- Beranda
- Sejarah & Xenology
Mengenal Berbagai Macam Suku Di Indonesia
...
TS
Deka04
Mengenal Berbagai Macam Suku Di Indonesia
Selamat Datang agan semua di thread ane
Salam Sejahtera untuk semuanya 
Sebelumnya ane minta maaf kepada agan'' semua jikalau ada kesalahan dalam menulis thread ini khususnya
mohon di koreksi apabila ada kesalahan
Terimakasih untuk para pembaca
Sebelumnya ane sudah pernah membahas tentang "Bercerita Tentang Suku Dayak"
Berhubung ane sukanya baca'' tentang sejarah dan termotivasi dengan agan jgx. jadi ane putuskan untuk membahas tentang semua suku-suku yang ada di indonesia
maaf juga kepada momod di sini karna ane gak ijin dulu dan kemungkinan thread ini panjang isinya

monggo gan di simak baik-baik

Quote:
Quote:

Republik Indonesia, disingkat RI atau Indonesia, adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 207 juta jiwa
INDEX
Suku Aceh (Aceh)#1#2
Suku Alas (Aceh Tenggara)#1 #2
Suku Kubu (Jambi)#1 #2
Suku Aneuk Jamee (kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya)
Suku Arab-Indonesia
Suku Asmat (Papua)#1 #2
Suku Bali (Bali)
Suku Baduy/Badui (Banten)
Suku Bajau (Kalimantan Timur)
Proses Pembuatan
Sumber Utama Thread ini :

dan masih banyak web dan blog lainnya, gak mungkin ane masukin satu'' ntr penuh sumber doang

dan masih banyak web dan blog lainnya, gak mungkin ane masukin satu'' ntr penuh sumber doang

ane terima ijonya gan
, jangan merahnya 
, jangan merahnya 
Quote:
Diubah oleh Deka04 25-01-2015 14:05
0
17.3K
Kutip
28
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
6.5KThread•11.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Deka04
#6
Quote:
Kehamilan dan Kelahiran
Bagi istri yang hamil dibawah 3 (tiga) bulan, dipantangkan bagi suami untuk tidur bersama, kalau hal ini dilanggar kemudian diketahui oleh mertuanya, maka sang suami mendapat denda diantaranya berupa barang atau bahkan disingkirkan dari kehidupan pergaulan di masyarakat.
Kemudian dipihak istri juga banyak pantang. Pantangan-pantangan tersebut adalah :
· Makan-makanan tidak dibenarkan yang panas, mentah atau pedas.
· Tidak boleh jalan di dalam hujan dan berjemur pada waktu panas terik.
· Tidak boleh mandi di waktu senja (atau waktu subuh dan termenung di depan pintu).
Bagi suami juga dikenakan pantangan lain diantaranya adalah :
· Tidak boleh membunuh atau menganiaya binatang atau menyembelih.
· Tidak boleh melangkah tulang gajah dan menggali lubang untuk cangak atau memukul tanah dengan batu atau benda tumpul untuk membuat lubang.
· Menghindari permusuhan apalagi berkelahi.
Pada usia kehamilan sudah 6 (enam) bulan, maka diadakan upacara sirih badu yaitu dengan cara menginap dirumah dukun melahirkan, yang dimaksudkan bahwa dukun inilah yang nantinya akan membantu proses melahirkan. Terkadang memakai bantuan kayu selusuh. Guna memperlancar proses melahirkan tersebut yang berguna untuk bayi melintang atau bayi yang sudah mati dalam perut.
Selusuh dibagi 3 :
· Selusuh batang, untuk melahirkan biasa
· Selusuh akar, untuk bayi melintang
· Selusuh bangkai, untuk bayi yang sudah mati didalam perut.
Peralatan yang digunakan untuk proses melahirkan atau untuk memotong pusar adalah :
· Kulit tebu kapus
· Sembilu bambu (kulit buluh yang tipis)
· Kayu entebung
· Serkit
· Latar meranti
· Rotan Keranting
Untuk mengikat usus bayi (pusar bayi) menggunakan batang yang dibuat dari serat kayu, kemudian ari-ari atau U ban atau bali ditanamkan. Upacara turun mandi pun dilaksanakan 1 (satu) bulan kemudian, termasuk ibu bayi untuk sungai yang terlebih dahulu dibacakan jampi-jampi (mantera) atau memberikan sesuatu untuk menjaga kesehatannya.
Pada usia 3 (tiga) tahun barulah diadakan upacara pemberian nama dan cukur rambut, yang dimulai dari kakek atau neneknya dan langsung diberi nama. Anak dalam 1 (satu) keluarga biasanya dibatasi hanya 3-4 orang. Cara untuk membatasi menjarangkan kelahiran juga digunakan ramu-ramuan hutan yang ada disekitarnya.
Adat Kehidupan
a. Cara mendirikan Barak (Rumah) untuk tempat tinggal
Ada dua bentuk rumah yang digunakan oleh suku tersebut :
1. Rumah untuk menetap
2. Rumah dalam perjalanan (berburu)
Rumah untuk menetap (berladang) biasanya berukuran 7x7 depa yang dibangun oleh suami. Sementara rumah yang dibangun dalam perjalanan (berburu) dibangun oleh istri, yang berukuran kecil atau hanya cukup untuk anak dan istri saja dan terbuat dari daun-daun atau kayu-kayuan, ranting-ranting, dan tidak terlalu besar yang dibelah-belah.
b. Tanaman (Pohon) yang bermanfaat
Untuk pohon yang ditanam sendiri atau tumbuh sendiri dilarang untuk ditebang, hal ini melanggar adat. Barang siapa melakukan akan dikenakan hukumannya berupa denda, berat ringannya tergantung dari pengalaman anak tersebut. Kalau baru pertama kali melakukannya maka cukup kain 2 lembar, akan tetapi bagi yang telah mengetahuinya atau berulang kali maka akan dikenakan beberapa kali lipat.
Pengobatan
Masyarakat Kubu ysng tinggal dipedalaman hutan, juga mempunyai cara untuk mengobati orang sakit (khusus untuk sesama mereka). Pengobatan (penyembuhan) oleh mereka disebut “Bersale”. Cara ini dimaksudkan adalah memanggil “Hantu Salih” sebagai tempat mamanjatkan do’a mereka. Kegiatan bersale adalah dengan terlebih dahulu membakar kemenyan, dan diiringi nyanyi-nyanyian oleh seorang dukun. Tidak semua orang dapat menjadi dukun, dan dukun ini ada perempuan ada pula laki-laki, biasanya dukun perempuan tidak dibenarkan kimpoi, katanya agar salih dapat didekati dan do’a-do’anya dapat terkabul. Kegiatan nyanyian dalam bersale juga menggunakan gendang atau rebana.
Do’a yang diminta diantaranya adalah :
· Do’a untuk penyembuh penyakit, yang kemasukan roh halus, jin, hantu dan membang
· Do’a untuk penyembuhan penyakit luar atau untuk mempengaruhi orang lain. Seperti pelampiasan dendam, marah (luka-luka, gatal, kudis, dan balu lebam).
· Do’a untuk mengutuk seseorang yang disakiti atau yang menyakiti mereka, ini digunakan jampi-jampi agar orang tersebut terkena kutukan. Diantaranya adalah memanggil mereka kubu, maka mereka mengadakan salih tersebut misalnya perut kambing, bengkak-bengkak, gila, dan lain-lain.
· Do’a jampi-jampi, dilakukan pula untuk orang yang menyakiti mereka dengan meludah atau memperlihatkan kejijikan daj menutup hidung (merasa bau didepannya) maka mereka mengadakan jampi-jampi berbentu mulut gatal-gatal atau mengikuti mereka kedalam hutan.
Kegiatan bersale biasanya diadakan semalam suntuk, untuk pengobatan biasanya si sakit dibaringkan ditengah-tengah tempat upacara, kemudian dukun mulai melakukan “Berkasai" yaitu meremas-remas ramuan yang telah disediakan, kemudian diusapkan kepada yang hadir, dilanjutkan dengan membaca do'a (mantera) dan berpantun. Dukun menari-nari yang diiringi gendang sampai dukun mabuk seperti orang tak sadar, setelah dukun sadar kemudian si sakit di beri minum yang diramu dedaunan dan akar-akar. Begitu seterusnya hingga pagi.
Perceraian
Perceraian bagi suku anak dalam (Kubu) merupakan hal yang sangat dilarang, karena hal ini pantangan, namun kalau pun hal ini tidak dapat dihindari, maka perceraian ini dapat dilakukan oleh ketua adat atau dukun. Syarat untuk kedua yang bercerai tersebut adalah dengan dihadapkan kepada kepala suku beserta keluarganya. Kegiatan ini disaksikan oleh masyarakat.
Untuk perceraian biasanya pihak yang akan mengajukan perceraian membawa rotan yang tua, yang ukurannya tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar (sedang), hal ini maksudnya posisi yang adil. Namun bila terlalu kecil artinya berpihak pada orang yang meminta cerai, karena ukurannya kecil mudah sekali pacung (pepas) oleh benda tajam. Sedangkan yang terlalu besar akan susah juga untuk putusnya (berpihak pada yang tidak mau bercerai).
Rotan yang dijadikan simbol sah tidaknya perceraian. Selanjutnya cara pelaksanaannya, masing-masing pihak laki-laki dan perempuan calon yang akan bercerai memegang ujung masing-masing rotan tersebut. Bagian pangkal dipegang oleh laki-laki dan bagian pucuk dipegang oleh perempuan. Setelah itu mereka dibawa ke tengah orang-orang yang menyaksikannya dilanjutkan ke pemancungan (pepas) rotan tersebut bagian tengahnya oleh kepala suku. Andaikan tidak putus maka perceraian ditunda (tidak sah), kalau ternyata putus maka pada saat itu mereka sah putus hubungan suami istri (bercerai) dan putusnya rotan tidak bisa disambung kembali ( tidak boleh rujuk kembali).
Kematian
Kematian bagi masyarakat suku anak dalam merupakan kutukan yang harus dihindari. Artinya apabila ada keluarga yang skait tidak sembuh-sembuh maka tiada jalan lain bagi mereka adalah meninggalkan si sakit sendirian, apakah diletakkan ditengah hutan atau ditinggalkan dimana ia sakit. Kebiasaan ini adalah supaya yang lain (anggota keluarga yang lain ) tidak kena sakit yang sama. Si sakit yang ditinggalkan biasanya juga diberi perlengkapan seperti : Parang/tombak, pisau, sedikit makanan dan obat-obatan dari dedaunan.
Andaikan terjadi kematian diantaran keluarga mereka, maka mayat ttersebut ditinggalkan ditengah hutan dengan membuat sebuah panggung yang tinggi, maksudnya tidak lagi menghuni daerah tersebut beberapa tahun lamanya. Dahulu kala kebiasaan mereka meninggalkan mayat di pondok dan mereka melakukan melangun (perjalanan). Mayat yang ditinggalkan hanya ditutupi sedikit dengan daun-daunan, dan didekat mayat ditanam sebatang pohon kayu yang bertunas. Kebiasaan melangun ini dahulunya adalah sebagai wujud kesedihan yang dalam. Perpindahan ini dengan membawa peralatan mereka. Beberapa tahun kemudian barulah mereka kembali ketempat semula dengan tanda-tanda pohon yang ditanam tersebut.
Catatan Penting :
1. Ciri-ciri suku anak dalam perempuan
· Dada tertutup mencirikan masih gadis/perawan
· Dada terbuka berarti sudah kimpoi/bersuami
2. Ciri-ciri Jalan
Cara berjalan suku anak dalam baik laki-laki maupun perempuan, sekalipun sudah memakai pakaian akan terlihat dari cara berjalan yaitu pada posisi kaki didepan segitiga (tapak bagian depan bertemu, dan lutut atas merapat) artinya kebiasaan menguak semak (merebahkan batang pohon kecil untuk berjalan).
3. Ciri Bentuk Dada (Umum)
Dada membusung kedepan dan lengan tangan agak kebelakang.
4. Ciri berpakaian
Walaupun dahulunya mencirikan tidak memakai baju yang kita kenal hanya memakai cawat. Kini sulit ditemui ditengah kota yang demikian. tetapi ditengah hutan (rimba) hal yang demikian masih bisa kita temui.
Kemudian dipihak istri juga banyak pantang. Pantangan-pantangan tersebut adalah :
· Makan-makanan tidak dibenarkan yang panas, mentah atau pedas.
· Tidak boleh jalan di dalam hujan dan berjemur pada waktu panas terik.
· Tidak boleh mandi di waktu senja (atau waktu subuh dan termenung di depan pintu).
Bagi suami juga dikenakan pantangan lain diantaranya adalah :
· Tidak boleh membunuh atau menganiaya binatang atau menyembelih.
· Tidak boleh melangkah tulang gajah dan menggali lubang untuk cangak atau memukul tanah dengan batu atau benda tumpul untuk membuat lubang.
· Menghindari permusuhan apalagi berkelahi.
Pada usia kehamilan sudah 6 (enam) bulan, maka diadakan upacara sirih badu yaitu dengan cara menginap dirumah dukun melahirkan, yang dimaksudkan bahwa dukun inilah yang nantinya akan membantu proses melahirkan. Terkadang memakai bantuan kayu selusuh. Guna memperlancar proses melahirkan tersebut yang berguna untuk bayi melintang atau bayi yang sudah mati dalam perut.
Selusuh dibagi 3 :
· Selusuh batang, untuk melahirkan biasa
· Selusuh akar, untuk bayi melintang
· Selusuh bangkai, untuk bayi yang sudah mati didalam perut.
Peralatan yang digunakan untuk proses melahirkan atau untuk memotong pusar adalah :
· Kulit tebu kapus
· Sembilu bambu (kulit buluh yang tipis)
· Kayu entebung
· Serkit
· Latar meranti
· Rotan Keranting
Untuk mengikat usus bayi (pusar bayi) menggunakan batang yang dibuat dari serat kayu, kemudian ari-ari atau U ban atau bali ditanamkan. Upacara turun mandi pun dilaksanakan 1 (satu) bulan kemudian, termasuk ibu bayi untuk sungai yang terlebih dahulu dibacakan jampi-jampi (mantera) atau memberikan sesuatu untuk menjaga kesehatannya.
Pada usia 3 (tiga) tahun barulah diadakan upacara pemberian nama dan cukur rambut, yang dimulai dari kakek atau neneknya dan langsung diberi nama. Anak dalam 1 (satu) keluarga biasanya dibatasi hanya 3-4 orang. Cara untuk membatasi menjarangkan kelahiran juga digunakan ramu-ramuan hutan yang ada disekitarnya.
Adat Kehidupan
a. Cara mendirikan Barak (Rumah) untuk tempat tinggal
Ada dua bentuk rumah yang digunakan oleh suku tersebut :
1. Rumah untuk menetap
2. Rumah dalam perjalanan (berburu)
Rumah untuk menetap (berladang) biasanya berukuran 7x7 depa yang dibangun oleh suami. Sementara rumah yang dibangun dalam perjalanan (berburu) dibangun oleh istri, yang berukuran kecil atau hanya cukup untuk anak dan istri saja dan terbuat dari daun-daun atau kayu-kayuan, ranting-ranting, dan tidak terlalu besar yang dibelah-belah.
b. Tanaman (Pohon) yang bermanfaat
Untuk pohon yang ditanam sendiri atau tumbuh sendiri dilarang untuk ditebang, hal ini melanggar adat. Barang siapa melakukan akan dikenakan hukumannya berupa denda, berat ringannya tergantung dari pengalaman anak tersebut. Kalau baru pertama kali melakukannya maka cukup kain 2 lembar, akan tetapi bagi yang telah mengetahuinya atau berulang kali maka akan dikenakan beberapa kali lipat.
Pengobatan
Masyarakat Kubu ysng tinggal dipedalaman hutan, juga mempunyai cara untuk mengobati orang sakit (khusus untuk sesama mereka). Pengobatan (penyembuhan) oleh mereka disebut “Bersale”. Cara ini dimaksudkan adalah memanggil “Hantu Salih” sebagai tempat mamanjatkan do’a mereka. Kegiatan bersale adalah dengan terlebih dahulu membakar kemenyan, dan diiringi nyanyi-nyanyian oleh seorang dukun. Tidak semua orang dapat menjadi dukun, dan dukun ini ada perempuan ada pula laki-laki, biasanya dukun perempuan tidak dibenarkan kimpoi, katanya agar salih dapat didekati dan do’a-do’anya dapat terkabul. Kegiatan nyanyian dalam bersale juga menggunakan gendang atau rebana.
Do’a yang diminta diantaranya adalah :
· Do’a untuk penyembuh penyakit, yang kemasukan roh halus, jin, hantu dan membang
· Do’a untuk penyembuhan penyakit luar atau untuk mempengaruhi orang lain. Seperti pelampiasan dendam, marah (luka-luka, gatal, kudis, dan balu lebam).
· Do’a untuk mengutuk seseorang yang disakiti atau yang menyakiti mereka, ini digunakan jampi-jampi agar orang tersebut terkena kutukan. Diantaranya adalah memanggil mereka kubu, maka mereka mengadakan salih tersebut misalnya perut kambing, bengkak-bengkak, gila, dan lain-lain.
· Do’a jampi-jampi, dilakukan pula untuk orang yang menyakiti mereka dengan meludah atau memperlihatkan kejijikan daj menutup hidung (merasa bau didepannya) maka mereka mengadakan jampi-jampi berbentu mulut gatal-gatal atau mengikuti mereka kedalam hutan.
Kegiatan bersale biasanya diadakan semalam suntuk, untuk pengobatan biasanya si sakit dibaringkan ditengah-tengah tempat upacara, kemudian dukun mulai melakukan “Berkasai" yaitu meremas-remas ramuan yang telah disediakan, kemudian diusapkan kepada yang hadir, dilanjutkan dengan membaca do'a (mantera) dan berpantun. Dukun menari-nari yang diiringi gendang sampai dukun mabuk seperti orang tak sadar, setelah dukun sadar kemudian si sakit di beri minum yang diramu dedaunan dan akar-akar. Begitu seterusnya hingga pagi.
Perceraian
Perceraian bagi suku anak dalam (Kubu) merupakan hal yang sangat dilarang, karena hal ini pantangan, namun kalau pun hal ini tidak dapat dihindari, maka perceraian ini dapat dilakukan oleh ketua adat atau dukun. Syarat untuk kedua yang bercerai tersebut adalah dengan dihadapkan kepada kepala suku beserta keluarganya. Kegiatan ini disaksikan oleh masyarakat.
Untuk perceraian biasanya pihak yang akan mengajukan perceraian membawa rotan yang tua, yang ukurannya tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar (sedang), hal ini maksudnya posisi yang adil. Namun bila terlalu kecil artinya berpihak pada orang yang meminta cerai, karena ukurannya kecil mudah sekali pacung (pepas) oleh benda tajam. Sedangkan yang terlalu besar akan susah juga untuk putusnya (berpihak pada yang tidak mau bercerai).
Rotan yang dijadikan simbol sah tidaknya perceraian. Selanjutnya cara pelaksanaannya, masing-masing pihak laki-laki dan perempuan calon yang akan bercerai memegang ujung masing-masing rotan tersebut. Bagian pangkal dipegang oleh laki-laki dan bagian pucuk dipegang oleh perempuan. Setelah itu mereka dibawa ke tengah orang-orang yang menyaksikannya dilanjutkan ke pemancungan (pepas) rotan tersebut bagian tengahnya oleh kepala suku. Andaikan tidak putus maka perceraian ditunda (tidak sah), kalau ternyata putus maka pada saat itu mereka sah putus hubungan suami istri (bercerai) dan putusnya rotan tidak bisa disambung kembali ( tidak boleh rujuk kembali).
Kematian
Kematian bagi masyarakat suku anak dalam merupakan kutukan yang harus dihindari. Artinya apabila ada keluarga yang skait tidak sembuh-sembuh maka tiada jalan lain bagi mereka adalah meninggalkan si sakit sendirian, apakah diletakkan ditengah hutan atau ditinggalkan dimana ia sakit. Kebiasaan ini adalah supaya yang lain (anggota keluarga yang lain ) tidak kena sakit yang sama. Si sakit yang ditinggalkan biasanya juga diberi perlengkapan seperti : Parang/tombak, pisau, sedikit makanan dan obat-obatan dari dedaunan.
Andaikan terjadi kematian diantaran keluarga mereka, maka mayat ttersebut ditinggalkan ditengah hutan dengan membuat sebuah panggung yang tinggi, maksudnya tidak lagi menghuni daerah tersebut beberapa tahun lamanya. Dahulu kala kebiasaan mereka meninggalkan mayat di pondok dan mereka melakukan melangun (perjalanan). Mayat yang ditinggalkan hanya ditutupi sedikit dengan daun-daunan, dan didekat mayat ditanam sebatang pohon kayu yang bertunas. Kebiasaan melangun ini dahulunya adalah sebagai wujud kesedihan yang dalam. Perpindahan ini dengan membawa peralatan mereka. Beberapa tahun kemudian barulah mereka kembali ketempat semula dengan tanda-tanda pohon yang ditanam tersebut.
Catatan Penting :
1. Ciri-ciri suku anak dalam perempuan
· Dada tertutup mencirikan masih gadis/perawan
· Dada terbuka berarti sudah kimpoi/bersuami
2. Ciri-ciri Jalan
Cara berjalan suku anak dalam baik laki-laki maupun perempuan, sekalipun sudah memakai pakaian akan terlihat dari cara berjalan yaitu pada posisi kaki didepan segitiga (tapak bagian depan bertemu, dan lutut atas merapat) artinya kebiasaan menguak semak (merebahkan batang pohon kecil untuk berjalan).
3. Ciri Bentuk Dada (Umum)
Dada membusung kedepan dan lengan tangan agak kebelakang.
4. Ciri berpakaian
Walaupun dahulunya mencirikan tidak memakai baju yang kita kenal hanya memakai cawat. Kini sulit ditemui ditengah kota yang demikian. tetapi ditengah hutan (rimba) hal yang demikian masih bisa kita temui.
Diubah oleh Deka04 25-01-2015 05:24
0
Kutip
Balas
