stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
[MILITARY FAN FICTION] PEMBAJAKAN DI METROTV
Disclaimer:


Cerpen Fan Fiction ini ane buat dan selesaikan pada tahun 2009 lalu, dan menggunakan nama tokoh-tokoh asli dengan urutan kejadian yang fiksi, tentu saja. Oleh karena cerita ini dibuat pada tahun 2009, maka keadaannya adalah sebagaimana pada tahun 2009, dan tidak untuk dilihat dengan kacamata pada tahun ini.

Cerpen ini akhirnya ane putuskan untuk rilis setelah menunggu selama 5 tahun, which is rentang waktu biasa dari sebuah statute of limitation, tapi terutama adalah menunggu sampai keadaan benar-benar lain dari saat ketika cerpen ini dibuat. Diharapkan cerpen akan update setidaknya 2 chapter setiap minggunya dimulai dari minggu ini hingga selesai.

Selamat menikmati...

DAFTAR ISI

Chapter I: Zero Hour

Chapter II: The V.I.Ps

Chapter III: Trojan Horse Pt 1

Chapter III: Trojan Horse Pt 2

Chapter IV: Breaking News

Chapter V: Executive Decision

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 1

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 2

Chapter VII: Father of Sons Pt 1

Chapter VII: Father of Sons Pt 2

Chapter VIII: Fortress Pt 1

Chapter VIII: Fortress Pt 2

Chapter IX: Company In Need

Chapter X: Inside Men

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 1

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 2

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 1

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 2

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 1

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 2

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 1

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 1

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 3

Chapter XVI: Clean Shot


Diubah oleh stuka1788 13-11-2014 11:56
0
55.3K
179
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7KAnggota
Tampilkan semua post
stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
#64
Di Tempat Lain.

Kol. Basuki masih saja berpikir sambil mengetuk-ngetuk meja komandonya dengan pulpen. Peta masih terpampang jelas di hadapannya dan Kol. Basuki pun telah menyusun strategi baru yang (rasanya) lebih tepat. Akan tetapi, Kol. Basuki masih bimbang dengan pendekatan apa yang harus dipakai dalam strategi baru ini? Tekanan ini masih ditambah dengan fakta bahwa serangan kali ini tidak boleh gagal lagi seperti tadi. Lagipula, evaluasi terhadap kegagalan serangan tadi, walaupun sudah dilakukan oleh Kol. Basuki, tapi belum ditemukan juga apa penyebabnya. Kol. Basuki memang punya dugaan, tapi ia tidak bisa mengkonfirmasikannya.

Beberapa kali, Kol. Basuki mencoba untuk menghubungi semua unit yang terlibat dalam penyerangan, tapi hanya sedikit yang merespon. Unit Whiskey-Zulu sudah menyatakan bahwa 50% pasukan mereka sudah rusak, dan dari Sierra-Bravo, korban lebih besar lagi, termasuk 2 buah panser yang hancur dan satu lagi rusak terbakar. Sisanya yang tidak menjawab atau menghubungi lagi, seperti Alpha-Foxtrot, terpaksa mau tak mau dianggap bahwa seluruh personelnya sudah mati. Betul-betul korban yang luar biasa. Dari laporan lanjutan, ditemukan bahwa semua kendaraan dari tim yang menyerang dari Jalan Pilar Mas Utara sudah hancur terbakar dan mayat aparat berserakan di mana-mana, sehingga mau tak mau, harus ditarik kesimpulan bahwa serangan di sisi ini pun mustahil dilakukan.

"Lapor, Kolonel!" kata seorang ajudan, membuyarkan lamunan Kol. Basuki.
"Ada apa?" tanya Kol. Basuki.
"Ada yang hendak bertemu, Bapak Surya Paloh dari MetroTV," kata ajudan.

Kol. Basuki mengernyitkan dahinya. Surya Paloh? Untuk urusan apa? Memang orang ini memiliki kepentingan dalam situasi kali ini, tapi saat ini Kol. Basuki pun tidak bisa apa-apa.

"Bawa dia ke sini," kata Kol. Basuki.
"Siap, Kolonel!" kata ajudan sambil menghormat dan berbalik pergi.

Ajudan itu kembali lagi beberapa saat kemudian sambil mengantar Surya Paloh. Sugeng Suparwoto dan Henny Puspitasari sama sekali tidak diizinkan untuk memasuki ring I. Surya Paloh menyalami Kol. Basuki dengan mantap. Dan, betapapun Surya Paloh terlihat tersenyum, tidak ada yang menyangkal bahwa senyum itu lebih terkesan seperti dipaksakan.

"Bagaimana situasi penyanderaan, Kolonel?" tanya Pak Surya tanpa basa-basi, "itu adalah anak-anak saya yang ada di sana,"
"Saya paham, Pak Surya, tapi saya takut, kita belum bisa berbuat apa-apa lebih dari ini," kata Kol. Basuki, "Presiden SBY sudah menginstruksikan pada saya bahwa serangan berikut tidak boleh gagal, dan saya masih mengevaluasi serangan yang pertama,"
"Silakan laksanakan tugas Anda, Kolonel, saya tidak hendak menghalangi," kata Pak Surya, "tapi saya hanya minta satu permintaan,"
"Apakah itu?" tanya Kol. Basuki.
"Izinkan saya berbicara dengan Pimpinan Teroris," kata Pak Surya.

Dan bagi Kol. Basuki, permintaan itu sungguh bagaikan bunyi geledek di siang bolong. Berbicara dengan pimpinan teroris?? Tapi...

"Saya hendak menegosiasikan beberapa hal, hanya berkaitan dengan masalah kemanusiaan," kata Pak Surya lagi.
"Mohon dijelaskan," kata Kol. Basuki, "saya harap anda tidak sedang berusaha untuk melangkahi wewenang saya di sini,"
"Tidak tidak, seperti saya bilang, saya tidak mau menghalangi kerja anda," kata Pak Surya, "tapi ada hal-hal yang harus dibicarakan, keran diplomasi dan negosiasi harus dibuka..."
"Keran diplomasi sudah ditutup ketika mereka mengeksekusi sandera!" hardik Kol. Basuki.

"ITU ANAK-ANAK SAYA DI SANA!!" balas Pak Surya dengan lebih keras.

Baik antara Kol. Basuki dan Pak Surya saling bertatapan mata mengadu keberanian masing-masing. Saking kerasnya teriakan tadi, hingga beberapa orang prajurit tergopoh-gopoh menghampiri dengan senapan siap tembak. Sesaat kemudian, pandangan keduanya mulai agak melunak.

"Tolonglah, setidaknya biarkan saya menegosiasikan pelepasan beberapa orang sandera, terutama yang tengah terluka," kata Pak Surya, "demi kemanusiaan,"
"Saya masih ragu apa mereka mau," kata Kol. Basuki.
"Biar saya mencoba," kata Pak Surya.
"Tapi itu berbahaya," kata Kol. Basuki.
"Mereka anak-anak saya... kalau anak buah anda yang ada di dalam, apakah anda tidak bersedia melakukan apa yang saya lakukan?" tanya Pak Surya.

Kol. Basuki mendengus sejenak.

"Saya harus menghubungi Presiden," kata Kol. Basuki, "sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Beliau yang berwenang atas keputusan ini,"
"Silakan," kata Pak Surya, "saya siap, apapun keputusan Pak Presiden,"

Tapi kemudian rupanya keputusan sudah jelas. Presiden SBY pun, setelah kegagalan yang menyakitkan tadi, akhirnya menjadi lebih terbuka pada cara-cara yang lebih diplomatis. Tawaran dari Surya Paloh itu, dalam pandangan Presiden, memang pantas untuk dicoba. Kol. Basuki pun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengizinkan Surya Paloh untuk menjalankan caranya.

Seorang runner pun akhirnya diutus sambil membawa bendera putih mendekati blokade. Bisa dipastikan bahwa prajurit ini memiliki keberanian yang luar biasa, karena meskipun tetap mengenakan helm baja dan rompi anti peluru, dia sama sekali tidak mengenakan senjata, bahkan pisau komando sekalipun. Tangan yang tak memegang tiang bendera diangkat tinggi-tinggi dengan telapak terbuka, mengisyaratkan gencatan senjata. Dengan sniper musuh masih sebagai faktor, ini bagaikan perjudian, karena tidak jelas bagaimana sikap teroris nanti.

Gedung MetroTV
Kedoya, Jakarta Barat
22.22 WIB


Mendekatnya runner ini jelas menjadi perhatian dari Ro'is dan Afif. Sebuah pernyataan gencatan senjata? Saat ini? Pastinya, Ro'is sudah meminta supaya sniper manapun jangan sampai menembak sang runner. Ro'is pun tampak tertarik dengan apa yang runner itu ingin bicarakan, karena itu, Ro'is pun ganti mengirimkan runner untuk menemuinya. Suasana agak tegang ketika menunggu hingga kedua runner itu saling bertemu dan bertukar pernyataan. Kemudian...

"Surya Paloh?" tanya Ro'is begitu runner-nya kembali.
"Betul, Ro'is, begitu katanya," kata runner.
"Bagaimana?" tanya Afif.
"Baik, kita izinkan Surya Paloh bicara dulu," kata Ro'is.

Beberapa saat kemudian, Ro'is dan Afif pun maju, dengan bendera putih menaungi mereka. Sementara itu, di sisi lain, Surya Paloh dan Kol. Basuki turut maju, juga dinaungi oleh bendera putih. Mereka bertemu dengan dihalangi oleh perimeter pembatas blokade.

"Berhenti!" kata Ro'is dengan menggunakan megaphone, ketika mereka masing-masing berada pada jarak 10 meter dari perimeter.

Surya Paloh dan Kol. Basuki pun menurut, lalu seorang prajurit segera membawakan megaphone kepada Kol. Basuki, yang lalu diberikan kepada Surya Paloh. Kol. Basuki memang menyerahkan semua proses perundingan kepada Surya Paloh, karena dia sadar bahwa dia lebih pandai dalam diplomasi dengan senjata daripada diplomasi dengan kata-kata.

"Saya Surya Paloh, saya..." kata Surya Paloh.
"Ana tahu siapa antum! Katakan apa yang antum mau?" tanya Ro'is.
"Negosiasi, pembicaraan mengenai sandera," kata Surya Paloh.
"Baik, sebelum antum mulai, siapa tentara yang di sebelah antum?" tanya Ro'is merujuk pada Kol. Basuki.

Surya Paloh memandang pada Kol. Basuki sebentar, tapi kemudian Kol. Basuki mengangguk.

"Dia adalah Kol. Basuki," kata Surya Paloh.

Ro'is tidak menjawab, hanya memberikan pandangan mata sinis. Tampaknya Ro'is memang sudah tahu siapa itu Kol. Basuki, ia hanya bermaksud untuk mempermalukannya, karena ronde awal dimenangi oleh teroris.

"Ana tidak mau bernegosiasi dengan pihak yang kalah," kata Ro'is, jelas sekali maksudnya kepada Kol. Basuki.

Kol. Basuki tahu maksudnya, maka ia pun segera berbalik dan menjauh, kemudian mengambil posisi dari sebuah kendaraan taktis di belakang Surya Paloh, sehingga kini Surya Paloh sendirian di depan, hanya ditemani prajurit pemegang bendera putih.

"Sekarang, apa mau antum?" tanya Ro'is.
"Negosiasi pelepasan sandera," kata Surya Paloh, "demi kemanusiaan, kami ingin anda memperlihatkan itikad baik anda..."
"Laa', kami punya tuntutan, dan harus antum semua penuhi," kata Ro'is, "itu syarat untuk pembebasan sandera,"
"Tolonglah," kata Surya Paloh, "saya mendapat otorisasi dari Presiden untuk menegosiasikan syarat ini,"
"Laa', tuntutan kami bulat," kata Ro'is.
"Setidaknya bebaskan sandera yang terluka!" kata Surya Paloh sedikit berteriak.

Ro'is sedikit bergeming ketika perkataan "yang terluka" disebutkan oleh Surya Paloh.

"Pasti ada sandera yang terluka berat atau cedera, kan? Mereka harus segera ditolong, kecuali kalau anda mau menanggung seandainya mereka anda biarkan dan mati," kata Surya Paloh.

Ro'is masih belum menjawab.

"Kalau anda melepaskan sandera yang terluka, maka itikad baik anda akan menjadi pertimbangan bagi Presiden," kata Surya Paloh.
"Ro'is, tolak saja!" bujuk Afif.

Tapi Ro'is segera memberi isyarat kepada Afif supaya diam.

"Apa yang akan antum berikan sebagai ganti?" tanya Ro'is.
"Anda boleh menahan saya!" kata Surya Paloh.

Kol. Basuki jelas terkejut, karena dari awal memang tidak ada pembicaraan mengenai pertukaran sandera atau Surya Paloh sebagai penebus beberapa orang sandera.

"Lima belas!" kata Ro'is, "baik, ana akan membebaskan 15 orang sandera yang terluka, sebagai ganti antum ada di sini, ambil atau pergilah,"
"Baik, saya setuju," kata Surya Paloh.
"Ro'is, kenapa antum setuju?" tanya Afif.
"Diamlah! Kita sudah cukup membuat dosa malam ini," kata Ro'is, "bermurah hati lah dengan nyawa orang lain, Afif; masih cukup banyak sandera yang kita miliki,"

Afif tidak bisa menjawab apa-apa, dan hanya terbungkam sambil menjauh pergi untuk memberikan komando selanjutnya dari Ro'is. Sementara itu, di sisi lain, Kol. Basuki memukul kap mesin kendaraan taktis, menyambut persetujuan ini. Gila. Kalau tahu bakal begini jadinya, Kol. Basuki tak akan menyetujui negosiasi ini. Tiba-tiba...

"Charlie-November, bandit sudah masuk pekarangan," lapor salah seorang prajurit lewat komunikator di telinga Kol. Basuki, "mohon beri perintah,"

Kol. Basuki pun juga sudah menyebar pula beberapa orang sniper, yang dilengkapi senapan tembak runduk AI L96A1 Arctic Warfare. Sayangnya, jarak yang terlalu jauh membuat para sniper ini kesusahan untuk membidik sasaran mereka. Ketika Ro'is sudah turun, maka inilah kesempatan emas untuk memotong langsung kepala ular.

"Jangan..." kata Kol. Basuki.
"Tapi, Kolonel..." kata sang sniper.
"Jangan menembak musuh di bawah bendera putih," kata Kol. Basuki, "itu melanggar etika,"

Kol. Basuki dan Ro'is pun saling menatap. Kedua pimpinan pasukan ini tampaknya tengah bertempur secara batiniyah, lewat pikiran dan tatapan mata. Meskipun gencatan senjata untuk kali ini sudah disetujui, baik Kol. Basuki maupun Ro'is mengetahui, bahwa bentrokan tadi bukanlah bentrokan terakhir mereka. Cepat atau lambat, pertempuran akan terjadi lagi, dan pada saat itu, Kol. Basuki bersumpah tidak akan lagi menjadi pecundang.




=====================
Update berikutnya next week yeee... emoticon-Big Grin
Mau berlibur dulu selama weekend...... emoticon-Ngacir

Minta tolong bantuin ilustrasi ama link chapter aja, soalnya kompi bener2 blangsak...
Diubah oleh stuka1788 24-10-2014 14:36
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.