Hari itu anak kelas 6 masuk sekolah. Kegiatan kita hari itu hanyalah menandatangani hasil ujian dan ijasah. Pada tahun 2000, belum ada Lulus atau Tidak Lulus. Yang ada hanyalah nilai ujian berupa NEM. Nilai NEM itu yang nantinya akan nentuin kita bisa masuk di SMP favorit atau tidak.

Aku sekilas melihat hasil ujianku. 45,00. Empat Puluh Lima Koma Nol Nol. Itu nilai ujianku untuk 5 mata pelajaran. "Lumayaan." Pikirku. Aku kemudian memberikan tanda tanganku di samping fotoku yang seperti sudah pernah aku katakan, lebih mirip cacing kelaparan daripada mirip sebuah tanda tangan.

Selesai hari itu, aku duduk di depan kolam sekolah seperti biasa. Rimba datang, lalu duduk di sampingku.



Aku lupa saat itu Rimba dapet NEM 46 koma sekiannya berapa. Yang jelas, nenek-nenek hamil juga tahu kalo nilai dia lebih tinggi dari nilaiku.



Aneh! Ada yang lebih milih SMP di kampung daripada SMP di kota. Padahal, kalo dilihat, nilai segitu pasti bisa masuk lah disana. Kalo aku sih udah jelas. Aku milih di kampung ini karena lebih deket dari rumah. Tinggal naik sepeda, 10 menit sampe. Kalo harus ke Solo, aku harus naik bus atau angkot. Perjalanan lebih dari 30 menit. Ahhh,, rasa males yang udah lama membuat akar di tubuhku kini tumbuh makin banyak.



Kita ketawa-ketawa saat itu. Tak terasa, 6 tahun seperti cepat sekali berlalu. Perasaan, baru kemaren aku yang ileran dengan mulut mangap-mangap duduk di meja yang sama dengan seorang cewek manis. Kini, 6 tahun kemudian, cewek itu di sampingku lagi, mencoba melihat apakah ini nantinya akan jadi saat-saat terakhir kita bertemu.

Dan waktu pun berlalu..