- Beranda
- Stories from the Heart
BUNGA "PERTAMA" DAN "TERAKHIR"
...
TS
javiee
BUNGA "PERTAMA" DAN "TERAKHIR"

Spoiler for RULES:
INTRO
Perkenalkan, nama gw Raden Fajar Putro Mangkudiningrat Laksana...Bohong deng, kepanjangan...sebut aja gw Fajar. Tinggi 175 cm berat 58kg. bisa disebut kurus karena tinggi dan berat badan gw ga proposional.
. Gw ROCKER...!! Pastinya Rocker Kelaparan.Gw terlahir dari keluarga biasa saja yang serba "Cukup". dalam arti "cukup" buat beli rumah gedongan, "cukup" buat beli mobil Mewah sekelas Mercy. (ini jelas jelas bohong). yang pasti gw bersyukur dilahirkan dari keluarga ini.
Gw Anak pertama dari 3 bersaudara. Adik adik gw semuanya perempuan. Gw keturunan Janda alias Jawa Sunda. Bokap asli dari Jepara bumi Kartini. Tempatnya para pengrajin kayu yang terkenal di Nusantara bahkan diakui oleh Dunia. Tapi bokap gw bukan pengusaha mebel seperti kebanyakan orang Jepara. Nyokap gw asli Sumedang Kota yang terkenal dengan TAHU nya. Tapi wajahnya sama sekali nggak mirip tahu ya. Sunda tulen nan cantik jelita. Beliau bidadari gw nomer "1" di dunia ini.
Spoiler for INDEKS:
Spoiler for INDEKSII:
Diubah oleh javiee 06-04-2015 23:49
manusia.baperan dan 4 lainnya memberi reputasi
3
728.7K
2.9K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
javiee
#1604
PART 73
Semester pertama masa perkuliahan sudah gw lalui dengan lancar. Gw juga berhasil mendapat nilai yang lumayan. Lumayan hancur maksudnya. IP gw nggak sampai menyentuh angka '3', dengan rata rata nilai C lebih dominan daripada B. Sedangkan nilai 'A'? Jelas nilai itu tidak ada sama sekali. Sebenarnya gw bisa mendapatkan nilai lebih daripada itu. Tapi karena faktor kehadiran, gw harus puas mendapat nilai seadanya. Ya, kebiasaan 'cabut' gw masih belum hilang juga dari jaman STM sampai sekarang kuliah. Namun setidaknya gw sudah berusaha dan gw bisa tahu seberapa besar kualitas otak gw.
Dan pagi ini di awal Februari tahun 2009 gw sudah bersiap berangkat menuju kampus untuk melakukan registrasi ulang. Tentu saja kedua orang tua gw harus mengeluarkan uang yang banyak untuk kelanjutan kuliah gw. Apalagi sekarang adik gw no.2 sudah duduk di bangku SMP dan adik gw no.3 baru memulai karir pendidikannya di playgrup atau TK. Tentu pengeluaran pun kian bertambah seiring naiknya tingkat pendidikan. Hingga akhirnya orang tua gw sekarang membuka usaha baru dengan membuka sebuah warung sembako di depan rumah. Warung yang sederhana, tidak besar juga. Tapi hasilnya lumayan buat tambahan biaya hidup keluarga.
Kemudian gw segera pamit salim cium tangan kepada bidadari No.1 gw, tak lupa gw mengambil sebatang rokok dulu dari warung lalu membakarnya. Gw sudah berani merokok di hadapan Emak-Bapak gw. Walau terkadang beliau sempat melotot atas sifat gw yang kurang ajar seperti ini. Mentang mentang gw udah gede, lantas gw boleh ngerokok gitu? Ironis memang ketika persepsi tentang kebebasan merokok disalahgunakan oleh gw sendiri.
Setelah memakan waktu satu jam lebih perjalanan, sampailah gw disebuah bank pemerintah di sekitaran kampus. Sebenarnya gw bisa registrasi di cabang yang lain di kota gw. Tapi, karena ada sedikit keperluan di kampus, sekalian saja gw bayar disini. Lantas gw masuki bank tersebut dan gw sedikit terkejut sebab keadaan disini ramai sekali. Ditambah antrian yang panjang mengekor ke belakang. Gw mendapat nomor antrian sekian ratus sementara posisi antrian masih ada di angka sekian puluh. Gw memutuskan menunggu diluar ruangan sekalian gw bisa merokok untuk membunuh waktu.
"Jaar...Fajar..." Panggil seorang perempuan.
"....." Gw menoleh.
"Regist disini juga?" Tanya dia.
"Iya"
"Sebentar ya, gw kedalem dulu ambil nomor."
"......" Gw mengangguk.
Kebetulan sekali gw bertemu Ana disini. Sudah cukup lama gw tidak bertegur sapa dengannya. Terakhir kalinya gw bicara waktu insiden di kosannya beberapa bulan yang lalu. Padahal gw sering bertemu papasan dengannya di kantin kampus. Tak jarang juga kami saling curi pandang. Tapi hanya diam dan diam yang gw lakukan. Gw juga tidak berharap ditegur olehnya. Tak lama kemudian Ana sudah kembali lagi kesini dengan raut wajah sedikit lesu.
"Penuh banget ya.." Ujarnya.
"Ya gitu lah"
"Padahal sekarang bukan hari terakhir regist"
"Nggak tau juga deh." Ucap gw cuek.
"Emm, gimana Jar?"
"Apa?"
"Kabar lu?"
"Baik" Jawab gw singkat.
"Oh..." gumam dia.
"Lu sendiri?" Tanya gw.
"......." Dia malah diam.
Kemudian hening. Ana tak menjawab pertanyaan gw dan gw juga tidak mengulang pertanyaan yang gw ajukan. Gw memilih terus menghisap rokok sambil memandang ke arah motor berjejeran. Sementara Ana fokus mengutak atik HP sonieriksennya.
"kita cari cabang lain aja yu Jar." Ajak dia tiba tiba.
"Dimana?"
"Di jalan Margonda kan ada tuh.."
"Hemm, gw nggak bawa helm dua."
"Emang harus pake helm ya?"
"Ya iyalah kalo nggak ditilang gw."
"Kayanya di kosan gw ada helm deh. Ke kosan gw dulu yuk ambil helm." Ajak dia.
"Nggak usah lah! regist disini aja. Belum tentu juga disana antriannya kosong."
"Tapi kan seenggaknya kita nggak ngantri sampe ratusan begini..." Ujarnya.
Wah bener juga ya, fikir gw. Setelah menimbang nimbang perkataan Ana, gw pun setuju untuk mencari bank cabang lain di sekitar Jalan Margondrong, eh margonda. Kali aja disana keadaannya jauh lebih sepi daripada disini. Lantas gw keluarkan jupi dari parkiran, tak lupa membayar seribu perak ke tukang parkir. Lalu berangkat menuju kosan Ana.
10 menit berlalu, kini gw berada di depan gerbang kosan menunggu Ana yang tengah mencari helm. Cukup lama dia di dalam hingga akhirnya dia keluar membawa sebuh helm agak buluk.
"Yuk berangkat..." Ajaknya.
Di tengah perjalanan kami berdua hanya saling diam. Gw jadi sedikit canggung untuk memulai pembicaraan dengannya. Lagipula Ana ini sepertinya tipe orang yang tidak terlalu banyak bicara. Dia hanya bicara kalau ada hal yang penting saja. Selebihnya dia diam membisu.
Kita pun sampai di tempat tujuan. Setelah memarkir jupi, gw dan Ana memasuki bank tersebut. Dan keadaan disini tidak terlalu ramai. Bahkan bisa dibilang sepi. Gw mengisi resi transfer di sebuah kertas, lalu duduk menunggu antrian. Disebelah gw duduk pula gadis manis yang daritadi masih belum bicara juga. Tak lama gw mengantri gw dipanggil menuju teller lalu membayar semua VIA transfer, urusan pun selesai.
"Jar..."
"Hemm.."
"Makasih ya udah dianterin."
"Ya."
"Lu mau es pocong ngga?" Tawar dia.
"Apaan tuh? Serem amat namanya."
"Hehe mau ngga?"
"Emang es pocong kaya gimana sih?" Tanya gw.
"Lu belum pernah nyoba?" Ana balik bertanya.
"......" Gw menggeleng.
"Yaudah yuk gw traktir es pocong. Anggap aja tanda terima kasih gw karna udah di anterin kesini." Ucapnya.
"Yaudah terserah..." Gw manut.
Tak pelu menunggu lama lagi, kami berdua langsung bergegas menuju kedai es pocong di ujung jalan Margondrong. Sesampainya disana gw langsung mengambil tempat duduk lalu melihat secarik kertas menu. Gw menelan ludah ketika melihat nama makanan & minuman disini yang bener bener horor. Nama menunya rata rata diambil dari nama jurig. Contohnya es pocong, Es sarang kuntilanak, Mendoan Iblis. Bahkan ada pula es kolor ijo. Gw bukannya takut, tapi malah geli pengen ketawa.
"Lu mau yang mana Jar?"
"Emm....gw pilih yang paling serem dah. Es Kolor Ijo!"
"Haha. Oke deh...."
Kemudian Ana beranjak dari tempat duduknya memberikan selembaran menu pada salah satu karyawan. Sekitar 15 menit menunggu, para demit pun siap dihidangkan. Gw memperhatikan minuman yang baru gw pesan yakni es kolor ijo. Isinya melon plus sirup melon campur susu dan soda. Kemudian gw melihat minuman Ana, setahu gw dia memesan es pocong redberry.
"An, tali pocongnya udah dilepas belum?" Canda gw.
"Haha, nggak ada talinya lagi.."
"Ada lah. Klo nggak dilepas dulu ntar gentayangan tuh pocong...Kayak di pilem Mumun!"
"Hahaha Mumun yang sinetron 'Jadi Pocong' itu bukan?"
"Nah iya tuh tau..."
"Hahaha....elu jadi Mandra ya Jar. Yang tukang gali kuburan!" Hahahaha"
"Sembarangan lu!"
"Hahaha...."
Ana tertawa geli setelah meledek gw. Baru pertama kali gw melihatnya tertawa lepas seperti ini. Dia terlihat berbeda dari biasanya. Ditambah gingsul dan lesung pipinya yang membuatnya tampak lebih manis.
"Jar..."
"Ya."
"Gw udah putus sama Dani."
"Dani cowok lo yang kemaren itu?"
"Iya..."
"Bagus lah kalo gitu."
Dia diam sejenak kemudian menundukkan kepalanya sambil mengaduk aduk es pocong dengan sendok kecil. Kemudian dia menarik nafas panjang dan mulai membuka suara.
"Dia berubah..."
"......."
"Dulu waktu awal jadian, dia manis banget orangnya. Tapi makin kesini dia jadi ngekang gw."
"......"
"Gw nggak boleh deket deket sama cowo apalagi ngobrol sama cowo. Malah setiap ketemuan HP gw di interogasi sama dia. Kalo ada sms dari temen cowo gw, temen gw itu langsung di telefon sama dia. Terus dimaki maki."
"Waduuh..."
"Abis maki maki temen gw itu, gantian gw yang dimaki maki. dikatain sama dia, dibentak juga. Gw nggak tahan sama sifatnya yang kasar."
"Ooh gitu."
"Puncaknya ya waktu masalah sama lu Jar. Sampe dia berani mukul lu. Padahal lu udah baik nolongin gw waktu itu."
"Ohh..."
"Sebenernya gw mau ngomong sama lu dari kemaren kemaren. Tapi lu nya aja dingin sama gw. Nggak negor gw sama sekali. Gw tau lu pasti marah kan sama gw?"
"Dikit sih" Jawab gw jujur.
"Nah itu dia. Gw jadi dijauhin sama temen temen gw karena mereka udah dimaki maki terus diancem sama Dani. Maaf ya Jar untuk masalah yang kemaren..."
"Yaah lupakan. Tapi gw masih sedikit dendam sama tuh orang. Kalo ketemu mungkin abis sama gw."
"Haha...Lagian dia udah balik ke Bandung."
"Loh emang orang Bandung? bukan anak kampus sini?"
"Bukan. Dia kerja disini. Itu juga karena gw..."
"Maksudnya?"
"Iya, Dia ngikutin gw dari Bandung sampe kesini. Terus ngelamar kerja & ngekos disini. Gw udah bilang berkali kali nggak usah ngikutin gw tapi dia keras kepala. Kemaren dia dipecat dari kerjaannya. Terus balik ke Bandung."
"Buseet dah ampe segitunya. Posesif amat cowok lu An. Ckck."
"Maka dari itu gw udah ga tahan Jar..."
"Yaudah sabar aja. Ntar juga lu dapet yang lebih bae dari dia."
"Hehe iya..." Ucapnya
Wajar sih kalo tuh cowok jadi kelewat posesif begitu. Lah wong si Ana cantik begini. Dia cuma nggak mau kehilangan Ana dengan cara menjauhkan Ana dari teman teman cowoknya. Tapi tanpa dia sadari, sifatnya yang seperti itu justru malah jadi bumerang untuk dirinya sendiri. Hingga akhirnya Ana tidak tahan diperlakukan seperti itu, dan dia bener bener kehilangan sosok Ana.
KASIAN....
"Balik yu dah siang" Ajak gw.
"Yaudah tunggu bentar. Gw mau pesen 'Rambut Genderuwo' dulu buat di kosan."
"Haa??"
Ana berjalan menuju meja kasir untuk membayar minuman. Dia terlihat berbicara sedikit dengan seorang karyawan untuk memesan 'Rambut Genderuwo'. Setelah gw tanya tanya, ternyata Rambut Genderuwo itu sama saja kaya Mie Goreng. Sungguh makanan yang konyol memang. Lantas kami pulang dengan membawa dua bungkus Rambut Genderuwo. Satu untuknya, satu lagi untuk gw. Sering sering aja traktir gw makan. Biar gw bisa gemuk!
Sampailah gw di kosan Ana. Gw sempatkan mampir sebentar disini. Ana mengambil sepasang piring lengkap dengan sendoknya. Dan rambut genderuwo pun siap untuk dihidangkan. Sebelumnya gw membaca doa agar nantinya gw nggak digentayangin sama Mr. Genderuwo, sebab rambutnya gw gadoin.
Ketika lagi asik makan, gw melihat ke arah sudut ruangan kamar. Disitu ada sebuah gitar klasik enam senar tergantung di dinding. Sepertinya gitar bagus. Merknya Yamaho.
"An, itu gitar siapa?" Tanya gw.
"Gitar gw Jar.."
"Oh, kemaren kemaren waktu gw kesini perasaan belum ada ya itu gitar?" Tanya gw.
"Hehe iya gw baru beli abis UAS kemaren."
"Oh...Emang lu bisa maeninnya?"
"Nah maka dari itu gw nggak bisa maen. Jadinya digantung aja disitu."
"Ye kirain bisa."
"Gw bingung mau belajar nggak ada yang ngajarin. Hehe..."
"Emm...Kalo gw yang ngajarin mau?" Tawar gw.
"Mau...mau...!" Ucapnya semangat.
"Tapi gw cuma bisa maenin satu lagi doang..."
"Hee?? Lagu apaan?"
"Jambu Kelutuk!"
Dan pagi ini di awal Februari tahun 2009 gw sudah bersiap berangkat menuju kampus untuk melakukan registrasi ulang. Tentu saja kedua orang tua gw harus mengeluarkan uang yang banyak untuk kelanjutan kuliah gw. Apalagi sekarang adik gw no.2 sudah duduk di bangku SMP dan adik gw no.3 baru memulai karir pendidikannya di playgrup atau TK. Tentu pengeluaran pun kian bertambah seiring naiknya tingkat pendidikan. Hingga akhirnya orang tua gw sekarang membuka usaha baru dengan membuka sebuah warung sembako di depan rumah. Warung yang sederhana, tidak besar juga. Tapi hasilnya lumayan buat tambahan biaya hidup keluarga.
Kemudian gw segera pamit salim cium tangan kepada bidadari No.1 gw, tak lupa gw mengambil sebatang rokok dulu dari warung lalu membakarnya. Gw sudah berani merokok di hadapan Emak-Bapak gw. Walau terkadang beliau sempat melotot atas sifat gw yang kurang ajar seperti ini. Mentang mentang gw udah gede, lantas gw boleh ngerokok gitu? Ironis memang ketika persepsi tentang kebebasan merokok disalahgunakan oleh gw sendiri.
Setelah memakan waktu satu jam lebih perjalanan, sampailah gw disebuah bank pemerintah di sekitaran kampus. Sebenarnya gw bisa registrasi di cabang yang lain di kota gw. Tapi, karena ada sedikit keperluan di kampus, sekalian saja gw bayar disini. Lantas gw masuki bank tersebut dan gw sedikit terkejut sebab keadaan disini ramai sekali. Ditambah antrian yang panjang mengekor ke belakang. Gw mendapat nomor antrian sekian ratus sementara posisi antrian masih ada di angka sekian puluh. Gw memutuskan menunggu diluar ruangan sekalian gw bisa merokok untuk membunuh waktu.
"Jaar...Fajar..." Panggil seorang perempuan.
"....." Gw menoleh.
"Regist disini juga?" Tanya dia.
"Iya"
"Sebentar ya, gw kedalem dulu ambil nomor."
"......" Gw mengangguk.
Kebetulan sekali gw bertemu Ana disini. Sudah cukup lama gw tidak bertegur sapa dengannya. Terakhir kalinya gw bicara waktu insiden di kosannya beberapa bulan yang lalu. Padahal gw sering bertemu papasan dengannya di kantin kampus. Tak jarang juga kami saling curi pandang. Tapi hanya diam dan diam yang gw lakukan. Gw juga tidak berharap ditegur olehnya. Tak lama kemudian Ana sudah kembali lagi kesini dengan raut wajah sedikit lesu.
"Penuh banget ya.." Ujarnya.
"Ya gitu lah"
"Padahal sekarang bukan hari terakhir regist"
"Nggak tau juga deh." Ucap gw cuek.
"Emm, gimana Jar?"
"Apa?"
"Kabar lu?"
"Baik" Jawab gw singkat.
"Oh..." gumam dia.
"Lu sendiri?" Tanya gw.
"......." Dia malah diam.
Kemudian hening. Ana tak menjawab pertanyaan gw dan gw juga tidak mengulang pertanyaan yang gw ajukan. Gw memilih terus menghisap rokok sambil memandang ke arah motor berjejeran. Sementara Ana fokus mengutak atik HP sonieriksennya.
"kita cari cabang lain aja yu Jar." Ajak dia tiba tiba.
"Dimana?"
"Di jalan Margonda kan ada tuh.."
"Hemm, gw nggak bawa helm dua."
"Emang harus pake helm ya?"
"Ya iyalah kalo nggak ditilang gw."
"Kayanya di kosan gw ada helm deh. Ke kosan gw dulu yuk ambil helm." Ajak dia.
"Nggak usah lah! regist disini aja. Belum tentu juga disana antriannya kosong."
"Tapi kan seenggaknya kita nggak ngantri sampe ratusan begini..." Ujarnya.
Wah bener juga ya, fikir gw. Setelah menimbang nimbang perkataan Ana, gw pun setuju untuk mencari bank cabang lain di sekitar Jalan Margondrong, eh margonda. Kali aja disana keadaannya jauh lebih sepi daripada disini. Lantas gw keluarkan jupi dari parkiran, tak lupa membayar seribu perak ke tukang parkir. Lalu berangkat menuju kosan Ana.
10 menit berlalu, kini gw berada di depan gerbang kosan menunggu Ana yang tengah mencari helm. Cukup lama dia di dalam hingga akhirnya dia keluar membawa sebuh helm agak buluk.
"Yuk berangkat..." Ajaknya.
Di tengah perjalanan kami berdua hanya saling diam. Gw jadi sedikit canggung untuk memulai pembicaraan dengannya. Lagipula Ana ini sepertinya tipe orang yang tidak terlalu banyak bicara. Dia hanya bicara kalau ada hal yang penting saja. Selebihnya dia diam membisu.
Kita pun sampai di tempat tujuan. Setelah memarkir jupi, gw dan Ana memasuki bank tersebut. Dan keadaan disini tidak terlalu ramai. Bahkan bisa dibilang sepi. Gw mengisi resi transfer di sebuah kertas, lalu duduk menunggu antrian. Disebelah gw duduk pula gadis manis yang daritadi masih belum bicara juga. Tak lama gw mengantri gw dipanggil menuju teller lalu membayar semua VIA transfer, urusan pun selesai.
"Jar..."
"Hemm.."
"Makasih ya udah dianterin."
"Ya."
"Lu mau es pocong ngga?" Tawar dia.
"Apaan tuh? Serem amat namanya."
"Hehe mau ngga?"
"Emang es pocong kaya gimana sih?" Tanya gw.
"Lu belum pernah nyoba?" Ana balik bertanya.
"......" Gw menggeleng.
"Yaudah yuk gw traktir es pocong. Anggap aja tanda terima kasih gw karna udah di anterin kesini." Ucapnya.
"Yaudah terserah..." Gw manut.
Tak pelu menunggu lama lagi, kami berdua langsung bergegas menuju kedai es pocong di ujung jalan Margondrong. Sesampainya disana gw langsung mengambil tempat duduk lalu melihat secarik kertas menu. Gw menelan ludah ketika melihat nama makanan & minuman disini yang bener bener horor. Nama menunya rata rata diambil dari nama jurig. Contohnya es pocong, Es sarang kuntilanak, Mendoan Iblis. Bahkan ada pula es kolor ijo. Gw bukannya takut, tapi malah geli pengen ketawa.
"Lu mau yang mana Jar?"
"Emm....gw pilih yang paling serem dah. Es Kolor Ijo!"
"Haha. Oke deh...."
Kemudian Ana beranjak dari tempat duduknya memberikan selembaran menu pada salah satu karyawan. Sekitar 15 menit menunggu, para demit pun siap dihidangkan. Gw memperhatikan minuman yang baru gw pesan yakni es kolor ijo. Isinya melon plus sirup melon campur susu dan soda. Kemudian gw melihat minuman Ana, setahu gw dia memesan es pocong redberry.
"An, tali pocongnya udah dilepas belum?" Canda gw.
"Haha, nggak ada talinya lagi.."
"Ada lah. Klo nggak dilepas dulu ntar gentayangan tuh pocong...Kayak di pilem Mumun!"
"Hahaha Mumun yang sinetron 'Jadi Pocong' itu bukan?"
"Nah iya tuh tau..."
"Hahaha....elu jadi Mandra ya Jar. Yang tukang gali kuburan!" Hahahaha"
"Sembarangan lu!"
"Hahaha...."
Ana tertawa geli setelah meledek gw. Baru pertama kali gw melihatnya tertawa lepas seperti ini. Dia terlihat berbeda dari biasanya. Ditambah gingsul dan lesung pipinya yang membuatnya tampak lebih manis.
"Jar..."
"Ya."
"Gw udah putus sama Dani."
"Dani cowok lo yang kemaren itu?"
"Iya..."
"Bagus lah kalo gitu."
Dia diam sejenak kemudian menundukkan kepalanya sambil mengaduk aduk es pocong dengan sendok kecil. Kemudian dia menarik nafas panjang dan mulai membuka suara.
"Dia berubah..."
"......."
"Dulu waktu awal jadian, dia manis banget orangnya. Tapi makin kesini dia jadi ngekang gw."
"......"
"Gw nggak boleh deket deket sama cowo apalagi ngobrol sama cowo. Malah setiap ketemuan HP gw di interogasi sama dia. Kalo ada sms dari temen cowo gw, temen gw itu langsung di telefon sama dia. Terus dimaki maki."
"Waduuh..."
"Abis maki maki temen gw itu, gantian gw yang dimaki maki. dikatain sama dia, dibentak juga. Gw nggak tahan sama sifatnya yang kasar."
"Ooh gitu."
"Puncaknya ya waktu masalah sama lu Jar. Sampe dia berani mukul lu. Padahal lu udah baik nolongin gw waktu itu."
"Ohh..."
"Sebenernya gw mau ngomong sama lu dari kemaren kemaren. Tapi lu nya aja dingin sama gw. Nggak negor gw sama sekali. Gw tau lu pasti marah kan sama gw?"
"Dikit sih" Jawab gw jujur.
"Nah itu dia. Gw jadi dijauhin sama temen temen gw karena mereka udah dimaki maki terus diancem sama Dani. Maaf ya Jar untuk masalah yang kemaren..."
"Yaah lupakan. Tapi gw masih sedikit dendam sama tuh orang. Kalo ketemu mungkin abis sama gw."
"Haha...Lagian dia udah balik ke Bandung."
"Loh emang orang Bandung? bukan anak kampus sini?"
"Bukan. Dia kerja disini. Itu juga karena gw..."
"Maksudnya?"
"Iya, Dia ngikutin gw dari Bandung sampe kesini. Terus ngelamar kerja & ngekos disini. Gw udah bilang berkali kali nggak usah ngikutin gw tapi dia keras kepala. Kemaren dia dipecat dari kerjaannya. Terus balik ke Bandung."
"Buseet dah ampe segitunya. Posesif amat cowok lu An. Ckck."
"Maka dari itu gw udah ga tahan Jar..."
"Yaudah sabar aja. Ntar juga lu dapet yang lebih bae dari dia."
"Hehe iya..." Ucapnya
Wajar sih kalo tuh cowok jadi kelewat posesif begitu. Lah wong si Ana cantik begini. Dia cuma nggak mau kehilangan Ana dengan cara menjauhkan Ana dari teman teman cowoknya. Tapi tanpa dia sadari, sifatnya yang seperti itu justru malah jadi bumerang untuk dirinya sendiri. Hingga akhirnya Ana tidak tahan diperlakukan seperti itu, dan dia bener bener kehilangan sosok Ana.
KASIAN....
"Balik yu dah siang" Ajak gw.
"Yaudah tunggu bentar. Gw mau pesen 'Rambut Genderuwo' dulu buat di kosan."
"Haa??"
Ana berjalan menuju meja kasir untuk membayar minuman. Dia terlihat berbicara sedikit dengan seorang karyawan untuk memesan 'Rambut Genderuwo'. Setelah gw tanya tanya, ternyata Rambut Genderuwo itu sama saja kaya Mie Goreng. Sungguh makanan yang konyol memang. Lantas kami pulang dengan membawa dua bungkus Rambut Genderuwo. Satu untuknya, satu lagi untuk gw. Sering sering aja traktir gw makan. Biar gw bisa gemuk!
Sampailah gw di kosan Ana. Gw sempatkan mampir sebentar disini. Ana mengambil sepasang piring lengkap dengan sendoknya. Dan rambut genderuwo pun siap untuk dihidangkan. Sebelumnya gw membaca doa agar nantinya gw nggak digentayangin sama Mr. Genderuwo, sebab rambutnya gw gadoin.
Ketika lagi asik makan, gw melihat ke arah sudut ruangan kamar. Disitu ada sebuah gitar klasik enam senar tergantung di dinding. Sepertinya gitar bagus. Merknya Yamaho.
"An, itu gitar siapa?" Tanya gw.
"Gitar gw Jar.."
"Oh, kemaren kemaren waktu gw kesini perasaan belum ada ya itu gitar?" Tanya gw.
"Hehe iya gw baru beli abis UAS kemaren."
"Oh...Emang lu bisa maeninnya?"
"Nah maka dari itu gw nggak bisa maen. Jadinya digantung aja disitu."
"Ye kirain bisa."
"Gw bingung mau belajar nggak ada yang ngajarin. Hehe..."
"Emm...Kalo gw yang ngajarin mau?" Tawar gw.
"Mau...mau...!" Ucapnya semangat.
"Tapi gw cuma bisa maenin satu lagi doang..."
"Hee?? Lagu apaan?"
"Jambu Kelutuk!"
0