stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
[MILITARY FAN FICTION] PEMBAJAKAN DI METROTV
Disclaimer:


Cerpen Fan Fiction ini ane buat dan selesaikan pada tahun 2009 lalu, dan menggunakan nama tokoh-tokoh asli dengan urutan kejadian yang fiksi, tentu saja. Oleh karena cerita ini dibuat pada tahun 2009, maka keadaannya adalah sebagaimana pada tahun 2009, dan tidak untuk dilihat dengan kacamata pada tahun ini.

Cerpen ini akhirnya ane putuskan untuk rilis setelah menunggu selama 5 tahun, which is rentang waktu biasa dari sebuah statute of limitation, tapi terutama adalah menunggu sampai keadaan benar-benar lain dari saat ketika cerpen ini dibuat. Diharapkan cerpen akan update setidaknya 2 chapter setiap minggunya dimulai dari minggu ini hingga selesai.

Selamat menikmati...

DAFTAR ISI

Chapter I: Zero Hour

Chapter II: The V.I.Ps

Chapter III: Trojan Horse Pt 1

Chapter III: Trojan Horse Pt 2

Chapter IV: Breaking News

Chapter V: Executive Decision

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 1

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 2

Chapter VII: Father of Sons Pt 1

Chapter VII: Father of Sons Pt 2

Chapter VIII: Fortress Pt 1

Chapter VIII: Fortress Pt 2

Chapter IX: Company In Need

Chapter X: Inside Men

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 1

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 2

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 1

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 2

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 1

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 2

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 1

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 1

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 3

Chapter XVI: Clean Shot


Diubah oleh stuka1788 13-11-2014 11:56
0
55.3K
179
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7KAnggota
Tampilkan semua post
stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
#152
Chapter XVI: Clean Shot


Jalan Pilar Mas Raya
Kedoya, Jakarta Barat
02.36 WIB


Pasukan aparat segera berbaris maju ke gedung MetroTV, melewati jalan Pilar Mas Raya yang kini sudah rusak berat akibat serangan barusan. Pohon-pohon tumbang atau tercabut, jalanan berlubang-lubang, dan di beberapa tempat, aspalnya tampak terbakar. Bangkai-bangkai kendaraan bekas dipakai teroris pun berserakan, hitam dan terbakar, sementara mayat para teroris terbujur di sana-sini. Sebagian besar mayat sudah dalam keadaan tidak lengkap, anggota-anggota tubuh berserakan tak keruan. Entah bagaimana besok pagi mereka akan bisa diidentifikasi. Beberapa anggota teroris yang masih hidup meringkuk ketakutan seperti tikus tercebur got, dengan dijaga oleh anggota Romeo-Yankee. Mereka menyambut kedatangan rekan-rekan mereka dengan salut militer.

Kol. Basuki berada di panser terdepan sambil mengamati keadaan. Bau mesiu, aspal panas, dan daging terbakar mendominasi medan pertempuran itu. Dia hanya bisa menarik nafas panjang, melihat suasana yang mengerikan ini. Bagaimanapun, Kol. Basuki tetaplah manusia, yang tentu saja merasa amat disayangkan bahwa nyawa manusia lain harus terenggut begitu saja seperti malam ini. Kol. Basuki hanya lega bahwa semua ini pastinya telah selesai. tapi betulkah seperti itu?

Gedung MetroTV
Kedoya, Jakarta Barat
02.37 WIB


Di tengah kegelapan taman MetroTV, terlindung oleh rimbunnya pepohonan, tampak dua orang bergerak di sana. Dia adalah Afif, yang selamat dari pembantaian oleh tim Whiskey-Zulu, dan Lucia, yang dibawa sebagai sandera. Pistol FN milik Afif ditekankan di pelipis Lucia, dan Lucia sendiri hanya bisa terisak tertahan.

Afif tak menduga bahwa serangan aparat akan berlangsung sekilat dan sehebat itu, tapi dia amat beruntung bisa keluar pada waktunya. Saat ini, yang ada di pikiran Afif adalah bagaimana caranya untuk bisa keluar dari sini dengan selamat secepat mungkin. Semua jalan keluar pasti sudah dijaga oleh para aparat, dan wanita yang ada di cengkeramannya ini adalah satu-satunya tiket untuk bisa keluar dari sini hidup-hidup.

"Ayo cepat!" kata Afif setengah menyeret Lucia melewati jalanan taman itu.

Lucia tentu saja menolak, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Kakinya terasa sakit karena tidak memakai sepatu ketika Afif menariknya, tapi Afif sepertinya tak mau peduli pada keadaan sanderanya itu. Lucia tentu tahu bahwa aparat sudah berhasil menguasai gedung kembali, tapi nyawanya masih berada di ujung tanduk sekarang.

"Kau mau bawa aku ke mana?" tanya Lucia.
"Anti akan bantu ana keluar dari sini," kata Afif.
"TOL...!!" kata Lucia berusaha berteriak.

Teriakan itu tertahan karena Afif langsung membekap mulut Lucia dan menekan pistol lebih dalam ke pelatuknya sehingga Lucia kesakitan.

"Anti mau mati!? Diam!!" kata Afif.

Lucia pun hanya terisak saja, terbekap oleh tangan Afif. Ia hanya bisa pasrah, bagaimana sekarang ia bisa selamat?

"Lepaskan dia!!" teriak satu suara di sebuah sudut di kegelapan.

Afif menyerapah, dan segera mengangkat Lucia agar dirinya terlindung. Lucia mengerang kesakitan akibat perlakuan Afif itu.

"Siapa antum!!?" teriak Afif, "keluar, atau wanita ini ana tembak!"
"Jangan bodoh! Aku sudah mengincarmu!" kata suara itu lagi.

Suara klik senjata pun terdengar dan Afif semakin menunduk. Tubuh Lucia yang pendek tidak bisa menyembunyikan tubuh Afif secara sempurna, jelas.

"Antum berani tembak, kepala wanita ini pecah!" kata Afif sambil menekankan ujung pistolnya lebih keras ke kening Lucia.

Lucia semakin histeris dan isakannya semakin terdengar keras, meskipun teredam oleh bekapan Afif. Afif melihat sekeliling, tapi dia belum bisa menemukan dari mana arah suara itu, dan siapa yang saat ini tengah mengincarnya.

"Tunjukkan diri antum!!" kata Afif.
"Kalau aku menembak kepalamu, kau tak bakal sempat untuk menarik pelatuk!" kata sang penembak.
"Ah, antum tidak tahu itu, kan?" kata Afif meremehkan.
"Tidak tahu, tapi menarik juga kalau dicoba," kata sang penembak.

Perkataan ini malah membuat Afif menjadi semakin panik.

"Berengsek! Di mana Antum!? Jangan main-main??" kata Afif.

Situasi semakin mencekam dan menegangkan. Keringat dingin muncul dari kening Afif, mengetahui bahwa nyawanya tengah terancam. Lucia semakin senewen, karena ia tahu bahwa ia tepat berada di tengah adu tembak. Sepertinya juga, kesempatan Lucia untuk lolos dari keadaan ini amatlah kecil.

Tiba-tiba terdengar suara gemeresak dahan, dan sekelebatan bayangan orang pun muncul. Dengan cepat Afif melepas ujung pistolnya dari pelipis Lucia, dan menembak bayangan orang itu. Letusan terdengar keras, dan orang itu segera roboh. Namun di saat itu pula lampu di MetroTV kembali menyala, dan dengan cahaya remang-remang, Afif melihat bahwa yang ia tembak tadi adalah salah satu aparat yang kebetulan tengah menyisir lokasi. Afif berusaha untuk kembali menodong Lucia, tapi...

"DOOR!!!"

Detik yang dipakai oleh Afif menyesali kesalahannya amat mahal harganya. Lucia merasakan darah menciprat di kepalanya, dan mendengar suara pistol Afif terjatuh. Tangan yang membekap mulutnya tiba-tiba terlepas seolah akibat dorongan kekuatan yang luar biasa, dan begitu juga tubuh Afif yang langsung terlempar ke belakang akibat ganasnya kekuatan peluru 7,92mm yang baru mengenainya sebelum akhirnya jatuh berdebum ke tanah. Afif rupanya salah mengidentifikasi bahwa aparat tadi adalah sang penembak, dan ketika Afif menembak, sang penembak itupun menembakkan pelurunya tepat ke mata Afif. Mata kanannya berlubang akibat tembakan, dan Afif mati seketika. Inilah kutukan dari Zelda pada Afif bahwa mata Afif akan tercabut.

Lucia masih berdiri membeku, gemetaran ketakutan sambil menangis terisak. Kejadian itu membuatnya shock berat. Ia menoleh ke arah aparat yang tadi ditembak, dan aparat itu tampak terbangun ditolong oleh rekannya. Rupanya tembakan Afif hanya mengenai rompi anti-peluru yang dikenakannya, tidak cukup untuk membunuhnya.

"Jangan bergerak!" kata rekan aparat itu sambil mengacungkan senapannya ke arah sumber tembakan.

Beberapa orang aparat segera bergerak dan mengamankan Lucia. Borgolnya pun dibuka sehingga tangan Lucia kembali bebas. Aparat lain pun mengacungkan senjatanya ke arah kegelapan. Fakta bahwa Afif yang mati membuat aparat tidak begitu intens dalam mengacungkan senjatanya. Lucia pun sadar juga bahwa orang ini telah menyelamatkannya.

Sosok tubuh pun keluar dari persembunyiannya. Aparat kembali menaikkan senjatanya, tapi orang ini sama sekali tidak tampak mengancam. Senapan Mauser 98-nya hanya dipegang saja dengan gontai, lalu senapan itu pun terselip dan jatuh ke lantai. Lucia melihatnya, dan tampak luka di perut orang ini kembali mengeluarkan darah. Ia tersenyum sebentar, kemudian ambruk.

"Andre! Andre!" kata Lucia sambil merangsek ke arah Andre.

Wajah Andre pucat, tapi nafasnya masih teratur. Lucia dengan khawatir memegang wajah, leher, dan badan Andre, kemudian memegang tangannya erat-erat.

"Mbak Lucia nggak papa?" tanya Andre pelan.
"Nggak papa, kamu jangan bicara dulu," kata Lucia.

Mengetahui nama Andre disebut, semua anggota aparat segera menurunkan kembali senjatanya. Kol. Basuki memang sudah mewanti-wanti supaya Andre tidak diapa-apakan.

"Kepada Charlie-November, kami sudah menemukan Andre, dia terluka, butuh perawatan segera," kata aparat itu.

Lucia pun mulai tersenyum sambil menatap wajah Andre.

"Makasih," kata Lucia, lalu memberikan kecupan di kening Andre.

Kecupan itu terasa hangat sekali di kening Andre, dan wajahnya pun terlihat memerah. Tapi begitu Andre akan mengatakan sesuatu, Lucia menempelkan jarinya di bibir Andre, mengisyaratkan agar Andre tak perlu berkata apapun dulu.

Jalan Pilar Mas Raya
Kedoya, Jakarta Barat
02.43 WIB


Situasi akhirnya benar-benar bisa dikendalikan oleh aparat, dan sisa-sisa teroris pun ditangkap dan dibawa oleh Densus 88 untuk ditahan dan diinterogasi. Serangan balik aparat itu betul-betul membuat para teroris ciut nyalinya, dan ketika dibawa ke truk, mereka hanya tertunduk sambil sedikit gemetaran. Sementara itu banyak ambulans dibawa juga ke lokasi untuk mengevakuasi korban baik meninggal atau terluka.

Para reporter pun akhirnya berhasil memasuki jalan Pilar Mas Raya dan berjajar di sana, membantu aparat dalam membenahi sesuatu hal dan yang lainnya. Mereka juga menyambut bebasnya rekan-rekan mereka sesama reporter yang tersandera di MetroTV. Saling berpelukan, melepaskan cekaman yang selama beberapa jam tadi melanda semua orang. Zelda Savitri dibawa ke dalam ambulans dengan bahu dibalut perban, dan ia mendapatkan standing ovation dari semua orang sebagai orang yang melawan hingga saat-saat terakhir. Juga setiap orang Metro yang keluar pun mendapatkan sorakan salut dari para rekan-rekannya, termasuk Gadiza Fauzi, Najwa Shihab, dan tentunya adalah Pak Surya Paloh.

Tapi di antara sebegitu banyak hal, Kol. Basuki masih berada di dalam panser-nya. Ia tengah memegang alat komunikasi. Jend. Djoko Santoso tengah berbicara dengannya.

"Selamat atas keberhasilan anda, Kolonel," kata Jend. Djoko, "kesatuan pastinya menghargainya, dan Presiden juga,"
"Terima kasih, Pak, tapi kalau boleh..." kata Kol. Basuki, "saya ingin mengajukan pengunduran diri,"
"Kenapa?" tanya Jend. Djoko terkejut.
"Tugas militer adalah melindungi sipil, dan malam ini, saya kira saya gagal melaksanakannya," kata Kol. Basuki, "menempatkan orang sipil di antara kita dan lawan, sama sekali bukan tanda dari seorang militer sejati; maafkan saya,"

Suasana hening sejenak.

"Saya mengerti," kata Jend. Djoko, "tapi selesaikan dulu laporanmu,"
"Siap, Pak," kata Kol. Basuki.
"Semoga berhasil, Prajurit!" kata Jend. Djoko.

Komunikasi pun berakhir. Kol. Basuki menarik nafas panjang sejenak, kemudian turun dari panser dan segera bergerak ke arah salah satu tandu yang dibawa oleh paramedis. Ada Andre di sana. Kol. Basuki segera datang dan memberi salut pada Andre.

"Terima kasih!" kata Kol. Basuki, "Presiden akan memberikan penghargaan khusus,"
"Kol. Basuki, ada satu permintaan," kata Andre lemah.
"Silakan," kata Kol. Basuki.
"Aku tidak mau menerimanya," kata Andre, "aku tidak mau ada di sini,"

Kol. Basuki mengangguk saja. Sebuah permintaan yang masuk akal.

"TNI akan menerima semua beban itu, kalau begitu," kata Kol. Basuki.

Kol. Basuki kembali memberikan salut kepada Andre. Yang kemudian dibalas juga oleh Andre.

Selepas Kol. Basuki, kali ini ganti Metta Sagita, Nane Nindya, Paramitha Soemantri, dan Fenny Anastasia yang merubung Andre.

"Kalian dapat pesanku juga ya?" tanya Andre.
"Syukurlah," kata Metta.
"Makasih udah mau membalas," kata Andre.
"Cepat sembuh aja, Ndre," kata Nane, "nanti aku traktir di Pulogadung,"
"Kita yang traktir," kata Paramitha Soemantri dan Fenny Anastasia.
"Heh, gantian dong, aku dulu," kata Metta.
"Sudah sudah," kata Andre, "pasti, tapi sebelum kalian... aku ada janji,"

Lucia mendekati Andre sambil tersenyum. Lalu semua orang pun berdehem.

"Aku akan ikut," kata Lucia.
"Apa boleh?" tanya Andre.
"Nggak papa," kata Lucia, "banyak yang harus dibicarakan,"

Andini Effendi, Yos Kusuma, Corysha Putri, dan Faisal pun menjadi grup terakhir yang mendekati Andre. Kecuali Andini, yang bibirnya harus dijahit, semuanya rata-rata tidak apa-apa. Yos dan Cory saling berangkulan dan melihat Andre sambil tersenyum.

"Kita tim yang hebat, yah?" kata Andre.
"Pasti," kata Yos, "asal jangan sering-sering kayak gini,"
"Siapa yang mau... Oh ya, Cory, makasih ya, kalau nggak ada kamu..." kata Andre.
"Hei... aku yang makasih," kata Cory, "semua orang selamat karena kamu,"
"Cerita hebat buat Forum!" kata Faisal, "ya kan, Bos?"
"Nggak usah cerita deh, mendingan," kata Andre, "tapi kerja yang bagus, Sal,"

Mereka pun akhirnya sampai di ambulans. Andre dimasukkan ke dalam ambulans, dan Lucia pun ikut naik bersamanya.

"Satu orang lagi boleh ikut," kata paramedis.
"Oke, aku aja," kata Andini, "lagian kayaknya bibirku kudu dioperasi nih,"

Andini segera naik dan duduk di samping Lucia. Andini memegang tangan Andre, tidak berkata apa-apa lagi. Petualangan mereka malam ini memang susah untuk digambarkan dengan kata-kata.
Pintu ambulans pun ditutup, dan Cory, Yos, serta Faisal melambaikan tangan kepada ambulans itu. Para reporter pun juga berjajar di kiri dan kanannya sambil memberikan salut, tepuk tangan, ataupun sorakan penyemangat.

"So," kata Andini, "mau petualangan apa lagi, besok?"
"Nggak ah," kata Andre, "aku capek,"

"...melalui gabungan dari keberanian dan reaksi cepat para aparat dan warga sipil, krisis penyanderaan di MetroTV pun akhirnya terselesaikan. Seluruh komunitas berita di Indonesia akan mengingat malam ini tidak hanya sebagai malam tragedi, namun malam di mana kita semua bisa bangkit dan berdiri bersama-sama untuk melaksanakan kewajiban mulia kita demi rekan-rekan kita di sana. Saya Wahyu Wiwoho, melaporkan dari lokasi kejadian untuk GlobalTV, Selamat malam."

FIN

"Kita para reporter; kita di garis depan, tak peduli hujan badai, api, atau peluru, akan kita hadapi. Mendaki gunung terjal atau mengarungi lautan luas, di mana ada berita, di situ kita ada. Kita menyuarakan kebenaran, tak kenal takut, pantang menyerah, bersikap ksatria, dan setia kawan. Dan walau harus menyeberangi lembah bayangan kematian, kita tidak takut. Karena kita adalah reporter, inilah siapa kita, inilah yang kita lakukan,"

0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.