnya dahulu di Serang, peringkat 1 seolah sudah ditasbihkan untuk dirinya seorang.
------------
Masa kecil itupun akhirnya berganti menjadi masa remaja yang menjadikan Bengz kecil seorang anak yang menguasai beberapa bahasa daerah tapi tanpa logat manapun di pelafalan mulutnya bersuara.
------------
Saat kelulusan pun sang ayah berinisiatif untuk mengambil kembali kembali anak sulungnya untuk dekat bersama keluarga kecilnya di Serang. Yang berarti Bengz remaja yang sudah beradaptasi dengan baik dengan kultur Sunda dan tanah lembab di Bogor harus kembali berjuang beradaptasi dengan Panasnya Kota Serang.
------------
Rupanya gue yang jarang banget maen ke Serang walaupun disaat liburan sekolah menjadikan para tetangga komplek rumah gue yang baru "asing" terhadap adanya sosok anak laki-laki manis di kehidupan keluarga kecil gue.
-----------
Masa SMP, masa alay, gue sih ga muna kalo gue jga pernah ngelewatin masa-masa dimana makan gorengan 5 bayarnya 3, masa dimana masih belum bisa ngebedain yang mana SMS yang mana plat nomor ataupun buta huruf kapital, SMS gede-kecil-gede-kecil, masa dimana gue nyari jatidiri, pakah gue ini seorang manusia setengah lumba-lumba atau bahkan gue serpihan Nabi Yusuf yang tertinggal di dunia. eeeeaaaaaaaa..
Walaupun gue harus berusaha ekstra untuk beradaptasi ( lagi ) di tempat ini, gue ga terlalu kesulitan karena sebelumnya gue udah pernah tinggal di Serang, jadi untuk kendala bahasa bukan suatu masalah berarti lagi di idup gue. Buktinya gue kembali ke jalur peringkat 2 besar di SMP ini. Ya, mengejar nilai yang bagus adalah prioritas gue di masa sekolah, karena cuma itu yang bisa gue lakuin buat ngeringanin beban biaya sekolah buat orang tua gue. Gue terikat dengan beasiswa Astra International dari SD sampe lulus SMA, gue sekolah gratis full beasiswa, gue gamau liat bokap-nyokap gue kewalahan ngurus biaya sekolah.
Di kelas 2 SMP, saat gue udah bener-bener bisa beradaptasi kembali di kota ini, entah angin apa yang bikin gue nginjekkin kaki ini di bukit kecil dulu gue ngabisin masa kecil gue, setelah gue SMP gue liat ternyata bukit itu semakin mengecil. " Misteri apa yang terjadi di bukit ini? kenapa dulu terasa besar, tapi kini mengecil? " gue ga abis fikir mengenai fenomena ini.
-----------
"Selama kamu bisa liat bintang itu berarti kita lagi liat bintang yang sama, kita sebenernya deket. Ga pernah jauh".
- Nuri
-----------
Entah kenapa kebiasaan masa kecil gue kembali gue jalanin walaupun kini gue sendiri, duduk di malam hari di bukit kecil deket rumah gue yang dulu sambil liat bintang di langit. Sebelumnya gue pernah ke rumah Nuri & Dhea, tapi mereka juga ternyata udah pindah rumah, yang gue denger dari tetangga rumahnya semenjak gue pindah ke Bogor, Dhea tiap hari nangis kejer minta pindah, akhirnya keluarga tante Iren juga pindah rumah, yang tetangganya pun gatau kemana mereka pindah. Gue kehilangan jejak mereka.
Hembusan angin ini...
Suasana malam ini...
Gue perlahan berbaring dan memejamkan mata ini sambil teringat masa kecil gue dengan si kembar yang gatau sekarang ada dimana. Dulu kami disini selalu menghabiskan waktu sepulang mengaji sampe akhirnya orang tua kami menjemput kami di bukit kecil ini. Teringat ocehan Nuri yang terus membabi-buta menasihati adik kembarnya yang sering menjahili temannya di sekolah, juga nasihatnya untuk gue yang selalu sama, supaya gue jaga pola makan gue. Yup, sedari kecil gue emang udah punya maag karena sering telat makan, bahkan sebelum gue pindah ke Bogor, gue sempet terkena thyfus selama seminggu.
"Andai malam ini ada kalian berdua disini"...
--------
Sore itu gue jalan-jalan sekalian niat beli stick drum buat nge-jam nanti. Ya, gue sempet jadi drummer di masa SMP dulu, sebelum insiden kecelakaan yang mengakibatkan kaki gue mesti dijait di dekat tulang kering dan berhenti jadi drummer, karena berkat kecelakaan itu kaki gue ga bisa bertahan di pedal bass drum lebih dari 5 menit, pasti langsung kesemutan nantinya.
Saat gue liat-liat stick drum di bagian musik yang menyatu dengan bagian buku, padangan gue terpaku pada sosok gadis manis berponi samping yang sedikit menutupi matanya, gaya feminimya dengan kemeja dan rok selutut menambah nilai plusnya dimata gue, frame tipis kacamatanya pun seolah sama sekali ga menutupi keindahan alami makhluk berkaum Hawa itu. " Itu mangsa gue ", senyum tipis gue langsung berangsur cerah untuk mendapatkan gadis itu. Selama ini gue yang sama sekali gak percaya pada cinta pada angsuran pertama, eh..maksud gue, cinta pada pandangan pertama, ge peduli dengan logika. Seakan hati gue luluh begitu ngeliat gadis itu.
Tapi secara tiba-tiba gue lihat dia mengangkat handponenya dan bergegas keluar dari toko buku meninggalkan sesal di diri gue. "Da*n" rutuk gue dalam hati.
----------------
Sepulang sekolah yang dilanjutkan dengan latihan basket di alun-alun kota pun tak ayal bikin napas gue pengap, gue beristirahat sebentar di pinggir lapangan untuk mengatur nafas gue yang dilanjut dengan gue nyomot gorengan 5 dan bayar 3
. Tapi disaat gue bayar gorengan, saat itu pula gue lihat lagi si gadis jelita yang bikin gue kemaren terpaku di toko buku. Tapi kali ini gue lihat dia sangat kontras berbeda dengan tampilannya kemarin, gue lihat dia bersepeda dengan sepatu kets, kaos item, celana jeans, rambut di kuncir kebelakang serta ga pake kacamata. Kembali gue cuma bisa terpaku di deket gerobak kang gorengan sambil ngeliatin gadis jelita itu. Dan akhirnya gue liat dia berenti dan entah kenapa seolah dia tahu gue ngeliatin dia dengan tampang mupeng daritadi, dia pun menoleh ke arah gue. Tatapan mata kami bertemu di satu titik. Saat itu juga juga rona mukanya berubah pucat seolah ngeliat setan di siang bolong, dia langsung mengayuh sepedanya secepatnya meninggalkan gue yang masih terdiam di deket gerobak kang gorengan ( ini pengulangan yang jelas ga elit ). Gue langsung meriksa kepala gue "ga ada ah, perasaan tanduk gue udah gue simpen tadi pas mau maen basket". Terus kenapa itu cewe kalut gitu liat tampang gue?
---------------------
" Selama kamu bisa liat bintang itu berarti kita lagi liat bintang yang sama, kita sebenernya deket. Ga pernah jauh ".
Sontak gue yang tadinya terpejam sambil berbaring langsung membuka mata.
Gue lagi berada di bukit kecil ini, sepulang basket tadi gue ga langsung pulang, gue mampir dulu dimari.
But, suara di fikiran gue barusan terlalu nyata, perlahan gue nyium wangi parfum lain selain cologne gue yang bercampur keringat.
"itu Vega, yang paling terang diantara lainnya". Suara dalam fikiran gue kembali terdengar jelas.
HEH! gue kan ga pernah tau rasi bintang, gimana cranya otak gue bisa tau itu vega!
Gue yang masih dalam posisi berbaring pun mengadahkan kepala ke atas gue. Dia! si gadis jelita yang gue temuin tempo hari di toko buku!
"Kamu udah gede sekarang" reflek tangannya sambil mengelus rambut gue.
Njirrrr....mimpi basah apa gue semalem? ketemu sama cewe inceran gue, langsung akrab pula.
Sebentar....
Kenapa dia tahu kalimat itu? apa yang ada disini bareng gue sekarang ini Nuri? Nuri yang tomboy dan doyan ngoceh itu? Ga, ga bakalan. Walaupun dalam hati gue berharap pengen banget ketemu Nuri. Tapi sosok anggun feminim nan kalem di balik kacamata berbingkai tipis ini tahu kalimat itu.
Gubraaaakkkk
Sontak gue langsung bangun ngedenger suara barusan, gue sapu pandangan gue ke arah suara itu. Gue cuma bisa ngeliat sepeda yang tadi sore dipake cewe cantik yang liat gue langsung kabur itu tergeletak tanpa si empunya.
PLAKK
Satu tamparan telak mendarat mulus di pipi gue.
Gue makin ga ngerti kondisi yang gue alamin sekarang.
PLAKK
Sekali lagi tamparan telak itu, kalo tadi di pipi kanan gue, kali ini tamparan itu mendarat di pipi kiri gue dengan sukses!
Kali ini gue yang masih sedikit shock mulai memiliki kesadaran 85% untuk ngelihat siapa sosok orang di hadapan yang tiba-tiba nampar gue, dan spontan langung mencekal kerah leher bajunya tanpa ampun.
Tapi keadaan selanjutnya bikin gue tambah shock!
Sosok yang nampar gue dua kali bolak balik ini cewe, cewe yang tadi sore gue lihat naik sepeda dan kabur begitu ngelihat gue yang lagi ada di pinggir kang gorengan. Matanya sembab, sambil merem ketakutan gue bisa jelas ngeliat dia yang abis nangis di depan mata gue.
" Ini kan cewe yang barusan ngelus-ngelus kepala gue! " batin gue. Tapi tampilannya 180` BEDA, apa mungkin ini cewe pesulap yang bisa gonta-ganti baju pake kaen ntu secara cepat?apa mungkin dia muridnya Limbad?
" Aaa..aaaa...aaaa " teriak gue ketika kuping kanan gue dijewer. " Berani kamu macem-macem sama dia, kuping kamu aku bikin putus, Lagian kamu juga, ngapain tiba-tiba dateng nampar dia! " ancemnya. Gue yang makin bingung dengan keadaan ini ngelepas cengkraman tangan gue dan liat cewe disamping gue yang lagi ngejewer gue penuh amarah ini.
Anjrit, ternyata ini cewe dari Konoha! bisa Kagebunshin no jutsu !
Sontak cewe tomboy yang tadi tiba-tiba nampar gue meluk gue sambil nangis terisak di dada gue,
Tolong A'im ya Owoh . . . T-T INI SEBENERNYA ADA APA !!!!
"ehem" si gadis jelita berkacamata itu berdehem sehingga cewe cantik berkuncir yang berada di pelukan gue ini melepas pelukannya.
Seraya kedua cewe itu pun berdiri berdampingan. Si kacamata mengulurkan tangannya disusul dengan ucapan pelan " Nuri Dwi Prameswari "
-------------
- Tangerang, Bandara Soekarno Hatta-
17.00 WIB
17.00 WIB
" Bengz, kakak gue ............................ "
" Iya ,,, kemana, sembari tangan gue genggam kedua tangannya "
Mata Dhea mulai berkaca-kaca. . . . .
" Ada apa ini ? " Bathin gue.
tiba-tiba . . . .
BLETAKK ! ! !
High heels itu tepat kena kepala belakang gue... " Kampreeet "umpat gue dalem hati.
" Gini ya ga ada aku, apa kabar pas kamu di sana, di depan aku aja berani gandeng-gandeng Dhea, lepasin itu tangannya buruan! atau kamu mau aku lempar lagi pake heels dengan yang belah kiri? kamu pikir enak apa suruh jalan buru-buru pake high heels tinggi ! " Cewe bergaun hitam itu sambil bertolak pinggang.
Gue menoleh ke belakang ngeliat ......dia, gadis bintang gue yang lagi ngambek-ngambek ga jelas di samping papa-mamanya, sementara gue balik lagi liat Dhea yang ada di depan gue, yang tadi matanya berkaca-kaca tiba-tiba meledak tertawa " Hahahahahahahahahahaha , segitu paniknya ya ga di jemput si kakak, tadi gue mau bilang kalo si kakak telat, eh lo malah panik gitu, yaudah gue sekalian ngerjain lo ". -_- ternyata anak curut satu ini matanya berkaca-kaca nahan ketawa, kampret.
" Om, tante " sapa gue ngedeketin Si gadis bintang sambil cium tangan papa-mamanya, sementara Nuri masih sok ngambek di sampingnya, yang langsung gue elus-elus dahinya pelan.
"Oh iya , besok dateng ya ke rumah, ada yang mau om sama tante omongin sama kamu, kamu udah ga cape kan kalo besok ? bisa ?" seloroh Tante Iren.
" Oke tante, asal ada bolu kukusnya sih pasti dateng kok ga diundang juga, hehe. . .Eh tapi kan besok Nuri sama Dhea ga ulang tahun, ada acara apa pake ngundang segala tan ? "
Om dan tante iren cuma tersenyum, saat gue berpaling liat keluarga rombongan penjemput gue juga, mereka cuma tersenyum.
Ada apa ini ?
Diubah oleh 201192 09-02-2015 08:32
0