- Beranda
- Stories from the Heart
Kelakuan Anak Kuliah
...
TS
pujangga1000
Kelakuan Anak Kuliah
Quote:
Quote:
Quote:
----------------------------------------------------------------------------------
========================================
pujangga1000
Diubah oleh pujangga1000 19-09-2016 03:37
yusrillllll dan 23 lainnya memberi reputasi
22
3.9M
7.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
pujangga1000
#590
Orang tua Icung
Gue terhuyung-huyung oleh hantaman helm barusan. Butuh seper sekian detik hingga gue sadar kalau orang didepan gue ini mau menghantam gue lagi dengan helm. Kali ini reflek gue lebih cepat. Gue langsung mendorong dia jatuh lalu memukuli kepalanya bertubi-tubi.
Posisinya saat itu gue menduduki orang ini dan dia terkapar di jalan. Gue gak ngerasa apapun. Entah itu luka dikepalan tangan gue yang baru mengering ataupun bekas pukulan helm dia barusan. Yang gue tau saat ini adalah gue larut dalam emosi gue sendiri
Dia lalu memukul perut gue bagian samping. Gue sempat hilang keseimbangan dan sekarang giliran dia yang menduduki gue. Satu pukulan tepat di daerah mata gue dapatkan. Setelah itu pukulan demi pukulan gue dapati. Darah uda pasti keluar, entah dari hidung gue, mulut gue, ataupun bekas jahitan gue.
Gue gak tau berapa lama gue dipukuli. Gue sendiri uda gak sanggup melawan. Tapi gue masih berusaha menjaga kesadaran. Sialnya buat gue, gak ada yang lewat jalan itu. Entah karena kejadian itu cepat atau emang gue yang lagi sial.
Mungkin dia uda ngeliat gue gak berdaya. Akhirnya dia berhenti. Berdiri. Lalu memberi tendangan telak kearah perut gue. Ludahan dia pun gue dapati. Gue emosi. Gue pengen membalas. Tapi gue gak bisa. Gue lemes banget. Setelah dia puas, dia pun ninggalin gue terkapar di jalan.
Gue sendiri gak tau gimana caranya. Yang pasti setelah gue merasa sedikit lebih baik. Gue berusaha berdiri. Memungut tas gue dan berusaha untuk berjalan. Setelah sampai ke jalan yang agak ramai. Gue liat banyak orang yang lewat dan memandang gue. Gue gak tau bagaimana bentukan gue saat itu. Yang gue pikirkan adalah gue harus kuat buat jalan ke kostan.
Ketika melewati pintu kostan, tiba-tiba bang Ija yang lagi nonton diruang tengah mendapati gue sedikit aneh
“Kenapa kau, lek?” Kata Ija
“Gpp bang” jawab gue
“Apanya yang gpp, berdarah gini kau, habis berantam kau?” Tanya dia
“Iya bang dipukulin orang” Jawab gue
“Dimana dia? Biar ku pukuli
” Kata dia
Setelah itu bang Ija memanggil bang Dino karena kamarnya ada dibawah. Mereka berdua membersihkan darah gue lalu mengantar gue kembali ke rumah sakit Dr. Sardjito buat dijahit lukanya yang kebuka.
"Jek, lu ngapain berantem sama orang tadi?" Tanya bang Dino.
"Dia cari masalah duluan bang" Kata gue
Gue jelasin semuanya dari awal kejadian pas main futsal sampai gue dipukulin lagi tadi siang. Bang Dino cuman mangut-mangut ketika gue jelasin.
"Lu cari tu orang berempat tinggalnya dimana, nanti abang patahin kaki mereka" Kata bang Dino
"Satu uda patah kok tangannya bang
" jawab gue nyengir
"Jago juga lu berantem haha, yauda sisanya biar abang urus"
Gue diantar balik ke kostan. Saat itu gue melihat Ibu kost dengan dua orang (bapak-bapak dan ibu-ibu) berdiri didepan kamar gue.
“Jeki kenapa?” Tanya Ibu kost
“Barusan dari rumah sakit Bu, jahit luka” Jawab gue
“Dasar anak muda. Kamu dikirim kemari buat sekolah, malah gak bener. Berantem.
Ini orang tua Icung mencari kamu.” Kata Ibu kost
“
”
“Kamu kenapa berantem sama anak saya? Sekarang tangannya patah, kamu bisa tanggung jawab?” Kata Ibu-ibu yang disebelah ibu kost.
Disitu pun gue sadar. Ternyata si kurus yang kemarin berantem dengan gue itu namanya Icung. Dan sekarang orang tuanya datang meminta gue tanggung jawab.
Disitu Ibu kost gue menjelaskan kalo gue itu perantauan. Setelah ngomong panjang lebar, ternyata mereka datang meminta ganti rugi ke gue karena anaknya sekarang patah tangan kanan dan biaya pengobatannya itu lumayan. Terlihat banget Ibu kost gue membela mereka. Gue cuman bisa dicerca bertubi-tubi. Gue yang uda emosi mendengarnya lalu mengatakan kepada orang tuanya Icung.
“Bapak sama Ibu punya mata kah? Tidak buta toh? Bisa lihat ini jahitan dikepala saya? Tadi siang, saya dipukulin lagi sama teman anak Ibu. Seharusnya Ibu dan Bapak bertanya kepada anaknya sendiri, kenapa saya dipukulin duluan. Toh saya hanya membela diri”
“Ehh kamu kurang ajar! Dia mukulin kamu karena kamu kasarin dia waktu main bola” Kata si Ibu
“Bu, kalau main bola kasar itu wajar Bu. Kalau halus itu main catur. Lagipula anak Ibu yang kasar duluan. Jadi saya harus gimana? Diam aja dikasarin? Wajarlah kalau saya melawan” Jawab gue lagi
Setelah gue adu mulut sama si Ibu. Akhirnya si Bapak ikutan ngomong.
“Sudah.. sudah.. Sekarang kamu bisa tanggung jawab tidak?” Kata si Bapak
“Loh? Kenapa harus saya?” Jawab gue
“Yasudah kalau begitu”
Setelah mereka sadar bahwa jalan buntu yang dihadapi. Mereka lalu pamit dengan Ibu kost gue, berjalan melewati gue tanpa memberi salam kepada gue. Yang parahnya (dan masih gue inget sampe sekarang) setelah mereka melewati gue, si Ibu ngomong
“Dasar orang miskin! Gak punya uang aja belagu!”
“
“
“Saya emang miskin, setidaknya saya punya otak! Daripada anak Ibu?! Ibu sama anak sama bego nya!”
Kata gue yang sudah tidak bisa menahan emosi.
Tampak si Ibu melihat sinis ke arah gue dan mau berjalan ke arah gue. Tapi dia ditahan suaminya dan mengajak dia beranjak pergi. Ibu kost yang ada disitu juga menatap gue dengan tatapan terkejut. Pikir gue dalam hati. Okelah, kalo gue diusir dari kostan, gue cabut sekarang juga.
Posisinya saat itu gue menduduki orang ini dan dia terkapar di jalan. Gue gak ngerasa apapun. Entah itu luka dikepalan tangan gue yang baru mengering ataupun bekas pukulan helm dia barusan. Yang gue tau saat ini adalah gue larut dalam emosi gue sendiri

Dia lalu memukul perut gue bagian samping. Gue sempat hilang keseimbangan dan sekarang giliran dia yang menduduki gue. Satu pukulan tepat di daerah mata gue dapatkan. Setelah itu pukulan demi pukulan gue dapati. Darah uda pasti keluar, entah dari hidung gue, mulut gue, ataupun bekas jahitan gue.
Gue gak tau berapa lama gue dipukuli. Gue sendiri uda gak sanggup melawan. Tapi gue masih berusaha menjaga kesadaran. Sialnya buat gue, gak ada yang lewat jalan itu. Entah karena kejadian itu cepat atau emang gue yang lagi sial.
Mungkin dia uda ngeliat gue gak berdaya. Akhirnya dia berhenti. Berdiri. Lalu memberi tendangan telak kearah perut gue. Ludahan dia pun gue dapati. Gue emosi. Gue pengen membalas. Tapi gue gak bisa. Gue lemes banget. Setelah dia puas, dia pun ninggalin gue terkapar di jalan.
Gue sendiri gak tau gimana caranya. Yang pasti setelah gue merasa sedikit lebih baik. Gue berusaha berdiri. Memungut tas gue dan berusaha untuk berjalan. Setelah sampai ke jalan yang agak ramai. Gue liat banyak orang yang lewat dan memandang gue. Gue gak tau bagaimana bentukan gue saat itu. Yang gue pikirkan adalah gue harus kuat buat jalan ke kostan.
Ketika melewati pintu kostan, tiba-tiba bang Ija yang lagi nonton diruang tengah mendapati gue sedikit aneh
“Kenapa kau, lek?” Kata Ija
“Gpp bang” jawab gue
“Apanya yang gpp, berdarah gini kau, habis berantam kau?” Tanya dia
“Iya bang dipukulin orang” Jawab gue
“Dimana dia? Biar ku pukuli
” Kata diaSetelah itu bang Ija memanggil bang Dino karena kamarnya ada dibawah. Mereka berdua membersihkan darah gue lalu mengantar gue kembali ke rumah sakit Dr. Sardjito buat dijahit lukanya yang kebuka.
"Jek, lu ngapain berantem sama orang tadi?" Tanya bang Dino.
"Dia cari masalah duluan bang" Kata gue
Gue jelasin semuanya dari awal kejadian pas main futsal sampai gue dipukulin lagi tadi siang. Bang Dino cuman mangut-mangut ketika gue jelasin.
"Lu cari tu orang berempat tinggalnya dimana, nanti abang patahin kaki mereka" Kata bang Dino
"Satu uda patah kok tangannya bang
" jawab gue nyengir"Jago juga lu berantem haha, yauda sisanya biar abang urus"
Gue diantar balik ke kostan. Saat itu gue melihat Ibu kost dengan dua orang (bapak-bapak dan ibu-ibu) berdiri didepan kamar gue.
“Jeki kenapa?” Tanya Ibu kost
“Barusan dari rumah sakit Bu, jahit luka” Jawab gue
“Dasar anak muda. Kamu dikirim kemari buat sekolah, malah gak bener. Berantem.
Ini orang tua Icung mencari kamu.” Kata Ibu kost
“
”“Kamu kenapa berantem sama anak saya? Sekarang tangannya patah, kamu bisa tanggung jawab?” Kata Ibu-ibu yang disebelah ibu kost.
Disitu pun gue sadar. Ternyata si kurus yang kemarin berantem dengan gue itu namanya Icung. Dan sekarang orang tuanya datang meminta gue tanggung jawab.
Disitu Ibu kost gue menjelaskan kalo gue itu perantauan. Setelah ngomong panjang lebar, ternyata mereka datang meminta ganti rugi ke gue karena anaknya sekarang patah tangan kanan dan biaya pengobatannya itu lumayan. Terlihat banget Ibu kost gue membela mereka. Gue cuman bisa dicerca bertubi-tubi. Gue yang uda emosi mendengarnya lalu mengatakan kepada orang tuanya Icung.
“Bapak sama Ibu punya mata kah? Tidak buta toh? Bisa lihat ini jahitan dikepala saya? Tadi siang, saya dipukulin lagi sama teman anak Ibu. Seharusnya Ibu dan Bapak bertanya kepada anaknya sendiri, kenapa saya dipukulin duluan. Toh saya hanya membela diri”
“Ehh kamu kurang ajar! Dia mukulin kamu karena kamu kasarin dia waktu main bola” Kata si Ibu
“Bu, kalau main bola kasar itu wajar Bu. Kalau halus itu main catur. Lagipula anak Ibu yang kasar duluan. Jadi saya harus gimana? Diam aja dikasarin? Wajarlah kalau saya melawan” Jawab gue lagi
Setelah gue adu mulut sama si Ibu. Akhirnya si Bapak ikutan ngomong.
“Sudah.. sudah.. Sekarang kamu bisa tanggung jawab tidak?” Kata si Bapak
“Loh? Kenapa harus saya?” Jawab gue
“Yasudah kalau begitu”
Setelah mereka sadar bahwa jalan buntu yang dihadapi. Mereka lalu pamit dengan Ibu kost gue, berjalan melewati gue tanpa memberi salam kepada gue. Yang parahnya (dan masih gue inget sampe sekarang) setelah mereka melewati gue, si Ibu ngomong
“Dasar orang miskin! Gak punya uang aja belagu!”
“
““Saya emang miskin, setidaknya saya punya otak! Daripada anak Ibu?! Ibu sama anak sama bego nya!”
Kata gue yang sudah tidak bisa menahan emosi.
Tampak si Ibu melihat sinis ke arah gue dan mau berjalan ke arah gue. Tapi dia ditahan suaminya dan mengajak dia beranjak pergi. Ibu kost yang ada disitu juga menatap gue dengan tatapan terkejut. Pikir gue dalam hati. Okelah, kalo gue diusir dari kostan, gue cabut sekarang juga.
Diubah oleh pujangga1000 02-09-2015 04:21
jenggalasunyi dan 9 lainnya memberi reputasi
10
