- Beranda
- Stories from the Heart
-Catatan Untuk Riyani-
...
TS
azelfaith
-Catatan Untuk Riyani-
CATATAN UNTUK RIYANI

Sebuah Skripsi

Quote:

(dengerin lagunya dulu ya biar meleleh)

Prologue
Sebut saja namaku Boy, 23 tahun. Penulis? Jelas bukan. Aku hanyalah seorang anak laki-laki yang tumbuh tegak ke atas bersama waktu, soalnya kalau melebar kesamping berarti tidak sesuai kayak iklan Boneto. Dilecut dalam romantika kehidupan labil (bahkan sampai sekarang.
-Editor).Tulisan ini kupersembahkan untuk seorang gadis, sebut saja Bunga. Eh, jangan. Nama Bunga sudah terlalu mainstream dan negatif, Sebut saja Riyani, itu lebih indah dibaca dan tanpa konotasi negatif berita kriminal. (iya gimana sih..
- Editor)Ya, Riyani itu kamu. Bukan Riyani yang lain. (Emang Riyani ada berapa gan?
- Editor) Aku menulis ini karena aku tak punya harta materi (Hiks..kasihan
- Editor). Karena aku tak punya apapun. Karena aku bahkan tak ingat apa yang jadi favoritmu. Aku hanya tahu kau suka membaca, maka aku hanya bisa mempersembahkan tulisan ini sebagai ungkapan terima kasihku untukmu Riyani, seseorang yang akan kunikahi nanti. (Ciyyeeee.. suit-suit dah mau kimpoi nih..
- Editor)Dan kau Riyani, perhatikanlah bagaimana kuceritakan masa-masa dimana aku tumbuh dewasa hingga kutitipkan kepingan hati terakhirku padamu. Masa-masa dimana aku belajar, ditempa, jatuh remuk, dan kembali bangkit karenamu.. (Ceiileee romantisnyaaa...
- Editor).
DAFTAR ISI
Quote:
INTERLUDE
Quote:

RULES
Quote:

Q & A
Quote:

Jangan lupa komen, rates, dan subscribe.
Ijo-ijo belakangan mah gak masalah.

Diubah oleh azelfaith 04-07-2016 15:20
septyanto memberi reputasi
2
110.5K
623
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
azelfaith
#426
5.28. Langit dan Bumi 3
Sejak putus dari Hanum aku punya kebiasaan baru setiap pagi. Bercermin.
Aku tak pernah memberitahukan ini pada siapapun, bahkan Lia sekalipun. Hanya cermin setengah retak yang menjadi saksi dimana aku berkaca. 30 menit tepat, tak lebih dan tak kurang. Itulah waktu yang kuhabiskan, sendiri, dalam kamar mengunci diri. Apabila mami bertanya ngapain aja, maka singkat jawabnya; nyiapin buku dan PR.
Tak banyak yang kulakukan ketika bercermin. Hanya memandangi tiap guratan-guratan dan lekuk tekstur mukaku. Memicingkan mata, kemudian melebarkannya kembali. Menyusuri dari dahi ke mata, ke alis, ke hidung, ke mulut. Kesetiap sudut wajahku yang bisa kupandangi. Mencari-cari sesuatu yang bahkan tak ada disitu. Mencari-cari jawaban atas pertanyaan yang menghantui hidup (ceile bahasanya).
Aku terlalu muda dan gagal paham untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Terlalu muda untuk tak main hakim sendiri. Terlalu muda untuk mau memahami. Terlalu muda untuk mengerti dan menerima. Terlalu muda dan terlalu egois memikirkan dirinya sendiri. Terlalu lambat untuk sadar.
Aku termenung mendengar kata-katanya. Kuingat-ingat lagi adakah masalah antara aku dan Lia akhir-akhir ini. No!! Tak ada masalah apapun. Everything is allright. What the hell is wrong with her mind?
Gue bener-bener bingung dengan sikapnya ini. Apakah ini efek dari PMS? Orang bilang cewek kalau lagi mens suka galau gak jelas gitu. Oh damn!
Apakah ini tentang Hanum lagi? Aku tahu betul Lia adalah teman baik Hanum dulu. Tapi tak seharusnya dia mencampur adukkan Hanum dalam hubungan kami.
Aku mendesah kesal. Kuluapkan kekesalanku dengan melahap bakso bulat-bulat. Akhirnya gue keselek. Uhuk!
Sms kagak ya? Pikirku sembari memutar-mutar hp di tangan. Biasanya setiap malam aku dan Lia smsan. Sms, kagak, sms, kagak, sms, kagak. Menimbang-nimbang kayak gini ini saja sudah bikin diriku galau setengah mati, memang anak SMA bawaannya galau melulu.
Aku berguling-guling diatas kasur lapuk yang kayaknya sejak jaman gue smp belum pernah diganti. Di ujung kasur gue terdiam, memandang ke pintu lemari meja belajar di sebelahnya. Sebuah gantungan tokoh Disney tampak bergoyang-goyang. Gantungan itu hadiah dari Hanum dulu. Ah... Entah bagaimana tiba-tiba tanganku mengambil gantungan itu dengan cepat.
Seolah-olah disusupi rasa amarah yang membara bagai Goku berubah jadi super saiya gue beranjak dari tempat tidur. Kuseret kursi mendekati cermin sembari membanting pintu kamar kuat-kuat. Aku duduk bercermin memandangi diriku sendiri. Menatap tajam pada mataku sendiri seakan-akan ingin meluapkan jutaan rasa marah dan kecewa. Gantungan itu kugenggam erat-erat.
Langit dan Bumi. Itu yang Lia bilang tadi. Jikalau Lia adalah langit dan diriku ini bumi. Maka siapakah Hanum? Tumbuhan kah? Pepohonan nan hijau yang rimbun membuat bumi tampak begitu asri dan ramah. Tumbuhan yang menyerap air hujan dari langit yang dialirkan bumi. Menggunakannya untuk berfotosintesis, berkembang, mengambil manfaat darinya. Apabila bumi kering, tandus, maka tak ada satupun tumbuhan hijau nan indah yang mau tumbuh. Yang ada hanyalah kaktus yang menawarkan duri-duri tajam menghujam. Dan... Fuck!
Entah kenapa tiba-tiba aku tersadar sesuatu. Kulihat lekat-lekat gantungan kunci di tanganku. Kemudian mataku beralih ke kasur lapuk tempatku tidur. Ke tas sekolah bututku. Fuck! Fuck! Fuck!
Lu pikir lu siapa Boy?! Gue bertanya pada diriku sendiri. You are nothing. Nothing but a dust. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah butiran debu.
Hanum pergi karena gue ini bukan siapa-siapa. Gue gak punya apa-apa. Seharusnya gue sadar sejauh apa perbedaan strata sosial kami.
Dulu Hanum mungkin masih kecil, masih khilaf. Sekarang waktu sudah berlalu, dia sudah beranjak dewasa. Dia pasti sudah bisa bedakan mana Ninja mana Angkota. Sial! Kenapa gue gak sadar-sadar. Padahal setiap hari lewat depan rumahnya yang segede gaban. Segede gaban! Harusnya gue sadar. Rumah gue yang seuprit itu sudah jadi penanda seberapa jauh perbedaan antara aku dan dia. Oh demi kantong Doraemon plis kasih kue senter pengecil buat ngecilin rumahnya.
Hanum memang lebih cocok dengan Bernard. Lelaki necis berkacamata mirip Harry Potret bukan anak biasa. Kalaupun tak mirip mungkin bisa kita sejajarkan dengan Afgan karena sama-sama kacamata. Atau setidaknya lagunya Mas Afgan sebanding dengan apa yang dilakukannya. Terlalu sadis caramu merebut Hanum dariku..
Tanganku menyentuh kaca cermin di depanku. Memegang pipi bayangan yang terpantul disitu. I wish I could change your past. I wish...
Brrrt..Brrrt..Brrrt... tiba-tiba hpku bergetar.
Ada sms dari Lia.
Aku tak pernah memberitahukan ini pada siapapun, bahkan Lia sekalipun. Hanya cermin setengah retak yang menjadi saksi dimana aku berkaca. 30 menit tepat, tak lebih dan tak kurang. Itulah waktu yang kuhabiskan, sendiri, dalam kamar mengunci diri. Apabila mami bertanya ngapain aja, maka singkat jawabnya; nyiapin buku dan PR.
Tak banyak yang kulakukan ketika bercermin. Hanya memandangi tiap guratan-guratan dan lekuk tekstur mukaku. Memicingkan mata, kemudian melebarkannya kembali. Menyusuri dari dahi ke mata, ke alis, ke hidung, ke mulut. Kesetiap sudut wajahku yang bisa kupandangi. Mencari-cari sesuatu yang bahkan tak ada disitu. Mencari-cari jawaban atas pertanyaan yang menghantui hidup (ceile bahasanya).
Aku terlalu muda dan gagal paham untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Terlalu muda untuk tak main hakim sendiri. Terlalu muda untuk mau memahami. Terlalu muda untuk mengerti dan menerima. Terlalu muda dan terlalu egois memikirkan dirinya sendiri. Terlalu lambat untuk sadar.
****
Quote:
Aku termenung mendengar kata-katanya. Kuingat-ingat lagi adakah masalah antara aku dan Lia akhir-akhir ini. No!! Tak ada masalah apapun. Everything is allright. What the hell is wrong with her mind?
Gue bener-bener bingung dengan sikapnya ini. Apakah ini efek dari PMS? Orang bilang cewek kalau lagi mens suka galau gak jelas gitu. Oh damn!
Quote:
Apakah ini tentang Hanum lagi? Aku tahu betul Lia adalah teman baik Hanum dulu. Tapi tak seharusnya dia mencampur adukkan Hanum dalam hubungan kami.
Quote:
Aku mendesah kesal. Kuluapkan kekesalanku dengan melahap bakso bulat-bulat. Akhirnya gue keselek. Uhuk!
****
Sms kagak ya? Pikirku sembari memutar-mutar hp di tangan. Biasanya setiap malam aku dan Lia smsan. Sms, kagak, sms, kagak, sms, kagak. Menimbang-nimbang kayak gini ini saja sudah bikin diriku galau setengah mati, memang anak SMA bawaannya galau melulu.
Aku berguling-guling diatas kasur lapuk yang kayaknya sejak jaman gue smp belum pernah diganti. Di ujung kasur gue terdiam, memandang ke pintu lemari meja belajar di sebelahnya. Sebuah gantungan tokoh Disney tampak bergoyang-goyang. Gantungan itu hadiah dari Hanum dulu. Ah... Entah bagaimana tiba-tiba tanganku mengambil gantungan itu dengan cepat.
Seolah-olah disusupi rasa amarah yang membara bagai Goku berubah jadi super saiya gue beranjak dari tempat tidur. Kuseret kursi mendekati cermin sembari membanting pintu kamar kuat-kuat. Aku duduk bercermin memandangi diriku sendiri. Menatap tajam pada mataku sendiri seakan-akan ingin meluapkan jutaan rasa marah dan kecewa. Gantungan itu kugenggam erat-erat.
Langit dan Bumi. Itu yang Lia bilang tadi. Jikalau Lia adalah langit dan diriku ini bumi. Maka siapakah Hanum? Tumbuhan kah? Pepohonan nan hijau yang rimbun membuat bumi tampak begitu asri dan ramah. Tumbuhan yang menyerap air hujan dari langit yang dialirkan bumi. Menggunakannya untuk berfotosintesis, berkembang, mengambil manfaat darinya. Apabila bumi kering, tandus, maka tak ada satupun tumbuhan hijau nan indah yang mau tumbuh. Yang ada hanyalah kaktus yang menawarkan duri-duri tajam menghujam. Dan... Fuck!
Entah kenapa tiba-tiba aku tersadar sesuatu. Kulihat lekat-lekat gantungan kunci di tanganku. Kemudian mataku beralih ke kasur lapuk tempatku tidur. Ke tas sekolah bututku. Fuck! Fuck! Fuck!
Lu pikir lu siapa Boy?! Gue bertanya pada diriku sendiri. You are nothing. Nothing but a dust. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah butiran debu.
Hanum pergi karena gue ini bukan siapa-siapa. Gue gak punya apa-apa. Seharusnya gue sadar sejauh apa perbedaan strata sosial kami.
Dulu Hanum mungkin masih kecil, masih khilaf. Sekarang waktu sudah berlalu, dia sudah beranjak dewasa. Dia pasti sudah bisa bedakan mana Ninja mana Angkota. Sial! Kenapa gue gak sadar-sadar. Padahal setiap hari lewat depan rumahnya yang segede gaban. Segede gaban! Harusnya gue sadar. Rumah gue yang seuprit itu sudah jadi penanda seberapa jauh perbedaan antara aku dan dia. Oh demi kantong Doraemon plis kasih kue senter pengecil buat ngecilin rumahnya.
Hanum memang lebih cocok dengan Bernard. Lelaki necis berkacamata mirip Harry Potret bukan anak biasa. Kalaupun tak mirip mungkin bisa kita sejajarkan dengan Afgan karena sama-sama kacamata. Atau setidaknya lagunya Mas Afgan sebanding dengan apa yang dilakukannya. Terlalu sadis caramu merebut Hanum dariku..
Tanganku menyentuh kaca cermin di depanku. Memegang pipi bayangan yang terpantul disitu. I wish I could change your past. I wish...
Brrrt..Brrrt..Brrrt... tiba-tiba hpku bergetar.
Ada sms dari Lia.
Quote:
Diubah oleh azelfaith 29-10-2014 22:42
0
