Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•343Anggota
Tampilkan semua post
TS
ketek.bersahaja
#5

“Yang Mulia boleh membukanya untuk memastikan,”Marandhier menawarkan untuk diperlihatkan.
Namun sang raja terlalu jijik oleh aromanya yang sangat busuk. Maka diletakkan buntalan bau itu di atas nampan besi untuk nanti diumumkan pada khalayak bahwa perusuh Marandhier telah dapat diatasi dan mengumumkan bahwa tiga ksatria itu berhak dalam pemerintahan di salah satu negri bagian Gordia. Yang mana Leghardian, demikian Marandhier memalsukan dirinya, akan menjadi rajanya, dan dua orang rekannya menjadi tangan kanan dan kirinya. Nampan besi itu dibawa oleh kepala pengawal sang raja yang menahan nafas agar tidak muntah oleh aroma yang sangat busuk. Marandhier dan rekan – rekannya tertawa saat nampan itu dibawa pergi. Raja lalu pergi ke ruangannya dan membiarkan tamu – tamunya menikmati jamuan di ruangan mereka sendiri.
Pembantu raja mengambil kertas beserta perlengkapannya untuk membuat surat pernyataan pengangkatan yang sah. Raja yang tertipu oleh penampilan Marandhier bertopi bulu burung yang mewah lagi indah dan dua rekannya itu tidak merasakan hal yang janggal terhadap tiga ksatria palsu itu. Raja pun percaya dan mulai menuliskan pernyataan pengangkatan sementara tamu – tamunya menertawakan kebodohannya sambil menikmati jamuan. Betapa mudah menggiringnya memasuki perangkap meskipun dari jauh. Dua rekan Marandhier terus – terusan memuji kelihaian Marandhier sampai Marandhier merasa lelah atas pujian itu.
“Bukan aku yang pandai, melainkan Raja Hedeonlah yang terlalu bodoh,” ujar Marandhier sambil memiringkan topi bulunya.
Rekan – rekannya makin terbahak mendengar alasan si kejam hati Marandhier, ”seharusnya Raja Hedeon dan temannya, Raja Vernon yang congkak, dulu menangkapmu bukan untuk dijual sebagai budak belian. Karna mereka telah salah memperlakukan dirimu.”
“Seharusnya mereka menangkapmu untuk menggantikan mereka sebagai raja,” rekan – rekannya makin terpingkal oleh gurauan mereka sendiri. Marandhier menghela nafas sambil memiringkan lagi topinya ke arah sebaliknya.
Kepala pengawal sang raja tidak tahan lagi menahan nafas, apalagi setelah ada angin berhembus semakin ia tidak tahan lalu ia muntah berserakan. Pembantunya juga demikian. Nampaknya disini tidak ada yang tahan oleh aroma buntalan itu kecuali yang membawa buntalan bau itu ke tempat ini. Nampan besi itu telah jatuh terlempar dan buntalan bau itu menggelinding menghampiri pot besar berisi tanaman. Ketika angin berhembus sekali lagi, tidak hanya menebarkan aroma busuk buntalan bau itu, melainkan menyibak sebagian kain penutup yang lengket oleh darah dengan isi buntalan. Maka heranlah pengawal sang raja. Si rampok Marandhier itu dikabarkan berambut coklat pekat mendekati hitam, tetapi terlihat isi buntalan itu berambut pirang kemerahan. Dengan menahan nafas ia membuka paksa kain penutup buntalan yang lengket itu menggunakan sepotong dahan yang ia patahkan dari tanaman di dalam pot. Kemudian ia lihat wajah si rambut pirang kemerahan yang telah bengkak tidak karuan juga membusuk kehitaman dihiasi belatung – belatung gemuk. Milik siapakah gerangan kepala ini. Pembantunya semakin muntah melihat itu semua.
Ditahannya nafas kuat – kuat lalu ia lari agak jauh untuk menghirup udara segar. Kepala pengawal raja itu kembali setelah membekali dirinya dengan nafas yang ditahan dalam – dalam memenuhi paru – parunya. Kembali ia memperhatikan si pirang kemerahan yang berwajah bengkak busuk kehitaman berhias belatung gemuk itu. Dicarinya ciri khusus untuk mendapatkan jati diri si pirang kemerahan itu. Sampai pada waktu ia melihat di belakang telinga si pirang kemerahan itu, maka sadarlah dia siapa sebenarnya si pirang kemerahan dan sekaligus Leghardian beserta rekan – rekannya.
“Vonburel,” gumamnya.
Ia ingat pada saat berlatih pedang, Malanchie Vonburel, bangsawan kaya itu terkena ujung pedangnya di belakang telinga kiri dan mencemaskan tahi lalat yang ada dibelakang telinganya yang konon menyerupai gugusan bintang orion. Walaupun Vonburel tidak dapat melihatnya sendiri, namun wanita – wanita sangat mengagumi hal itu. Dan itu menjadi kebanggaannya.
Secepatnya ia dan pembantunya kembali menghadap Raja Hedeon yang sedang hendak menandatangani surat pernyataan. Ia cegah perbuatan itu dan menunjukkan buktinya. Meskipun sang raja muntah banyak saat melihat si pirang kemerahan itu, ia merasa terselamatkan.
“Tak kusangka melihatmu sewaktu mati membuat aku muntah, sewaktu kau hidup aku bisa sangat menyukaimu karena loyalitasmu kepadaku,” berkata Raja Hedeon sambil menyeka mulutnya sehabis muntah, ”setelah mati pun kau masih mampu menunjukkan loyalitasmu menyelamatkan aku.”
Sang raja beserta pengawal – pengawalnya menghampiri Leghardian alias Marandhier dengan tujuan untuk membawanya ke tiang gantungan. Namun Marandhier beserta dua rekannya terampil membalikkan keadaan. Marandhier menyisakan sang raja dan pembantu kepala pengawal raja. Selain dari itu, kepala – kepala pengawal raja telah putus seperti halnya si pirang kemerahan itu.
“Akulah Marandhier yang dulu kau hina dan kau jadikan budak belian. Raja Gordia, Hedeon dari klan Czar apa kau lupa padaku ? Dan tak pernah kukatakan itu adalah kepala Marandhier,” kata Marandhier sambil tersenyum simpul, “kaulah yang mengatakannya.”
Marandhier memaksa agar surat pernyataan itu ditulis ulang bahwa ia menjadi raja Gordia yang sah. Bila tidak, orang – orangnya di luar sana akan membantai rakyatnya. Salah satu rekan Marandhier bersiul sangat nyaring. Lalu mulailah suara – suara gaduh pembantaian di dalam istana itu. Dengan terpaksa ia menuruti kemauan Marandhier karena sebagian orang – orang Marandhier telah masuk menghabisi seluruh isi istana, termasuk keluarganya, mentri – mentrinya, juga para pelayan setianya. Suara tawa jahat mereka bergema – gema membahana memenuhi istana.
Marandhier mengoceh mendiktekan isi surat pernyataan pengangkatan yang harus ditulis oleh Raja Hedeon. Setelah ditandatangani dan dibubuhi stempel oleh sang raja, Marandhier mengatakan bahwa ia memang berhak atas tahta ini karena ia tidak berbohong, ia membawa kepala si bangsawan kaya kolektor batu permata yang mengganggu urusannya, mengembalikan bangsawan itu ke tempat asalnya meskipun hanya kepalanya, ia juga telah membawakan Marandhier, dirinya sendiri, si raja rampok kehadapan raja, dalam keadaan hidup. Maka hal yang sepadan sebagai hadiahnya adalah bukan sebagai raja kecil, melainkan menjadi sang raja.
“Aku ambil hadiahku,” berkata Marandhier sambil mengayunkan pedangnya.
Lalu putuslah leher tua raja yang tertipu itu. Jasadnya dibakar di tengah kota dengan kaki tergantung diatas pada tiang – tiang baja bersama jasad – jasad yang lain agar orang – orang melihat akibat dari menghina dirinya dan agar orang – orang menjadi takut untuk menghina dan meremehkannya lagi. Marandhier Raja Gordia.
“Kita akan memanen Vernon pada saatnya,” Marandhier berujar pada rekan – rekannya sambil memperhatikan api yang membakar jasad jasad tak berkepala dari kejauhan.
Mentri – mentrinya berikut penasihatnya adalah juga teman – temannya yang dulu ia kepalai untuk membegal. Pendeknya Marandhier telah berhasil membangun sebuah kerajaan, kerajaan rampok yang berawal dari dendam.
0
![[Orifict] Arothellisius](https://s.kaskus.id/images/2014/12/23/6830152_20141223022750.jpg)