- Beranda
- Stories from the Heart
I'm Happy Mom...
...
TS
yhunikasr
I'm Happy Mom...
Oke agan-sista sebelum gue nulis sedikit tentang kisah kehidupan gue, kenalin nama gue Cicu (nama panggilan kesayangan dari ibu gue). Gue cewek, umur hampir seperempat abad (baru hampir belum seperempat loh
) . Body gue mungil, rambut gonta-ganti warna (gue berjilbab
). Setelah baca berbagai cerita di kaskus gue tertarik buat nulis juga. Kalau ada yang salah, kritik dan saran ditunggu.
---------
Cerita berawal dari tahun 2005, gue selesai belajar di SMP. Waktu itu gue rasa nggak ada kebahagiaan melebihinya. Ternyata kertas pengumuman kelulusan "TIDAK LULUS" bagian yang dicoret. Nggak nyangka aja sih, secara gue murid teladan di kelas setiap jam pelajaran berlangsung, iya gue teladan molor gan.
Waktu itu nilai hasil ujian nggak langsung dibagikan, harus menunggu 1 mingguan. Yang jelas gue dah aman dengan kata LULUS. Sebenernya gue udah tau bayang-bayang setelah lulus gue mau ngapain. Di saat teman-teman gue sibuk memilih sekolah mana yang baik, gue hanya berdiam diri di rumah. Gue nggak tau mau kemana, gue bingung
, karna gue sadar keadaan keluarga gue yang pas-pasan bahkan sering kekurangan. Bapak gue udah sepuh, gue nggak tega ngeliat bapak harus kerja keras. Tapi gue juga pengen lanjutin sekolah.
Setelah menunggu 1 minggu, akhirnya nilai hasil ujian dibagikan. Bukan ijazah sih, kalau ijazah masih nunggu 1bulan. Nilai yang bisa digunakan buat daftar sekolah. Gue tambah hancur, hati gue serasa dicabik, dirobek, sakit setelah tau kalau nilai gue tinggi. Pulang dengan membawa lembaran nilai, gue kasih tau sama ibu.
"Bu... Apa aku nggak bisa lanjutin SMA ?" Tanya gue lirih, karna gue tau jawaban yang akan gue dengar.
"Lihat bu, nilaiku tinggi kalau aku daftar sekolah di SMAN 1 situ diterima." Jelas gue sama ibu yang masih berharap gue dapet keajaiban bisa lanjutin sekolah. Sekolah itu sampai sekarang masih favorite di tempat gue.
"Emangnya kamu anak seorang saudagar? Emangnya sekolah gratis? Seragam, buku, biaya semuanya apa guru yang akan bayarin?" Tanya ibu dengan nada tinggi, ibu membentak gue. Iya ibu marah, gue nggak jawab apa-apa, gue hanya nunduk dan terdiam.
Setelah pembicaraan itu, gue tau nggak ada kemungkinan buat gue lanjutin sekolah. Tapi gue masih berharap, gue mengurung diri di kamar. Gue marah, gue kesal, gue ngambek dan gue menyesal dilahirkan di keluarga ini.
"Tuhan... Engkau Maha Kaya, mana kekayaan-Mu? Kenapa untuk keluargaku tidak Kau beri kekayaan lebih?" Gue nangis, gue berontak. Kenapa bukan mereka yang merasakan? Kenapa harus gue?
Percuma, percuma gue nangis darah pun tidak akan merubah. Gue bisa sekolah SMP dapat beasiswa. Sayangnya untuk melanjutkan SMA, beasiswa itu nggak ada. Rasanya gue ingin lari, gue ingin teriak. Aaarrggghhh... Gak adil.
Seharian gue di kamar tanpa makan. Ntah setan atau malaikat yang merasuki tubuh gue. Keesokan harinya gue keluar kamar dengan wajah ceria seperti tanpa beban. Gue mencoba ikhlas, meski dalam hati masih tertinggal penyesalan.
"Bu... Aku mau kerja ke Bandung." Ucap gue mengawali pembicaraan.
"Kapan?" Tanya ibu yang sedang memasak.
"Mungkin minggu depan." Jawab gue singkat. Jujur berat banget gue ngomong itu sama ibu. Gue bergegas menghilang dari pandangan ibu. Iya gue nggak kuat nahan air mata, gue masuk kamar nangis lagi.
-----------
Mom... What ever make you happy, I'll try to do it, even I have to bury my dream.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
) . Body gue mungil, rambut gonta-ganti warna (gue berjilbab
). Setelah baca berbagai cerita di kaskus gue tertarik buat nulis juga. Kalau ada yang salah, kritik dan saran ditunggu.---------
Cerita berawal dari tahun 2005, gue selesai belajar di SMP. Waktu itu gue rasa nggak ada kebahagiaan melebihinya. Ternyata kertas pengumuman kelulusan "TIDAK LULUS" bagian yang dicoret. Nggak nyangka aja sih, secara gue murid teladan di kelas setiap jam pelajaran berlangsung, iya gue teladan molor gan.

Waktu itu nilai hasil ujian nggak langsung dibagikan, harus menunggu 1 mingguan. Yang jelas gue dah aman dengan kata LULUS. Sebenernya gue udah tau bayang-bayang setelah lulus gue mau ngapain. Di saat teman-teman gue sibuk memilih sekolah mana yang baik, gue hanya berdiam diri di rumah. Gue nggak tau mau kemana, gue bingung
, karna gue sadar keadaan keluarga gue yang pas-pasan bahkan sering kekurangan. Bapak gue udah sepuh, gue nggak tega ngeliat bapak harus kerja keras. Tapi gue juga pengen lanjutin sekolah.Setelah menunggu 1 minggu, akhirnya nilai hasil ujian dibagikan. Bukan ijazah sih, kalau ijazah masih nunggu 1bulan. Nilai yang bisa digunakan buat daftar sekolah. Gue tambah hancur, hati gue serasa dicabik, dirobek, sakit setelah tau kalau nilai gue tinggi. Pulang dengan membawa lembaran nilai, gue kasih tau sama ibu.
"Bu... Apa aku nggak bisa lanjutin SMA ?" Tanya gue lirih, karna gue tau jawaban yang akan gue dengar.
"Lihat bu, nilaiku tinggi kalau aku daftar sekolah di SMAN 1 situ diterima." Jelas gue sama ibu yang masih berharap gue dapet keajaiban bisa lanjutin sekolah. Sekolah itu sampai sekarang masih favorite di tempat gue.
"Emangnya kamu anak seorang saudagar? Emangnya sekolah gratis? Seragam, buku, biaya semuanya apa guru yang akan bayarin?" Tanya ibu dengan nada tinggi, ibu membentak gue. Iya ibu marah, gue nggak jawab apa-apa, gue hanya nunduk dan terdiam.
Setelah pembicaraan itu, gue tau nggak ada kemungkinan buat gue lanjutin sekolah. Tapi gue masih berharap, gue mengurung diri di kamar. Gue marah, gue kesal, gue ngambek dan gue menyesal dilahirkan di keluarga ini.
"Tuhan... Engkau Maha Kaya, mana kekayaan-Mu? Kenapa untuk keluargaku tidak Kau beri kekayaan lebih?" Gue nangis, gue berontak. Kenapa bukan mereka yang merasakan? Kenapa harus gue?
Percuma, percuma gue nangis darah pun tidak akan merubah. Gue bisa sekolah SMP dapat beasiswa. Sayangnya untuk melanjutkan SMA, beasiswa itu nggak ada. Rasanya gue ingin lari, gue ingin teriak. Aaarrggghhh... Gak adil.
Seharian gue di kamar tanpa makan. Ntah setan atau malaikat yang merasuki tubuh gue. Keesokan harinya gue keluar kamar dengan wajah ceria seperti tanpa beban. Gue mencoba ikhlas, meski dalam hati masih tertinggal penyesalan.
"Bu... Aku mau kerja ke Bandung." Ucap gue mengawali pembicaraan.
"Kapan?" Tanya ibu yang sedang memasak.
"Mungkin minggu depan." Jawab gue singkat. Jujur berat banget gue ngomong itu sama ibu. Gue bergegas menghilang dari pandangan ibu. Iya gue nggak kuat nahan air mata, gue masuk kamar nangis lagi.

-----------
Mom... What ever make you happy, I'll try to do it, even I have to bury my dream.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Quote:
Diubah oleh yhunikasr 09-01-2015 19:09
anasabila memberi reputasi
1
54.7K
822
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yhunikasr
#235
Part 17
Dakkk..
Duarrr..
Jebrettt..
Saking ributnya kamar Dewi yang berukuran 5x5 ini meski hanya ada kami bertiga. Mengundang mamahnya masuk dan..
"Woi... Ribut, berisik, lagi ngapain kalian?" Nada meninggi.
Sepertinya kegaduhan kami mengganggu ketenangan orangtuanya. Meski sudah terbiasa setiap hari kalau ngumpul di rumah Dewi pasti bikin ricuh sericuh suasana pasar.
"Hehe maaf tante." Serempak suara 3 diva gadungan ini dengan senyum kepalsuan
Akhirnya kami bertiga keluar cari makan. Daripada di rumah ganggu orang. Jalan ke tempat kakak gue yang jualan mie ayam.
>>> Sampai
Gue sama Ina pesan mie ayam setengah porsi dengan sayur dibanyakin. Dewi satu porsi sayur dikit. Gue emang suka makan sayur, segala macam sayuran gue lahap. Daun pisang, daun nangka, daun.. Daun.. semua jenis tumbuhan gue embat. Embeee
Pesanan siap saji, kami menikmati mie ayam yang rasanya super. Dari sekian banyak penjual mie ayam, tempat kakak gue yang paling rame. Nggak heran karena resep masaknya yang menurut gue lain dari yang lain. Mie yang digiling sendiri, ayam yang dimasak dengan bumbu khas. Hmmm... Nikmatnya bikin gue lupa sama mantan.
"Aaahhh... Kenyang." Ucap gue setelah mengeluarkan suara 'agh' sambil ngelus perut yang sedikit membesar.
"Cepet banget lo makan?" Sambil ngunyah mie Ina berusaha ngomong dengan benar.
"Haha.. Lo telen dulu tuh makanan, muncrat ke muka gue ntar!"
"Lo aja tuh yang makan kek siput, ngitungin berapa helai mie dalam satu mangkok lo?" Tangkas Dewi yang udah selesai makan juga.
"Udah abis wee.." Cibir Ina sambil menjulurkan setengah lidahnya.
****
Karena banyak pelanggan ngantri, akhirnya kami bertiga beranjak keluar warung. Duduk di teras rumah kakak gue yang berada di belakang warung sambil makan cemilan lebaran. Haha perut karet, makan mulu.
Dan...
Gue lihat ada pembeli yang baru datang. Dia naik motor yang kemudian diparkirkan di depan teras rumah samping warung. Gue diam saja tanpa menyapa dia. Iya.. Dia Haris boncengin cewek bernama Wiwi.
Wiwi..
Cewek berbody semok, kulit putih, rambut ikal, dan menurut gue emang cantik. Umurnya 1 tahun di atas gue. Dia cewek yang pernah suka sama Haris waktu gue belum putus.
...
.....
........
Apes banget sih gue, lagi-lagi harus menyaksikan cowok yang belum bisa gue lupakan berboncengan sama cewek lain.
Dunia? Kapan kau berpihak padaku? Sampai kapan kau permainkan aku? Belum cukupkah kau mendengar keluhan atas luka hatiku?
"Cabut yuk..!!" Ajak gue sama Ina dan Dewi.
"Mas.. Semua berapa?" Tanya total harga mie ayam yang kami makan bertiga sama kakak gue.
Selesai bayar, gue pamitan sama istri dan mertua kakak gue. Di sini, keluarga kakak ipar gue emang akrab. Gue udah merasa seperti rumah gue kalau main.
"Pulang dulu mbak, mas." Pamitan sama kakak gue.
Kami bertiga pun mengayunkan kaki setapak demi setapak menjauh dari warung mie ayam. Di jalan menuju pulang, hati gue kacau. Lagi-lagi rasa cemburu menghantam ruang kecil di sudut dada, terasa sesak.
Andai saja mie ayam belum gue makan, mungkin saja rasa lapar lenyap. Untungnya aja sih pemandangan itu terjadi setelah gue kenyang melahap isi mangkok itu.
"Lo pasti cemburu yah Cu?" Tanya Ina meledek gue.
"..."
"Haha kelihatan banget dia lagi sedih tuh." Sambung Dewi yang ikut memojokan keadaan gue.
"Aahh... Resek kalian. Sapa juga yang cemburu, dia udah bukan siapa-siapa gue lagi kok." Ucap gue mengelak karena gengsi.
"Gengsi dia.. Haha." 2 gadis itu masih meledek gue.
Gue nggak balas ledekan mereka, hanya diam. Berusaha menahan agar raut wajah gue nggak terlihat kalau gue masih merasa sakit hati.
Berjalan di jalan yang nggak terlalu kecil tapi juga nggak terlalu besar. Sesekali motor menyalip langkah kami. Dan di sebuah gang kecil yang berada diantara dua rumah, gue belok kanan. Di situ lah jalan menuju rumah gue. Ina dan Dewi pun pulang ke rumah mereka masing-masing.
Masih dengan perasaan yang berkecamuk, gue ucap salam.
"Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumsalam.." Jawab wanita setengah baya, iya dia ibu gue yang sedang duduk di kursi sambil menikmati makan siangnya.
"Di depan ada siapa bu?" Tanya gue yang melihat ada motor di sebelah rumah. Gue emang tadi masuk rumah lewat pintu sebelah kanan karena tahu sedang ada tamu.
"Teman Tiwi, kamu udah makan belum Cu?"
"Oh.. Udah tadi makan mie ayam ke rumah mas Ahmad." Jawab gue kemudian masuk kamar.
...
....
Darimana yah mereka?
Atau mau kemana mereka?
Terus kenapa bukan sama Rahma malah sama Wiwi?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengusik pikiran gue. Tanpa ada jawaban yang bisa menenangkan hati gue, akhirnya gue abaikan semua begitu saja. Buat apa coba gue masih sakit hati sama Haris? Udahlah Cu.. Cowok model Haris nggak pantas lo pikirin. Come on girl..!! Move on, move on and try to open your heart for an other boy.
Iwan???
Sejenak terlintas nama Iwan di pikiran gue. Tadi pagi dia ngajak ketemuan ntar malam. Menggulingkan badan ke kanan, ke kiri di atas kasur membuat gue harus meninggalkan kepenatan dunia sejenak. Gue terlelap tidur sampai adzan Ashar membangunkan gue.
Bantu ibu nyapu halaman, cuci piring, angkatin jemuran dan merapikan pakaian kering yang sudah terlipat rapi. Tomboy gini juga masih bisa kerja
hehe
Selesai kerja bakti, gue bergegas mandi. Kan mau ketemuan sama Iwan.
Duarrr..
Jebrettt..
Saking ributnya kamar Dewi yang berukuran 5x5 ini meski hanya ada kami bertiga. Mengundang mamahnya masuk dan..
"Woi... Ribut, berisik, lagi ngapain kalian?" Nada meninggi.
Sepertinya kegaduhan kami mengganggu ketenangan orangtuanya. Meski sudah terbiasa setiap hari kalau ngumpul di rumah Dewi pasti bikin ricuh sericuh suasana pasar.

"Hehe maaf tante." Serempak suara 3 diva gadungan ini dengan senyum kepalsuan

Akhirnya kami bertiga keluar cari makan. Daripada di rumah ganggu orang. Jalan ke tempat kakak gue yang jualan mie ayam.
>>> Sampai
Gue sama Ina pesan mie ayam setengah porsi dengan sayur dibanyakin. Dewi satu porsi sayur dikit. Gue emang suka makan sayur, segala macam sayuran gue lahap. Daun pisang, daun nangka, daun.. Daun.. semua jenis tumbuhan gue embat. Embeee
Pesanan siap saji, kami menikmati mie ayam yang rasanya super. Dari sekian banyak penjual mie ayam, tempat kakak gue yang paling rame. Nggak heran karena resep masaknya yang menurut gue lain dari yang lain. Mie yang digiling sendiri, ayam yang dimasak dengan bumbu khas. Hmmm... Nikmatnya bikin gue lupa sama mantan.
"Aaahhh... Kenyang." Ucap gue setelah mengeluarkan suara 'agh' sambil ngelus perut yang sedikit membesar.
"Cepet banget lo makan?" Sambil ngunyah mie Ina berusaha ngomong dengan benar.
"Haha.. Lo telen dulu tuh makanan, muncrat ke muka gue ntar!"

"Lo aja tuh yang makan kek siput, ngitungin berapa helai mie dalam satu mangkok lo?" Tangkas Dewi yang udah selesai makan juga.
"Udah abis wee.." Cibir Ina sambil menjulurkan setengah lidahnya.
****
Karena banyak pelanggan ngantri, akhirnya kami bertiga beranjak keluar warung. Duduk di teras rumah kakak gue yang berada di belakang warung sambil makan cemilan lebaran. Haha perut karet, makan mulu.
Dan...
Gue lihat ada pembeli yang baru datang. Dia naik motor yang kemudian diparkirkan di depan teras rumah samping warung. Gue diam saja tanpa menyapa dia. Iya.. Dia Haris boncengin cewek bernama Wiwi.
Wiwi..
Cewek berbody semok, kulit putih, rambut ikal, dan menurut gue emang cantik. Umurnya 1 tahun di atas gue. Dia cewek yang pernah suka sama Haris waktu gue belum putus.
...
.....
........
Apes banget sih gue, lagi-lagi harus menyaksikan cowok yang belum bisa gue lupakan berboncengan sama cewek lain.
Dunia? Kapan kau berpihak padaku? Sampai kapan kau permainkan aku? Belum cukupkah kau mendengar keluhan atas luka hatiku?
"Cabut yuk..!!" Ajak gue sama Ina dan Dewi.
"Mas.. Semua berapa?" Tanya total harga mie ayam yang kami makan bertiga sama kakak gue.
Selesai bayar, gue pamitan sama istri dan mertua kakak gue. Di sini, keluarga kakak ipar gue emang akrab. Gue udah merasa seperti rumah gue kalau main.
"Pulang dulu mbak, mas." Pamitan sama kakak gue.
Kami bertiga pun mengayunkan kaki setapak demi setapak menjauh dari warung mie ayam. Di jalan menuju pulang, hati gue kacau. Lagi-lagi rasa cemburu menghantam ruang kecil di sudut dada, terasa sesak.
Andai saja mie ayam belum gue makan, mungkin saja rasa lapar lenyap. Untungnya aja sih pemandangan itu terjadi setelah gue kenyang melahap isi mangkok itu.
"Lo pasti cemburu yah Cu?" Tanya Ina meledek gue.
"..."
"Haha kelihatan banget dia lagi sedih tuh." Sambung Dewi yang ikut memojokan keadaan gue.
"Aahh... Resek kalian. Sapa juga yang cemburu, dia udah bukan siapa-siapa gue lagi kok." Ucap gue mengelak karena gengsi.
"Gengsi dia.. Haha." 2 gadis itu masih meledek gue.
Gue nggak balas ledekan mereka, hanya diam. Berusaha menahan agar raut wajah gue nggak terlihat kalau gue masih merasa sakit hati.
Berjalan di jalan yang nggak terlalu kecil tapi juga nggak terlalu besar. Sesekali motor menyalip langkah kami. Dan di sebuah gang kecil yang berada diantara dua rumah, gue belok kanan. Di situ lah jalan menuju rumah gue. Ina dan Dewi pun pulang ke rumah mereka masing-masing.
Masih dengan perasaan yang berkecamuk, gue ucap salam.
"Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumsalam.." Jawab wanita setengah baya, iya dia ibu gue yang sedang duduk di kursi sambil menikmati makan siangnya.
"Di depan ada siapa bu?" Tanya gue yang melihat ada motor di sebelah rumah. Gue emang tadi masuk rumah lewat pintu sebelah kanan karena tahu sedang ada tamu.
"Teman Tiwi, kamu udah makan belum Cu?"
"Oh.. Udah tadi makan mie ayam ke rumah mas Ahmad." Jawab gue kemudian masuk kamar.
...
....
Darimana yah mereka?
Atau mau kemana mereka?
Terus kenapa bukan sama Rahma malah sama Wiwi?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengusik pikiran gue. Tanpa ada jawaban yang bisa menenangkan hati gue, akhirnya gue abaikan semua begitu saja. Buat apa coba gue masih sakit hati sama Haris? Udahlah Cu.. Cowok model Haris nggak pantas lo pikirin. Come on girl..!! Move on, move on and try to open your heart for an other boy.
Iwan???
Sejenak terlintas nama Iwan di pikiran gue. Tadi pagi dia ngajak ketemuan ntar malam. Menggulingkan badan ke kanan, ke kiri di atas kasur membuat gue harus meninggalkan kepenatan dunia sejenak. Gue terlelap tidur sampai adzan Ashar membangunkan gue.
Bantu ibu nyapu halaman, cuci piring, angkatin jemuran dan merapikan pakaian kering yang sudah terlipat rapi. Tomboy gini juga masih bisa kerja
heheSelesai kerja bakti, gue bergegas mandi. Kan mau ketemuan sama Iwan.
Diubah oleh yhunikasr 08-11-2014 12:57
regmekujo dan sicepod memberi reputasi
2