- Beranda
- Stories from the Heart
Whats wrong with me? Im addicted to you! [True Story]
...
TS
sayulovme
Whats wrong with me? Im addicted to you! [True Story]
Perkenalkan...
gue sekarang 23 tahun, just call me say (sounds weird eh?)
di sini gue mau ceritain tentang cerita yang mungkin ada yang pernah ngalamin hal begini juga. Cerita berawal di saat gue kerja di salah satu redaksi majalah.
Gue sangat berterima kasih untuk yang sudi mampir ke sini dan apalagi bermurah tangan untuk nge-rate ataupun kasih cendol. Kritik dan saran sangat gue butuhkan mengingat gue bukan penulis. Gue cuma mencoba share cerita ini karna selama ini gue SR di sfth dan komen2 sedikit di cerita yang gue pantengin pakai id prime gue. Gue sudah perkirakan nanti bakal ada yang bilang kalo cerita gue stensilan, okay gue akuin ada beberapa part nanti yang bakal rada "hot" tapi menurut gue masih normal kok. Akhir kata..selamat membaca
Sebaiknya yang belom punya KTP jangan terlalu serius baca ini
Index : Special thanks untuk Bang Lucky
1. I wanna see your abra cadabra bra bra bra
2. Secret 'Meeting'
3. Si Bodoh
4. Makan Siangnya Pake Gossip
5. The Power Of Engagement Ring
6. After Party
6. After Party (Confession)
7. Berdua Denganmu (Minus Setan Penggoda)
8. Berdua Denganmu (Plus Sodaranya Sadako)
9. Stay Away From Me
10. The Devil Wears Jersey
11. Takdir Memang Kejam
12. Free Food And Shit
13. Awkward Moment With Mak Lampir
14. Kelewat Batas
15. KAMEHAMEHA
16. He About To Lose Me
gue sekarang 23 tahun, just call me say (sounds weird eh?)

di sini gue mau ceritain tentang cerita yang mungkin ada yang pernah ngalamin hal begini juga. Cerita berawal di saat gue kerja di salah satu redaksi majalah.
Gue sangat berterima kasih untuk yang sudi mampir ke sini dan apalagi bermurah tangan untuk nge-rate ataupun kasih cendol. Kritik dan saran sangat gue butuhkan mengingat gue bukan penulis. Gue cuma mencoba share cerita ini karna selama ini gue SR di sfth dan komen2 sedikit di cerita yang gue pantengin pakai id prime gue. Gue sudah perkirakan nanti bakal ada yang bilang kalo cerita gue stensilan, okay gue akuin ada beberapa part nanti yang bakal rada "hot" tapi menurut gue masih normal kok. Akhir kata..selamat membaca

Sebaiknya yang belom punya KTP jangan terlalu serius baca ini

Index : Special thanks untuk Bang Lucky

1. I wanna see your abra cadabra bra bra bra
2. Secret 'Meeting'
3. Si Bodoh
4. Makan Siangnya Pake Gossip
5. The Power Of Engagement Ring
6. After Party
6. After Party (Confession)
7. Berdua Denganmu (Minus Setan Penggoda)
8. Berdua Denganmu (Plus Sodaranya Sadako)
9. Stay Away From Me
10. The Devil Wears Jersey
11. Takdir Memang Kejam
12. Free Food And Shit
13. Awkward Moment With Mak Lampir
14. Kelewat Batas
15. KAMEHAMEHA
16. He About To Lose Me
Diubah oleh sayulovme 29-09-2014 22:56
anasabila memberi reputasi
4
32.2K
Kutip
217
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sayulovme
#182
16. He About To Lose Me
Quote:
Kak Tara lupa itu hari apa, anggaplah Jumat pagi ya. Sekitar pukul sepuluh, masih belum ada tanda2 kemunculan make up artist yg bertugas mendandani Kiara Miranda. Tara, yg saat ini rambutnya sudah acak2an nggak jelas dan keringatan (karena mondar mandir studio foto dan ruang wardrobe, buat mastiin kesiapan baju2 yang akan dipake Kiara buat pemotretan cover), menelepon si stylist setiap dua menit sekali untuk menanyakan posisinya.
“Masih di taksi mbak. Ini memang lagi macet banget. Aku nggak bisa ngapa2in”
“Oh, God. Oke oke. Dua menit lagi, aku telpon ya?”
“Mbak, dua menit itu kecepetan..”
Tut tut tut
Dia resmi mau gila banget sekarang. Tara refleks mengangkap kepalanya saat menyadari suara langkah seseorang, diikuti kriet kriet roda hanger rail baju dari arah pintu masuk. Dia nggak salah dengar. Itu beneran Bian dan baju2 yg sudah rapi disetrika. Cewek itu menghela napas lega.
“Thank God, Yan!”
Tara melompat menghampiri cowok itu untuk memberikan ciuman basah di kedua pipi. Rian sukses menghindar.
“I don’t do PDA with woman, sister. But thanks for the opportunity” kata Bian sambl nyengir kuda
“Ah, nggak asik lo!” Tara ikutan tersenyum
“Sedikit saran nih, Bu Fashion Editor, coba disisir deh itu rambut. Penampilan kita berdua ini bener2 jomplang”
Tara menatap Bian dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu ke dirinya sendiri. Kalau disandingkan dengan Bian yang so fashionable menggunakan kaos v-neck yg agak ‘nipply’ bahannya kelewat tipis sampai nyeplak puting, jeans yg mencetak lekuk bokongnya terang2an, dan winter boots like shoes lengkap dengan bulu2 di sepanjang pinggirannya. Tara malah lebih cocok disebut asistennya. (To be honest, gue malah sukses mules tiap ngeliat style nya Bian si lelaki jadi2an itu. Bahkan ketika gue nulis ini gue ngebayangin tampilannya dia dan ketawa ngakak nggak jelas saking absurdnya *bebasss, Bian nggak pernah baca ini*)
Gawd!
Cewek itu pun buru2 mengikat rambutnya ekor kuda dan agak naik (sejenis abege2 korean lovers itu tuh). Dia menarik blazer putih yg sejak tadi sengaja digantungkan di sandaran kursi, lalu dipakainya sebagai sentuhan terakhir penampilannya hari ini.
“Nah gitu kan oke”
“Mau kopi? Tuh dapat kopi sachet dari bonus majalah. Pilihannya cuma dua, mocha atau kopi susu”
“Mocha deh” kata Tara
“Nih! Bikinnya barengan yuk”
“Jadi, beneran sudah serius nih, Bu?”
“Apanya?”
“Lo harus tau, dari kemaren gue sama sekali belum cerita soal itu ke siapa2” Bian menatap Tara penuh arti. Seperti bsia membaca pikiran cowok itu, wajah Tara merona saking malunya.
“Ke Icha pun juga nggak, padahal sesorean dia main ke kubikel gue mamerin pictorial book nya Super Junior yg baru dia beli”
“Gue bingung aja ya. Gimana ceritanya sih, kalian berdua bisa jadi dekat kayak sekarang? Kan selama ini berantem2an gencar gitu”
Tara mematung memandangi mug nya.
“Ra?”
“Kalo gue bilang nggak mau bahas ini, lo nggak keberatan kan?”
“I iya sih, Cuma..”
“Gue nggak mau ngomongin ini”
“Tapi..”
“Sekali nggak tetap nggak”
“Okay...”
“Udah ah, gue cabs duluan ya. thanks for the coffee anyway”
Cewek itu sudah berjalan beberapa langkah dari Bian.
“Eh, Tara..!”
Cewek itu berhenti berjalan
“Gue lupa bilang, hari ini istri Mas Andi masuk rumah sakit. Jadi, tadi pagi Mas Andi ijin nggak masuk kantor”
Tara balik badan dan kali ini wajahnya bener2 kayak habis melihat reuni kuntilanak dan genderuwo.
“J jadi pemotretan hari ini..batal?!”
“Ya nggak lah. Gila aja. Cuman bukan Mas Andi yg motret Kiara. Yang gantiin Jo”
“WHATT?!”
Shit.
SKIP SKIP SKIP
Setelah berbasa basi dengan rombongan Kiara Miranda di lobi, Bian yang ikutan turun bersamanya mengambil alih jabatan sebagai tuan rumah yg penuh perhatian dan menggiring orang2 itu menuju lift.
“Are you okay?” bisik Bian saat berada di dalam lift.
Tara hanya menjawab dengan anggukan kecil. Setelah keluar dari lift, tiba2 ringtone hpnya berbunyi nyaring. Nomor entah siapa mejeng terang2an di layarnya.
“Halo?” sapa Tara males2an
“Oh gitu. Jadi aku harus nelepon dari nomor random, baru kamu angkat?” Andre. Ngambek mode on lagi.
“Ke mana aja sih kamu kemarin seharian? Nggak keitung sudah berapa kali aku nelepon, ngirim sms, bbm juga, tapi nggak ada balasan sama sekali”
“Aku sibuk, Ndre”
Which is half the truth karena Tara nggak detail menjelaskan kalau sibuknya itu nggak melulu karena kerjaan. Sibuk kucing2an dengan Jo, lebih tepatnya, which is ternyata lebih sulit daripada kedengarannya. Cowok itu kayak ada di mana2. Mau ke kantin, eh cowok itu dah ada di sana duluan, ngopi2 sama Mas Andi. Pas mau keluar kantor buat nemenin Bian hunting outfit di butik langganan, eh cowok itu ada di parkiran, nenteng tas kamera. Untung cowok itu nggak ngelihat Tara.
“Sibuk beneran nih? Balas message nggak bisa, tapi ngetwit mendadak nggak sibuk”
“You sounds bitter like an old lady, Ndre. And that’s not sexy”
“I don’t give a damn! Aku cuman mau ngomong sama kamu. Ketemu sama kamu. Oh ya, jadi keingetan soal temen kantormu yg rese itu kemaren gimana? Udah tau siapa orangnya?”
“Nggak penting ah. Udah, ganti topik aja” jawab Tara agak sedikit ketus
“Something’s wrong?”
“No. Not at all” aku cuman nggak mau ngungkit2 topik yg ujung2nya bikin kita perang mulut di telepon”
“Oke oke!” suaranya malah meninggi. Makin nyebelin.
“Let’s drop that shit. Let’s talk about us again. Dinner, abis pulang kantor. Gimana?”
“Nggak bisa, Ndre”
“Besok?”
“Launching buku Bu Mirna di kafe apa gitu. Bu Mirna itu bosnya Mustika. Bos aku”
“Lusa?”
Tara menepuk jidatnya. Shit, harus ke tempat Janice!
“Sebenernya ada janji sih, cuman aku telepon yg punya acara dulu ya. Kali aja bisa dibatalin”
“Sip! Make that work” lagi2 ya..Andre pakai suara memerintah. Brengsek!
“I love you”
“Hu uh. Bye” yang boneng aja dia mau balas bilang love2an juga, padahal hati lagi panas banget gini?!
“Cowok manalagi Ra” Bian mencoleknya
“Ada deh”
Sebelum ditanya2 lagi, Tara buru2 ngacir menjauh, berjalan ke arah yg berlawanan dengan ruang fotografi. Ke tangga darurat, lebih tepatnya. Tara mencari2 nomor Janice di phonebook hpnya. Tara mencoba bicara dengan nada membujuk yg sama kayak waktu dia ngerayu desainer supaya mau meminjamkan baju dari koleksi terbarunya yg dipamerkan di runway.
“Nggak bisa, sayang. Lo harus datang. Lo nggak mau kan Jane blacklist dari daftar teman?”
“What’s that suppose to mean?” tanya Tara kecut
“Ya nggak tau. Lo pikirin aja sendiri. Yg pasti sih lo nggak pengin di posisi itu. Serius”
“Jane..”
“Eh sudah dulu ya, Mbak Anne Avantie nya sudah datang tuh. Ciao! See you at the party, dear!”
Brengsek! Level Janice ternyata jauuuuh di atas Desainer yg bisa dia rayu untuk minjemin baju koleksinya. Dengan berat hati, Tara mengabari soal ini ke Andre via bbm.
Tara : Nggak bisa dibatalin, ndre
Andre : That sucks. Jadi kapan dong ra?
Tara : Aku liat jadwal dulu ya?
Andre : Jadwal? Wow. Aku nggak tau kalo skrg aku bukan prioritas ra.
Kelopak mata Tara kayak mau sobek saking maksimalnya melototin reply dari Andre yg nggak sopan itu. Antara emosi dan keinginan pengin nyekek leher cowok itu, jari2 Tara menari lincah di atas keypad, menuliskan reply yg nggak kalah pedesnya.
Semenit, dua menit..nggak ada balasan. Ya sudah deh. Kalau ini artinya perang berhari2 lagi, Tara nggak bisa berbuat apa2. Terus terang, ke belakang sini, dia ngerasa Andre banyakan whining ketimbang sayangnya. Padahal, harusnya yg lebih banyak ngeluh itu kan Tara? Coba, siapa yg posisinya lebih menyedihkan di sini? Andre yg jelas2 asyik ber rendezvous ria sama calon istri pilihan keluarganya atau Tara yg berstatus ‘Sephia’ nya Andre?
Tara geleng2 kepala. Kenapa sih peruntungannya di departemen percintaan nggak bisa yg simpel2 aja. Tara single, cowok itu single, keduanya jatuh cinta, lalu pacaran, lalu menikah, lalu beranak cucu, lalu meninggal dunia dalam keadaan penuh cinta? Bertahun2 dia ngarepin yg seperti itu, tapi MANAAAA? Yang ada takdir malah mengenalkannya sama Andre. Dan Jo yang, by the way...sami mawon! (Nah, kayak percintaannya udah bener aja pake ngata2in gw single lah jomblo lah)
Sambil menunggu Kiara Miranda selesai make up dan hair do nya. Tara menyempatkan diri untuk brunch kilat. Roti isi srikaya yg tadi dia titip beli ke OB digigitnya sedikit, lalu dikunyahnya pelan2. Dia pengin menikmati ini, me timenya yg hanya sepersekian menit. Beruntung banget dia punya junior kayak Bian yg nggak keberatan disuruh2 sebagai kurir pengantar pesan ke teritori musuh.
“Bian, tolong bilang ke Jo, lightingnya diatur buat full body shot dulu”
“Bian, bisa nggak sekalian disiapkan blowernya. Gua pengin Kiara keliatan free waktu dipotret”
So far so good. Semua pesan dan keinginan Tara tersampaikan dengan baik ke Jo tanpa harus ngomong langsung ke orang itu. Dia menggigit roti srikayanya lagi. Yum yum. Matanya melirik ke arah Jo. Shit..Tara buru2 memalingkan muka, kepergok deh dia ngeliatin cowok itu tadi. Keliatannya cowok itu malah berjalan ke arah sini!
Red alert! Red alert!
“Tadi di rumah nggak sarapan, Ra?”
Tara memaksakan diri menatap langsung ke mata orang itu. Cowok itu membalasnya dengan tersenyum.
“Cepat atau lambat lo harus ngomong sama gue”
“Okay, fine! Lo mau ngomong apa?”
“Gue mau ngomong soal kemaren. Gue bener2 minta maaf karena dah ikut campur privasi antara lo sama cwok itu”
“Hmm. Ada lagi?” tara pura2 terlihat nggak peduli
“Nggak ada”
Hening. Tara menunggu beberapa menit, tapi sepertinya nggak ada tanda2 Jo bakal membahas soal kelakukan lancang yg dia lakukan ke Tara di ruangan ini waktu itu.
“Gimana tentang ci..”
“Ugh, pokoknya kelakukan kurang ajar lo waktu itu! Lo nggak minta maaf soal itu juga?!”
Jo menggeleng
“Kalo lo ngira gue bakal minta maaf soal ciuman itu,,nggak,Ra. Gue nggak mau minta maaf buat sesuatu yg dari awal nggak gue anggap kesalahan”
“Gitu. Oh, bagus deh. Gue jadi punya alasan untuk lebih benci sama lo”
“Maksud lo?”
“Jangan sentuh gue!” matanya melotot saat menepis tangan cowok itu dari lengannya (udah macem FTV aja ini)
“Ra..”
“Jangan pegang gue. Kalo lo masih begini, gue langsung keluar dari studio dalam hitungan detik”
Jo nggak ngomong apa2 lagi. Dia menarik napas panjang, balik badan, lalu pergi.
Just like that. Siapa coba yg lagi diajak bercanda? Terlepas dari apapun alasan yg keluar dari bibirnya, dia dan Tuhan sama2 tahu, ciuman itu nggak mungkin terjadi tanpa reaksi dirinya yg sama dahsyatnya seperti Jo. Ciuman pertama bisa jadi terjadi spontan, tapi yg kedua kalinya? Melibatkan aksi lidah segala lagi! (geli gue nulisnya hahaha)
Bukan pelecehan juga, tentunya. Bagian jeleknya, Tara nggak bisa dong nyalahin nafsu sebagai biang keroknya. Jadi kalau bukan nafsu, apa dong? Masa ci..ci.cinta (C.I.N.T.A kayak lagunya band manaaa gitu ahahahaha *dilempar Kak Tara ke jalan tol nih gue*)
Tara tertawa, tetapi sebagian dirinya mulai merasa khawatir.
“Masih di taksi mbak. Ini memang lagi macet banget. Aku nggak bisa ngapa2in”
“Oh, God. Oke oke. Dua menit lagi, aku telpon ya?”
“Mbak, dua menit itu kecepetan..”
Tut tut tut
Dia resmi mau gila banget sekarang. Tara refleks mengangkap kepalanya saat menyadari suara langkah seseorang, diikuti kriet kriet roda hanger rail baju dari arah pintu masuk. Dia nggak salah dengar. Itu beneran Bian dan baju2 yg sudah rapi disetrika. Cewek itu menghela napas lega.
“Thank God, Yan!”
Tara melompat menghampiri cowok itu untuk memberikan ciuman basah di kedua pipi. Rian sukses menghindar.
“I don’t do PDA with woman, sister. But thanks for the opportunity” kata Bian sambl nyengir kuda
“Ah, nggak asik lo!” Tara ikutan tersenyum
“Sedikit saran nih, Bu Fashion Editor, coba disisir deh itu rambut. Penampilan kita berdua ini bener2 jomplang”
Tara menatap Bian dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu ke dirinya sendiri. Kalau disandingkan dengan Bian yang so fashionable menggunakan kaos v-neck yg agak ‘nipply’ bahannya kelewat tipis sampai nyeplak puting, jeans yg mencetak lekuk bokongnya terang2an, dan winter boots like shoes lengkap dengan bulu2 di sepanjang pinggirannya. Tara malah lebih cocok disebut asistennya. (To be honest, gue malah sukses mules tiap ngeliat style nya Bian si lelaki jadi2an itu. Bahkan ketika gue nulis ini gue ngebayangin tampilannya dia dan ketawa ngakak nggak jelas saking absurdnya *bebasss, Bian nggak pernah baca ini*)
Gawd!
Cewek itu pun buru2 mengikat rambutnya ekor kuda dan agak naik (sejenis abege2 korean lovers itu tuh). Dia menarik blazer putih yg sejak tadi sengaja digantungkan di sandaran kursi, lalu dipakainya sebagai sentuhan terakhir penampilannya hari ini.
“Nah gitu kan oke”
“Mau kopi? Tuh dapat kopi sachet dari bonus majalah. Pilihannya cuma dua, mocha atau kopi susu”
“Mocha deh” kata Tara
“Nih! Bikinnya barengan yuk”
“Jadi, beneran sudah serius nih, Bu?”
“Apanya?”
“Lo harus tau, dari kemaren gue sama sekali belum cerita soal itu ke siapa2” Bian menatap Tara penuh arti. Seperti bsia membaca pikiran cowok itu, wajah Tara merona saking malunya.
“Ke Icha pun juga nggak, padahal sesorean dia main ke kubikel gue mamerin pictorial book nya Super Junior yg baru dia beli”
“Gue bingung aja ya. Gimana ceritanya sih, kalian berdua bisa jadi dekat kayak sekarang? Kan selama ini berantem2an gencar gitu”
Tara mematung memandangi mug nya.
“Ra?”
“Kalo gue bilang nggak mau bahas ini, lo nggak keberatan kan?”
“I iya sih, Cuma..”
“Gue nggak mau ngomongin ini”
“Tapi..”
“Sekali nggak tetap nggak”
“Okay...”
“Udah ah, gue cabs duluan ya. thanks for the coffee anyway”
Cewek itu sudah berjalan beberapa langkah dari Bian.
“Eh, Tara..!”
Cewek itu berhenti berjalan
“Gue lupa bilang, hari ini istri Mas Andi masuk rumah sakit. Jadi, tadi pagi Mas Andi ijin nggak masuk kantor”
Tara balik badan dan kali ini wajahnya bener2 kayak habis melihat reuni kuntilanak dan genderuwo.
“J jadi pemotretan hari ini..batal?!”
“Ya nggak lah. Gila aja. Cuman bukan Mas Andi yg motret Kiara. Yang gantiin Jo”
“WHATT?!”
Shit.
SKIP SKIP SKIP
Setelah berbasa basi dengan rombongan Kiara Miranda di lobi, Bian yang ikutan turun bersamanya mengambil alih jabatan sebagai tuan rumah yg penuh perhatian dan menggiring orang2 itu menuju lift.
“Are you okay?” bisik Bian saat berada di dalam lift.
Tara hanya menjawab dengan anggukan kecil. Setelah keluar dari lift, tiba2 ringtone hpnya berbunyi nyaring. Nomor entah siapa mejeng terang2an di layarnya.
“Halo?” sapa Tara males2an
“Oh gitu. Jadi aku harus nelepon dari nomor random, baru kamu angkat?” Andre. Ngambek mode on lagi.
“Ke mana aja sih kamu kemarin seharian? Nggak keitung sudah berapa kali aku nelepon, ngirim sms, bbm juga, tapi nggak ada balasan sama sekali”
“Aku sibuk, Ndre”
Which is half the truth karena Tara nggak detail menjelaskan kalau sibuknya itu nggak melulu karena kerjaan. Sibuk kucing2an dengan Jo, lebih tepatnya, which is ternyata lebih sulit daripada kedengarannya. Cowok itu kayak ada di mana2. Mau ke kantin, eh cowok itu dah ada di sana duluan, ngopi2 sama Mas Andi. Pas mau keluar kantor buat nemenin Bian hunting outfit di butik langganan, eh cowok itu ada di parkiran, nenteng tas kamera. Untung cowok itu nggak ngelihat Tara.
“Sibuk beneran nih? Balas message nggak bisa, tapi ngetwit mendadak nggak sibuk”
“You sounds bitter like an old lady, Ndre. And that’s not sexy”
“I don’t give a damn! Aku cuman mau ngomong sama kamu. Ketemu sama kamu. Oh ya, jadi keingetan soal temen kantormu yg rese itu kemaren gimana? Udah tau siapa orangnya?”
“Nggak penting ah. Udah, ganti topik aja” jawab Tara agak sedikit ketus
“Something’s wrong?”
“No. Not at all” aku cuman nggak mau ngungkit2 topik yg ujung2nya bikin kita perang mulut di telepon”
“Oke oke!” suaranya malah meninggi. Makin nyebelin.
“Let’s drop that shit. Let’s talk about us again. Dinner, abis pulang kantor. Gimana?”
“Nggak bisa, Ndre”
“Besok?”
“Launching buku Bu Mirna di kafe apa gitu. Bu Mirna itu bosnya Mustika. Bos aku”
“Lusa?”
Tara menepuk jidatnya. Shit, harus ke tempat Janice!
“Sebenernya ada janji sih, cuman aku telepon yg punya acara dulu ya. Kali aja bisa dibatalin”
“Sip! Make that work” lagi2 ya..Andre pakai suara memerintah. Brengsek!
“I love you”
“Hu uh. Bye” yang boneng aja dia mau balas bilang love2an juga, padahal hati lagi panas banget gini?!
“Cowok manalagi Ra” Bian mencoleknya
“Ada deh”
Sebelum ditanya2 lagi, Tara buru2 ngacir menjauh, berjalan ke arah yg berlawanan dengan ruang fotografi. Ke tangga darurat, lebih tepatnya. Tara mencari2 nomor Janice di phonebook hpnya. Tara mencoba bicara dengan nada membujuk yg sama kayak waktu dia ngerayu desainer supaya mau meminjamkan baju dari koleksi terbarunya yg dipamerkan di runway.
“Nggak bisa, sayang. Lo harus datang. Lo nggak mau kan Jane blacklist dari daftar teman?”
“What’s that suppose to mean?” tanya Tara kecut
“Ya nggak tau. Lo pikirin aja sendiri. Yg pasti sih lo nggak pengin di posisi itu. Serius”
“Jane..”
“Eh sudah dulu ya, Mbak Anne Avantie nya sudah datang tuh. Ciao! See you at the party, dear!”
Brengsek! Level Janice ternyata jauuuuh di atas Desainer yg bisa dia rayu untuk minjemin baju koleksinya. Dengan berat hati, Tara mengabari soal ini ke Andre via bbm.
Quote:
Tara : Nggak bisa dibatalin, ndre

Andre : That sucks. Jadi kapan dong ra?
Tara : Aku liat jadwal dulu ya?
Andre : Jadwal? Wow. Aku nggak tau kalo skrg aku bukan prioritas ra.
Kelopak mata Tara kayak mau sobek saking maksimalnya melototin reply dari Andre yg nggak sopan itu. Antara emosi dan keinginan pengin nyekek leher cowok itu, jari2 Tara menari lincah di atas keypad, menuliskan reply yg nggak kalah pedesnya.
Quote:
Tara : Oh ya? memangnya aku sendiri prnh kamu jadiin prioritas?
Semenit, dua menit..nggak ada balasan. Ya sudah deh. Kalau ini artinya perang berhari2 lagi, Tara nggak bisa berbuat apa2. Terus terang, ke belakang sini, dia ngerasa Andre banyakan whining ketimbang sayangnya. Padahal, harusnya yg lebih banyak ngeluh itu kan Tara? Coba, siapa yg posisinya lebih menyedihkan di sini? Andre yg jelas2 asyik ber rendezvous ria sama calon istri pilihan keluarganya atau Tara yg berstatus ‘Sephia’ nya Andre?
Tara geleng2 kepala. Kenapa sih peruntungannya di departemen percintaan nggak bisa yg simpel2 aja. Tara single, cowok itu single, keduanya jatuh cinta, lalu pacaran, lalu menikah, lalu beranak cucu, lalu meninggal dunia dalam keadaan penuh cinta? Bertahun2 dia ngarepin yg seperti itu, tapi MANAAAA? Yang ada takdir malah mengenalkannya sama Andre. Dan Jo yang, by the way...sami mawon! (Nah, kayak percintaannya udah bener aja pake ngata2in gw single lah jomblo lah)
Sambil menunggu Kiara Miranda selesai make up dan hair do nya. Tara menyempatkan diri untuk brunch kilat. Roti isi srikaya yg tadi dia titip beli ke OB digigitnya sedikit, lalu dikunyahnya pelan2. Dia pengin menikmati ini, me timenya yg hanya sepersekian menit. Beruntung banget dia punya junior kayak Bian yg nggak keberatan disuruh2 sebagai kurir pengantar pesan ke teritori musuh.
“Bian, tolong bilang ke Jo, lightingnya diatur buat full body shot dulu”
“Bian, bisa nggak sekalian disiapkan blowernya. Gua pengin Kiara keliatan free waktu dipotret”
So far so good. Semua pesan dan keinginan Tara tersampaikan dengan baik ke Jo tanpa harus ngomong langsung ke orang itu. Dia menggigit roti srikayanya lagi. Yum yum. Matanya melirik ke arah Jo. Shit..Tara buru2 memalingkan muka, kepergok deh dia ngeliatin cowok itu tadi. Keliatannya cowok itu malah berjalan ke arah sini!
Red alert! Red alert!
“Tadi di rumah nggak sarapan, Ra?”
Tara memaksakan diri menatap langsung ke mata orang itu. Cowok itu membalasnya dengan tersenyum.
“Cepat atau lambat lo harus ngomong sama gue”
“Okay, fine! Lo mau ngomong apa?”
“Gue mau ngomong soal kemaren. Gue bener2 minta maaf karena dah ikut campur privasi antara lo sama cwok itu”
“Hmm. Ada lagi?” tara pura2 terlihat nggak peduli
“Nggak ada”
Hening. Tara menunggu beberapa menit, tapi sepertinya nggak ada tanda2 Jo bakal membahas soal kelakukan lancang yg dia lakukan ke Tara di ruangan ini waktu itu.
“Gimana tentang ci..”
“Ugh, pokoknya kelakukan kurang ajar lo waktu itu! Lo nggak minta maaf soal itu juga?!”
Jo menggeleng
“Kalo lo ngira gue bakal minta maaf soal ciuman itu,,nggak,Ra. Gue nggak mau minta maaf buat sesuatu yg dari awal nggak gue anggap kesalahan”
“Gitu. Oh, bagus deh. Gue jadi punya alasan untuk lebih benci sama lo”
“Maksud lo?”
“Jangan sentuh gue!” matanya melotot saat menepis tangan cowok itu dari lengannya (udah macem FTV aja ini)
“Ra..”
“Jangan pegang gue. Kalo lo masih begini, gue langsung keluar dari studio dalam hitungan detik”
Jo nggak ngomong apa2 lagi. Dia menarik napas panjang, balik badan, lalu pergi.
Just like that. Siapa coba yg lagi diajak bercanda? Terlepas dari apapun alasan yg keluar dari bibirnya, dia dan Tuhan sama2 tahu, ciuman itu nggak mungkin terjadi tanpa reaksi dirinya yg sama dahsyatnya seperti Jo. Ciuman pertama bisa jadi terjadi spontan, tapi yg kedua kalinya? Melibatkan aksi lidah segala lagi! (geli gue nulisnya hahaha)
Bukan pelecehan juga, tentunya. Bagian jeleknya, Tara nggak bisa dong nyalahin nafsu sebagai biang keroknya. Jadi kalau bukan nafsu, apa dong? Masa ci..ci.cinta (C.I.N.T.A kayak lagunya band manaaa gitu ahahahaha *dilempar Kak Tara ke jalan tol nih gue*)
Tara tertawa, tetapi sebagian dirinya mulai merasa khawatir.
Diubah oleh sayulovme 29-09-2014 22:55
1
Kutip
Balas