- Beranda
- Stories from the Heart
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
...
TS
kabelrol
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
Selamat datang di trit gue yang super sederhana ini
Di trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue
Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan
ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.
Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.
Masa remaja.
Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.
Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.
pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah
Selamat membaca
Di trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue
Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan
ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.
Spoiler for sampul:
Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.
Masa remaja.
Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.
Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.
pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah

Selamat membaca

Spoiler for indeks:
Diubah oleh kabelrol 01-07-2015 15:17
chamelemon dan 24 lainnya memberi reputasi
25
188.2K
701
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kabelrol
#254
stalking stalker
Kita berdua saling bertatapan diantara hujan yang makin melebat diantara kita. Kita saling menusuk dengan dan kepada mata. Di depan kita berdua, OST-nya adalah gema ombak yang bergulung-gulung. Aromanya adalah air hujan. Mata Widya super syahdu banget. Gue ngga bisa deskripsiin dengan lebih baik, dengan lebih detail daripada aslinya.
"Maaf..."
"Kenapa maaf, Har?"
"Gue ngga pantes ngomong barusan, padahal gue tau posisi kita masing-masing"
Hanya ada deras hujan dan ombak diantara kita. Kita sudah saling melepas pandangan.
"Kenapa, sih, Har. Lo selalu dateng terlambat?"
"Lo nyesel gue nyatain barusan?"
"Gue benerin kata orang, Har. Penyesalan itu tentang hal yang ngga kita lakukan. Gue nyesel, kenapa ngga kita ungkapkan aja dari dulu, bahwa, bahwa.."
Gue liat ke arah dia, dia pun begitu.
"...Gue pengen ngejalanin semuanya sama lo"
Gue bisa ngeliat, diantara hujan yang menetes di muka Widya, ada air matanya. Dia gigit bibirnya.
"Har, lo nangis"
"Lo juga, Wid"
Kita berdua ngakak maksa. Kita lagi-lagi ngebuang jauh pandangan ke tepi laut yang masih kejangkau sama penglihatan kita, garis horizon.
"Har," "Wid,"
"Lo dulu, Wid"
Widya ngangguk senyum.
"Lo tau, lagi-lagi, gara-gara lo, Harsya, gue suka sama hujan. Bener kata lo. Hujan itu syahdu. Kalo gue liat hujan, gue jadi mikir banyak hal"
"Lo masih inget aja, Wid"
"Dengan setiap detilnya"
"Tadi lo mau ngomong sesuatu, Har?"
"Gue mau bilang sesuatu yang egois, mungkin nyakitin"
"Ya..."
"Gue... (gue perlu waktu untuk diam waktu itu) gue.. gue emang belum bilang. Gue juga mengarah ke pernikahan.. sama pacar gue.."
"maaf, Har, gue udah egois. banget"
"Dia... (gue sebut namanya) sangat berarti buat gue.. (gue tau dibagian sini, Widya nangis makin parah. Bahunya bergetar, tapi sama sekali ngga ada suara tangisan yang gue dapet) ...gue udah bercita-cita dengan dia. Gue menunjuk tanah yang akan kita bangun bareng bikin kerajaan kecil kita. Gue menunjuk tanah yang bakal gue usahain untuk penghidupan kita. Gue menunjuk barang yang bakal gue jual untuk kesejahteraan kita. Gue udah menunjuk anak laki-laki dan anak perempuan yang akan keluar dari rahimnya, adalah kembar..."
(gue diem. lagi-lagi, jeda yang berasa sangat longgar)
"..dan mungkin, Wid, begitu juga dengan lo dan Ari. Lo adalah setiap jengkal cita-cita Ari. Lo ada di posisi sama dengan pacar gue, mungkin..."
"Ngga, Har. Ngga begitu,"
"...emang, Wid. Gue menyesal ngga pernah bisa tegas, antara lo atau Lani. Padahal, lo tau, lo adalah gadis yang gue tumpuk rasa cinta gue dari masih bocah... Gue emang bodoh..."
"Ngga, Har. Ngga begitu,"
Gue diam.
"Gue setuju sama lo"
"Ya, kan. Gue keterlaluan banget. Gue ngga mikirin perasaan Ari,"
"Bukan, bukan itu, Har. Lo pernah bilang, pacaran itu hanya membuat kecengan menjadi jelek setelah jadi mantan. Lo bakal kehilangan masa indah ketika lo mengeluarkan sinyal asmara sedikit demi sedikit. Lo pernah bilang, sayang itu ngga harus dengan pacaran.
Gue naif, gue ngga percaya lo waktu itu, Har.
Gue mencari 'kebendaan' dari rasa sayang itu. Dan sebanyak itu pula, gue sakit. Gue sayang lo, gue cinta lo. Itu, kan, yang lo bilang? Ya, apa yang lo bilang masih masuk akal sama kondisi kita sekarang.
KIta emang udah di tahap membangun keluarga.
Tapi, masih bolehkah gue sayang, gue cinta sama lo, Harsya, tanpa mengincar 'kebendaan' dari asmara itu?"
Gue ngehirup nafas dalem-dalem. Ah, kenapa gue semacam kena karma sendiri, kenapa gue telen sendiri apa yang gue omongin dulu.
"Lo bener, Wid. Gue sayang, gue cinta sama lo. Tapi, ah, hari gini, 'kebendaan' itu begitu penting. Apalagi, pernikahan itu sesuatu yang lebih sakral. Sangat sakral, bagi gue,"
"Mungkin, ngga begitu sakral di lingkaran penerbang,"
"Ngga semuanya, Wid,"
"Lo tau, apa lo udah kepo, kenapa bokap nyokap gue bisa sampai cerai, Har?"
gue ngegeleng.
"Ngga, Har. Gue pernah digigit anjing waktu kecil dan gue jadi benci semua anjing, jenis apapun itu"
"Berarti lo benci cowok, dong?"
"Lo ngga, Har. Gue ngga benci lo. Gue sayang, gue cinta lo, Harsya"
Gue merebah. Gue pandangi awan gelap itu. Gue ngga bisa buka mata gue dengan sempurna. Air hujan lolos ke mata gue, otomatis bikn mata gue susah dibuka.
"Ya, udah, Wid. Kalo gue bahas juga ngga ada habisnya. Kita jalani aja dulu. Bukan 'kebendaan' kan?"
Gue lebih brengsek yang gue duga. Gue selingkuh tanpa mau disebut itu adalah selingkuh.
"Gue cuma pengen lo tau itu, Har, Udah, kok"
"Terus, Ari gimana? Bokap lo gimana?"
"Ah, entahlah"
"Kita udah keterlaluan banget, Wid. Sampe minggu, aja, ya?"
"Pasti kurang, dong. Hehe,"
"Yee, elo, mah, Wid" (gue elus lembut rambutnya, yang lepek tentunya)
"Emang lo ngga demen?"
"tujuh tahun, Wid. Perlu gue jawab? Apa perlu gue bilang betapa sakitnya lo bawa bayi dan betapa senengnya pas tau itu bayi Lani?"
"Lo udah bilang, tanpa berkata, Harsya"
Hujan belum berhenti juga, sementara gelap mendung pelan menjadi gelap malam. Gue hirup teh manis panas bikinan Widya. Di rumah ini ada pemanas air. Pas banget, nih.
"Eh, Wid. Gue mau nanya deh,"
"Apa?"
"Kok, lo tau, sih, gue stalking lo?"
"Hehe, gue dong"
"Bilang, eh"
"Emoh"
"Kan lo udah janji lo mau jujur-jujuran, Wid. Jangan curang lo, mpret"
"Hahahahaha. Gue kayaknya udah stalking lo jauh sebelum lo stalking gue, nyet."
"hah?"
"Lo pasti ngga tau, kita pernah satu kampus, Lo pasti ngga tau, kita berkali-kali ketemu di (suatu tempat yang belum bisa gue bilang. muncul di part selanjutnya setelah Amel
), Lo pasti ngga tau, diantara orang yang liat karya lo, ada gue, lo pasti ngga tau, ada penyusup di antara kelas kuliah lo. Lo pasti ngga tau..."
"HAH? YANG BENER, WIDYA?"
"Hehehe" (Widya bikin semacam tanda V pada telunjuk dan jari tengahnya)
"Emang lo di kampus (hoaam, nyam nyam
), Wid?"
"Iyaaa, mbeeel. Kita barengan di registrasi. Gue kaget aja pas itu. Hahahahaha. Tapi, lo sibuk cukur sama tukang fotokopi, sih. Lo pasti ngga sadar juga, gue sok-sokan ngopi berkas di tukang fotokopi yang lo pinjem gunting kertasnya buat potong jambang?
tadinya gue pengen ngagetin lo, eh, lo-nya malah ngga sadar.
Lo pasti ngga sadar, gue sering di sebelah warung yang lo suka banget makan ayam bakar disana. Lo pasti ngga sadar, gue pernah iseng minta sambel--pas gue iseng makan di tempat yang sama kayak lo--ke temen sekelas lo. Lo pasti ngga sadar, setiap ashar, kita solat di mushola kampus yang sama.
Lo pasti ngga sadar, lo gue cariin pas ternyata lo tembus SPMB. Lo pindah ke kampus itu masih ada gue, lho, Har. Ada sahabat gue di kelas kuliah lo. Hayooo, siapa cobaaa?? penasaran kaan, penasaran kaaan? hahahahahahaha.
Lo pasti ngga sadar juga, gue pernah masuk di kelas yang sama kayak lo. Iya, Harsya. Gue pernah iseng ikut kuliah di kampus lo. Hahahahaha. Lo serius banget, sih, ama kecengan lo.
Lo pasti ngga sadar lo ke (blahblahblah nyamnyam) ada gue. Gue suka ngikutin lo. Ah, lo ga sadar kali, ya. Lo sibuk ama pacar lo, sih.
Jadi, KIta ngga ketemu tujuh tahun, Harsya sayang. Paling cuma, emm.. dari kejadian GOR itu, kan, 2 SMA, ya, ah, paling cuma setahun lewat dikit, Dua tahun paling lama deh. Eh, iya, lo wisuda gue juga dateng. Lo ngga sadar, ya? Iyalah, lo kan sibuk banget foto sama temen-temen lo, sama pendamping wisuda lo. Hahahahaha
Oi, Har. kalo kaget biasa aja coba bengongnya. Bau tuh mulut
"
Gue beneran melongo, juragan waktu itu. bisa-bisanya........ dia.......
"cuma emang, sih, Har. Abis gue lulus, pas lo tingkat 3, gue udah jarang 'ketemu' sama lo. Maklumlah, jobseeker. Baru kemaren, sih, lo nge-like postingan gue. Kayaknya ngga sengaja, yaaa.
Lo sih, stalkingnya kurang ahli
pake akun palsu kek kalo stalking. Kan kalo kepencet atau apa jadi aman... hhahahahahaa
Ya, udah, dari situ, gue juga nyari info soal lo lagi, Har. Dan dapet doooong. Lo sih alay medsos, Har. hahahahahaha. Lagian, temen lo itu kebanyakan temen gue SMA, begooo, hahahaha. Eh, gue kaget, lo nongol sendiri kemaren di depan rumah. Lo ga sadar apa ada yang ngeliatin lo di jendela? Lo ngga sadar apa ada yang ngintipin lo pas lo ngobrol ama tetangga gue sama tukang bebersih komplek? hahahahaha. Har, Har.
Siapa Jonan, Har? hahahahahahaha"
Gue abis diledek abis sama Widya
emang gue orangnya ngga bisa boong, sih
hahahahahahaa
tapi, ini udah masuk ke tahap pecundang, sob.
"Ah, gue tidur dulu, ya, Wid. Daaaaah!"
"Mau gue siram teh panas lo? Tadi aja lo maksa gue nyuruh bikinin punya lo. Untung aja gue baik. Gimanaa? bisa jadi istri yang baik kan, gueee? hahahahahha. Abisin dulu!"
Gue nyeruput dari bibir gelas gue. Ugh, panas. Panas banget nih sindiran Widya.
"Lo bayar pemasok lo sekalian lewat disitu? BOOOONG! Lo pengen nyamperin gue, kaan? Ya, kaaan?"
"Iya, Wid
hehe. Napa emang, heh? Kenapa, emang?"
"Yee, kok lo nyolot, Har?"
Gue pegang dua pipinya, posisi cubit sudah siap. Laksanakan, kapten!
"Gue maluuu Widya sayaaaang"
"Adudududuuuuuh. Sakiiiiiiiiiiiiit!!"
gue lepasin cubitan. dia meringis megangin dua pipinya.
"Duuh, kenapa ngga dicium aja sih"
"Yee, cubit kan tanda cinta juga, Wid"
"Puh, sini lo gue cubit, mau ngga?"
"Mau, pake bibir tapi"
Gue digebuk pake benda terdeket. Bantal, tas, guling, sweater gue, semua melayang.
"Ampun, aduh, ampuuuun, Wiiiid"
"Gue, nih gue lempar bantal, Cinta, nih gue lempar odol, Lo, nih gue lempar selimut, Harsya, nih gue lempar sepatu, Sayangkuuu, nih gue lempar anduk"
Gue terkubur diantara barang bawaan. Gue terkapar. Widya di depan gue sambil berlutut. Dia terengah-engah. Dan kita pun ketawa-ketawa.
Jalanin, aja, yak, stalker?
"Maaf..."
"Kenapa maaf, Har?"
"Gue ngga pantes ngomong barusan, padahal gue tau posisi kita masing-masing"
Hanya ada deras hujan dan ombak diantara kita. Kita sudah saling melepas pandangan.
"Kenapa, sih, Har. Lo selalu dateng terlambat?"
"Lo nyesel gue nyatain barusan?"
"Gue benerin kata orang, Har. Penyesalan itu tentang hal yang ngga kita lakukan. Gue nyesel, kenapa ngga kita ungkapkan aja dari dulu, bahwa, bahwa.."
Gue liat ke arah dia, dia pun begitu.
"...Gue pengen ngejalanin semuanya sama lo"
Gue bisa ngeliat, diantara hujan yang menetes di muka Widya, ada air matanya. Dia gigit bibirnya.
"Har, lo nangis"
"Lo juga, Wid"
Kita berdua ngakak maksa. Kita lagi-lagi ngebuang jauh pandangan ke tepi laut yang masih kejangkau sama penglihatan kita, garis horizon.
"Har," "Wid,"
"Lo dulu, Wid"
Widya ngangguk senyum.
"Lo tau, lagi-lagi, gara-gara lo, Harsya, gue suka sama hujan. Bener kata lo. Hujan itu syahdu. Kalo gue liat hujan, gue jadi mikir banyak hal"
"Lo masih inget aja, Wid"
"Dengan setiap detilnya"
Spoiler for munjir:
"Tadi lo mau ngomong sesuatu, Har?"
"Gue mau bilang sesuatu yang egois, mungkin nyakitin"
"Ya..."
"Gue... (gue perlu waktu untuk diam waktu itu) gue.. gue emang belum bilang. Gue juga mengarah ke pernikahan.. sama pacar gue.."
"maaf, Har, gue udah egois. banget"
"Dia... (gue sebut namanya) sangat berarti buat gue.. (gue tau dibagian sini, Widya nangis makin parah. Bahunya bergetar, tapi sama sekali ngga ada suara tangisan yang gue dapet) ...gue udah bercita-cita dengan dia. Gue menunjuk tanah yang akan kita bangun bareng bikin kerajaan kecil kita. Gue menunjuk tanah yang bakal gue usahain untuk penghidupan kita. Gue menunjuk barang yang bakal gue jual untuk kesejahteraan kita. Gue udah menunjuk anak laki-laki dan anak perempuan yang akan keluar dari rahimnya, adalah kembar..."
(gue diem. lagi-lagi, jeda yang berasa sangat longgar)
"..dan mungkin, Wid, begitu juga dengan lo dan Ari. Lo adalah setiap jengkal cita-cita Ari. Lo ada di posisi sama dengan pacar gue, mungkin..."
"Ngga, Har. Ngga begitu,"
"...emang, Wid. Gue menyesal ngga pernah bisa tegas, antara lo atau Lani. Padahal, lo tau, lo adalah gadis yang gue tumpuk rasa cinta gue dari masih bocah... Gue emang bodoh..."
"Ngga, Har. Ngga begitu,"
Gue diam.
"Gue setuju sama lo"
"Ya, kan. Gue keterlaluan banget. Gue ngga mikirin perasaan Ari,"
"Bukan, bukan itu, Har. Lo pernah bilang, pacaran itu hanya membuat kecengan menjadi jelek setelah jadi mantan. Lo bakal kehilangan masa indah ketika lo mengeluarkan sinyal asmara sedikit demi sedikit. Lo pernah bilang, sayang itu ngga harus dengan pacaran.
Gue naif, gue ngga percaya lo waktu itu, Har.
Gue mencari 'kebendaan' dari rasa sayang itu. Dan sebanyak itu pula, gue sakit. Gue sayang lo, gue cinta lo. Itu, kan, yang lo bilang? Ya, apa yang lo bilang masih masuk akal sama kondisi kita sekarang.
KIta emang udah di tahap membangun keluarga.
Tapi, masih bolehkah gue sayang, gue cinta sama lo, Harsya, tanpa mengincar 'kebendaan' dari asmara itu?"
Gue ngehirup nafas dalem-dalem. Ah, kenapa gue semacam kena karma sendiri, kenapa gue telen sendiri apa yang gue omongin dulu.
"Lo bener, Wid. Gue sayang, gue cinta sama lo. Tapi, ah, hari gini, 'kebendaan' itu begitu penting. Apalagi, pernikahan itu sesuatu yang lebih sakral. Sangat sakral, bagi gue,"
"Mungkin, ngga begitu sakral di lingkaran penerbang,"
"Ngga semuanya, Wid,"
"Lo tau, apa lo udah kepo, kenapa bokap nyokap gue bisa sampai cerai, Har?"
gue ngegeleng.
"Ngga, Har. Gue pernah digigit anjing waktu kecil dan gue jadi benci semua anjing, jenis apapun itu"
"Berarti lo benci cowok, dong?"
"Lo ngga, Har. Gue ngga benci lo. Gue sayang, gue cinta lo, Harsya"
Gue merebah. Gue pandangi awan gelap itu. Gue ngga bisa buka mata gue dengan sempurna. Air hujan lolos ke mata gue, otomatis bikn mata gue susah dibuka.
"Ya, udah, Wid. Kalo gue bahas juga ngga ada habisnya. Kita jalani aja dulu. Bukan 'kebendaan' kan?"
Gue lebih brengsek yang gue duga. Gue selingkuh tanpa mau disebut itu adalah selingkuh.
"Gue cuma pengen lo tau itu, Har, Udah, kok"
"Terus, Ari gimana? Bokap lo gimana?"
"Ah, entahlah"
"Kita udah keterlaluan banget, Wid. Sampe minggu, aja, ya?"
"Pasti kurang, dong. Hehe,"
"Yee, elo, mah, Wid" (gue elus lembut rambutnya, yang lepek tentunya)
"Emang lo ngga demen?"
"tujuh tahun, Wid. Perlu gue jawab? Apa perlu gue bilang betapa sakitnya lo bawa bayi dan betapa senengnya pas tau itu bayi Lani?"
"Lo udah bilang, tanpa berkata, Harsya"
***
Hujan belum berhenti juga, sementara gelap mendung pelan menjadi gelap malam. Gue hirup teh manis panas bikinan Widya. Di rumah ini ada pemanas air. Pas banget, nih.
"Eh, Wid. Gue mau nanya deh,"
"Apa?"
"Kok, lo tau, sih, gue stalking lo?"
"Hehe, gue dong"
"Bilang, eh"
"Emoh"
"Kan lo udah janji lo mau jujur-jujuran, Wid. Jangan curang lo, mpret"
"Hahahahaha. Gue kayaknya udah stalking lo jauh sebelum lo stalking gue, nyet."
"hah?"
"Lo pasti ngga tau, kita pernah satu kampus, Lo pasti ngga tau, kita berkali-kali ketemu di (suatu tempat yang belum bisa gue bilang. muncul di part selanjutnya setelah Amel
), Lo pasti ngga tau, diantara orang yang liat karya lo, ada gue, lo pasti ngga tau, ada penyusup di antara kelas kuliah lo. Lo pasti ngga tau...""HAH? YANG BENER, WIDYA?"
"Hehehe" (Widya bikin semacam tanda V pada telunjuk dan jari tengahnya)
"Emang lo di kampus (hoaam, nyam nyam
), Wid?""Iyaaa, mbeeel. Kita barengan di registrasi. Gue kaget aja pas itu. Hahahahaha. Tapi, lo sibuk cukur sama tukang fotokopi, sih. Lo pasti ngga sadar juga, gue sok-sokan ngopi berkas di tukang fotokopi yang lo pinjem gunting kertasnya buat potong jambang?
tadinya gue pengen ngagetin lo, eh, lo-nya malah ngga sadar.Lo pasti ngga sadar, gue sering di sebelah warung yang lo suka banget makan ayam bakar disana. Lo pasti ngga sadar, gue pernah iseng minta sambel--pas gue iseng makan di tempat yang sama kayak lo--ke temen sekelas lo. Lo pasti ngga sadar, setiap ashar, kita solat di mushola kampus yang sama.
Lo pasti ngga sadar, lo gue cariin pas ternyata lo tembus SPMB. Lo pindah ke kampus itu masih ada gue, lho, Har. Ada sahabat gue di kelas kuliah lo. Hayooo, siapa cobaaa?? penasaran kaan, penasaran kaaan? hahahahahahaha.
Lo pasti ngga sadar juga, gue pernah masuk di kelas yang sama kayak lo. Iya, Harsya. Gue pernah iseng ikut kuliah di kampus lo. Hahahahaha. Lo serius banget, sih, ama kecengan lo.
Lo pasti ngga sadar lo ke (blahblahblah nyamnyam) ada gue. Gue suka ngikutin lo. Ah, lo ga sadar kali, ya. Lo sibuk ama pacar lo, sih.
Jadi, KIta ngga ketemu tujuh tahun, Harsya sayang. Paling cuma, emm.. dari kejadian GOR itu, kan, 2 SMA, ya, ah, paling cuma setahun lewat dikit, Dua tahun paling lama deh. Eh, iya, lo wisuda gue juga dateng. Lo ngga sadar, ya? Iyalah, lo kan sibuk banget foto sama temen-temen lo, sama pendamping wisuda lo. Hahahahaha
Oi, Har. kalo kaget biasa aja coba bengongnya. Bau tuh mulut
"Gue beneran melongo, juragan waktu itu. bisa-bisanya........ dia.......
"cuma emang, sih, Har. Abis gue lulus, pas lo tingkat 3, gue udah jarang 'ketemu' sama lo. Maklumlah, jobseeker. Baru kemaren, sih, lo nge-like postingan gue. Kayaknya ngga sengaja, yaaa.
Lo sih, stalkingnya kurang ahli
pake akun palsu kek kalo stalking. Kan kalo kepencet atau apa jadi aman... hhahahahahaaYa, udah, dari situ, gue juga nyari info soal lo lagi, Har. Dan dapet doooong. Lo sih alay medsos, Har. hahahahahaha. Lagian, temen lo itu kebanyakan temen gue SMA, begooo, hahahaha. Eh, gue kaget, lo nongol sendiri kemaren di depan rumah. Lo ga sadar apa ada yang ngeliatin lo di jendela? Lo ngga sadar apa ada yang ngintipin lo pas lo ngobrol ama tetangga gue sama tukang bebersih komplek? hahahahaha. Har, Har.
Siapa Jonan, Har? hahahahahahaha"
Gue abis diledek abis sama Widya
emang gue orangnya ngga bisa boong, sih
hahahahahahaatapi, ini udah masuk ke tahap pecundang, sob.
"Ah, gue tidur dulu, ya, Wid. Daaaaah!"
"Mau gue siram teh panas lo? Tadi aja lo maksa gue nyuruh bikinin punya lo. Untung aja gue baik. Gimanaa? bisa jadi istri yang baik kan, gueee? hahahahahha. Abisin dulu!"
Gue nyeruput dari bibir gelas gue. Ugh, panas. Panas banget nih sindiran Widya.
"Lo bayar pemasok lo sekalian lewat disitu? BOOOONG! Lo pengen nyamperin gue, kaan? Ya, kaaan?"
"Iya, Wid
hehe. Napa emang, heh? Kenapa, emang?""Yee, kok lo nyolot, Har?"
Gue pegang dua pipinya, posisi cubit sudah siap. Laksanakan, kapten!
"Gue maluuu Widya sayaaaang"
"Adudududuuuuuh. Sakiiiiiiiiiiiiit!!"
gue lepasin cubitan. dia meringis megangin dua pipinya.

"Duuh, kenapa ngga dicium aja sih"
"Yee, cubit kan tanda cinta juga, Wid"
"Puh, sini lo gue cubit, mau ngga?"
"Mau, pake bibir tapi"
Gue digebuk pake benda terdeket. Bantal, tas, guling, sweater gue, semua melayang.
"Ampun, aduh, ampuuuun, Wiiiid"
"Gue, nih gue lempar bantal, Cinta, nih gue lempar odol, Lo, nih gue lempar selimut, Harsya, nih gue lempar sepatu, Sayangkuuu, nih gue lempar anduk"
Gue terkubur diantara barang bawaan. Gue terkapar. Widya di depan gue sambil berlutut. Dia terengah-engah. Dan kita pun ketawa-ketawa.
Jalanin, aja, yak, stalker?

Diubah oleh kabelrol 28-01-2015 18:09
jentojento memberi reputasi
1
