boyfajarAvatar border
TS
boyfajar
*** Akibat-akibat Wanita Bekerja di Luar Rumah ***

Akibat-akibat Wanita Bekerja di Luar Rumah

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah

Musuh-musuh Islam telah berusaha dengan berbagai macam cara dan sarana yang tak terhitung jumlahnya, demi merusak perilaku wanita muslimah. Semua itu sudah terencana dan terkaji agar wanita muslimah melepaskan diri dari agama, akhlak dan keifahannya.

Salah satu sarana perusak ini seperti model-model pakaian ‘you can see’. Mereka mengetahui dengan baik kecenderungan wanita untuk mengenakan pakaian yang terbuka, pergi ke salon kecantikan dan menggunakan alat rias yang bermacam-macam. Hal itu untuk menarik para pria di kantor, pabrik atau toko yang mereka masuki demi karir, kemajuan, atau peradaban semu.

Ketika seorang wanita pergi bekerja, biasanya ia mesti mengenakan pakaian-pakaian yang menarik, menggunakan model dan tata rambut yamg beraneka macam serta hiasan-hiasan lainnya yang akan selalu berubah dan berganti. Inilah yang mendorongnya menggunakan gaji setiap bulan untuk bisa tampil cantik dan menarik. Padahal perlu diketahui bahwa pakaian dan aneka macam perhiasan tersebut diimpor dari negara-negara asing yang mendukung dan memberikan sokongan finansial kepada gerakan zionis untuk menghancurkan kaum muslimin. Terjebaklah kaum muslimim dalam kerugian materiil, akhlak, dan sikap hidup yang meniru-niru gaya orang kafir. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Tidak ada fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.” (Muttafaqun ‘alaihi)


Akibat Wanita Bekerja di Luar Rumah

Bekerjanya wanita di luar rumah akan mengakibatkan dampak yang buruk, tidak hanya bagi dirinya sendiri namun juga bagi keluarga dan masyarakat. Di antara dampak buruk tersebut adalah:

1. Wanita yang bekerja di luar rumah akan bercampur-baur dengan laki-laki pada setiap harinya, baik di tempat-tempat pertemuan maupun di lingkungan kerjanya.Dengan bekerjanya wanita di luar rumah, dia akan diperhadapkan dengan beban-beban yang berat, kepayahan, bahkan bahaya yang mungkin terjadi karena berdesak-desakan ketika bekerja. Kemudian hilanglah darinya sebagian sifat kewanitaannya. Pudarlah keindahan yang menghiasinya dam lenyaplah rasa malunya. Padahal itu semua termasuk perkara yang paling penting yang akan mencerminkan seorang wanita dalam pandangan laki-laki.

2. Apabila seorang wanita bekerja di luar rumah, maka pekerjaannya akan menyibukkan dirinya dari kewajiban-kewajiban mengurus rumah dan dari tanggung jawabnya mendidik anak-anak. Sampai-sampai seorang suami terkadang menyesalkan sikap penyia-nyiaan istrinya terhadap kewajiban-kewajiban di rumah. Maka keadaan ini memaksa dirinya untuk menceraikan istrinya dan berpisah darinya atau dia menikah lagi dengan wanita lain.

3. Terkadang pekerjaan seorang wanita di luar rumah menjadi sebab perceraian, hancurnya rumah tangga dan tercerai-berainya anak-anaknya. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan (gelap) dengan laki-laki lain di tempat kerjanya. Maka ketahuilah bahwa itu semua dikarenakan godaan setan yang ia berjalan di tubuh anak Adam bersama aliran darah. Terlebih lagi apabila wanita tersebut keluar rumah dalam keadaan berhias.

4. Sesungguhnya dengan bekerjanya wanita di luar rumah akan menyebabkan terpisahnya ia dari anak-anaknya. Sehingga mereka tidak merasakan kasih sayang seorang ibu dan tidak mendapatkan pendidikan darinya. Bahkan terkadang perkara ini menjadi sebab penyimpangan dan penyelewengan anak-anak hingga mendorong mereka melakukan tindakan kejahatan. Dampak dari itu semua adalah sebagaimana telah tampak jelas di masyarakat.

5. Di antara dampak negatif lainnya, bahwa tugas-tugas/pekerjaan-pekerjaan di luar rumah bisa saja membawa akibat kematian bagi si anak.

Buktinya adalah si karyawati yang sudah tiba saatnya masuk kerja padahal anaknya sedang sakit ini. Anaknya memanggil-manggil, “Ibu.., ibu.., aku sama siapa di rumah?” Namun sang ibu terdesak untuk mengerjakan tugasnya sehingga meninggalkan anaknya yang berkata lirih, “Ibu… Ibu!”

Ketika kembali ke rumah, ibu itu menemukan anaknya telah terbujur kaku, meninggal dunia. Ia pun sedih dan menangisi anaknya serta menyesali perbuatannya saat nasi telah menjadi bubur. Di dalam hatinya ia berkata, “Apa guna pekerjaan ini? Bahkan apa guna harta yang menyebabkan anakku mati, sedangkan anak adalah milik yang paling berharga?”


Pengangguran Akibat Wanita Bekerja

1. Di negara Barat kaum wanita telah memasuki seluruh lapangan pekerjaan. Sehingga angka pengangguran di negara-negara itu meningkat secara cepat. Hal ini menyebabkan para pakar ekonomi kesulitan menemukan solusi mengurangi jumlah pengangguran atau paling tidak menghentikan angka pertumbuhannya. Sebab utama fenomena pengangguran pada negara-negara itu adalah masuknya kaum wanita ke seluruh lapangan pekerjaan tanpa terkecuali. Mereka ikut serta dengan kalangan pria di lembaga-lembaga pemerintahan, perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik industri dan profesi-profesi lainnya.

2. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Barat menyebabkan mereka harus menonaktifkan sejumlah besar karyawan dan pekerja. Dan yang paling pertama dinonaktifkan adalah kalangan pria. Karena para pemilik perusahaan, pabrik, toko dan sebagainya akan lebih memilih untuk memakai tenaga kerja wanita daripada tenaga kerja pria.Sebab wanita memiliki daya tarik, keluwesan dan daya pikat untuk menarik pelanggan dan klien.

3. Dan sangat disayangkan, negaqa-negara Islam juga mengikuti jejak negara-negara Barat tersebut. Sehingga kaum wanita pun masuk ke lembaga-lembaga pemerintahan, bahkan badan-badan pengacara. Banyak juga yang masuk ke perusahaan-perusahaan dan yayasan-yayasan khusus atau umum, bahkan juga laboratorium-laboratorium penelitian. Hal ini melahirkan fenomena pengangguran di kalangan pria sebagai pihak yang memikul tanggung jawab memberikan nafkah keluarga. Rusaklah akhlak dan bertebaranlah perbuatan-perbuatan keji di tempat-tempat terjadinya ikhtilath antara pria dan wanita. Dan memburuklah hubungan antara suami dan istrinya akibat ikhtilat ini.

Syarat-syarat Wanita Bekerja di Luar Rumah

Sesungguhnya Islam yang memuliakan wanita dengan sebaik-baiknya, membolehkannya untuk melakukan pekerjaan mulia di dalam lingkup keluarga dan masyarakat. Hal ini agar ia menjadi unsur penting yang berkiprah aktif dalam membangun keluarga, umat, dan negara muslim. Dengan demikian, Islam tidak secara mutlak melarang wanita untuk bekerja. Akan tetapi Islam memberikan ketentuan jenis pekerjaan yang sesuai dengan tabiat yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan untuknya. Dan Islam telah menetapkan syarat-syarat yang akan menjaga kehormatannya:

1. Hendaknya di dalam kerjanya itu tidak terjadi ikhtilat antara pria dan wanita. Karena ikhtilat ini akan membahayakan pria dan wanita itu sendiri.

2. Hendaknya pekerjaan itu disertai dengan persetujuan suami, ayah, saudara laki-laki atau orang yang bertanggung jawab terhadap urusannya.

3. Hendaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan sifat/tabiatnya dan tidak sampai membuatnya begitu kelelaham dan kesulitan.

4. Hendaknya seorang wanita bekerja di medan-medan yang akan memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti:

- Lapangan pendidikan dan pengajaran, agar anak-anak perempuan dapat diajar oleh guru wanhta dan tidak oleh guru pria.

- Lapangan pengobatan dan keperawatan, agar kaum wanita diobati atau dirawat juga oleh wanita, tidak oleh pria.

- Pembuatan busana wanita, agar para wanitalah yang membuatkan busana untuk kalangan mereka. Sehingga mereka tidak perlu pergi kepada pembuat busana dari kalangan pria.

5. Hendaknya pekerjaan tersebut tidak menyita sebagian besar waktunya. Sehingga ia dapat menyisihkan waktu untuk menunaikan kewajiban-kewajiban rumah tangga, melayani suami dan memperhatikan pendidikan anak-anak.

6. Hendaknya ia tidak berhias ketika keluar rumah. Juga tidak menggunakan bedak wajah dan parfum. Akan tetapi ia mengenakan jilbab hitam yang panjang dan lebar. Dan ia menutup wajah saat berhadapan dengan laki-laki non mahram.


(Takrimul Mar’ah fil Islam)

Sumber: Majalah Akhwat Shalihah, vol. 8/1432/2010, hal. 21-23 dan 95.

https://fadhlihsan.wordpress.com/201...di-luar-rumah/

Tambahan:

Kadang terbetik dalam benak kita, mengapa Islam terkesan mengekang wanita?!

Inilah doktrin yang selama ini sering dijejalkan para musuh Islam, mereka menyuarakan pembebasan wanita, padahal dibalik itu mereka ingin menjadikan para wanita sebagai obyek nafsunya, mereka ingin bebas menikmati keindahan wanita, dengan lebih dahulu menurunkan martabatnya, mereka ingin merusak wanita yang teguh dengan agamanya agar mau mempertontonkan auratnya, sebagaimana mereka telah merusak kaum wanita mereka.

Lihatlah kaum wanita di negara-negara barat, meski ada yang terlihat mencapai posisi yang tinggi dan dihormati, tapi kebanyakan mereka dijadikan sebagai obyek dagangan hingga harus menjual kehormatan mereka, penghias motor dan mobil dalam lomba balap, penghias barang dagangan, pemoles iklan-iklan di berbagai media informasi, dll. Wanita mereka dituntut untuk berkarir padahal itu bukan kewajiban mereka, sehingga menelantarkan kewajiban mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus. Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka. Tidak berhenti di sini, mereka juga ingin kaum wanita kita rusak, sebagaimana kaum wanita mereka rusak lahir batinnya, dan diantara langkah awal menuju itu adalah dengan mengajak kaum wanita kita -dengan berbagai cara- agar mau keluar dari rumah mereka.

Cobalah lihat secuil pengakuan orang barat sendiri, tentang sebab rusaknya tatanan masyarakat mereka berikut ini:

Lord Byron: “Andai para pembaca mau melihat keadaan wanita di zaman yunani kuno, tentu anda akan dapati mereka dalam kondisi yang dipaksakan dan menyelisihi fitrahnya, dan tentunya anda akan sepakat denganku, tentang wajibnya menyibukkan wanita dengan tugas-tugas dalam rumah, dibarengi dengan perbaikan gizi dan pakaiannya, dan wajibnya melarang mereka untuk campur dengan laki-laki lain”.

Samuel Smills: “Sungguh aturan yang menyuruh wanita untuk berkarir di tempat-tempat kerja, meski banyak menghasilkan kekayaan untuk negara, tapi akhirnya justru menghancurkan kehidupan rumah tangga, karena hal itu merusak tatanan rumah tangga, merobohkan sendi-sendi keluarga, dan merangsek hubungan sosial kemasyarakatan, karena hal itu jelas akan menjauhkan istri dari suaminya, dan menjauhkan anak-anaknya dari kerabatnya, hingga pada keadaan tertentu tidak ada hasilnya kecuali merendahkan moral wanita, karena tugas hakiki wanita adalah mengurus tugas rumah tangganya…”.

Dr. Iidaylin: “Sesungguhnya sebab terjadinya krisis rumah tangga di Amerika, dan rahasia dari banyak kejahatan di masyarakat, adalah karena istri meninggalkan rumahnya untuk meningkatkan penghasilan keluarga, hingga meningkatlah penghasilan, tapi di sisi lain tingkat akhlak malah menurun… Sungguh pengalaman membuktikan bahwa kembalinya wanita ke lingkungan (keluarga)-nya adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan generasi baru dari kemerosotan yang mereka alami sekarang ini”. (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, jilid 1, hal: 425-426)

Lihatlah, bagaimana mereka yang obyektif mengakui imbas buruk dari keluarnya wanita dari rumah untuk berkarir… Sungguh Islam merupakan aturan dan syariat yang paling tepat untuk manusia, Aturan itu bukan untuk mengekang, tapi untuk mengatur jalan hidup manusia, menuju perbaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat… Islam dan pemeluknya, ibarat terapi dan tubuh manusia, Islam akan memperbaiki keadaan pemeluknya, sebagaimana terapi akan memperbaiki tubuh manusia… Islam dan pemeluknya, ibarat UU dan penduduk suatu negeri, Islam mengatur dan menertibkan kehidupan manusia, sebagaimana UU juga bertujuan demikian…

Jadi Islam tidak mengekang wanita, tapi mengatur wanita agar hidupnya menjadi baik, selamat, tentram, dan bahagia dunia akhirat. Begitulah cara Islam menghormati wanita, menjauhkan mereka dari pekerjaan yang memberatkan mereka, menghidarkan mereka dari bahaya yang banyak mengancam mereka di luar rumah, dan menjaga kehormatan mereka dari niat jahat orang yang hidup di sekitarnya…

selengkapnya di sini
Bolehkah Wanita Bekerja?
http://www.konsultasisyariah.com/bol...anita-bekerja/

Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga (Khusus Muslimah)
=================
Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?



Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

selengkapnya di sini (paling bawah)
http://www.kaskus.co.id/show_post/54...91d8b456c/60/-
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 19 suara
Menurut anda apakah isi artikel ini sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan?
Ya
68%
Tidak
32%
Diubah oleh boyfajar 24-12-2014 07:26
0
29.1K
134
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83KAnggota
Tampilkan semua post
boyfajarAvatar border
TS
boyfajar
#60
Quote:



ini dia suara prempuan yg jujur.. dari hati nya..
salut dah.. moga istiqomah ya.. aamiin



Quote:


Aamiin... jujur ini suara prempuan lho..

Quote:


silahkan saja gan.. resiko ditanggung masing2 yg melakukannya.. kewajiban sy hanya menyampaikan..

Quote:


tuh kan.. memang

Quote:


Aamiin... semoga dikabulkan..
ini suara laki-laki lho..

Quote:


sudut pandang agama Islam, gak tau kl agama laen

Quote:


memang masuk akal gan.. krn sesuai dgn realita.. akan efek buruk nya.. hanya saja masih ada yg gak mau jujur mengakui nya..

Quote:


oke mantap

Quote:


Alhamdulillah.. bersyukurlah

Quote:


Alhamdulillah.. bersyukurlah

Quote:


oke mantap

Quote:


bisa jadi..

Quote:


iya gan.. Aamiin...

Quote:


rawan gan.. kl yg takut dosa jelas berusaha menghindari nya.. kecuali kl dah gak peduli soal agama len cerita.. mau nya bebas tanpa aturan..

Quote:


Alhamdulillah.. sebarkan jika bermanfaat..
inshaa Allah..

Quote:


baca ulang gan.. hehe


Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga (Khusus Muslimah)
=================
Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?


Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya: “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga.

Ibu Sebagai Seorang Pendidik

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah, menancapkan tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Quran dan As Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq, mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan mereka, mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan masih banyak lagi. Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada anak adab ke kamar mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tau bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk membiasakannya.

Sebuah Tanggung Jawab

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu!” di atas menggunakan Fi’il Amr (kata kerja perintah) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Oleh karena itu semua kaum muslimin yang mempunyai keluarga wajib menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya api neraka.

Tentang Surat At Tahrim ayat ke-6 ini, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak-nya (IV/494), dan ia mengatakan hadist ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, sekalipun keduanya tidak mengeluarkannya)

Muqatil mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, setiap muslim harus mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan maksiat.

Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)

Ibnu Qoyyim selanjutnya menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.

Adapun dalil yang lain diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara': 214)

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)

Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.

Siapa Menanam, Dia akan Menuai Benih

Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”

Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh! sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan. Sedih!

Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.

Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?

Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?

Lalu…

Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?

Wallahu a’lam

Maroji':

Dapatkan Hak-Hakmu, Wahai Muslimah oleh Ummu Salamah as Salafiyyah. Judul asli: Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat
Mendidik Anak bersama Nabi oleh Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Judul Asli: Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Thifl
Majalah Al Furqon Edisi: 8 Tahun V/Rabi’ul Awwal 1427/April 2006

***

Artikel www.muslimah.or.id

http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nas...ah-tangga.html
Diubah oleh boyfajar 18-12-2014 03:10
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.