stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
[MILITARY FAN FICTION] PEMBAJAKAN DI METROTV
Disclaimer:


Cerpen Fan Fiction ini ane buat dan selesaikan pada tahun 2009 lalu, dan menggunakan nama tokoh-tokoh asli dengan urutan kejadian yang fiksi, tentu saja. Oleh karena cerita ini dibuat pada tahun 2009, maka keadaannya adalah sebagaimana pada tahun 2009, dan tidak untuk dilihat dengan kacamata pada tahun ini.

Cerpen ini akhirnya ane putuskan untuk rilis setelah menunggu selama 5 tahun, which is rentang waktu biasa dari sebuah statute of limitation, tapi terutama adalah menunggu sampai keadaan benar-benar lain dari saat ketika cerpen ini dibuat. Diharapkan cerpen akan update setidaknya 2 chapter setiap minggunya dimulai dari minggu ini hingga selesai.

Selamat menikmati...

DAFTAR ISI

Chapter I: Zero Hour

Chapter II: The V.I.Ps

Chapter III: Trojan Horse Pt 1

Chapter III: Trojan Horse Pt 2

Chapter IV: Breaking News

Chapter V: Executive Decision

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 1

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 2

Chapter VII: Father of Sons Pt 1

Chapter VII: Father of Sons Pt 2

Chapter VIII: Fortress Pt 1

Chapter VIII: Fortress Pt 2

Chapter IX: Company In Need

Chapter X: Inside Men

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 1

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 2

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 1

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 2

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 1

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 2

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 1

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 1

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 3

Chapter XVI: Clean Shot


Diubah oleh stuka1788 13-11-2014 11:56
0
55.3K
179
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7KAnggota
Tampilkan semua post
stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
#77
Chapter X: Inside Men


Jalan Arjuna
Kedoya, Jakarta Barat
00.55 WIB


Dengan segera Kol. Basuki menuju ke kendaraan komando, dan Metta pun mengikutinya. Ia kembali membentangkan peta besar, dan mengamati kembali keadaan berdasarkan info penting yang baru saja dia dapatkan.

"Berengsek!" gumam Kol. Basuki, "rupanya begitu ya..."

Akhirnya beberapa teka-teki pun terjawab, termasuk kenapa penyerbuan tadi bisa gagal dan memakan banyak korban. Jelas, pada titik tertentu, pasukannya tidak lagi bisa terkoordinasi dengan baik akibat adanya jammer. Jammer ini mungkin adalah dari jenis baru sehingga tidak begitu kentara, dan tahu-tahu komunikasi langsung mati saja. Dengan melakukan perhitungan ulang, maka Kol. Basuki pun tahu bahwa komunikasi-nya dengan Andre terjadi selama Breaking News MetroTV ditayangkan, yang berarti jammer itu adalah termasuk jammer universal, alias berpengaruh terhadap semua frekuensi atau transmisi. Pantas saja helikopter penyerbu-nya tetap merangsek maju padahal panser darat dihancurkan, bukan karena sok berani, tapi karena perintah selanjutnya tidak dapat diterima.

Selain itu, Kol. Basuki pun juga kehilangan kontak dengan salah satu regu tempurnya. Tadinya Kol. Basuki mengira regu ini mungkin berhadapan dengan musuh dan terbantai semuanya. Namun dengan adanya ini, maka kemungkinan lain pun terbuka, yaitu bahwa mereka masih hidup, hanya saja terasing akibat tidak bisa menghubungi atau dihubungi siapapun. Tapi, kalau memang benar bahwa teroris menggunakan jammer universal, bukannya ini juga berarti...

Kol. Basuki langsung saja menyambar corong radio dan menghubungi helikopter pengintainya.

"Ya, Kolonel, ada apa?" tanya pilot heli pengintai.
"Pilot, apa ada hal yang aneh di sana?" tanya Kol. Basuki.
"Aneh bagaimana, Kolonel?" tanya pilot heli itu tidak mengerti.
"Apa ada personel teroris yang melakukan sesuatu yang... katakan aja, nggak biasa," kata Kol. Basuki.
"Sebentar, Kolonel..." kata pilot heli.

Mengambil resiko masuk dalam jarak tembak kanon, helikopter itu pun terbang lebih mendekati areal gedung MetroTV. Tapi kali ini ia memasang mata elektroniknya dengan lebih jeli untuk mendeteksi keanehan yang terjadi.

"Oh ya, ada," kata pilot heli pengintai.
"Apa itu?" tanya Kol. Basuki.
"Lampu," kata pilot heli.
"Maksudnya lampu?" tanya Kol. Basuki.
"Ada satu personel di areal parkir yang pake semacam lampu, tadinya saya nggak perhatikan, tapi sebelum penyerangan dia emang semacam kasih isyarat gitu," kata pilot heli.

Kol. Basuki mengangguk-angguk saja. Berarti begitu ya, caranya. Rupanya teroris yang telah mendirikan perkubuan di MetroTV ini punya cacat yang amat fatal. Dengan jammer mereka, berarti mereka bekerja sama sekali tak memakai radio, ini fatal sekali untuk koordinasi, apalagi wilayah penjagaan mereka cukup besar. Satu-satunya cara untuk berkomunikasi di sini mungkin hanyalah dengan kurir atau penggunaan isyarat non-elektronik seperti morse atau semaphore. Cara kuno yang cukup efektif, tapi tetap saja kuno.

Kol. Basuki lalu segera mengumpulkan ajudannya, dan menggambar sebuah skema pada kertas kosong. Dipersenjatai oleh info penting ini, tahulah Kol. Basuki apa yang sebenarnya harus dia lakukan. Akan tetapi, masalahnya yang kemudian amat penting adalah bahwa adanya personel teroris yang berada di atap dan bersenjata berat. Apabila skema baru ini hendak berhasil, maka ancaman itu harus dieliminasi dulu. Tapi bagaimana?

Helikopter jelas tidak bisa mendekat, dan penggunaan sniper pun tidak mungkin mengingat posisi yang susah. Lagipula bukan hal yang mudah untuk menembak dari jarak sebegini jauh, ke atas. Menempatkan sniper di helikopter? Bisa saja, tapi helikopter haruslah amat tenang untuk bisa menjadi basis penembakan yang stabil, dan satu-satunya helikopter yang bisa melakukan itu hanyalah helikopter Merlin punya Inggris. Lagipula, menempatkan helikopter diam pada jarak tembak sniper sama saja seperti sitting-duck, karena dengan begitu helikopter menjadi target yang amat mudah bagi kanon anti-pesawat. Masalah lain adalah jangan sampai eliminasi ancaman atap ini sampai "membangunkan" yang lain. Apabila terjadi baku tembak di atap, maka semua skema ini bakal berantakan. Mungkin memang benar saran yang tadi, menjatuhkan bom ke atap gedung dari F-16. Masalahnya bom itu pasti akan langsung meluluhlantakkan seluruh atau setidaknya sebagian besar isi gedung hingga lantai-lantai di bawahnya, dan membunuh semua yang dilewatinya.

Sepertinya semua kemungkinan sudah hampir mustahil. Kecuali... Kol. Basuki berpikir sejenak. Tapi apa itu mungkin? Regu yang hilang masih belum diketahui posisinya. Iya kalau mereka sudah di dalam gedung, tapi kalau tidak? Maka hanya ada satu-satunya alternatif, tapi sekali lagi, apa itu mungkin?

"Kolonel..." kata ajudannya, membuyarkan lamunan.
"Oh ya, ada apa?" tanya Kol. Basuki.
"Perintah selanjutnya?" tanya ajudan.
"Hubungi segera Komando Pasukan Katak," kata Kol. Basuki.
"Pasukan katak?" tanya ajudan, tampaknya aneh sekali.
"Tidak ada waktu, segera saja kamu hubungi mereka, suruh untuk mengirimkan setidaknya satu kompi pasukan dengan peralatan lengkap, " kata Kol. Basuki, "termasuk tangga untuk menaiki kapal,"

Meskipun masih merasa aneh, tapi ajudan itu melakukan juga perintah atasannya. Kol. Basuki kemudian segera berjalan mendekati Metta yang masih ada di sana.

"Nona Metta, apa anda bilang mengenai ini kepada orang lain?" tanya Kol. Basuki.
"Tidak, Kolonel," kata Metta.
"Teman anda, mungkin?" tanya Kol. Basuki.
"Tidak, cuma saya saja yang tahu," jawab Metta.
"Kalau begitu, maaf sekali, Nona, tapi saya perintahkan Anda supaya tidak meninggalkan ring I ini," kata Kol. Basuki.
"Apa!!?? Maksud Anda, saya ditahan??" tanya Metta tidak mengerti.
"Saat ini teroris belum tahu kalau teman Anda ada di dalam, berbahaya sekali bagi teman Anda kalau mereka sampai tahu," kata Kol. Basuki, "Saya harap Anda mengerti,"
"Tapi..." kata Metta.
"Kami akan mengurus Anda, tenang saja, Anda bukan tahanan di sini," kata Kol. Basuki, "hanya saja Anda tidak boleh pergi, setidaknya sampai krisis ini berakhir,"

Metta pun hanya terdiam saja mendengar keputusan itu. Tapi dia bisa mengerti alasan di balik penahanannya ini.

"Kalau Anda haus atau lapar, bilang saja ke ajudan saya," kata Kol. Basuki, "tapi maaf sekali lagi, sementara ini Saya juga akan pegang dulu handphone Anda,"
"Handphone saya juga?? Kenapa?" tanya Metta.
"Teman Anda sudah kenal nomor ini, mungkin Saya membutuhkannya," kata Kol. Basuki.
"Apa rencana Anda, Kolonel?" tanya Metta menyelidik.
"Maaf, saya tidak bisa membicarakannya," kata Kol. Basuki sambil berlalu.

Kol. Basuki pun kembali ke ajudannya, dan memberikan handphone milik Metta kepadanya.

"Tolong selidiki operator dari handphone ini, dan juga operator dari nomor yang tadi baru saja masuk," kata Kol. Basuki, "juga hubungi ahli dari LEN, LSN, dan BIN,"
"Siap, Kolonel!" kata ajudan.

Gedung MetroTV
Kedoya, Jakarta Barat
01.05 WIB


Ketegangan pun memuncak di ruangan tempat Andre dkk bersembunyi. Moncong AK-47 terlihat jelas dan ujung kaki sang teroris pun dengan perlahan-lahan memasuki ruangan itu. Yos sudah siap untuk meremukkan kepala teroris itu dengan kamera yang dipegangnya. Lalu bagaimana dengan temannya yang masih diluar? Apabila teroris ini berhasil dijatuhkan, temannya pasti akan segera kesini dan membunuh mereka. Tapi memang tidak ada cara lain. Kalau dia berani masuk atau menyalakan lampu, maka dia pasti akan tersungkur. Soal temannya di luar, itu urusan nanti.

Semua diam, bahkan tak berani bernafas, seolah teroris ini bisa mendengarkan bunyi kecil dari desah nafas ketakutan. Keringat panik pun mulai membanjiri tubuh semua orang, terutama Yos. Tangannya gemetaran, bersiap untuk menghantam kepala sang teroris ini dalam sekali pukul.

"Antum! Cepat bantu ana!" teriak teroris yang diluar.

Dengan dengus kekecewaan, teroris yang hampir masuk ini akhirnya keluar lagi dan terpaksa membantu pekerjaan temannya itu. Semua menarik nafas lega bahwa akhirnya teroris ini tidak jadi masuk.

"Jadi gimana? Ada apa di dalam?" tanya teroris itu.
"Nggak ada apa-apa, gelap," jawab temannya.
"Kan sudah ana bilang," kata teroris pertama, "sudah, kita masih harus pasang beberapa lagi, kecuali kalau antum mau disikat ama Ro'is,"

Terdengar lagi suara kaki, tapi kali ini menjauh, dan akhirnya tidak terdengar apa-apa lagi. Semua pun akhirnya keluar dari persembunyiannya masing-masing, dan kembali berkumpul.

"Nyaris saja..." kata Andini.
"Gimana sekarang? Kita udah nyaris ketahuan..." kata Yos.
"Dan bakal terus...lain kali mungkin nggak bakal seberuntung ini," kata Andre.
"Apa kita kudu pindah?" tanya Cory.
"Iya..." jawab Andre.
"Kamu bisa jalan kan, Ndre?" tanya Andini.
"Bisa, yang luka kan perut, bukan kaki," kata Andre, "tapi aku mungkin nggak bisa cepet,"
"Bagus lah," kata Yos, "ayo, nanti kamu kita papah,"
"Oke... Mas Yos, kamu pimpin..." kata Andre.

Faisal dan Cory segera memapah Andre untuk bisa berdiri, sekalipun Andre bersikeras untuk berdiri sendiri. Andini dan Yos mengambil benda apapun di dalam ruangan itu yang bisa digunakan sebagai senjata: Andini dengan tripod kamera yang dilipat, sementara Yos memakai salah satu kamera yang sedang rusak. Bobot sebuah kamera VCR bisa saja mencapai 5 kg, dan tentu saja bakal memberikan efek yang serius apabila dihantamkan ke kepala dengan keras. Mereka berdua lah yang akan melakukan perlawanan seandainya saja memang perlu. Sehingga Faisal dan Cory menjadi bebas untuk membantu Andre yang sedang terluka.

Pintu ruangan dibuka sedikit, dan sebuah cermin spion yang patah pun mencuat keluar dari dalam. Andini berusaha untuk melihat apakah keadaan di luar cukup aman sebelum memutuskan untuk pergi.

"Gimana?" tanya Yos.
"Aman..." jawab Andini.
"Mustinya jangan pake cermin," kata Andre, "cermin bisa mantulin cahaya soalnya,"
"Ayo, kita keluar," kata Yos.
"Tunggu!" kata Andini.
"Ada teroris??" tanya Yos.
"Bukan," jawab Andini, "tapi kayaknya ada benda aneh di luar,"

Andini membelokkan sedikit cerminnya sehingga baik Yos, Andre, maupun Faisal dan Cory bisa melihat benda aneh yang dilihat oleh Andini itu. Nyaris tak terlihat karena teroris tadi juga mematikan lampu koridor. Akan tetapi, kilatan cahaya warna hijau yang berkedip-kedip memberi pertanda keberadaan benda itu. Ketika cahaya dari luar berhasil memberikan siluet jelas atas benda itu...

"Brengsek! Bom!" kata Andre.

Perkataan ini tentu saja membuat semua orang mendadak kaget dan ciut ketakutan. Sebuah bom? Bom yang asli?? Selama ini Andini hanya melihat bom yang tidak aktif maupun pecahannya selama karier-nya sebagai reporter. Tapi bom yang sedang aktif dan siap meledak??

"Bom???" tanya Andini.
"Iya, Bom..." kata Andre.
"Kenapa sih mereka pasang bom di sini??" tanya Andini lagi.

Andre hanya menggeleng saja. Agak aneh juga, bahwa dengan pertahanan sekuat ini, dan sandera di tangan, teroris pun masih sempat-sempatnya memasang bom di MetroTV. Andre pun menduga dengan benar bahwa itu bukanlah satu-satunya bom di sini.

"Terus gimana??" tanya Andini.
"Kita periksa..." kata Andre.
"Gimana kalau tiba-tiba meledak?" tanya Cory tiba-tiba.
"Jangan disentuh, kalau gitu," kata Andre.
"Oke, aku periksa," kata Yos.
"Yos! Jangan..." kata Cory tiba-tiba.
"Nggak papa, Sha," jawab Yos menenangkan Cory.

Dengan gagah berani, Yos pun maju keluar, dan memeriksa bom itu. Bom terpasang pada dinding, menggunakan beberapa lapis pita perekat. Pun Yos masih bisa melihat, mengandalkan cahaya luar, bentuk dan rupa dari bom itu. Ia tentu saja takut setengah mati, mengingat benda yang ada di hadapannya itu bisa membunuh dengan seketika dan pastinya, amat mengerikan. Ia pernah melihat bagaimana orang yang menjadi korban bom, dan ngeri jika saat ini dia bisa saja bergabung seperti mereka.

"Apa ada timer?" tanya Andre lirih.
"Kayaknya nggak ada," jawab Yos.
"Peralatan yang ada di situ apa aja?" tanya Andre lagi.
"Nggak keliatan banyak, tapi cuman banyak kabel ama lampu yang kelap-kelip ini," kata Yos.
"Berarti bukan bom waktu," kata Andre, "ada antena?"
"Kayaknya nggak ada," jawab Yos,"tapi ada kabel panjang yang kehubung ama luar,"
"Mungkin itu picunya..." kata Andre.
"Kalau gitu, kita potong aja kabelnya?" tanya Yos.
"Jangan!!" cegah Andre, "kalau bom itu di-relay, salah satu kabelnya aja putus, bisa aja malah bikin meledak,"
"Jadi apa?" tanya Yos.
"Biarin aja," jawab Andre, "kita mending pergi aja,"

Yos tidak berani membantah. Di bawah perlindungan Andini; Faisal, Cory, dan Andre segera ikut keluar ruangan itu. Mereka sempat bergidik ngeri pula ketika melewati bom itu.

"Koq pake kabel ya?" tanya Faisal.
"Soalnya kalau pake sinyal radio, pasti mati kena jammer," kata Andre.
"Nggak praktis amat sih?" tanya Faisal.
"Mereka nggak mikir soal waktu, Sal," jawab Andre, "perencanaan mereka detil banget; sayangnya, cuman ada satu cacat di sini,"
"Apaan, Bos?" tanya Faisal.
"Mereka cuman bergantung ama jammer aja," jawab Andre.

Perkataan ini tiba-tiba membuat Yos dan Andini sampai berhenti melangkah.

"Jadi misal kita hancurin jammer-nya..." kata Andini.
"Ya... pertahanannya jadi lemah," jawab Andre, "kayak kura-kura kebalik,"
"Wah... titik lemah nih," kata Yos, "mungkin aja bisa kita..."
"Hancurkan?" tanya Andre sedikit sinis.

Yos menangkap adanya nada keraguan dalam nada suara Andre.

"Kamu nggak setuju?" tanya Yos.
"Kalau nanya aku apa kita kudu bertindak: ya, kita kudu bertindak," kata Andre, "apa lalu jammer itu kudu kita hancurin: ya, dan jammer itu memang harus kita hancurin..."
"Lalu?" tanya Yos.
"Gimana caranya?" tanya Andre, "apa kamu atau kita semua mau ke sana dan hancurin itu? Aku yakin kalau alat itu pastinya ada di tengah-tengah semua pasukan teroris, itu pun kalau kita belum ditemukan duluan,"
"Tapi..." kata Yos.

Andini segera memegang tangan Yos.

"Yos, dia bener... kita aja belum tentu keruan selamat; apalagi kudu ke sana," kata Andini, "lagian kalau kita emang udah nyampe sana, terus gimana cara kita ngancurin alat itu?"
"Terus... misal alat itu lalu hancur, apa emang semuanya selesai? Skenario terburuk, teroris itu bisa saja memencet tombol bom dan menghancurkan semua bangunan... ama semua orang..." kata Andre sedikit menahan sakit.

Semua terdiam sejenak.

"Jangan takut... kayak tadi aku bilang, kita kudu hancurin jammer itu, jadi itu yang bakal kita lakuin; tapi kita pikirin dulu caranya," kata Andre.
"Sebaiknya cepetan mikirnya..." kata Yos.
"Ayo..." kata Andre.
"Ke mana?" tanya Andini.
"Aku mau lihat jammer itu..." kata Andre.
"Apa!!? Kamu gila, ya!? Tapi bukannya itu artinya kita ke..." jerit Andini.
"Memang berbahaya, tapi mau bagaimana lagi?" kata Andre, "sekarang posisi kita seperti di United 93, bila kita bisa tahu bagaimana jammer itu, mungkin nanti bisa terpikirkan cara untuk menghancurkannya,"

Semua orang pun terdiam. Tiba-tiba Yos seperti teringat sesuatu.

"Aku tahu tempat yang aman untuk melihatnya..." kata Yos, "cepetan sebelum ketahuan,"

Meskipun enggan, Andini pun mengikuti saja panduan dari Yos. Alih-alih mencoba keluar dari kompleks ini, mereka malah kembali memasuki gedung utama; tempat yang, diperkirakan, dijaga dengan ketat, dan memang benar, karena tempat ini adalah merupakan komando operasi dari pimpinan teroris. Ini memang hal yang amat berbahaya, dan mereka bukannya tak tahu itu, tapi bagaimanapun juga, ini adalah hal yang harus mereka lakukan.

Apabila ada yang pernah mengetahui peristiwa "9/11" (Pemboman World Trade Center di New York) dan melihat film yang berjudul "United 93", pastilah tahu mengapa. Dari 4 buah pesawat yang dibajak oleh teroris pada saat "9/11", hanya ada satu pesawat yang tidak mengenai sasaran, yaitu pesawat "United 93" yang sedianya diarahkan ke Gedung Putih. Kegagalan tersebut dikarenakan para penumpang dalam pesawat tersebut memutuskan untuk melawan para teroris yang hendak menghancurkan simbol kepemimpinan negara Amerika Serikat tersebut.

Akibat perlawanan para penumpang itu, maka teroris pun gagal mengambil alih pesawat dan pesawat akhirnya hanya jatuh di sebuah tanah kosong di Pennsylvania. Semua orang di pesawat itu mati, bersamaan dengan hancurnya pesawat. Oleh pemerintah Amerika Serikat, para penumpang di di pesawat itu pun dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Sebuah harga yang mahal untuk menyelamatkan simbol kepemimpinan negara. Sebelum pesawat itu jatuh, semua penumpang di dalamnya ramai-ramai menelepon keluarga mereka via handphone untuk mengucapkan selamat tinggal, dan rekaman telepon selamat tinggal inilah yang menjadi dasar dari dibuatnya film "United 93".

Sebagai orang yang selamat di dalam, dan keberadaan mereka belum diketahui oleh teroris, maka mau tak mau mereka harus memainkan peranan sebagai kartu joker untuk menggagalkan apapun rencana dari teroris ini. Setidaknya, mereka bisa membuka jalan bagi aparat yang berjaga di luar sana untuk bisa membebaskan sandera yang lain. Ini jelas bukan jalan yang mudah, karena dengan cara atau jalan apapun, semuanya mengandung resiko bahwa mereka harus mengorbankan diri mereka sendiri. Akan tetapi, sekalipun begitu, setidaknya mereka harus memastikan bahwa pengorbanan mereka tidaklah sia-sia.

Jalan Arjuna
Kedoya, Jakarta Barat
01.10 WIB


Kol. Basuki meletakkan alat komunikasinya. Ia baru saja berbicara dengan orang-orang, baik di INTI-LEN, LSN, dan BIN, dan sejauh ini, mereka akan mengusahakan untuk memenuhi permintaan dari Kol. Basuki. Di kepalanya saat ini, tengah berputar mengenai rencana yang terus menerus ia matangkan. Pimpinan dari Detasemen Bravo-90 dan Komando Pasukan Katak sudah menyatakan kesediaan mereka untuk mendukung rencana Kol. Basuki ini, meskipun secara jujur, mereka sendiri sedikit meragukan apakah rencana ini akan berlangsung dengan lancar atau tidak. Kegagalan penyerbuan yang pertama yang mengakibatkan kematian dari beberapa personel Satuan 81 dan juga 10 sandera yang dibunuh oleh teroris sebagai imbas dari serangan itu, sedikit banyak telah menimbulkan sedikit rasa ketidakpercayadirian di kalangan para Aparat Anti Terorisme.

Tak hanya mereka, bahkan Kol. Basuki pun tidak bisa memastikan apakah rencananya kali ini akan berjalan dengan lebih berhasil dibandingkan dengan penyerbuan mereka yang pertama. Untuk menjalankan rencana ini, maka mau tidak mau Kol. Basuki harus menjalankan sebuah perjudian terbesar, memainkan kartu yang lemah, tapi sebenarnya sangat penting; sehingga harus dimainkan dengan baik dan tanpa kesalahan sedikit pun.
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.