TS
simamats
[Orifict] Naqoyqatsi
Terinspirasi dari peristiwa Revolusi Prancis dan Lushan Rebellion di Dinasti Tang (plus science fiction time machine?), gw persembahkan *sound effect trompet* :
![[Orifict] Naqoyqatsi](https://s.kaskus.id/images/2017/05/09/3277891_20170509010516.jpg)
Sangat di mohon komentar, saran dan kritikannya karena penulis yang masih newbie ini sangat membutuhkan bimbingan kalian para pembaca/kawan penulis juga
Naqoyqatsi: Life as War
![[Orifict] Naqoyqatsi](https://s.kaskus.id/images/2017/05/09/3277891_20170509010516.jpg)
Genre: Seinen, Action, Psychological, Tragedy, Supranatural, Historical.
Spoiler for Sinopsis:
Lushan merupakan seorang pembrontak yang menjunjung tinggi kebebasan atas masyarakatnya yang tertindas dibawah kekuasaan dinasti Tang. Visinya semakin buyar dan di penuhi oleh tragedi yang membuatnya kehilangan banyak hal, istri, sahabat, dan semua hal yang disayanginya untuk meraih impian tersebut. Kehilangan pijakan, Lushan seperti api yang berkobar menghancurkan segala hal, bertranformasi menjadi monster. Ketika tinggal satu langkah lagi bagi Lushan untuk mendapatkan impiannya, dia terbunuh oleh orang terdekatnya, darah dagingnya sendiri yang menganggap ayahnya sudah dibutakan oleh ambisi. Ketika itu, dia diberi kesempatan oleh kekuatan misterius untuk memperbaiki kesalahannya dimasa lalu.
*Naqoyqatsi merupakan bahasa suku Hopi yang berarti Hidup sebagai perang (Qatsi-Hidup, Naqoy-Perang), terinspirasi dari dokumenter eksperimental Godfrey Reggio
*Naqoyqatsi merupakan bahasa suku Hopi yang berarti Hidup sebagai perang (Qatsi-Hidup, Naqoy-Perang), terinspirasi dari dokumenter eksperimental Godfrey Reggio
Spoiler for Index:
Prolog - There is No Liberty With Blood Below Your Feet :
Prouloge (part 1)
Prouloge part 2
Chapter 1 - A Land Without God
Chapter 1 (Part 1)
Chapter 1 (Part 2)
Chapter 1 (Part 2) Lanjutan
Chapter 1 (Part 3)
Chapter 2 - Roxanne (part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 3 - Roxanne (part 2)
Chapter 3 (Part 1)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 4 - The Devil
Chapter 4 (Part 1)
Chapter 4 (Part 2)
Chapter 5 - The Mirror
Chapter 5
Chapter 6 - In Balthiq Eyes part 1
Chapter 6
Chapter 7 - In Balthiq Eyes part 2
Chapter 7
Chapter 8 - Eating
Chapter 8
Chapter 9 - In Balthiq Eyes part 3
Chapter 9
Prouloge (part 1)
Prouloge part 2
Chapter 1 - A Land Without God
Chapter 1 (Part 1)
Chapter 1 (Part 2)
Chapter 1 (Part 2) Lanjutan
Chapter 1 (Part 3)
Chapter 2 - Roxanne (part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 3 - Roxanne (part 2)
Chapter 3 (Part 1)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 4 - The Devil
Chapter 4 (Part 1)
Chapter 4 (Part 2)
Chapter 5 - The Mirror
Chapter 5
Chapter 6 - In Balthiq Eyes part 1
Chapter 6
Chapter 7 - In Balthiq Eyes part 2
Chapter 7
Chapter 8 - Eating
Chapter 8
Chapter 9 - In Balthiq Eyes part 3
Chapter 9
Sangat di mohon komentar, saran dan kritikannya karena penulis yang masih newbie ini sangat membutuhkan bimbingan kalian para pembaca/kawan penulis juga

Diubah oleh simamats 09-05-2017 01:06
0
13.6K
Kutip
83
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•343Anggota
Tampilkan semua post
TS
simamats
#4
Part 2 : http://www.kaskus.co.id/show_post/55...d7b8b456e/35/-
Part 2 lanjutan : http://www.kaskus.co.id/show_post/55...6348b4570/36/-
Part 2 lanjutan : http://www.kaskus.co.id/show_post/55...6348b4570/36/-
Spoiler for Chapter 1 (part 3):
***
Kembali teringat semua momen-momen tersebut, dan kini suasana kembali sunyi, aku tidak bisa membiarkan kejadian yang sama terulang lagi.. tapi apa yang terjadi jika kuubah sejarah ini? Apakah aku akan mendapati kedudukan yang sama? Atau malah menghancurkan semua itu..
"Lushan kau tidak apa-apa?"
Dejavu kembali menghantuiku, kakak kini menepuk pundakku dan menyalakan api dari korek yang ia ambil dari gaun ibu yang kini tidak sadarkan diri. Semuanya persis seperti apa yang terjadi dulu.
"Hei kepalamu.. Agh!"
Aku segera memukul perut kakak dan membuatnya pingsan.. dan ah.. apa yang kulakukan..
Saat itu secara refleks aku mencoba menyelamatkan kakak, tapi juga dengan mengacaukan sejarah, rasa paranoia kembali menghantuiku. Pencapaian yang kumiliki bukan sulit untuk meraihnya, dan momen ini merupakan momen yang begitu krusial dalam hidupku..
“Mengapa aku mengacau? Bukankah jika tidak kujalani semuanya dengan cara yang sama akan membuat pencapaianku menjadi sia-sia? Apa kubunuh saja kakakku sekarang untuk menghindari resiko tersebut? Selagi ibu belum terbangun..”
“Tunggu, apa yang terjadi pula jika kakak hidup kini? Pertama ibu takkan menjadi seorang yang gila akan ambisinya untuk menciptakan sihir ‘itu’, tapi.. Aku juga takkan memiliki sihirnya jika demikian, dan hal tersebut akan benar-benar menghambatku dalam mencapai apa yang telah kuraih.. atau mungkin..”
Di kegelapan ini aku berbicara sendiri tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika aku mengacau. Namun..kupikir tidak ada gunanya berpikir terlalu panjang, karena bandit diluar pasti akan segera mengetahui bahwa ada seseorang yang masih hidup di kereta kuda ini.
Aku segera menendang kayu rapuh didepanku dan keluar dengan perlahan. Berbeda dengan sihir yang digunakan kakakku dulu, kini apa yang kulakukan tidak mengundang perhatian mereka yang sedang sibuk menumpuk mayat.
Ketika berjalan perlahan untuk mencari peluang mengitari kereta kuda yang ambruk ini, tiba-tiba secara tidak sengaja aku menginjak ranting dan dedaunan kering dibawah kakiku.
"Hei apa kau mendengar suara?"
Ketika salah satu dari mereka sepertinya tersadar, aku segera mengambil pedang dari mayat penjaga yang masih bergeletakan disebelahku dan menusuk mereka dari belakang.
"Hei musuh!!"
Aku melepaskan mayat didepanku, dan segera membunuh seseorang yang akan segera membunyikan terompet.
"Heh bocah!"
Tiba-tiba terdapat serangan dari samping, dan hal tersebut membuatku tidak sempat memberhentikan orang yang memegang trompet yang akhirnya membuat orang-orang yang sedang menumpuk mayat berkumpul mengelilingiku, dan para pemanah dipepohonan dan bukit kini mengarah padaku.
"Hei tunggu.. Aku sendirian dan kalian begitu banyak. Kenapa kalian tidak menghadapiku satu-satu?"
Ketika itu sebenarnya aku sedikit percaya diri dengan kemampuan pedangku yang sudah terasah dari ratusan perang yang pernah kulalui dikehidupanku sebelumnya, namun dengan tubuh yang tidak terlatih ini, aku tidak percaya bahwa aku bisa mengalahkan mereka semua.
"Baiklah bocah.. dari yang muda dulu bukan..?"
Ketika itu lima bocah seumuranku mulai mengelilingiku, dan bandit tersebut agaknya tidak setuju dengan konsep satu-satu, tapi tentunya ini memudahkan diriku dibandingkan semua bandit berbadan besar mengeroyokiku dengan pedang mereka.
"Hyaa!! aghh.."
Satu dari mereka menyerangku, namun begitu lambat, pedangku sudah sampai duluan ke leher anak tersebut.
"Shi lao!! Brengsek!!"
Matinya anak yang bernama Shi Lao ini membuat suasana semakin panas, dan kini mereka berempat bermaksud untuk segera mengakhiri pertarungan ini dengan bersama-sama menyerangku.
"Mati kau sialan!! Ekgh!"
Segera aku menghindar membuat mereka malah menebas teman mereka sendiri, membuat kini hanya tersisa dua orang.
"Oh.. apa yang sudah kulakukan.."
"Bodoh, kita masih bertarung!"
Sudah tidak tertarik dengan pertarungan ini, aku segera menusuk salah satu dari mereka yang masih terlihat shock akan kecerobohan yang baru saja ia lakukan, dan kemudian melemparkan pedangku ke anak yang merasa panik dengan betapa cepatnya teman-temannya berguguran. Kemudian aku mengambil pedang yang tertancap dibadannya.
"Hahaha, menarik!"
Ketika itu seseorang paling besar diantara bandit menepuk tangannya. Aku ingat benar siapa pria ini, seorang yang memegang kendali penyerangan kereta kuda, dan dulu yang memancing kemarahan kakak.
"Hebat benar kau bocah, membunuh anak-anak muda bodoh seumuranmu dengan begitu cepat.. Kini sebagai hadiah, kau akan menghadapiku Sao Lung! Orang terkuat di tanah Tujue ini.."
Dia memasuki tempat pertarungan, dan dengan pedangnya yang besar, ia langsung menebaskan pedangnya padaku. Mengetahui tidak mungkin aku bisa menahannya, aku segera meloncat menghindari serangannya tersebut.
"Kau ketakutan pada kekuatan pedangku bukan? Sebuah kehormatan bagimu untuk bisa mati dengan kekuatan seperti ini!"
"Heh.. dan suatu penghinaan bagimu yang akan terbunuh oleh bocah yang hanya menggunakan pedang mainan dibandingkan dengan pedangmu"
"Kurang ajar!!"
Dengan memancing kemarahannya, dia segera mengeluarkan segala kemampuannya, dan ketika itu gerakannya mulai terbaca. Dia terlihat tidak memiliki ilmu pedang, dan semuanya murni dari pengalamannya bertarung dimedan pertempuran yang memeperlihatkan jenis pertarungan yang simple namun efektif untuk membunuh lawan. Ketika dia menyerang, pedangnya yang besar akan tertancap ditanah dan butuh kekuatan yang besar untuk mengeluarkannya. Ketika kudekati, dia sudah tau cara menutupi celah ini dengan pedang panjang ia keluarkan dari punggungnya dengan tangan kiri yang dia ayunkan menyamping secara cepat, yang ketika ku menjauh, dia sudah menyarungkan kembali pedangnya dan secara cepat dia keluarkan pedangnya dari tanah.
"Kau takkan bisa menyerangku bocah!!"
Mencoba memahami trik tersebut, aku mengambil salah satu pedang yang tergeletak ditanah dari anak-anak muda yang kubunuh tersebut. Tidak kuat, tapi cukup untuk menahan salah satu serangan raksasa tersebut.
"Aku tidak bodoh untuk bisa kalah dengan trik bodohmu itu"
Kembali ia terpancing, dan semakin kekuatannya bertambah dalam mengayunkan pedang yang kini menghancurkan tanah yang percikan tanahnya membuat pipiku terluka. Ketika pedang tersebut kembali tertancap, dia kemudian kembali menarik pedang panjangnya untuk menjaga jarak, tapi sekaranglah kesempatan untuk menyerang!
"Ehh!!"
Serangan yang memakai tangan kirinya saja merupakan serangan yang ringan, dan dengan diriku yang sudah terbiasa dengan kecepatan dan jarak serangan pedang panjangnya membuatku mampu menahan dan menyeret pedangku mendekati badannya. Kemudian kunaiki pedang besar tersebut yang masih belum bisa dilepaskan karena serangannya yang tersulut emosi dan membuat pedangnya tertancap terlalu kuat dibandingkan tebasan biasanya.
"Brengsek!! Kau tidak boleh meremehkan kekuatanku!!"
Dia segera melepaskan pedang ditangan kirinya, dan dengan tangan kanannya sendiri akhirnya mampu melepaskan pedang tersebut. Aku yang berada diatasnya terpental, tapi dengan pasti pedangku mengarah tepat ke lehernya.
"Aghh..."
"Ketua!!!"
Darah keluar dengan begitu indah dari leher raksasa tersebut. Seketika itu, orang-orang terlihat takjub sekaligus marah dengan hal ini. Aku begitu yakin kini pemanah sudah siap untuk melepaskan panahnya.
"Pemanah!! Serang bocah tersebut!!"
Aku berencana untuk segera berlindung ditubuh raksasa tersebut, tapi kakiku.. rasa sakit benar-benar membuat kakiku tidak bisa digerakan, sepertinya aku mendarat ketanah dengan letak kaki yang salah..
Ah.. sudah diberi kesempatan kedua, kini aku mengacau..
Aku hanya bisa menutup mataku, tapi tak satupun panah mengenai badanku..
"Dia bisa menggunakan sihir!"
Ketika itu panah-panah tertahan dilangit-langit. Aku begitu terkagetkan oleh fakta bahwa sihir masih berlaku dibadanku walau disaat ini.. aku belum memakan daging ibuku..
"Matilah kalian semua! Sampah yang hanya bisa menyusahkan mereka yang lemah demi sebuah harta, makanan, dan kesenangan yang semu!"
Segera kuarahkan panah-panah tersebut kembali ke orang yang melepaskannya, lalu dengan segera kupakai sihir terlarang pada orang-orang yang tersisa didepanku dengan membuat darah mereka keluar dari tubuh mereka seperti apa yang dilakukan ibuku dulu.
"Ahh..Ahh!! Oh tuhan vaskala lindungilah hambamu ini.. *hiks*"
Ketika itu rasa nostalgia menghantui dadaku, suara bocah itu.. ah..
"Kau.."
"Ampun.. Aku..*hiks* dipaksa oleh mereka.."
Bocah tersebut yang dulu membunuh kakakku. Kembali keberuntungan membuatnya tersisa hidup diantara mayat-mayat temannya yang terbunuh oleh sihir.
"Siapa namamu bocah?"
"Suo Yan.."
"Vaskala adalah tuhanmu disini?"
Dia menganggukinya. Walau berbuat kemungkaran, ternyata mereka masih memiliki agama. Apakah mereka hanya ingat tuhan mereka didalam keadaan putus asa seperti ini?
"Coba kau jelaskan tentang tuhanmu itu.. Aku berjanji akan melepaskanmu dari sini jika kau memuaskanku."
"Ehh.. Vaskala.. *hiks* Dia tuhan kebaikan yang berbelas kasih pada kita.. maha mengampuni orang yang bertaubat, dan memberikan mereka kesempatan untuk *hiks* untuk hidup dijalan yang benar"
"Heh.. Jika Vaskala benar-benar ada dan aku memberikanmu kesempatan.. Apakah kau akan berlari menuju temanmu, dan menyuruh mereka memanahku dari belakang?"
"Maksudmu..?"
Aku berkata demikian mengingat kejadian kakakku. Melihat kedua kalinya anak ini selamat, mungkin tuhan memang memberkahi anak ini, dan memberikannya kesempatan untuk hidup dijalan pertaubatan. Sayangnya, pada momen ini sepertinya tuhan terpaksa memberikan nasib anak ini padaku, dan aku.. tidak begitu setuju dengan pendapat tuhan mengenai diberkahinya anak ini.
"Begitu baik tuhanmu Suo Yan, tapi begitu busuk umatnya. Ditanah seperti ini, moral dan agama tidak akan berjalan dengan semestinya, esensi ketuhanan terkotori karenanya. Tapi aku ini percaya dengan tuhan, dan aku juga percaya tuhan pasti memaafkanmu."
"Jadi kau akan melepaskanku?"
Aku tersenyum melihat bocah tersebut.
"Ya"
Segera kutebaskan pedangku kelehernya. Aku memberikannya kematian yang cepat karena tidak sekalipun ada dendam dihatiku padanya, dan karenanya aku memberikan kematian yang lebih baik dari hidup.
"Semoga..ah, tuhan Vaskala memberikanmu jalan menuju surga.. Suo Yan"
Ketika itu aku berdoa, atas korban busuknya dunia ini yang sengaja tuhan biarkan. Tuhan bekerja secara misterius, dan bukan hak kita untuk mempertanyakannya. Jika kubiarkan dia lepas, dia akan berbuat dosa lagi, dan kuanggap apa yang kulakukan tadi merupakan perbuatan terpuji walau tentu itu hanya pembenaranku atas dosa yang telah kulakukan.
“...”
Melihat bocah yang mati ini kembali membuatku merenungkan pemikiranku. Sudah lama kusadari bahwa mereka sebenarnya bukan benar-benar pendosa jika saja konsep ajaran tuhan benar-benar kita telaah.
Seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan semurni-murninya gelas kosong, dia baru terkotori sesuai air yang tersedia untuk mengisinya. Bandit-bandit maupun anak-anak tersebut merupakan korban dunia yang membusuk ini, dan ketika itu kita boleh saja menyalahkan tuhan.. Walau tentu aku menolak untuk menyalahkan tuhan, dan aku yang mengetahui itu sudah lama mengabaikan adanya tuhan yang memegang kendali atas takdir dunia ini.
"Walau tuhan benar-benar ada, tuhan telah mati didalam diriku"
Kembali aku mengingat mimpiku, ketika dia mengatakan matanya yang telah membusuk dan tuhan telah mati ketika harapan-harapannya yang sudah menghilang. Saat ini aku mulai mengerti pandangannya, dan karenanya aku akan terus menanggung beban ini sendirian tanpa menyalahkan siapapun lagi..
...
"Lushan.."
Tiba-tiba kakak berada diluar seakan sudah melihat segala hal yang sudah kulakukan.
"Kau.. memakai pedang dan kau bisa menggunakan sihir?"
Ketika itu terror kembali menghantui pikiranku. Aku ingat betul bahwa rahasia menggunakan sihir ini tidak boleh sampai bocor, dan aku tidak bisa mentolerir siapapun itu.
"Kau membunuh orang.. dan bahkan kau membunuh anak kecil tidak bersalah seperti itu"
Ah, aku sudah hidup selama 60 tahun. Ya, tidak akan meninggalkan apa-apa jika kubunuh kakakku sekarang.. Ingatan indah bersamanya hanya fragmen kecil dalam hidupku, dan dengan membunuhnya membuat masa depanku aman.. Sepertinya aku tidak bisa menang dengan sifat paranoid ini..
Maafkan aku kakak.. aku tak bisa mengorbankan impianku demi hidupnya dirimu..
"Lushan!! Apa-apaan dengan pandangan membunuhmu itu!!"
Ketika itu ibu berteriak, dia berdiri dengan mukanya yang marah melihatku yang bahkan belum melakukan apa-apa.
"Siapa kau! Kenapa kau rasuki anakku!!"
"Ibu aku anakmu.."
"Lushan tidak mempunyai pandangan membunuh seperti itu.. Lushan tidak membunuh orang dengan keji seperti ini!! Dia anakku yang baik hati dan lembut, kembalikan dia dasar kau iblis!"
Ketika itu aku kebingungan dengan perkembangan peristiwa yang terjadi. Pasukan prajurit An kembali datang dengan terlambat persis seperti kejadian lalu, dan.. uh.. Kepalaku begitu pusing.
"Lushan.. kau mimisan.."
Ketika itu darah kembali mengalir dari hidungku, dan kesadaranku memudar..
Mungkin tubuh kecil ini memang tidak bisa menggunakan sihir tingkat tinggi seperti tadi, dan seketika seluruh energiku hilang.
Kakak hidup, sejarah terkacaukan, mereka tahu sihirku..
Tapi entah mengapa perasaan senang muncul diantara ketakutan diriku. Kini aku tak bisa menerka nasib apa yang akan terjadi setelah ini..
*To be continued*
Kembali teringat semua momen-momen tersebut, dan kini suasana kembali sunyi, aku tidak bisa membiarkan kejadian yang sama terulang lagi.. tapi apa yang terjadi jika kuubah sejarah ini? Apakah aku akan mendapati kedudukan yang sama? Atau malah menghancurkan semua itu..
"Lushan kau tidak apa-apa?"
Dejavu kembali menghantuiku, kakak kini menepuk pundakku dan menyalakan api dari korek yang ia ambil dari gaun ibu yang kini tidak sadarkan diri. Semuanya persis seperti apa yang terjadi dulu.
"Hei kepalamu.. Agh!"
Aku segera memukul perut kakak dan membuatnya pingsan.. dan ah.. apa yang kulakukan..
Saat itu secara refleks aku mencoba menyelamatkan kakak, tapi juga dengan mengacaukan sejarah, rasa paranoia kembali menghantuiku. Pencapaian yang kumiliki bukan sulit untuk meraihnya, dan momen ini merupakan momen yang begitu krusial dalam hidupku..
“Mengapa aku mengacau? Bukankah jika tidak kujalani semuanya dengan cara yang sama akan membuat pencapaianku menjadi sia-sia? Apa kubunuh saja kakakku sekarang untuk menghindari resiko tersebut? Selagi ibu belum terbangun..”
“Tunggu, apa yang terjadi pula jika kakak hidup kini? Pertama ibu takkan menjadi seorang yang gila akan ambisinya untuk menciptakan sihir ‘itu’, tapi.. Aku juga takkan memiliki sihirnya jika demikian, dan hal tersebut akan benar-benar menghambatku dalam mencapai apa yang telah kuraih.. atau mungkin..”
Di kegelapan ini aku berbicara sendiri tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika aku mengacau. Namun..kupikir tidak ada gunanya berpikir terlalu panjang, karena bandit diluar pasti akan segera mengetahui bahwa ada seseorang yang masih hidup di kereta kuda ini.
Aku segera menendang kayu rapuh didepanku dan keluar dengan perlahan. Berbeda dengan sihir yang digunakan kakakku dulu, kini apa yang kulakukan tidak mengundang perhatian mereka yang sedang sibuk menumpuk mayat.
Ketika berjalan perlahan untuk mencari peluang mengitari kereta kuda yang ambruk ini, tiba-tiba secara tidak sengaja aku menginjak ranting dan dedaunan kering dibawah kakiku.
"Hei apa kau mendengar suara?"
Ketika salah satu dari mereka sepertinya tersadar, aku segera mengambil pedang dari mayat penjaga yang masih bergeletakan disebelahku dan menusuk mereka dari belakang.
"Hei musuh!!"
Aku melepaskan mayat didepanku, dan segera membunuh seseorang yang akan segera membunyikan terompet.
"Heh bocah!"
Tiba-tiba terdapat serangan dari samping, dan hal tersebut membuatku tidak sempat memberhentikan orang yang memegang trompet yang akhirnya membuat orang-orang yang sedang menumpuk mayat berkumpul mengelilingiku, dan para pemanah dipepohonan dan bukit kini mengarah padaku.
"Hei tunggu.. Aku sendirian dan kalian begitu banyak. Kenapa kalian tidak menghadapiku satu-satu?"
Ketika itu sebenarnya aku sedikit percaya diri dengan kemampuan pedangku yang sudah terasah dari ratusan perang yang pernah kulalui dikehidupanku sebelumnya, namun dengan tubuh yang tidak terlatih ini, aku tidak percaya bahwa aku bisa mengalahkan mereka semua.
"Baiklah bocah.. dari yang muda dulu bukan..?"
Ketika itu lima bocah seumuranku mulai mengelilingiku, dan bandit tersebut agaknya tidak setuju dengan konsep satu-satu, tapi tentunya ini memudahkan diriku dibandingkan semua bandit berbadan besar mengeroyokiku dengan pedang mereka.
"Hyaa!! aghh.."
Satu dari mereka menyerangku, namun begitu lambat, pedangku sudah sampai duluan ke leher anak tersebut.
"Shi lao!! Brengsek!!"
Matinya anak yang bernama Shi Lao ini membuat suasana semakin panas, dan kini mereka berempat bermaksud untuk segera mengakhiri pertarungan ini dengan bersama-sama menyerangku.
"Mati kau sialan!! Ekgh!"
Segera aku menghindar membuat mereka malah menebas teman mereka sendiri, membuat kini hanya tersisa dua orang.
"Oh.. apa yang sudah kulakukan.."
"Bodoh, kita masih bertarung!"
Sudah tidak tertarik dengan pertarungan ini, aku segera menusuk salah satu dari mereka yang masih terlihat shock akan kecerobohan yang baru saja ia lakukan, dan kemudian melemparkan pedangku ke anak yang merasa panik dengan betapa cepatnya teman-temannya berguguran. Kemudian aku mengambil pedang yang tertancap dibadannya.
"Hahaha, menarik!"
Ketika itu seseorang paling besar diantara bandit menepuk tangannya. Aku ingat benar siapa pria ini, seorang yang memegang kendali penyerangan kereta kuda, dan dulu yang memancing kemarahan kakak.
"Hebat benar kau bocah, membunuh anak-anak muda bodoh seumuranmu dengan begitu cepat.. Kini sebagai hadiah, kau akan menghadapiku Sao Lung! Orang terkuat di tanah Tujue ini.."
Dia memasuki tempat pertarungan, dan dengan pedangnya yang besar, ia langsung menebaskan pedangnya padaku. Mengetahui tidak mungkin aku bisa menahannya, aku segera meloncat menghindari serangannya tersebut.
"Kau ketakutan pada kekuatan pedangku bukan? Sebuah kehormatan bagimu untuk bisa mati dengan kekuatan seperti ini!"
"Heh.. dan suatu penghinaan bagimu yang akan terbunuh oleh bocah yang hanya menggunakan pedang mainan dibandingkan dengan pedangmu"
"Kurang ajar!!"
Dengan memancing kemarahannya, dia segera mengeluarkan segala kemampuannya, dan ketika itu gerakannya mulai terbaca. Dia terlihat tidak memiliki ilmu pedang, dan semuanya murni dari pengalamannya bertarung dimedan pertempuran yang memeperlihatkan jenis pertarungan yang simple namun efektif untuk membunuh lawan. Ketika dia menyerang, pedangnya yang besar akan tertancap ditanah dan butuh kekuatan yang besar untuk mengeluarkannya. Ketika kudekati, dia sudah tau cara menutupi celah ini dengan pedang panjang ia keluarkan dari punggungnya dengan tangan kiri yang dia ayunkan menyamping secara cepat, yang ketika ku menjauh, dia sudah menyarungkan kembali pedangnya dan secara cepat dia keluarkan pedangnya dari tanah.
"Kau takkan bisa menyerangku bocah!!"
Mencoba memahami trik tersebut, aku mengambil salah satu pedang yang tergeletak ditanah dari anak-anak muda yang kubunuh tersebut. Tidak kuat, tapi cukup untuk menahan salah satu serangan raksasa tersebut.
"Aku tidak bodoh untuk bisa kalah dengan trik bodohmu itu"
Kembali ia terpancing, dan semakin kekuatannya bertambah dalam mengayunkan pedang yang kini menghancurkan tanah yang percikan tanahnya membuat pipiku terluka. Ketika pedang tersebut kembali tertancap, dia kemudian kembali menarik pedang panjangnya untuk menjaga jarak, tapi sekaranglah kesempatan untuk menyerang!
"Ehh!!"
Serangan yang memakai tangan kirinya saja merupakan serangan yang ringan, dan dengan diriku yang sudah terbiasa dengan kecepatan dan jarak serangan pedang panjangnya membuatku mampu menahan dan menyeret pedangku mendekati badannya. Kemudian kunaiki pedang besar tersebut yang masih belum bisa dilepaskan karena serangannya yang tersulut emosi dan membuat pedangnya tertancap terlalu kuat dibandingkan tebasan biasanya.
"Brengsek!! Kau tidak boleh meremehkan kekuatanku!!"
Dia segera melepaskan pedang ditangan kirinya, dan dengan tangan kanannya sendiri akhirnya mampu melepaskan pedang tersebut. Aku yang berada diatasnya terpental, tapi dengan pasti pedangku mengarah tepat ke lehernya.
"Aghh..."
"Ketua!!!"
Darah keluar dengan begitu indah dari leher raksasa tersebut. Seketika itu, orang-orang terlihat takjub sekaligus marah dengan hal ini. Aku begitu yakin kini pemanah sudah siap untuk melepaskan panahnya.
"Pemanah!! Serang bocah tersebut!!"
Aku berencana untuk segera berlindung ditubuh raksasa tersebut, tapi kakiku.. rasa sakit benar-benar membuat kakiku tidak bisa digerakan, sepertinya aku mendarat ketanah dengan letak kaki yang salah..
Ah.. sudah diberi kesempatan kedua, kini aku mengacau..
Aku hanya bisa menutup mataku, tapi tak satupun panah mengenai badanku..
"Dia bisa menggunakan sihir!"
Ketika itu panah-panah tertahan dilangit-langit. Aku begitu terkagetkan oleh fakta bahwa sihir masih berlaku dibadanku walau disaat ini.. aku belum memakan daging ibuku..
"Matilah kalian semua! Sampah yang hanya bisa menyusahkan mereka yang lemah demi sebuah harta, makanan, dan kesenangan yang semu!"
Segera kuarahkan panah-panah tersebut kembali ke orang yang melepaskannya, lalu dengan segera kupakai sihir terlarang pada orang-orang yang tersisa didepanku dengan membuat darah mereka keluar dari tubuh mereka seperti apa yang dilakukan ibuku dulu.
"Ahh..Ahh!! Oh tuhan vaskala lindungilah hambamu ini.. *hiks*"
Ketika itu rasa nostalgia menghantui dadaku, suara bocah itu.. ah..
"Kau.."
"Ampun.. Aku..*hiks* dipaksa oleh mereka.."
Bocah tersebut yang dulu membunuh kakakku. Kembali keberuntungan membuatnya tersisa hidup diantara mayat-mayat temannya yang terbunuh oleh sihir.
"Siapa namamu bocah?"
"Suo Yan.."
"Vaskala adalah tuhanmu disini?"
Dia menganggukinya. Walau berbuat kemungkaran, ternyata mereka masih memiliki agama. Apakah mereka hanya ingat tuhan mereka didalam keadaan putus asa seperti ini?
"Coba kau jelaskan tentang tuhanmu itu.. Aku berjanji akan melepaskanmu dari sini jika kau memuaskanku."
"Ehh.. Vaskala.. *hiks* Dia tuhan kebaikan yang berbelas kasih pada kita.. maha mengampuni orang yang bertaubat, dan memberikan mereka kesempatan untuk *hiks* untuk hidup dijalan yang benar"
"Heh.. Jika Vaskala benar-benar ada dan aku memberikanmu kesempatan.. Apakah kau akan berlari menuju temanmu, dan menyuruh mereka memanahku dari belakang?"
"Maksudmu..?"
Aku berkata demikian mengingat kejadian kakakku. Melihat kedua kalinya anak ini selamat, mungkin tuhan memang memberkahi anak ini, dan memberikannya kesempatan untuk hidup dijalan pertaubatan. Sayangnya, pada momen ini sepertinya tuhan terpaksa memberikan nasib anak ini padaku, dan aku.. tidak begitu setuju dengan pendapat tuhan mengenai diberkahinya anak ini.
"Begitu baik tuhanmu Suo Yan, tapi begitu busuk umatnya. Ditanah seperti ini, moral dan agama tidak akan berjalan dengan semestinya, esensi ketuhanan terkotori karenanya. Tapi aku ini percaya dengan tuhan, dan aku juga percaya tuhan pasti memaafkanmu."
"Jadi kau akan melepaskanku?"
Aku tersenyum melihat bocah tersebut.
"Ya"
Segera kutebaskan pedangku kelehernya. Aku memberikannya kematian yang cepat karena tidak sekalipun ada dendam dihatiku padanya, dan karenanya aku memberikan kematian yang lebih baik dari hidup.
"Semoga..ah, tuhan Vaskala memberikanmu jalan menuju surga.. Suo Yan"
Ketika itu aku berdoa, atas korban busuknya dunia ini yang sengaja tuhan biarkan. Tuhan bekerja secara misterius, dan bukan hak kita untuk mempertanyakannya. Jika kubiarkan dia lepas, dia akan berbuat dosa lagi, dan kuanggap apa yang kulakukan tadi merupakan perbuatan terpuji walau tentu itu hanya pembenaranku atas dosa yang telah kulakukan.
“...”
Melihat bocah yang mati ini kembali membuatku merenungkan pemikiranku. Sudah lama kusadari bahwa mereka sebenarnya bukan benar-benar pendosa jika saja konsep ajaran tuhan benar-benar kita telaah.
Seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan semurni-murninya gelas kosong, dia baru terkotori sesuai air yang tersedia untuk mengisinya. Bandit-bandit maupun anak-anak tersebut merupakan korban dunia yang membusuk ini, dan ketika itu kita boleh saja menyalahkan tuhan.. Walau tentu aku menolak untuk menyalahkan tuhan, dan aku yang mengetahui itu sudah lama mengabaikan adanya tuhan yang memegang kendali atas takdir dunia ini.
"Walau tuhan benar-benar ada, tuhan telah mati didalam diriku"
Kembali aku mengingat mimpiku, ketika dia mengatakan matanya yang telah membusuk dan tuhan telah mati ketika harapan-harapannya yang sudah menghilang. Saat ini aku mulai mengerti pandangannya, dan karenanya aku akan terus menanggung beban ini sendirian tanpa menyalahkan siapapun lagi..
...
"Lushan.."
Tiba-tiba kakak berada diluar seakan sudah melihat segala hal yang sudah kulakukan.
"Kau.. memakai pedang dan kau bisa menggunakan sihir?"
Ketika itu terror kembali menghantui pikiranku. Aku ingat betul bahwa rahasia menggunakan sihir ini tidak boleh sampai bocor, dan aku tidak bisa mentolerir siapapun itu.
"Kau membunuh orang.. dan bahkan kau membunuh anak kecil tidak bersalah seperti itu"
Ah, aku sudah hidup selama 60 tahun. Ya, tidak akan meninggalkan apa-apa jika kubunuh kakakku sekarang.. Ingatan indah bersamanya hanya fragmen kecil dalam hidupku, dan dengan membunuhnya membuat masa depanku aman.. Sepertinya aku tidak bisa menang dengan sifat paranoid ini..
Maafkan aku kakak.. aku tak bisa mengorbankan impianku demi hidupnya dirimu..
"Lushan!! Apa-apaan dengan pandangan membunuhmu itu!!"
Ketika itu ibu berteriak, dia berdiri dengan mukanya yang marah melihatku yang bahkan belum melakukan apa-apa.
"Siapa kau! Kenapa kau rasuki anakku!!"
"Ibu aku anakmu.."
"Lushan tidak mempunyai pandangan membunuh seperti itu.. Lushan tidak membunuh orang dengan keji seperti ini!! Dia anakku yang baik hati dan lembut, kembalikan dia dasar kau iblis!"
Ketika itu aku kebingungan dengan perkembangan peristiwa yang terjadi. Pasukan prajurit An kembali datang dengan terlambat persis seperti kejadian lalu, dan.. uh.. Kepalaku begitu pusing.
"Lushan.. kau mimisan.."
Ketika itu darah kembali mengalir dari hidungku, dan kesadaranku memudar..
Mungkin tubuh kecil ini memang tidak bisa menggunakan sihir tingkat tinggi seperti tadi, dan seketika seluruh energiku hilang.
Kakak hidup, sejarah terkacaukan, mereka tahu sihirku..
Tapi entah mengapa perasaan senang muncul diantara ketakutan diriku. Kini aku tak bisa menerka nasib apa yang akan terjadi setelah ini..
*To be continued*
Diubah oleh simamats 16-05-2015 20:43
0
Kutip
Balas