- Beranda
- Stories from the Heart
Tak Ada Cinta Yang Sia2
...
TS
sayulovme
Tak Ada Cinta Yang Sia2
Quote:
Sebelumnya gue cuman mau bilang kalau trit ini nggak ada hubungannya sama trit yg sengaja gue closed. Gue hanya pengin berbagi cerita tentang orang yang gue sayangin. Yang akan selalu ada di hati gue, sampai kapanpun. Trit ini gue buat sesuai dengan kepribadiannya, mulai dari tutur kata dan bahasanya.
Akan ada campur tangan dari orang lain juga selain gue yg bakal nulis cerita ini. Awalnya karena gue menceritakan ttg trit ini, sehingga dia tertarik untuk ikut menulis. Jadi ini adalah hasil curahan hati kami berdua yg kami persembahkan untuk dia yg tak akan pernah terganti.
Akan ada campur tangan dari orang lain juga selain gue yg bakal nulis cerita ini. Awalnya karena gue menceritakan ttg trit ini, sehingga dia tertarik untuk ikut menulis. Jadi ini adalah hasil curahan hati kami berdua yg kami persembahkan untuk dia yg tak akan pernah terganti.
Quote:
Perkenalan.
Nama aku Zahra. Aku berjenis kelamin perempuan. Lahir di Kalimantan bagian Timur, 28 tahun yang lalu. Aku dibesarkan oleh kedua orangtua yang luar biasa. Mereka mendidikku dengan baik. Sedari kecil mereka menanamkan pendidikan agama terhadapku. Aku kesepian. Sampai dengan Umi berumur 40 tahunan, umi dan abi tidak juga dikarunia seorang buah hati. Aku tahu mereka sangat mendamba kehadiran anggota keluarga baru. Tapi apa daya, manusia hanya bisa berikhtiar kan? Umi pernah hamil 2bulan saat aku berusia 9 tahun, tapi sayang, calon bayi di rahimnya tak diizinkan lahir ke dunia. Saat itu aku sangat sedih, padahal aku sudah menanti kehadiran adikku. Umi dan Abi tak kalah sedihnya, tapi mereka berkata padaku sambil tersenyum
"Allah lebih sayang sama adek, Za jangan sedih ya sayang, Za bener2 mau punya adek?"
Abi merangkulku dengan penuh rasa sayang dan menggendong ke atas pangkuannya.
Aku mengangguk2
"Iya umi" jawabku dengan mata berkaca2
"Kalo gitu, Za harus terus berdoa supaya Allah lihat kesungguhan Za, kalo Za sungguh2, pasti Allah akan kasih adek yg Za mau"
Aku terus berdoa, sampai suatu hari sepertinya doaku dikabulkan.
Nama aku Zahra. Aku berjenis kelamin perempuan. Lahir di Kalimantan bagian Timur, 28 tahun yang lalu. Aku dibesarkan oleh kedua orangtua yang luar biasa. Mereka mendidikku dengan baik. Sedari kecil mereka menanamkan pendidikan agama terhadapku. Aku kesepian. Sampai dengan Umi berumur 40 tahunan, umi dan abi tidak juga dikarunia seorang buah hati. Aku tahu mereka sangat mendamba kehadiran anggota keluarga baru. Tapi apa daya, manusia hanya bisa berikhtiar kan? Umi pernah hamil 2bulan saat aku berusia 9 tahun, tapi sayang, calon bayi di rahimnya tak diizinkan lahir ke dunia. Saat itu aku sangat sedih, padahal aku sudah menanti kehadiran adikku. Umi dan Abi tak kalah sedihnya, tapi mereka berkata padaku sambil tersenyum
"Allah lebih sayang sama adek, Za jangan sedih ya sayang, Za bener2 mau punya adek?"
Abi merangkulku dengan penuh rasa sayang dan menggendong ke atas pangkuannya.
Aku mengangguk2
"Iya umi" jawabku dengan mata berkaca2
"Kalo gitu, Za harus terus berdoa supaya Allah lihat kesungguhan Za, kalo Za sungguh2, pasti Allah akan kasih adek yg Za mau"
Aku terus berdoa, sampai suatu hari sepertinya doaku dikabulkan.
INDEX
1. Namanya Sayra
2. Pertemuan Pertama
3. Malam Presentasi
4. Getting Closer
5. Asking
6. Challenge
Diubah oleh sayulovme 26-11-2014 10:27
anasabila memberi reputasi
1
7.3K
Kutip
75
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sayulovme
#57
5. Asking
Quote:
Kali ini aku tiba lebih dulu daripada Zahra. Aku melihat sekeliling, kudapati waiter yang menjadi penyambung antara aku dan Zahra untuk pertama kalinya. Aku jadi teringat adik semata wayangku.. namanya Taufik, di keluarga kami memanggilnya Opik. Sudah cukup lama aku tidak mengontaknya. Kuambil ponselku dan meneleponnya.
“Kamu lagi dimana? Berisik banget”
“Diparkiran mas, habis ketemu temenku. Oh ya mas lagi dekat sama siapa nih? Aku mau kenalin temenku”
Mengenalkan teman? Kayaknya teman Opik anak kuliahan. Aku bakal repot mengurus gadis manja.
“Ni aku lagi ngedate, Pik”
“Yah, kelewat deh” suaranya terdengar menyesal
“Kalau yg ini nggak oke, aku kenalin ke temenku ya. Yang ini cantik mas..dewasa juga”
“Kenapa nggak buat kamu aja?”
“Yaelah, mas. Maunya. Hahahaha. Becanda Mas..Masya mau dikemanain. Mas, mbaknya ini umurnya diatasku kok..pas buat Mas”
Aku cuma ketawa. Tak lama kemudian Taufik menutup percakapan kami. Dia akan menjemput pacarnya. Taufik memang sering mengenalkan aku ke temannya karena teman perempuannya terbilang cukup banyak, tapi sejauh ini belum ada yg sreg dihatiku. Katakan aku pemilih, tapi orientasi aku memang untuk serius berkomitmen, wajar bukan kalau aku memilih calon istri dan ibu dari anakku kelak?
Aku gelisah karena pukul tujuh sudah lewat dan belum ada tanda2 kedatangannya. Apakah sesuatu terjadi padanya? Aku menoleh ke pintu masuk lagi. Hatiku bersorak melihatnya. Dia menghampiri mejaku. Kuperhatikan wajahnya sepertinya dia kelelahan. Dia mengenakan kemeja hijau agak kebiruan, dan menutupnya dengan rok dan blazer hitam. Jilbabnya biru muda bercorak. Dia belum sempat pulang? Berarti dia seharian kerja dan langsung menemuiku?
Sebagai ajang basa basi aku tanyakan seputar pekerjaannya. Aku berharap Zahra seperti rekan kerjaku di kantor. Mereka gampang sekali disulut untuk menceritakan apa saja yg mereka lakukan seminggu ini. Sayangnya, Zahra tidak seperti mereka. Dia hanya menjawab
“Baik, ketemu banyak teman hari ini. Mungkin pas kebetulan”
Setelah itu justru aku yang ditanya tentang proyek terbaruku. Aku menahan untuk bercerita banyak karna itu akan semakin menguras energinya. Zahra permisi ke toilet. Aku tidak menghitung berapa lama dia pergi. Rasanya dia memang lama sekali. Aku lega melihat Zahra menghampiriku. Wajahnya sudah lumayan fresh,tapi gurat kelelahan masih tampak jelas. Kelak, aku tidak akan membiarkannya bekerja selelah ini. Kelak? Aku sendiri kaget dengan pikiranku.
Disaat kami menikmati hidangan, seseorang memanggil Zahra. Opik berdiri dengan wajah seperti mendapatkan kejutan yang telah lama diidam-idamkannya. Seorang gadis berdiri di sebelahnya dengan mimic tak mengerti.
“Mas, kok nggak bilang ke aku?” Opik menatapku. Aku tidak mengerti dengan perkataannya.
“Mas?” Zahra menatap Opik dengan ekspresi heran.
Opik mengenal Zahra? Bagaimana bisa?
Opik malah ketawa lebar. Dia menatap Zahra dan mengatakan
“Ini kakakku yang aku bilang kemaren, Mbak”
Dari cara Opik menatap dan bercakap-cakap dengan Zahra, aku menangkap kesan sepertinya mereka saling kenal. Bukan hanya saling kenal, mungkin mereka memiliki kedekatan tertentu.
“Oke, karena kalian sudah ketemu, selamat makan malam”
Opik menggandeng gadis di sebelahnya menuju meja tak jauh dari kami.
Zahra menatapku.
“Jadi?”
Kujelaskan bahwa Opik adikku. Berikutnya aku malah kaget luar biasa mendengar Zahra mengatakan Opik adalah agen junior di perusahaan asuransinya. Aku tidak menyangka adikku bekerja dan itu menjadi alasan skripsinya terbengkalai. Masih kuingat dengan baik keluhan ibuku tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi Opik terkait dengan skripsinya. Faktanya, adikku itu malah malang melintang di dunia asuransi.
“Opik sms saya. Katanya, Pak Wisnu tahunya dia kuliah”
Kujelaskan ke Zahra bagaimana ibuku menanti-nanti kelulusan Opik.
“Kalian dekat ya?”
Zahra menjelaskan bahwa Opik hanyalah rekan kerjanya. Aku harus bisa membuat Opik menyelesaikan skripsinya dalam semester ini juga sebelum Ibu tahu dia menyambi kerja.
“Well, saya minta maaf bikin kamu nggak bisa langsung pulang buat istirahat. Saya bermaksud untuk menjalin hubungan sama kamu. Hubungan yang serius”
Zahra menatapku beberapa saat
“Apa yang Pak Wisnu harapkan dari hubungan yg serius itu? Jangan-jangan saya nggak sesuai dengan Pak Wisnu, kalau sudah begitu hasilnya bisa ditebak”
Kutata napasku dengan diam beberapa saat. Aku tidak ingin Zahra melihatku gegabah menanggapi kata-katanya.
“Saya ingin hubungan yg mengarah ke pernikahan”
“Sebelum kemana-mana, saya mau Pak Wisnu tahu kalu saya sudah pernah menikah”
“Saya tahu Zahra”
“Kenapa pilih saya?”
“Yang saya tahu kamu wanita baik, Zahra. Saya nggak mau melewatkan wanita seperti kamu”
“Wanita baik? Bagaimana kalau suatu saat nanti saya nggak seperti yg Pak Wisnu kira?”
Aku menjelaskan konsep wanita yang baik menurutku. Kukatakan padanya tentang keseimbangan hidup. Manusia, laki2 atau perempuan, sepanjang hidupnya berada di titik seimbang dan tidak seimbang. Segala sesuatu yg buruk dan terasa tidak pada tempatnya hanyalah sinyal yg menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam hidup. Secara naluriah manusia akan segera berusaha mencapai titik keseimbangannya kembali.
Pada saat berada pada titik seimbang inilah manusia bersyukur, merasa damai dan tidak kekurangan sesuatu. Demikian pula sebaliknya. Berada dalam kondisi tidak seimbang secara terus-menerus justru akan membuat seseorang merasa terjebak dalam kubangan gelap tak berdasar. Itulah yg kurasakan dengan kondisiku yg berusia tiga puluh tahun dan belum menikah. Aku harus segera menikah supaya mencapai titik keseimbanganku kembali.
Zahra terdiam. Dia memandangiku dengan pandangan skeptis. Dalam beberapa hal, Zahra lebih mengerti arti pahit, sakit, pedih perih dan luka daripada aku.
Zahra dulu pasti terpuruk karena perceraiannya, tapi lihat sekarang. Siapa yg menyangka wanita cantik, tampak kasual, yg sebenarnya justru membuatku tidak boleh meremehkannya, adalah wanita yg pernah begitu sakit. Aku melihat Zahra begitu sehat.
Zahra. Seorang wanita yg begitu menjaga dirinya. Dia akan marah kepada siapapun yg menjamahnya tanpa prosedur pernikahan. Inikah? Inikah profil wanita yg sudah membuatku jatuh hati? Dia yg membuatku nyaman? Dia yg menciptakan udara bersih untukku agar aku dapat berpikir dengan jernih? Berpikir dengan jernih. Itulah yg sejak tadi dilakukannya.
Dia memberiku pertanyaan2 yg menuntunku berpikir logis sebelum memutuskan mengajaknya menikah. Dia bukan berpikir tentang dirinya. Dia berpikir tentang aku. Bagaimana jika suatu saat nanti aku menyesali keputusanku ini karena telah memilihnya? Peluang. Dia sedang bicara tentang peluang. Manusia selalu memiliki peluang melakukan kesalahan. Peluang itu bersembunyi pada apa yg kita sebut dengan pilihan. Zahra memikirkan aku. Itu benar2 pikiran yg sangat tidak egois.
Aku tersenyum puas di dalam hati. Aku menemukan belahan jiwaku. Wanita ini, yg duduk di hadapanku, tahu bagaimana memegang hatiku. Tiba2 aku teringat akan permintaan ibuku agar menikah dengan wanita yg memahami agama. Jelas, siapa sih, yg bersedia berkeras hati tidak bersentuhan dengan laki2 yg bukan muhrimnya kalau bukan ornag yg paham agama?
Zahra. Aku mendapatkan dua syarat untuk pendamping hidupku yg kudambakan selama ini. Cerdas dan paham agam. Aku tahu aku akan mendapatkan wanita ini. Dia ditakdirkan untukku. Pertemuan kami berakhir dengan kesepakatan untuk bertemu kembali minggu depan. Dia perlu waktu untuk memikirkan jawabannya untukku.
Aku bersyukur karena dia bersedia mempertimbangkanku. Saat dia pamit kuliat wajahnya jauh berbeda daripada sebelum kami bertemu selama ini. Dia semakin menawan. Aku mengantarnya ke yaris putihnya. Melihat mobil itu, aku melepasnya jauh lebih ringan daripada sebelumnya.
SKIP
Hari2 menanti keputusan Zahra menjadi waktu yg benar2 terasa seperti menantikan hasil quick count. Aku mencoba mengalihkan perhatianku pada pekerjaan. Setelah berbicara dengan Zahra belakangan ini, pikiranku disibukkan oleh hal2 yg berbau gambaran besar, konsep besar, grand design, visi besar atau apalah. Aku mulai memikirkan peluangku mengembangkan karir.
Selama enam tahunan bekerja di perusahaan multinasional dan nasional, aku banyak belajar tentang operasional perusahaan. Setelah itu kupelajari seluk beluk dunia konsultasi manajemen. Tentu saja ini bukanlah titik puncak yg ingin kucapai. Untuk itu kurasa sebaiknya aku mulai merencanakan saat yg tepat aku benar2 menggunakan namaku sendiri untuk karir profesionalku.
Kusempatkan mencari Opik di kosannya. Walaupun tinggal di kota yg sama, kami tinggal berjauhan. Orangtuaku sudah pensiun dan kembali ke kampung halaman, sementara Opik memutuskan untuk ngekos dan tidak mau tinggal denganku. Alasannya karena aku juga jarang dirumah (sering keluar kota) dan dia sudah nyaman dengan teman kosnya, alasan yg mengada ada lagi karena jauh dari kampus.
“Jadi, datenya Mas Wisnu itu Mbak Zahra?”
“Jadi, Zahra yg mau kamu kenalin ke aku?”
“Iya. Sudah lama pengen kukenalin. Tapi aku ragu terus”
“Kenapa?”
“Yah sebenernya aku ragunya ke Mbak Zahra. Memang ngomongnya lembut, tapi keras kepala”
“Kenapa harus Zahra?”
“Suka aja sama kepribadiannya. Orangnya perhatian trus care sama org lain. Aku sih sering ngarep dia jadi mbakku. Baik banget Mas. Biarpun kalau ingetin aku soal shalat suka galak. Dari situ malah aku tahu kalau dia perhatian banget sama aku. Terus, kalau dicurhatin mau dengerin, bukannya ngasih sousi, tapi dia bikin aku ngerti masalah yg aku hadapi sebenernya itu apa. Ya yg kaya begitulah”
“Kamu sudah berapa lama kenal Zahra?”
Kuambil bola basket dari kursi dan memainkannya
“Aku baru masuk asuransi setahun lebih. Ya, mulai itu aku kenal dia. Mas serius kan sama Mbak Zahra?”
“Kita lihat aja nanti”
“Mas, SUV gitu berapa DPnya?”
“Tergantung, kamu mau SUV yg mana?”
“Kalau kayak punya Mas?”
“Wah, nggak tahu ya kalau harganya sekarang”
“Mbak Zahra hebat loh mas, dua tahun lebih bisa beli mobil sendiri”
“Oh”
Aku bangkit untuk berpamitan kepadanya. Dia mengikutiku sampai ke jalan.
“Aku nggak mau matur ke Ibu soal kerjaanmu. Coba bagi waktu, Pik. Dua tiga bulan kalau kamu mau konsen dikit, kelarlah skripsimu. Habis itu kamu nunggu wisuda sambil fokus lagi sama asuransimu, kan bisa”
Kutepuk bahunya
“Kasihan Ibu nunggu kamu wisudanya kelamaan”
“Ya Mas”
Maaf baru sempat ngapdet satu hehe
Tengkis berat buat semua yg masih mau baca

Diubah oleh sayulovme 21-11-2014 23:16
0
Kutip
Balas