- Beranda
- Stories from the Heart
Is It My Truly First Love?
...
TS
yogiek.indra
Is It My Truly First Love?
Quote:


Spoiler for Cover:
Quote:

Quote:
Quote:
Spoiler for Thanks To My Readers and Commenters:
Diubah oleh yogiek.indra 14-08-2015 22:26
efti108 dan 8 lainnya memberi reputasi
7
207.6K
759
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yogiek.indra
#454
Part 46 - Keteguhan Hati dan Penyesalan (2)
Setelah kejadian itu, Aku dan Dina melanjutkan sekolah seperti biasa, seperti tak terjadi apa-apa. Tapi semua berubah ketika negara api menyerang. Avatar membuat hubunganku dengan Dina menjadi tak seperti biasa lagi. Dan hubunganku dengan Dina memang sudah tak seperti biasa lagi sejak kejadian siang itu.
Dina semakin menjauh dariku. Tak ada lagi pesan-pesan kertas di meja kami berdua. Aku sudah berulang kali mengirim dan melempar kertas pesanku ke mejanya, tapi Dina hanya membuka, membaca lalu tak membalasnya. Aku tak pernah bertanya apa-apa kepada Dina. Aku tahu, mungkin Dina marah, malu, sebel, kesal, sedih dan semua perasaan itu menjadi satu ketika dia berinteraksi denganku.
Aku berulang kali mencoba mengalihkan perhatiannya, mengajak dia makan di kantin, mengajak pulang bareng, ngerjain PR, ngerjain tugas, nyuci baju dan piring di rumah, tapi semua ditolak dengan halus olehnya.
Sekarang sepertinya sebuah makhluk yang bernama "penyesalan" datang menghampiriku. Aku merasa tak punya sahabat dekat cewek seperti dulu lagi. Eross, Essy dan Widhi masih menganggapku sahabat seperti biasa walaupun mereka tahu kejadian siang itu. Dina hanya menceritakan tentang suratku, tanpa memberitahukan soal Krisya maupun pelukan itu. Kalo kabar pelukan itu menyebar, aku bisa dianggap anak paling mesum di kelas. Halah.
-----
Sudah berjalan 1 bulan sejak kejadian siang itu, dan Dina tak berubah. Dia tetap dingin padaku. Aku tak tahu lagi harus bagaimana untuk menghadapi dia. Dan entah kenapa saat itu, pikiranku akan Krisya justru teralihkan oleh dia. Di setiap waktu, aku justru malah memikirkan dia. Kalian pasti tahu rasanya, ketika kita sudah dekat dengan seseorang begitu lama, lalu tiba-tiba orang tersebut menjauh dari kita. Sakit di hati.
Mungkin kalau istilah "Galau" sudah terkenal di jaman itu, aku akan update status di BBM dengan kegalauanku setiap hari. Sayangnya, jangankan BBM. HP yang paling terkenal aja cuman 3310 yang segede batu bata. HP itu lebih mirip senjata untuk ngelempar maling dibandingkan alat komunikasi.
Sampai akhirnya, aku tak tahan lagi dengan keadaan itu. Waktu istirahat siang, aku mendatangi meja Dina.
Dina mengalihkan pandangannya ke mataku. Hal yang sudah lama tak terjadi lagi. Dia tersenyum manis.
Dina kembali melihat bukunya, tanpa mempedulikan aku yang berdiri di sampingnya. Aku maklum dengan keadaannya. Aku hanya berniat untuk memperbaiki keadaan ini. Aku ingin dia kembali seperti semula. Seperti Dina yang kukenal.
Siang itu, setelah semua anak pulang, aku menghampiri Dina di mejanya. Aku berdiri di sampingnya, sedang dia masih duduk di kursinya.
Oke, aku mulai ga bisa berkata-kata. Penyakitku kumat!
Aku ngomong ke Dina dengan menggebu-gebu. Dina tersenyum.
Aku berbicara tanpa arah, dan tiba-tiba kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Aku tak tahu bagaimana bisa kata-kata itu keluar dari mulutku. Tapi mungkin, itu lah yang aku rasakan saat itu. Rasa kehilangan yang akhirnya menjadi rasa suka.
Dina sepertinya kaget mendengar ucapanku. Dia berdiri di depanku.
Kali ini dengan suara lebih tegas, aku menjawab.
Dina datang perlahan lalu memelukku. Tangannya melingkar di pinggangku. Pelukannya semakin erat. Kali ini aku membalas pelukannya. Kita terdiam selama beberapa saat, sampai akhirnya aku mendengar suara isakan tangis dari Dina. Ya, Dina menangis. Aku tak tahu kenapa Dina malah menangis ketika aku bilang kalau aku suka sama dia.
Selang beberapa saat, Dina mendongakkan kepalanya, melonggarkan pelukannya sampai aku bisa melihat wajah cantiknya dibasahi oleh air mata. Dina lalu mengecup pipi kananku. Aku terdiam, tak tahu bagaimana harus mengungkapkan perasaanku saat itu. Itu pertama kalinya aku dicium oleh seorang wanita. Walaupun hanya di pipi, tapi sudah membuatku mati gaya, tak berkutik.
Dina memandangku sebagaimana aku memandang dia, lalu dia tersenyum manis dan berkata,
Dina semakin menjauh dariku. Tak ada lagi pesan-pesan kertas di meja kami berdua. Aku sudah berulang kali mengirim dan melempar kertas pesanku ke mejanya, tapi Dina hanya membuka, membaca lalu tak membalasnya. Aku tak pernah bertanya apa-apa kepada Dina. Aku tahu, mungkin Dina marah, malu, sebel, kesal, sedih dan semua perasaan itu menjadi satu ketika dia berinteraksi denganku.
Aku berulang kali mencoba mengalihkan perhatiannya, mengajak dia makan di kantin, mengajak pulang bareng, ngerjain PR, ngerjain tugas, nyuci baju dan piring di rumah, tapi semua ditolak dengan halus olehnya.
Sekarang sepertinya sebuah makhluk yang bernama "penyesalan" datang menghampiriku. Aku merasa tak punya sahabat dekat cewek seperti dulu lagi. Eross, Essy dan Widhi masih menganggapku sahabat seperti biasa walaupun mereka tahu kejadian siang itu. Dina hanya menceritakan tentang suratku, tanpa memberitahukan soal Krisya maupun pelukan itu. Kalo kabar pelukan itu menyebar, aku bisa dianggap anak paling mesum di kelas. Halah.
-----
Sudah berjalan 1 bulan sejak kejadian siang itu, dan Dina tak berubah. Dia tetap dingin padaku. Aku tak tahu lagi harus bagaimana untuk menghadapi dia. Dan entah kenapa saat itu, pikiranku akan Krisya justru teralihkan oleh dia. Di setiap waktu, aku justru malah memikirkan dia. Kalian pasti tahu rasanya, ketika kita sudah dekat dengan seseorang begitu lama, lalu tiba-tiba orang tersebut menjauh dari kita. Sakit di hati.
Mungkin kalau istilah "Galau" sudah terkenal di jaman itu, aku akan update status di BBM dengan kegalauanku setiap hari. Sayangnya, jangankan BBM. HP yang paling terkenal aja cuman 3310 yang segede batu bata. HP itu lebih mirip senjata untuk ngelempar maling dibandingkan alat komunikasi.
Sampai akhirnya, aku tak tahan lagi dengan keadaan itu. Waktu istirahat siang, aku mendatangi meja Dina.
Quote:
Dina mengalihkan pandangannya ke mataku. Hal yang sudah lama tak terjadi lagi. Dia tersenyum manis.
Quote:
Dina kembali melihat bukunya, tanpa mempedulikan aku yang berdiri di sampingnya. Aku maklum dengan keadaannya. Aku hanya berniat untuk memperbaiki keadaan ini. Aku ingin dia kembali seperti semula. Seperti Dina yang kukenal.
Siang itu, setelah semua anak pulang, aku menghampiri Dina di mejanya. Aku berdiri di sampingnya, sedang dia masih duduk di kursinya.
Quote:
Oke, aku mulai ga bisa berkata-kata. Penyakitku kumat!
Quote:
Aku ngomong ke Dina dengan menggebu-gebu. Dina tersenyum.
Quote:
Aku berbicara tanpa arah, dan tiba-tiba kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Aku tak tahu bagaimana bisa kata-kata itu keluar dari mulutku. Tapi mungkin, itu lah yang aku rasakan saat itu. Rasa kehilangan yang akhirnya menjadi rasa suka.
Dina sepertinya kaget mendengar ucapanku. Dia berdiri di depanku.
Quote:
Kali ini dengan suara lebih tegas, aku menjawab.
Quote:
Dina datang perlahan lalu memelukku. Tangannya melingkar di pinggangku. Pelukannya semakin erat. Kali ini aku membalas pelukannya. Kita terdiam selama beberapa saat, sampai akhirnya aku mendengar suara isakan tangis dari Dina. Ya, Dina menangis. Aku tak tahu kenapa Dina malah menangis ketika aku bilang kalau aku suka sama dia.
Selang beberapa saat, Dina mendongakkan kepalanya, melonggarkan pelukannya sampai aku bisa melihat wajah cantiknya dibasahi oleh air mata. Dina lalu mengecup pipi kananku. Aku terdiam, tak tahu bagaimana harus mengungkapkan perasaanku saat itu. Itu pertama kalinya aku dicium oleh seorang wanita. Walaupun hanya di pipi, tapi sudah membuatku mati gaya, tak berkutik.
Dina memandangku sebagaimana aku memandang dia, lalu dia tersenyum manis dan berkata,
Quote:
0

