TS
stuka1788
[MILITARY FAN FICTION] PEMBAJAKAN DI METROTV
Disclaimer:
Cerpen Fan Fiction ini ane buat dan selesaikan pada tahun 2009 lalu, dan menggunakan nama tokoh-tokoh asli dengan urutan kejadian yang fiksi, tentu saja. Oleh karena cerita ini dibuat pada tahun 2009, maka keadaannya adalah sebagaimana pada tahun 2009, dan tidak untuk dilihat dengan kacamata pada tahun ini.
Cerpen ini akhirnya ane putuskan untuk rilis setelah menunggu selama 5 tahun, which is rentang waktu biasa dari sebuah statute of limitation, tapi terutama adalah menunggu sampai keadaan benar-benar lain dari saat ketika cerpen ini dibuat. Diharapkan cerpen akan update setidaknya 2 chapter setiap minggunya dimulai dari minggu ini hingga selesai.
Selamat menikmati...
DAFTAR ISI
Chapter I: Zero Hour
Chapter II: The V.I.Ps
Chapter III: Trojan Horse Pt 1
Chapter III: Trojan Horse Pt 2
Chapter IV: Breaking News
Chapter V: Executive Decision
Chapter VI: Fatal Mistake Pt 1
Chapter VI: Fatal Mistake Pt 2
Chapter VII: Father of Sons Pt 1
Chapter VII: Father of Sons Pt 2
Chapter VIII: Fortress Pt 1
Chapter VIII: Fortress Pt 2
Chapter IX: Company In Need
Chapter X: Inside Men
Chapter XI: The Fool's Plan Pt 1
Chapter XI: The Fool's Plan Pt 2
Chapter XII: March of The Volunteers Pt 1
Chapter XII: March of The Volunteers Pt 2
Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 1
Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 2
Chapter XIV: Thunderstorm Pt 1
Chapter XIV: Thunderstorm Pt 2
Chapter XV: Courage Under Fire Pt 1
Chapter XV: Courage Under Fire Pt 2
Chapter XV: Courage Under Fire Pt 3
Chapter XVI: Clean Shot
Chapter I: Zero Hour
Chapter II: The V.I.Ps
Chapter III: Trojan Horse Pt 1
Chapter III: Trojan Horse Pt 2
Chapter IV: Breaking News
Chapter V: Executive Decision
Chapter VI: Fatal Mistake Pt 1
Chapter VI: Fatal Mistake Pt 2
Chapter VII: Father of Sons Pt 1
Chapter VII: Father of Sons Pt 2
Chapter VIII: Fortress Pt 1
Chapter VIII: Fortress Pt 2
Chapter IX: Company In Need
Chapter X: Inside Men
Chapter XI: The Fool's Plan Pt 1
Chapter XI: The Fool's Plan Pt 2
Chapter XII: March of The Volunteers Pt 1
Chapter XII: March of The Volunteers Pt 2
Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 1
Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 2
Chapter XIV: Thunderstorm Pt 1
Chapter XIV: Thunderstorm Pt 2
Chapter XV: Courage Under Fire Pt 1
Chapter XV: Courage Under Fire Pt 2
Chapter XV: Courage Under Fire Pt 3
Chapter XVI: Clean Shot
Diubah oleh stuka1788 13-11-2014 18:56
0
55.5K
179
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
20.4KThread•10.5KAnggota
Tampilkan semua post
TS
stuka1788
#69
Chapter VIII: Fortress
Jalan Pilar Mas Raya
Kedoya, Jakarta Barat
23.35 WIB
Sesuai kesepakatan, akhirnya beberapa orang sandera yang terluka segera dibawa oleh para teroris, di bawah bendera putih, untuk kemudian diserahkan pada aparat lewat perimeter yang sengaja dibuka sedikit untuk memudahkan evakuasi. Sebenarnya jumlah sandera yang terluka berat ada lebih dari 15 orang, tapi kali ini Ro'is hanya bersedia menyerahkan 15 orang di antara mereka.
Surya Paloh sendiri sudah berada di seberang perimeter, karena ia akan menjadi sandera sekarang, sebagai ganti dari 15 orang tadi. Sebelum itu, Surya Paloh ikut pula mengawasi bahwa para sandera akan dibebaskan secara lengkap dan tanpa tipuan. Salah satu sandera yang ikut dibebaskan adalah Andriyani Tangkumas'urai, yang kepalanya sekarang diperban akibat pukulan ketika diserang pertama kali. Surya Paloh tampak mendekat kepada Andriyani.
"Bapak," kata Andriyani dengan lemah.
"Tenanglah, Bapak di sini," kata Surya Paloh.
"Bagaimana dengan bapak nanti?" tanya Andriyani.
"Tidak apa-apa," kata Surya Paloh.
Tanpa sepengetahuan teroris di dekat mereka, Surya Paloh pun segera membisikkan sebuah kalimat kepada Andriyani.
"Setelah keluar, katakan pada Bu Henny, ada cetak biru bangunan yang disimpan," bisik Surya Paloh, "Ibu Henny tahu di mana tempatnya, dan dia tahu harus apa,"
Andriyani hanya mengangguk lemas, kemudian memberi salam ketika tandu yang digunakan untuk mengangkatnya kini dibawa oleh para teroris untuk keluar dari areal ini.
Gedung MetroTV
Kedoya, Jakarta Barat
23.45 WIB
Ro'is mengamati dari ruangan di atas loby II ketika proses pelepasan sandera masih berlangsung. Helikopter-helikopter pengintai masih beterbangan dan mengitari gedung MetroTV bagaikan hiu yang tengah mengitari mangsanya. Ada sedikit ketakutan ketika melihat helikopter itu, tapi dia tampak amat tenang. Dia sudah melatih anak buahnya berkali-kali untuk penyerangan kali ini, dan ia amat yakin bahwa pertahanan yang dibangunnya tidak akan gagal. Setidaknya pertempuran kecil tadi sudah membuktikannya.
Pikirannya lalu terbayang beberapa bulan lalu, ketika akhirnya pasukan Indonesia berhasil menangkap Umar Patek dan Dulmatin. Perintah kemudian yang didapatnya dari Pusat adalah agar supaya kedua orang itu dibebaskan kembali dengan cara apapun. Kedudukan Umar Patek sebagai perwira perekrut anggota JI, dan terutama adalah mereka yang akan dididik sebagai pelaku bom bunuh diri, jelas terlalu penting untuk dibiarkan begitu saja. Apalagi saat ini, bisa dipastikan bahwa Umar Patek dan Dulmatin akan dijatuhi vonis mati oleh Pengadilan, dan menyusul nasib ketiga rekannya sebelumnya: Amrozy, Ali Ghufron, Imam Samudera, dan juga Dr. Azahari dan Noordin M. Top.
Gerakan cepat aparat Indonesia ini memang sedikit banyak mempersulit gerakan kelompok Jama'ah Islamiyah di Indonesia. Apalagi banyak sekali sel-sel yang berhasil digerebek dan dibasmi oleh Densus-88, beberapa bahkan sel yang belum sempat berkembang, dan lainnya memegang banyak sekali logistik yang diperlukan bagi gerakan ini. Tokoh-tokoh terkemuka pun mulai banyak yang ditangkapi, dan tanpa mereka, banyak anggota yang akhirnya tidak berani lagi menampakkan diri. Patroli laut yang intensif dijalankan oleh Angkatan Laut pun juga memutus pasokan orang, logistik, dan senjata yang diperlukan, baik dari pusat JI di Malaysia, ataupun dari Gerilyawan Abbu Sayyaf di Filipina. Terputus dari laut, dan terus menerus dikejar oleh Aparat, membuat gerakan JI di Indonesia pun merana.
Sebelumnya, ia pernah berupaya beberapa kali untuk membebaskan Umar Patek, mulai dari usaha untuk menyabotase kendaraan pengangkutnya, hingga yang terakhir adalah tindakan nekat untuk menyerbu LP Batu di Nusa Kambangan. Untuk yang terakhir ini, dia bahkan sudah menyiapkan banyak orang dari berbagai macam Brigade JI yang lalu dinamakan sebagai "Divisi Sabilillah". Persenjataan pun sudah diangkut, dan sebuah markas aju di Cilacap juga sudah dipersiapkan dengan matang. Satu-satunya masalah adalah perahu untuk mengangkut semua orang tidak cukup, dan dari sinilah malapetaka itu terjadi. Pengangkutan pasukan pun berhasil dipergoki oleh dua kapal perang RI yaitu KRI Hiu dan KRI Todak, dan pertempuran tak seimbang dengan dua KRI ini menenggelamkan seluruh perahu angkut yang dimiliki.
Lebih parah lagi, dari laporan dua KRI ini, pasukan baik dari Densus-88 maupun TNI-AD langsung melakukan penggerebekan, dan menggulung banyak sekali kawanan dari "Divisi Sabilillah". Puluhan ton persenjataan dan bahan peledak berhasil disita dan orang-orangnya pun ditangkap. Beberapa Brigade langsung musnah sekaligus, sisanya kocar-kacir dan tak berani lagi menampakkan batang hidungnya, sehingga "Divisi Sabilillah" yang kini menguasai MetroTV ini, sebenarnya tak lebih dari sisa-sisa yang masih bisa dikumpulkan dengan susah payah. Jumlahnya tak lebih dari 100 orang saja, dan itupun juga sudah berkurang lagi.
Semangat dari Ro'is pun tumbuh kembali ketika anak buahnya lalu mengusulkan cara ini. MetroTV biasanya melibatkan banyak sekali pejabat terkait, sehingga apabila tidak bisa mengambil Umar Patek secara langsung, kenapa tidak memaksa saja Pemerintah Indonesia untuk menyerahkannya? Lagipula, ini bakal menjadi suntikan moril yang luar biasa bagi Brigade lain di Indonesia yang saat ini tengah bersembunyi. Menguasai gedung MetroTV, stasiun televisi swasta khusus berita yang merupakan terbesar dan salah satu paling elit. Benar sekali, sekali tepuk dua lalat mati. Gilanya lagi, ide ini disetujui oleh pusat JI, yang tampaknya sudah cukup frustrasi dengan keadaan yang kini tidak menguntungkan mereka.
Untuk itu, sebulan sebelum ini, Ro'is pun sudah menyusupkan beberapa orang yang bekerja sebagai pesuruh di MetroTV, tanpa ketahuan. Tewasnya Noordin M. Top memang membuat Jakarta mengendurkan penjagaannya atas segala sesuatu. Untuk mempersenjatai diri, mereka pun melakukan serangkaian perampokan atas bank dan toko-toko permata di seantero Jawa, dan hasil rampokan ini digunakan untuk membeli senjata, seperti kanon Gsh-23 dan peluncur roket serta puluhan pucuk AK-47. Ia pun melatih sisa-sisa divisi juga mengumpulkan sisa-sisa laskar lainnya, sehingga mereka pun menjadi siap untuk penyerbuan ini.
Akan tetapi, beberapa minggu lalu dikonfirmasi bahwa ada utusan khusus Amerika Serikat yang akan datang ke Indonesia dan secara kebetulan...akan menghadiri Ulang Tahun MetroTV! Lebih mengejutkan lagi adalah ketika utusan itu adalah Condoleeza Rice, orang yang dianggap "setan" di kalangan Islam Fundamentalis di Timur Tengah. Mungkin ini juga bisa digunakan untuk turut pula menekan Amerika Serikat, atau kalaupun tidak bisa, setidaknya satu setan bisa dibunuh, begitu komando dari Pusat.
Masalahnya, bagi Ro'is, tanggal yang ditetapkan itu terlalu mepet untuk melakukan persiapan secara sempurna. Pasukannya belum menguasai betul skema gedung MetroTV, dan dalam skedul Ro'is sendiri, paling ideal serangan baru bisa dimulai 2-3 bulan lagi, saat secara kuantitas dan latihan mereka sudah cukup memadai untuk melakukan pembajakan secara sempurna. Tapi perintah dari atas tidak bisa dilawan, dan apapun keadaannya, Divisi Sabilillah harus bisa melakukan komando itu, menyandera MetroTV sekaligus Condoleeza Rice. Dan apabila berhasil, maka bukan hanya JI akan mendapat nama, tapi juga reputasinya bakal meningkat di mata Al-Qaeda.
"Apakah antum sudah mendata siapa saja tawanan kita?" kata Ro'is kepada Afif.
"Semua sudah dilaksanakan, Ro'is," kata Afif.
"Satu lagi, Afif, kenapa antum bawa wanita itu ke sini?" tanya Ro'is, jelas sekali merujuk pada Lucia.
"Ada sesuatu," kata Afif.
"Ana tidak akan mentolerir kalau antum melakukan hal-hal yang di luar perjuangan kita!" kata Ro'is keras.
"Ana tidak bermaksud tidak hormat pada wanita itu," kata Afif.
"Sebaiknya begitu, Afif; ana sudah mentolerir kelakuan antum cukup lama," kata Ro'is, "tapi kalau sekali saja antum berbuat macam-macam pada dia, maka antum akan merasakan akibatnya,"
Afif hanya diam saja.
"Suruh dia membacakan nama-nama tawanan, itu... si Zelda itu..." kata Ro'is.
"Apa dia mau?" tanya Afif.
"Kalau dia menolak, tembak saja temannya," kata Ro'is, "kita lihat saja apa dia bisa tahan ada orang mati gara-gara dia,"
"Baik, Ro'is," kata Afif.
"Ana sebenarnya tidak suka keadaan ini, Afif," kata Ro'is, "mungkin harusnya kita perang saja keluar,"
"Jangan patah harapan, Ro'is," kata Afif, "ini demi gerakan kita,"
"Ini semua ide antum, Afif," kata Ro'is, "tapi darah semua orang ini sekarang melekat di tangan ana,"
Afif pun menunduk dan berlalu. Bukan rahasia lagi di kalangan JI, kalau Ro'is sebenarnya tidak setuju dengan cara-cara Dr. Azahari, Noordin M. Top dan Umar Patek dalam menggunakan kader untuk melakukan bom bunuh diri. Atas alasan apapun, Ro'is pun tidak menganggap orang-orang seperti ini sebagai jihad fisabilillah. Pun Ro'is tidak memandang bahwa orang-orang ini akan mendapatkan tempat di surga. Baginya, pemboman bunuh diri bukanlah sebuah cara pertempuran, tapi lebih pada simbol keputusasaan. Alih-alih harus melatih seorang kader hingga menjadi tentara hizbullah yang tangguh, hanya diperlukan orang bodoh tak terlatih saja yang mau melakukan tindakan bom bunuh diri, hanya dengan iming-iming masuk surga setelahnya. Tindakan ini seharusnya dilakukan pada saat betul-betul terdesak dan perlawanan dengan cara lain sudah tidak lagi memungkinkan, atau malah mungkin mengorbankan diri sendiri demi menyelamatkan lebih banyak nyawa, itulah dua keadaan yang bagi Ro'is baru tindakan bom bunuh diri bisa dibenarkan.
Oleh karena itu, Ro'is pun menganggap bahwa misi penyelamatan Umar Patek ini hanyalah sebagai kewajiban untuk melaksanakan perintah dari Imam di JI Pusat. Itu saja, dan tidak lebih. Ro'is lebih suka untuk terjun dalam pertempuran atau mengobarkan pertempuran terbuka saja, daripada harus menggunakan pemboman bunuh diri yang nilai korban sipilnya justru jauh lebih banyak daripada target yang seharusnya disasar. Meskipun Ro'is juga membenci Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang selama ini dianggap selalu memusuhi Islam, ia sendiri menentang pembunuhan serampangan warga sipil Amerika Serikat atau sekutu-sekutunya, baik lewat bom bunuh diri maupun lewat cara-cara lain. Dulu dia bahkan pernah mengucapkan ini di depan petinggi JI: "Kalau mau bunuh (George W.) Bush, tembak saja Bush-nya langsung, tapi jangan sampai kena orang di sebelahnya". Mungkin sikap inilah yang membuat Divisi Sabilillah yang dibentuknya kini sering di-underranked oleh petinggi JI. Lagipula, secara prestasi, mereka juga masih kalah dibandingkan anak-anak didikan Noordin M. Top.
Ro'is pun menarik nafas panjang. Malam ini dia sudah melakukan hal-hal yang selama ini ditabukannya, demi untuk seseorang saja, yang menurutnya tidak pantas untuk mendapatkannya. Ia bertanya-tanya, sampai di manakah rencana Tuhan untuk malam ini?
0