Kaskus

Story

kabelrolAvatar border
TS
kabelrol
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
Selamat datang di trit gue yang super sederhana ini emoticon-EmbarrassmentDi trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue emoticon-Big Grin

Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan emoticon-Hammer (S) ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat emoticon-Smilie emoticon-Malu (S) emoticon-Embarrassment

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.

Spoiler for sampul:


Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.

Masa remaja.

Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.

Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.

pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah emoticon-Big Grin
Selamat membaca emoticon-Smilie
Spoiler for indeks:
Diubah oleh kabelrol 01-07-2015 15:17
maresadAvatar border
guruhsatriadi19Avatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 24 lainnya memberi reputasi
25
188.2K
701
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
kabelrolAvatar border
TS
kabelrol
#243
pembalasan dendam
"Cerita dong, gimana lo bisa ketemu dia"

"Lo dulu, ah"

"Lo kan kalah suit"

"Ah, ngga mau, ah. Lo aja, dulu"

"balik aja, yuk, yuk"

"Eeeh, tunggu Haar. Tungggguu. Iya, gue cerita. Duduk lo disini. Katanya kangen gue, fuh"

"Hehehe. Kena lo. Nah, buruan. sekarang cerita!"

Sebenernya gue kurang paham sama penjelasannya. Gue ngga terlalu paham gimana mekanisme sebenernya. Widya kenalin, namanya Ari. Dia dikenalin sama bapaknya. Katanya, Ari itu pilot percobaan yang baru lulus dan dibimbing sama bapaknya.

Gue : "Jadi, putri dari pilot dan calon istri dari pilot, eh?"

Gue ngomong itu dengan dada super sesek sob emoticon-Berduka (S) Gue utarain itu dengan sok-sok antusias. Dia senyum tipis. Lesung pipit yang kebentuk ngga securam biasanya. Ih, pengen gue cubit rasanya itu pipi.

Widya : "Nah, sekarang lo yang cerita dong, Har"

Gue : "Panjang loh. Lo ngga cape apa habis pulang gawe?"

Widya : "Ah, elah, Har. Buru, ah, udah tanggung"

***


Gue ketemu dengan dia ketika semester 3. Dia begitu beda. Pada suatu presentasi praktikum mata kuliah itu, dia nunduk sambil nyibak rambutnya yang panjang ke bahu sebelah kanan. Dia yang pake baju biru benhur berasa luar biasa dengan paduan kulitnya yang kuning merona. Bentuk alis yang tegas, nampak seksi ketika poninya iseng menjawil matanya yang lentik di balik kacamata dengan frame ungu.

Gue yang duduk dibelakang, dalam hati bilang "ini dia!"

Perlu waktu yang lama untuk deketin dia, karena satu dan lain hal. Akhirnya, masa penelitian untuk skripsi dimulai. Disana kita deket banget, Wid. Gue temenin dia ke narasumbernya, dia pun temenin gue juga. Dia adalah editor karya ilmiah yang baik. Dia sampe ngeja titik koma skripsi gue. Dia bela-belain bolos kerja untuk dateng wisuda gue yang lebih telat daripada dia. Dan, yah begitulah.

Dia yang nemenin gue bangun usaha yang gue jalanin sekarang Wid. Kalo merk gue ada enam huruf, kalo ngga ada dia, barangkali baru 1 huruf yang selesai.

***


Widya : "Lo sayang banget sama cewek lo, ya, Har?"

Gue ngangguk. Ada yang lebih ngubek perasaan gue untuk jawab lewat kata, bukan sekadar pake bahasa tubuh.

Gue : "Lo juga pasti sayang banget sama Ari, Wid?"

Widya : "Gue jarang ketemu dia, Har. Dia sibuk. Gue. Dijodohin"

Gue yang lagi semi nunduk, langsung angkat kepala gue. Gue liatin dia. Mata sayunya jatuh. Gue ngga mau mikir macem-macem.

Gue : "Tapi, itu lo pake kalung sama cincin dari dia"

Widya ngangkat bahunya.

Ya, kan, seandainya Widya masih setengah hati, dia pasti copot kalung dan cincinnya pas kerja. Kalo dia kepaksa, harusnya kalung dan cincin cuma dia pake di depan cowok sama orang yang ngejodohin Widya; ortunya.

Suasana kaku mulai nyergap kita berdua. Jam setengah 9 malam. Gue udek minuman gue yang mulai dingin. Gue ingin mengatakan tapi ngga sanggup melepaskan dari mulut gue. Sayup-sayup alunan rekaman saxofon, gue kenal siapa yang niup, Kenny G, kedenger lembut dari speaker yang sengaja dipasang di sudut kafe ini.

Widya : "Har"

Gue : "Apa?"

Widya : "Gue boleh egois ngga?"

Gue : "Untuk?"

Widya : "Boleh atau ngga dulu,"

Gue : "Iya, untuk apa dulu,"

Widya : "Ah, yaudah, deh. Ngga jadi"

Gue : "Yeh, ngambek. Iya, iya. Boleh, Wid. Jadi egois untuk apa?"

Widya : "Emoh. Ngga jadi. Ngga jadi pokoknya"

Gue terdiam. Gue ngga ngerti anak ini maunya apa. Gue hirup minuman gue. Gue bermaksud cabut aja. Semuanya udah begitu jelas dimana harus diletakkan.

Gue : "Ya udah, terserah lo"

Widya : "Ih, bujuk gue, kek!"

Gue jitak kepalanya dia. "Lo ngga berubah, ya, Wid emoticon-Smilie"

Dia meringis, kali ini dia ngga bales. Dia cuma manyun.

Gue : "Iya, deh, nona maniiiis. Apa? Apa yang lo mau egoisin? Lo mau minta apa, sih?"

Widya : "Bawa gue, dua malem ke depan"

Gue : "Maksud lo gimana?"

Widya : "Gue mau bareng ama lo. dua malem ke depan aja. Gue. Mau. Bareng. Lo. Harsya"

Gue diem. Melotot. Ngga yakin sama apa yang dia bilang barusan. "Lo pasti bercanda"

Widya : "Ngga! Gue serius"

Gue : "Gue ngga ngerti. Gimana tunangan lo? Gimana bapak lo? gimana emak lo? Gue ngga berani, Wid"

Widya : "Gue bilang gue mau egois kali ini. Gue mau lo berani kali ini. Moga-moga, lo ngerasain apa yang gue rasain 7 tahun yang lalu. Lo bilang lo mau nurutin keegoisan gue. Bokap masih ada di luar sampe selasa, Ari tugas di luar pulau. Nyokap gue... udah cerai sama bokap gue"

Gue : "APA?! SERIUS LO WID?"

Widya : "Lo di rumah gue juga, pasti bakalan aman, kok"

Gue : "Bukan, bukan itu maksud gue. Bokap nyokap cerai? Kapan? Kenapa?"

Widya senyum dikit. Dia nunduk. Nafasnya kedengeran berat.

Gue : "Ah, maaf. Maaf gue ngingetin lo hal yang ngga enak. Apalagi gue minta lo ceritain. Udah, lupain aja"

Widya angkat kepalanya. Gue nangkap ada air mata yang nempel di kelopak matanya yang manis.

Widya : (suaranya bergetar) "Har, mau, ya? Please.. (dengan suara yang amat lemah) Gue perlu lo, Har" (dan Widya pun nangis)

Gue : "Ya, udah, boleh, Wid. Tapi, kita pulang dulu, ya. Gue mau kelarin beberapa berkas"

Widya : "Oke..."

Spoiler for hehe:


9 Januari 2015. Gue anggukan kepala gue. Pukul setengah 9 malam. Gue ngga tahan dibanjiri air mata begitu. Gue di balas dengan senyuman.

***


Segala persiapan beres. Gue jadi ngga enak sendiri. Gue lapor kemana-mana gue bakal ke luar kota ngurus proses produksi barang yang lagi eror. Padahal, gue sedang setuju Widya melarikan diri gue. Ah. Kenapa lagi-lagi jadi rumit gini? Gue cuma berharap, di tengah jalan nanti, gue ngga ketemu sama siapapun yang mengenali kehidupan gue.

10 Januari 00.35. Gue sudah siap dengan barang bawaan dan solar penuh tangki. Gue menuju ke tempat kita janjian. Rumah Widya. Ah, udah lama gue ngga kesini. Sesampainya disini, pintu pager rumah lantai 3 itu kebuka. Sebuah mobil dan seorang gadis cantik dengan cardigan turkis sudah di depan. Gue buka jendela gue. Gue bertanya.

"Har, masukin mobil lo. Kita pake mobil gue aja"

Gue ngga banyak nanya dulu, deh. Setelah pindah bagasi dan masuk pintu mobil. Kita melaju. Gue pasang sabuk pengaman di kursi copilot.

"Kok?"

"Kita lagi nyamar, bego. Lo mau keliling di sini sementara lo di luar kota? Ngga kan, Har?"

Ah, iya, juga. Gue merasa aneh. Si Widya seperti semacam nyiapin semuanya.

Gue : "Lani ngga diajak sekalian, Wid?" (gue ngakak maksa)

Widya : "Ah, elo. Lo mau turun? Aji mumpung. Awas aja lo"

Gue : "Sok aja turunin gue, fuh"

Widya : "Ets, kunci rumah di gue, weeek"

Kampret. Dia bener. Pager di gembok dan kuncinya ada di Widya. Ngga mungkin kan gue turun di toko kimia, beli klorofom sesapu tangan, terus mingsanin dia, terus lari-lari "kebebasan, kebebasan, aku datang!"

Anjir, gue ngehayal apa, sih, nih.

Gue : "Kita mau kemana, Wid?"

Widya : "Pantai (suatu pantai dia sebut)"

Gue : "Anjir! Itu kan jauh banget!"

Widya : "Iya, emang. Jauh banget. Sejauh munculnya sunrise besok pagi. Gue mau ngejar itu, Har. Inget, lo udah keburu bilang iya sama keegoisan gue ini"

Gue : "Asal gue pulang idup, deh, Wid"

Widya ngakak-ngakak. Gue juga. Suasana agak cair lagi setelah kondisi ngga enak soal pertunangan dan perceraian tadi di kafe.

Gue : "Wid, gue nyalain musik, yah?"

Widya : "Eh iya, biar ngga ngantuk juga"

Gue : "Kalo lo ngantuk, gantian, yah. selamat prioritas pertamalah. Matahari pagi mah gampanglah"

Guepun nyalain cd player di mobil itu. Mobil yang sama, cuma beda seri. Masih matik. Masih...

Gue nyalain dan keluar lagu yang udah di tengah-tengah. Widya pasti matiin mobilnya pas lagu ini udah jalan setengah jalan.

Quote:


Gue : "Wah, Wid, sekarang lo demen lagu lama macem ginian?"

Widya : "Lo pikir gara-gara siapa, coba?"

Gue : "Mana gue tau, Wid"

Widya : "gara-gara Harsya, begok!"

Gue nengok ke arah dia. Gue heran.

Gue : "Emang apa yang udah gue lakukan?"

Widya senyum tipis aja. Sok misteri-misteri gimanaa gitu.

Widya : "tapi, gue baru tau, tuh lagu i remember you. Ntar gue cari, ah"

Gue : "Wiiid, jawab gue dulu! Emang gue ngapain, eh?"

Widya : "Eh, biasa dong. Gue lagi nyetir nih"

Gue manyun. Diem. "Ah, njirlah"

Widya : "love of my life... Lo inget, Har?"

Gue berusaha mencerna. "Yang sama Lani, itu, ya?" Gue ngga dapet jawaban. Lagu keburu ganti.

Quote:


Gue : "Ih, lo suka white shoes juga??"

Widya : "...hasrat merekah berbinar tiada tandingan..."

dan kita nyanyi satu lagu itu. Habis itu lagu yang keputer vakansi, kisah dari selatan jakarta, sama pelan tapi pasti. Kita berdua karoke mendadak. Kita nyanyi-nyanyi. Kita ledek-ledekan dengan suara kita. Lagu white shoes kelar. Lagu random keputer. Gue narik nafas dalem-dalem.

Gue : "Wah, gue ngga nyangka lo suka lagu begini, Wid"

Widya : "ih, apa atuh alasan gue ngga suka. enak tau. Akhir-akhir ini gue dengerin keroncong, juga Har. Gue suka keroncong pasar gambir. Enak, yah. Yang dinyanyiin chrisye juga enak banget. Versi aslinya yang Wadjinah juga nyees gimanaaa gituuu"

Gue : "WIIIUUUHHH!! kayaknya kita bakal nyambung nih! Selera kita sama!"

Nah, nah, lesung pipit itu kurang ajar bogem gue. Pas, pas banget di hati. Ukh. Senyumnya coba, Wid, diperjelek sedikit emoticon-Malu (S)emoticon-Cape d... (S)

Kita ngebahas soal white shoes dulu. Pikiran kita sama walopun beda. Widya ngefans sama gitarisnya, saleh. Apalagi permainannya di kisah dari selatan jakarta. "Itu keren banget, Har" terus gue jawab, "Iya, kan, Wid. Drumnya, angkel jon, juga ngisi banget. Jarang banget rasanya gue ketemu band yang drumnya ngisi banget"

"Wuu, bilang aja nona Sari cantik"

"Emang cantik kok, Wid. Apalagi pas dia dengan rambut panjang. Lo tengok deh pas mereka cover lagu Sabda Alam. Juara banget, Wid"

Widya : "Ih genit. Ngga usah itu, suara nona Sari bangus banget. Nyes gimana gitu, kan, Har?"

Gue : "Cemburu aja lo, hahahaha"

Widya : "Emang!"

Ketawa gue berhenti. Jalan mobil J*azz abu-abu metalik kencang menembus jalan tol. Jarang-jarang ada mobil yang lewat selain kita, paling mobil-mobil gede pengangkut bareng.

Widya pake tshirt biru langit dibalik cardigan turkisnya. Dia pake jins sebetis. Rambutnya dicepol dengan rambut poni yang beda. Dengan poni seperti nona sari di lagu Sabda Alam. seperti sophia latjuba di drama tv tetangga masa gitu. eh, gue ngga ngefans SL, deng. Gue ngefansnya sama chealsea islan. Anjir, ini kok kemana-mana yak emoticon-Hammer (S)

Gue : "kok lo ngga tambah gemuk, sih, Wid? Lo segitu-gitu, aja?"

Widya : (nyubit paha gue) "Yee, merhatiin gue banget, sih, Har?"

Gue : "Ngga boleh? ya, udah. Gue turun!"

Widya : "Haaar, jangan haaar. Aku ngga siap kehilanganmuuu. Aku masih perlu kamuuuuu..."

Gue : "Eh?"

Widya : "....untuk gantiin gue nyetir. Gue mulai pegel, nih, Har"

Gue : "Yeeeeeee..."

Widya : "Ke-GR-an aja, sih, lo. hahahahaha"

Gue : "Kalo pegel gantian boleh, kok, Wid?"

Widya : "kagak, ah"

Gue diem. Lagu random yang ngga gue tau keputer. Gue nyari topik apa biar ngga ngantuk. Topik apa yang pantes, topik apa yang gue penasaran.

Widya : "Eh, Har"

Gue : "Ha?"

Widya : "Jangan tidur, ih. Awas aja lo tidur. Gue gigit!"

Wowowowow. Mau dong digigit emoticon-Malu (S)

Gue : "Wid"

Widya : "Apa?"

Gue : "Gue mau nanya dong"

Widya : "Sok aja"

Gue : "Gue penasaran deh. kok lo selalu terburu-buru gini sih kalo ketemu gue? Selalu aja kita jalan jauh abisan ketemu"

Widya : "Yaa, elo sih susah banget ditemuinnya. Sombong"

Gue : "Apaan. kagak. Lha, kota mah segitu-gitu aja sempitnya. Lo kali yang sombong"

Widya : (diem agak lama) "gue udah nunggu lo sejak lama, Har"

Gue : "Heh? Maksud lo?"

Widya : "Eh, ngga lama juga deng. Baru-baru ini juga kok"

Gue : "emoticon-Bingung (S) emoticon-Bingung (S) emoticon-Bingung (S)"

Widya : "Gue tau lo diem di depan rumah gue lama. Gue tau lo diem di depan kantor gue pagi sama sore. Gue tau, Har"

Matik gue! Anjir kegiatan mata-mata gue dimata-matai. Anjir, ribet.

Gue : "Tau darimana? Ah, jadi malu gue"

Widya : "Insting, dong"

Widya kedipin sebelah matanya. Bikin gue penasaran...
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.