stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
[MILITARY FAN FICTION] PEMBAJAKAN DI METROTV
Disclaimer:


Cerpen Fan Fiction ini ane buat dan selesaikan pada tahun 2009 lalu, dan menggunakan nama tokoh-tokoh asli dengan urutan kejadian yang fiksi, tentu saja. Oleh karena cerita ini dibuat pada tahun 2009, maka keadaannya adalah sebagaimana pada tahun 2009, dan tidak untuk dilihat dengan kacamata pada tahun ini.

Cerpen ini akhirnya ane putuskan untuk rilis setelah menunggu selama 5 tahun, which is rentang waktu biasa dari sebuah statute of limitation, tapi terutama adalah menunggu sampai keadaan benar-benar lain dari saat ketika cerpen ini dibuat. Diharapkan cerpen akan update setidaknya 2 chapter setiap minggunya dimulai dari minggu ini hingga selesai.

Selamat menikmati...

DAFTAR ISI

Chapter I: Zero Hour

Chapter II: The V.I.Ps

Chapter III: Trojan Horse Pt 1

Chapter III: Trojan Horse Pt 2

Chapter IV: Breaking News

Chapter V: Executive Decision

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 1

Chapter VI: Fatal Mistake Pt 2

Chapter VII: Father of Sons Pt 1

Chapter VII: Father of Sons Pt 2

Chapter VIII: Fortress Pt 1

Chapter VIII: Fortress Pt 2

Chapter IX: Company In Need

Chapter X: Inside Men

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 1

Chapter XI: The Fool's Plan Pt 2

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 1

Chapter XII: March of The Volunteers Pt 2

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 1

Chapter XIII: Enemies at The Gate Pt 2

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 1

Chapter XIV: Thunderstorm Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 1

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 2

Chapter XV: Courage Under Fire Pt 3

Chapter XVI: Clean Shot


Diubah oleh stuka1788 13-11-2014 11:56
0
55.3K
179
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7KAnggota
Tampilkan semua post
stuka1788Avatar border
TS
OWNER
stuka1788
#56
Markas Komando Angkatan Udara
Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur
21.50 WIB


Pesawat Kepresidenan RI GA-001 pun akhirnya mendarat dengan pengawalan ketat di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Saking daruratnya keadaan, ketika pesawat GA-001 sudah mulai masuk ke Laut Jawa, pesawat sudah mulai dikawal oleh 2 buah pesawat tempur F-16A bersenjata lengkap. Karena siapa tahu ada upaya untuk menembak jatuh pesawat kepresidenan, seperti yang hampir terjadi pada pesawat milik PM Israel, Golda Meir, dulu.

Dalam keadaan seperti ini, semua pesawat dari dan ke Jakarta pun terpaksa ditahan dulu, dan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya pun dinyatakan sebagai zona larangan terbang. Beberapa pesawat komersil yang sudah terlanjur stack pun terpaksa dialihkan mendarat baik ke Bandara Radin Inten di Lampung maupun ke Bandara Husein Sastranegara di Bandung. Empat buah pesawat F-5E Tiger II dan tiga buah pesawat Hawk Mk. 100/200 bersenjata juga mulai diterbangkan untuk berpatroli di Jakarta. Akses-akses ke tempat umum dan objek-objek vital pun mulai ditutup, dan warga Jakarta yang tidak berkepentingan diharap segera pulang ke rumah.

Presiden SBY beserta rombongan pun, selepas mendarat di Halim, segera diungsikan dengan kendaraan militer ke Markas Komando Angkatan Udara di Halim, karena otoritas keamanan memutuskan cukup riskan untuk membawa Presiden SBY kembali ke Istana Merdeka, baik lewat darat ataupun udara, mengingat belum diketahui kekuatan teroris yang kini menyandera MetroTV. Ataukah mereka memiliki itikad lain selain hanya sekedar menyandera gedung itu.

Berita kegagalan penyerangan Sat-81 Gultor pun telah sampai pula di telinga Presiden, dan ini membuat dirinya tambah galau. Penyerangan ini, bagaimanapun juga, adalah atas sepersetujuan dari Beliau, sehingga Beliau pun merasa turut bertanggungjawab atas kegagalan kali ini. Seperti halnya semua orang, Beliau pun sebenarnya mengharapkan serangan ini bisa sukses.

Sudah hadir bersama Presiden kali ini adalah Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dan Kepala BIN Syamsir Siregar. Masalah keamanan sudah diserahkan sepenuhnya kepada Menteri Pertahanan dan Menko Polkam, sehingga Presiden bisa sepenuhnya menjadi commander-in-chief dalam krisis kali ini. Apalagi sebelumnya sudah dinyatakan bahwa situasi Jakarta adalah pada Darurat Sipil. Selepas mendengar laporan singkat dari masing-masing, Presiden pun terdiam sejenak sebelum akhirnya mengajukan sebuah pertanyaan penting.

"Apa langkah kita selanjutnya?" tanya Presiden SBY.
"Kita sudah memperbantukan pasukan dari Detasemen Bravo-90 Paskhas TNI-AU untuk membantu mengatasi situasi, selain itu tambahan pasukan dari Sat-81 juga tengah dikerahkan ke lokasi," kata Djoko Santoso, "sekarang kita tinggal memikirkan pendekatan baru untuk membebaskan semua sandera,"
"Divisi Sabilillah adalah divisi tempur JI yang memiliki semua potensi tempur dari pasukan elite JI. Mereka setara dengan tentara profesional, dan memiliki pelatihan yang sama baiknya dalam berbagai matra pertempuran," kata Syamsir Siregar, "saya sudah memperingatkan hal ini beberapa waktu yang lalu,"
"Ini betul-betul kejutan," kata Djoko Santoso, "kita tidak mengira bahwa persiapan mereka sudah sedemikian matang,"
"Sudahlah, bukan saatnya saling menyalahkan," kata Presiden SBY, "siapa yang berwenang di lokasi?"
"Kolonel Basuki Rahmat, salah satu yang terbaik," kata Djoko Santoso, "apakah harus saya ganti?"
"Tidak perlu, dia sudah memahami situasinya dengan cukup baik sepertinya, tinggal nanti kalau kita harus melakukan penyerangan lagi, sebaiknya tidak boleh gagal," kata Presiden, "apa ada tuntutan lagi dari para pembajak?"
"Belum, Pak," jawab Syamsir Siregar.
"Apa saran Anda untuk situasi seperti ini, Pak Syamsir?" tanya Presiden SBY.
"Kita ulur waktu, Pak," kata Syamsir Siregar, "kita tidak boleh menyerah dengan tuntutan para pembajak itu begitu saja; apalagi untuk membebaskan Umar Patek,"

Presiden SBY pun menarik nafas kemudian mempertimbangkan dengan bijaksana.

"Baik, kita ulur waktu, apapun resikonya," kata Presiden, "dan kepada Kolonel Basuki Rahmat di sana, tolong perintahkan kepada dia untuk mencari cara dalam menyerbu gedung itu lagi, dan kali ini harus sukses,"

Gedung MetroTV
Kedoya, Jakarta Barat
21.55 WIB


"Ro'is" kata Afif memberi laporan, "semua sudah siap,"

Ro'is hanya menarik nafas panjang, seolah berat sekali untuk memberikan persetujuan. Akan tetapi lalu ia memberi isyarat kepada Afif untuk segera meneruskan.

Afif pun segera beraksi, dan dia pun langsung saja menuju ke tempat para sandera berupa tim MetroTV ditahan, dan langsung menggelandang seseorang yang diketahuinya adalah kameramen. Sebuah kamera standar peliputan pun diberikan kepadanya, dan kameramen itu sama sekali tidak mengetahui apa maksud sebenarnya dari semua ini. Apalagi MCR pun diperintahkan untuk merelay juga dari kamera yang dibawa oleh kameramen tersebut.

Kameramen itu baru akan pulang dan berkencan dengan istrinya begitu teroris melakukan penyerangan. Di bawah ancaman senjata, ia pun tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya menuruti saja apa yang diperintahkan oleh mereka. Jumlah mereka banyak, dan semuanya bersenjata, sehingga meskipun mau, dia pun harus berpikir dulu seribu kali sebelum melawan.
Ia pun segera saja digelandang keluar dan masih belum tahu untuk apa dia dibawa ke sana.

Afif juga menuju ke studio, dan membuat Najwa Shihab, Gadiza Fauzi, dan Zelda Savitri, yang masih ada di sana kaget. Tanpa basa-basi, dia segera mengambil Najwa Shihab, dan memberikan kertas kepadanya.

"Apalagi ini??" tanya Najwa.
"Kamu harus baca ini!" kata Afif sambil mengacungkan pistol ke Najwa.

Najwa rasanya tak perlu dikomando dua kali. Ia sudah cukup shock tadi Ro'is menembak seorang kru hingga kakinya bersimbah darah. Afif ini tampaknya lebih haus darah daripada Ro'is sehingga siapa tahu apa yang bisa diperbuatnya. Najwa pun kemudian maju ke meja anchor, dan seperti Gadiza tadi, masih dengan dua Kalashnikov mengarah ke kepalanya. Sungguh bukan pemandangan yang elok. Najwa hanya sekedarnya saja merapikan rambutnya yang acak-acakan.

Sementara itu di luar, si kameramen pun terkejut ketika dia mendapati ada 10 orang yang tengah duduk berlutut dan terikat di halaman depan, dengan masing-masing seorang teroris berdiri di belakang mereka sambil mengarahkan senapan mereka di kepala masing-masing orang itu. Dia tidak mengenal siapa 10 orang itu, dan jelas bukan salah satu dari kawan-kawannya karyawan Metro. Tapi bisa saja mereka cleaning-service yang malang terjebak dalam situasi ini. Melihat situasi ini, tahulah dia apa tugasnya sebenarnya.

"Aku nggak mau!!" tolak si kameramen sambil mengoperkan kembali kameranya ke teroris yang menggelandangnya.
"Perintah Ro'is! Laksanakan atau kamu dan beberapa rekanmu akan bergabung dengan mereka!!" kata seorang teroris lagi sambil mengacungkan senapannya ke kepala kameramen malang itu.

Dia bukannya takut mati, tapi saat ini memang mati bukan merupakan pilihan. Kalau ia mati sekarang, sia-siakah semuanya? Bagaimana lalu dengan istrinya? Maka dengan berat hati, ia pun menerima kembali kamera itu sambil dengan setengah hati menerima kamera itu. Ia pun lalu melihat dari balik viewfinder wajah-wajah orang-orang ini yang menangis memohon untuk tidak dibunuh.

Najwa pun tampaknya terkejut pula dengan apa yang tertulis di kertas itu. Bahkan ketika on-air pun ia sempat menolak membacakan, tapi dua orang yang di belakang segera menyodok kepalanya dengan senapannya sambil memaksa Najwa untuk membaca. Dengan amat sangat berat hati, Najwa pun membaca tulisan di kertas itu...

"Breaking News MetroTV... bersama saya Najwa Shihab... pernyataan dari Divisi Sabilillah: Karena Pemerintah Indonesia telah berbuat lancang dengan menyerang kami, dan tidak menghormati itikad dan permintaan kami...maka kami...harus menunjukkan bahwa kami tidak main-main dengan ancaman kami... dan sebagai contoh... maka 10 orang yang ada di depan ini... akan... akan... akan kami... kami eksekusi di hadapan semua orang yang menyaksikan... supaya Aparat tidak lagi bertindak bodoh seperti sebelumnya..."

Najwa sudah tidak bisa lagi meneruskan karena airmatanya kini mengalir deras bagaikan banjir. Ia sudah tidak sanggup untuk membaca kelanjutannya. Dan gambar pun beralih ke kamera di luar. Semua senapan pun ditempelkan di belakang kepala para korban, dan mereka menangis semakin keras dan histeris, meraung-raung sejadi-jadinya. Tangan si kameramen pun gemetaran merekam adegan yang sebenarnya amat keji dan tidak berperikemanusiaan ini. Karena tidak kuat, ia pun merekam sambil menutup matanya yang juga basah karena airmata.

"DOOOR!!!!"

Sepuluh letusan senapan yang terjadi bersamaan terdengar bagaikan satu letusan besar, dan semuanya pun hening, tidak ada lagi suara, dan tidak ada lagi tangisan. Semua orang di sana telah mati dengan kepala berlubang dan mata masih membelalak. Gambar segera dialihkan kembali ke Najwa, dan pada saat itu pula si kameramen langsung terjatuh sambil menangis tersedu-sedu. Seluruh tubuhnya serasa lemas, dan ia tidak mempedulikan kamera yang jatuh ke lantai. Dia menangis sejadi-jadinya hingga para teroris pun harus menyeretnya untuk kembali.

Najwa juga menangis di atas meja anchor, begitupun semua orang di MCR dan studio. Mereka semua melihat kekejaman itu dengan mata kepala mereka sendiri.

"Teruskan bacanya!!" hardik salah seorang teroris yang menodong Najwa.
"Kalian mau apa lagi, sih!!??" jerit Najwa sambil berdiri menantang para teroris.
"Kamu mau mati, Heh!!??" teroris itu tak kalah garang sambil menyodokkan senapannya ke muka Najwa.
"Ayo cepat teruskan bacanya!!" kali ini Afif, yang bertindak bagai floor-director pun mengacungkan pistol ke arah Najwa.

Dengan melengos marah, Najwa pun duduk kembali lalu membaca kalimat terakhir dengan nada geram.

"Tuntutan kami tetap, dan jangan bertindak bodoh lagi! Sekian Breaking News..."

Tidak ada senyum, tidak ada apapun, dan bahkan sebelum cut, Najwa sudah melengos geram meninggalkan tempat itu. Afif sendiri hanya tertawa saja. Zelda dan Gadiza segera berdiri dan menyambut Najwa.

Suara tembakan itu pun rupanya membuat hening pula semua yang ada di sana. Para reporter jelas melihatnya dari TV yang mereka bawa. Kol. Basuki pun begitu pula, dan juga para presenter TV lain yang tengah membawakan Breaking News mereka. Semua terdiam, seolah tak percaya apa yang baru saja terjadi. Amanda Sastranegara pun tampak lemas, sementara Ariyo Ardi tak bisa berkata apa-apa sambil terus tangannya terus mengusap muka seolah berusaha bangun dari mimpi. Mega Novelia tak henti-hentinya bergumam, lalu dengan berlinangan airmata, dia pun keluar dari set, ditenangkan oleh kru studio RCTI yang juga sama tidak percayanya dengan semua orang yang menyaksikan.

Beberapa menit kemudian, semua kamera pun menayangkan gambar semua reporter di Kedoya yang tengah terduduk dan menangis, mendoakan arwah mereka yang meninggal dalam kekejaman teroris pada malam ini, baik dari pihak militer maupun sipil. Dalam doa itu pula mereka mengutuk perbuatan teroris yang amat biadab. Bersama mereka, para anggota militer pun turut pula memanjatkan doa, dan bersama mereka pula, turut semua rakyat di Indonesia yang senantiasa mengamati perkembangan krisis ini.

Sebuah pesan pun muncul kepada Kolonel Basuki, dari Presiden SBY. Isinya singkat saja: "Jangan lagi membuat kesalahan fatal".
Diubah oleh stuka1788 23-10-2014 12:39
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.