Aku ingat betul kala itu menteri keuangan alias Mami menawarkan untuk membelikanku motor baru. Alasannya kasihan melihatku menunggangi motor yang berisik setiap kena lubang. Yah lubang mana sih yang gak bikin berisik, aw. Aku bersikeras untuk tetap menjaga si ijo bersamaku meski kutahu asap foggingnya mampu bikin TBC. Sudah kepalang cinta apa mau dikata, motor mogok pun didorong aku rela. Gaji kerjaku kusimpan saja untuk modal menikah saja, pikirku.

Namun, adalah dia yang namanya tak boleh disebut. Seseorang yang bertahun-tahun berpegang janji denganku ternyata memilih jalannya sendiri. Hati kami tak bisa bersatu. Hancur, remuk, sendiri. Semua impian yang kususun seperti hilang. Sama saja dengan sebuah ponsel yang di factory reset. Semuanya hilang tak berbekas.

Melupakan seseorang yang pernah kau cinta adalah sulit. Padahal, diriku ini juga sadar diri waktu cari pasangan. Berusaha tidak muluk dan apa adanya. Yah, mungkin karena aku kelewat ganteng dia jadi minder bersamaku. Terkadang juga sebenarnya aku rada minder kalau jalan sama dia. Ibarat Omas dengan Nicholas Saputra. Btw, aku yang jadi Omasnya.

Kuputuskan untuk mengarsipkan segala hal yang mengingatkanku padanya. Segalanya yang berbentuk hardfile ataupun softfile. Dan si Ijo pun tak luput dari pengarsipan. Kuputuskan untuk menjualnya karena sudah terlalu banyak kenangan dengan si dia. Kukumpulkan hasil penjualan si ijo ditambah uang tabungan yang sedianya kusiapkan untuk menikah. Sore itu kutekadkan untuk meminang dia, yang telah lama kulupakan; Sarah.

Dan kuberharap, setiap kilometer yang kulewati bersamanya akan mengantarkanku pada lembaran hidup yang baru.