- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Bersambung: Voyeurism
...
TS
widka
Cerita Bersambung: Voyeurism
Quote:
Quote:
Judul Karya : Voyeurism
Jenis Karya : Fiksi
Genre Karya : Detektif, Misteri, Drama.
Target Pembaca : Remaja-Dewasa
Usia : 17+
Quote:
HOT COVER
Spoiler for PRAWACANA:
PRAWACANA
Kisah ini menceritakan kontroversi pengakuan pelecehan seksual yg dialami ALINA pada masa lalunya. Apakah benar atau salah bahwa kejadian itu benar-benar terjadi? Seberapa akuratkah ingatan seseorang?
Seperti yang kita ketahui bahwa ada banyak tulisan yang dipublikasikan mengenai pulihnya ingatan tentang pelecehan seksual di masa anak-anak berakhir keliru atau tidak koheren (nyambung) dengan fakta-fakta yang ada.
Lantas cerita berlanjut ke polisi muda yang bernama WIDKA, yang menderita voyeurisme. Voyeurisme adalah penyakit psikologis di mana penderitanya mencapai kepuasan seksual hanya dengan cara mengintip. Namun, tanpa sengaja aktifitas terlarangnya itu membuat sang tokoh tahu misteri dibalik kontroversi yang menyelimuti ALINA.
Kisah yang menarik tentang drama-hasrat-kriminal dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, sehingga kisah ini sangat layak untuk dinikmati sebagai bacaan yang menghibur sekaligus mengundang rasa penasaran.
Saya akan update terus cerita bersambung ini jika agan-agan berkenan terhadap cerita yang sedang saya kembangkan.
Terimakasih.
Seperti yang kita ketahui bahwa ada banyak tulisan yang dipublikasikan mengenai pulihnya ingatan tentang pelecehan seksual di masa anak-anak berakhir keliru atau tidak koheren (nyambung) dengan fakta-fakta yang ada.
Lantas cerita berlanjut ke polisi muda yang bernama WIDKA, yang menderita voyeurisme. Voyeurisme adalah penyakit psikologis di mana penderitanya mencapai kepuasan seksual hanya dengan cara mengintip. Namun, tanpa sengaja aktifitas terlarangnya itu membuat sang tokoh tahu misteri dibalik kontroversi yang menyelimuti ALINA.
Kisah yang menarik tentang drama-hasrat-kriminal dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, sehingga kisah ini sangat layak untuk dinikmati sebagai bacaan yang menghibur sekaligus mengundang rasa penasaran.
Saya akan update terus cerita bersambung ini jika agan-agan berkenan terhadap cerita yang sedang saya kembangkan.
Terimakasih.
Quote:
Hot Comment Sampai BAB VIII
Quote:
Original Posted By princess.anne►
Ane juga tau cerita ini setelah liat trit agan di CYSTG
Dari sana aja udah terpesona sama pengetahuan agan ttg kepribadian
Dan 4 hal di atas yg bikin ane makin WOW sama karya agan ini
Judul kayak gini justru bagus, unik. Coba kalo judulnya langsung: petualangan sang pengintip, sedikit agak basi. Tapi dengan kata voyeurism, pertama bikin kening berkerut, lalu semakin bikin penasaran, pengen menggali lebih dalem, endingnya "ooooh.... gitu!"
Oya satu hal lagi yang paling ane suka, agan ga cuma nyediain cerita yang bikin penasaran, menghibur, tapi juga memberikan banyak pengetahuan!
I love it!
Ane penggemar berat genre kayak gini
Pokoke semangat terus berkarya gan!
Ane juga tau cerita ini setelah liat trit agan di CYSTG
Dari sana aja udah terpesona sama pengetahuan agan ttg kepribadian
Dan 4 hal di atas yg bikin ane makin WOW sama karya agan ini
Judul kayak gini justru bagus, unik. Coba kalo judulnya langsung: petualangan sang pengintip, sedikit agak basi. Tapi dengan kata voyeurism, pertama bikin kening berkerut, lalu semakin bikin penasaran, pengen menggali lebih dalem, endingnya "ooooh.... gitu!"
Oya satu hal lagi yang paling ane suka, agan ga cuma nyediain cerita yang bikin penasaran, menghibur, tapi juga memberikan banyak pengetahuan!
I love it!
Ane penggemar berat genre kayak gini
Pokoke semangat terus berkarya gan!
Quote:
Original Posted By Blazerknight►homina homina homina, keren banget ceritanya asli.....
Quote:
Original Posted By septhia►hari minggu, gak ada hiburan, buka kaskus liat thread agan, sungguh luar biasa ceritanya...gini ini yg seru gak hanya cerita cinta melulu...salut for agan...
Quote:
Original Posted By Garyu73►What gilaaak? Ini apa? Baru pertama liat uy, ini buku ya? Keren banget uy TS bisa nyampe disini terus menyalurkan ide gilanya
Keren gan, mudahan ada waktu biar bisa baca ceritanya
Keren gan, mudahan ada waktu biar bisa baca ceritanya
Quote:
Original Posted By bapaknya.tongol►wanjeeeeng, aktingnya alin mantap kalee bah...
"pelakunya adalah kau". sambil menjukan jati tengah ke arah kolonel
ataukah hanya mimpi widka
bodo amat, yg penting cepet abdet lagiii braaay
tunggu cendol mateng ya braaay....
buru apdet nya..
"pelakunya adalah kau". sambil menjukan jati tengah ke arah kolonel
ataukah hanya mimpi widka
bodo amat, yg penting cepet abdet lagiii braaay
tunggu cendol mateng ya braaay....
buru apdet nya..
Quote:
Original Posted By chayono►Wah gan abis baca bab 5 part 1 kayaknya bakal makin dalem nih ceritanya. Awalnya ane percaya alina tuh gila. Tapi pas baca mengenai pendapat komandan jo trus review ulang kayaknya ada yg aneh dengan kolonelnya. Seolah olah di buat skenario alina meninggal padahal engga. Di tunggu part berikutnya yg lebih ngebuka misterinya.
Quote:
Quote:
Original Posted By velerkajut►akhirnya update juga makin keren aja nh jalur ceritanya gue suka cara penulisannya yg frontal jd ga kaku bacanya nice gan di tunggu part 3 nya
Quote:
Original Posted By cUmplanks►mana bab v!! manaaaaaaaaa...!!
manaaaaaa ...!! bab v bab v bab v...
hayok cepat gannnnn..penasaran 1/2 idup ini..!!
bener" nice post gan..cendol +1 dari ane yah..
manaaaaaa ...!! bab v bab v bab v...
hayok cepat gannnnn..penasaran 1/2 idup ini..!!
bener" nice post gan..cendol +1 dari ane yah..
Quote:
Original Posted By TahtaArash►bab V part 2 mana gan. ane udh bli paket extra buat baca cerita agan
Quote:
Original Posted By umikrachmi►Gan masih bersambung yaaa ceritanyaaa? Seruuu sumpah
Quote:
Original Posted By velerkajut►kapan update gan? pnasaran nh ternyata si alina emg sakit beneran
Quote:
Original Posted By milan22►Yah,ternyata masih bersambung, padahal ane udah siap2 menebak endingnya..
Update nya kapan gan?
Update nya kapan gan?
Quote:
Original Posted By encantz►update lagi mas, alinanya jgn dimatiin yak
Quote:
Original Posted By travelcore►ane baca dulu ya
Quote:
Quote:
Original Posted By dados8756►izin stalk mas bro , bagus ceritanya... sambil sekalian belajar
Quote:
Original Posted By vasto.lorde►bab 5 part 2 mana nih, gan??
mumpung ane di depan leppy tersayang..
mumpung ane di depan leppy tersayang..
Quote:
BAB I
BERSAMBUNG
INDEX
Quote:
BAB II Versi jpg
BAB II Versi Text Part 1
BAB II Versi Text Part 2
BAB II Versi Text Part 3
BAB III Versi Text Part 1
BAB III Versi Text Part 2
BAB III Versi Text Part 3
BAB IV Versi Text Part 1
BAB IV Versi Text Part 2
BAB IV Versi Text Part 3
BAB V Versi Text Part 1
BAB V Versi Text Part 2
BAB V Versi Text Part 3
BAB VI Versi Text Part 1
BAB VI Versi Text Part 2
BAB VI Versi Text Part 3
BAB VII Versi Text Part 1
BAB VII Versi Text Part 2
BAB VII Versi Text Part 3
BAB VII Versi Text Part 4
WFull Version: Wattpad
BAB II Versi Text Part 1
BAB II Versi Text Part 2
BAB II Versi Text Part 3
BAB III Versi Text Part 1
BAB III Versi Text Part 2
BAB III Versi Text Part 3
BAB IV Versi Text Part 1
BAB IV Versi Text Part 2
BAB IV Versi Text Part 3
BAB V Versi Text Part 1
BAB V Versi Text Part 2
BAB V Versi Text Part 3
BAB VI Versi Text Part 1
BAB VI Versi Text Part 2
BAB VI Versi Text Part 3
BAB VII Versi Text Part 1
BAB VII Versi Text Part 2
BAB VII Versi Text Part 3
BAB VII Versi Text Part 4
WFull Version: Wattpad
Spoiler for Cerita Lain? Mampir Gan:
Quote:
LAIN
Sinopsis
Seorang wanita mendapati dirinya tidak sendiri ketika ditinggal suaminya bekerja. Apa yang terjadi? Story Will SHOCK YOU!!!Click Here!!
Sinopsis
Seorang wanita mendapati dirinya tidak sendiri ketika ditinggal suaminya bekerja. Apa yang terjadi? Story Will SHOCK YOU!!!Click Here!!
Quote:
TRAGEDI PEMBUNUHAN DI ZANGGARO
Sinopsis
Kali ini Inspektur Jo dan Assitennnya, Widka harus memecahkan pembunuhan sadis di Zanggaro, salah satu Negara bagian Afrika.Menurut saksi, ciri-ciri seorang pelaku pembunuhan persis seperti Sibiso Vilikazi dan Sibiso Khumalo. Keduanya saudara kembar. Namun ada 1 hal yang pasti diantara keduanya, yakni salah satu dari mereka adalah seorang pembohong patologis. Link? Click here!!
Kali ini Inspektur Jo dan Assitennnya, Widka harus memecahkan pembunuhan sadis di Zanggaro, salah satu Negara bagian Afrika.Menurut saksi, ciri-ciri seorang pelaku pembunuhan persis seperti Sibiso Vilikazi dan Sibiso Khumalo. Keduanya saudara kembar. Namun ada 1 hal yang pasti diantara keduanya, yakni salah satu dari mereka adalah seorang pembohong patologis. Link? Click here!!
Spoiler for Makasih Cendolnya:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 124 suara
Misteri apa yang agan harapkan terkuak dari cerita ini?
Alina memang gila - Drama, Psychological Thriller
7%Semua Cuma Bayangan Widka - Drama, Psychological Thriller, Horor
13%Konspirasi Kolonel - Action, Thriller
42%TS-nya Gila
38%Diubah oleh widka 25-02-2017 02:51
anasabila dan yuliaherliani99 memberi reputasi
0
108.4K
Kutip
781
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
widka
#291
BAB VII PART 1 TEXT
Spoiler for BAB VII Part 1 Text:
BAB VII
--Part 1--
Text
--Part 1--
Text
Dasar sinting! Begitulah cara orang menilai kelakuan Widka dalam tiga hari belakangan. Ini tidak biasa. Baru kemarin koleganya di pos ikut berkabung gara-gara melihat Widka yang depresi pasca kematian Alina, sekarang kondisi itu justru berbalik. Selama tiga hari itu pula seisi Polsek dikagetkan oleh gelak tawa Widka yang lepas. Dia senang bukan main oleh sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu apa penyebabnya. Seakan hal itu membuat penasaran Komandan Jo, hingga ikut berkomentar tentang kelakuan anak buahnya: “Apa pramuria-pramuria di rumah bordil telah menggeser sedikit isi kepalamu?” Widka tidak peduli dengan sindiran itu Bahkan beberapakali dia berani melecehkan bossnya untuk dijadikan bahan lelucon. Dasar sinting!
“Jujur saja, pinggulmu bahkan jauh lebih enak dari pada gulai kambing ini, non.” Seloroh Widka kepada non Tiara.
Perempuan yang di kuncir itu diam, melirik Widka dengan tatapannya yang sinis, seakan ingin menjambaknya.
“Kalau saja bukan karena pinggul bohaimu itu yang bisa meliuk-liuk kanan kiri, kedai ini pasti tutup kehilangan pelanggan,” ia mengejeknya lagi, lantas pandangannya berubah, “bukan begitu Komandan? Haha..”
Di siang hari yang terik, Widka, Komandan Jo dan Gulam memilih makan di kedai milik Pak Tohir. Pada hari itu kelakuan Widka masih menjadi bahan pertanyaan bagi orang-orang di sekelilingnya. Seperti sekarang, ia mencoba melucu dengan Komandan Jo sebagai bahan lawakannya. Akan tetapi apa yang didengar oleh Gulam justru sesuatu yang lain. Dia prihatin karena menggunakan atasannya sebagai bahan guyonan. Sedangkan Komandan Jo terlihat kalem seolah memberikan apresiasi kepada bawahannya itu.
“Tolong, kripik kentangnya.” Komandan Jo melempar ucapannya ke non Tiara.
Gadis itupun datang memberikan pesanannya membuat Widka kembali berkoak.
“Aku mengatakan yang sesungguhnya, Non. Kamu tahu bagaimana pinggulmu bekerja? Walaupun kita tahu saat makan daging-daging di sini seperti makan karet, tetapi karena bisa melihat pinggulmu perasaan kami jadi senang, lidahpun menemukan sentuhan terbaiknya. Itulah kenapa daging-daging itu terasa jadi enak. Persis seperti apa yang kita bayangkan sebagaimana mencicipi pinggulmu. Haha..”
Widka tidak henti-hentinya bicara seperti betet mabuk, tertawa, melecehkan gulai kambing pak Tohir, dan terus menggoda non Tiara. Semua yang dia bicarakan dengan nada yang keras-keras pula. Ia tidak peduli dengan pak Tohir yang mendengar sambil memberengut, sampai-sampai kipas bambu yang di genggamannya patah. Bagaimana dengan non Tiara? Apakah dia tersinggung dengan kelakar polisi itu? Tidak ada yang tahu pasti.
“Akhir-akhir ini suasana hatimu lagi bagus benar, Wid. Ada apa nih?” tanya Gulam
Widka tertawa lagi. “Kalau aku kasih tahu, kau pasti pingsan dengarnya.”
“Kalau begitu berhentilah berahasia. Kamu pikir bagus ketawa-ketawa sendirian? Kayak orang sinting.”
“Non. Tolong kecap dong,” pintanya sambil tersenyum. Entah meledek atau memang seperti itu, yang jelas senyuman itu terlihat seperti dibuat-buat. Dia menahan ekspresinya itu sambil bicara: “Bagaimana, Non? Kamu mau memberikan punggulmu yang aduhai itu sekali saja? Tentu bosku ini mau.”
Komandan Jo tersedak, seakan menelan bongkahan lengkuas di saluran yang salah. Sedangkan non Tiara yang biasanya kalem dan sopan, sontak membanting begitu saja botol kecap itu di atas meja.
“Kau tahu,” kata Komandan Jo gerah. “Sebentar lagi botol itu akan mendarat di kepalamu.”
“Taruhan? Dia pasti tidak berani melakukannya. Haha..”
Gulam melihat bosnya, seolah menakar apa tindakan dia selanjutnya: apakah menerima taruhannya atau tidak. Bossnya itu menatap balik megisyaratkan ‘kenapa?’ lalu mengangkat bahunya seolah kelakarnya ini tidak berarti apa-apa.
Mereka menghabiskan makanannya membuat suasana hening sejenak. Ketika nasi di piring Komandan Jo habis, ia menarik gelasnya dan menenggak hingga tehnya habis dalam satu kali minum. “Buru-buru amat,” pikir Widka. Dengan suara pelan dan pasti dia berkata: “Bisa kau bikin salinan laporan dari pengacara itu, sekarang?”
“Sekarang Komandan?” Gulam membeliak seakan tidak percaya.
Komandan mengangguk, “ya sekarang! Kau pergi duluan ke markas. Akan kususul nanti. Kuharap salinannya sudah selesai sebelum aku kembali.”
“Siap, Ndan!” Gulam ngacir membayar pesanannnya. Selesai. Lalu keluar dari kedai.
Awalnya Widka menduga bahwa tugas laporan itu harus dibuat karena kebutuhan mendesak. Namun tidak. Komandan Jo memiliki tujuan lain dari apa yang sebenarnya ia maksudkan. Kini bossnya itu sudah tidak tahan lagi untuk segera ia ungkapkan.
“Aku penasaran dengan kelakuanmu yang aneh begitu,” gumam Komandan Jo. “Kau pikir selalu ketawa-tawa sendirian dengan leluconmu yang kau buat-buat sendiri itu tidak membuatku curiga, apa!?”
“Tidak ada yang aneh dari itu, Komandan. Percayalah.”
“Ayolah jangan pura-pura bego begitu.” Katanya sambil senyum-senyum, “keterusan nanti baru tahu rasa.”
“Aku tidak tahu bagian mana yang bikin Komandan penasaran. Karena ada banyak kejadian yang istimewa akhir-akhir ini.”
“Yah.. aku memang tidak tahu kejadian-kejadian istimewa apa yang membuatmu senang bukan main. Tapi… tidak ada salahnya jika aku menebak.” Komandan tidak lagi tersenyum. Serius. Dengan suara rendah dan tegas dia berkata: “apa kau menemukan pramuria yang mirip Alina?”
Widka tersontak, seakan tersengat listrik. Bagaimana dia tahu soal ini?
“Kalau kau memang ketemu dengan pramuria mirip Alina, ya tidak apa-apa. Loh.. memang kenapa? Aku juga pernah patah hati gara-gara cintaku ditolak. Padahal cintaku ini setengah mati. Tapi bisa apa ketika dia menolak? Tidak bisa apa-apa, Widka. Tidak bisa apa-apa. Makanya satu-satunya jalan ya cari aja orang lain. Sebisa mungkin yang mirip dengannya. Bukan begitu? Nah sekarang coba ceritakan yang kau punya?”
Widka berdehem. Gugup. Apa dia memutuskan untuk bicara blak-blakan kepada bosnya?
“Betul dugaanmu Komandan. Aku melihat orang yang mirip dengan Alina. Aku melihatnya di jalan saat tengah malam. Aku membuntutinya. Awalnya aku pikir dia akan pulang ke rumah Kolonel. Tetapi salah. Ternyata yang aku lihat itu adalah gadis yang lain. Dia tinggal di daerah pusat, menyewa kos-kosan di sana. Tetapi tahu apa komandan? Aku melihat semua apa yang ada pada gadis itu sangat mirip dengan Alina.”
“Mirip? Benar-benar mirip?”
“Ya,” Widka mengangguk cepat.
“Kau tidak curiga sesuatu?”
“Seperti apa, Ndan?”
“Seperti.. Bagaimana jika Alina tidak mati, Widka?” Gumamnya lirih, seolah memberikan spekulasi lain misteri yang menyelimuti Alina.
“Nggak mungkin.” Ia tergagap, “Semua orang bersaksi atas kematiannya, bukan begitu?”
“Memang sih… Aku cuma menganggu pikiranmu saja.” Lantas merubah nada suaranya. “Kau yakin melihatnya, Widka? Kau yakin bahwa gadis itu mirip dengan Alina?” Jeda sejenak, “jawab yang pertama dulu.”
“Ya, aku yakin melihatnya. Tapi urusan mirip atau nggak, dia mirip banget, Komandan. Tidak salah lagi. Bisa dibilang bukan mirip lagi, tapi ini sama!”
“Benarkah?”
“Aku sedang tidak berbohong, Komandan. Semua detail yang gadis itu miliki sama dengan Alina punya.”
“Kalau kau bisa bilang begitu, kenapa kamu tidak curiga segala sesuatunya?”
Widka hanya mengangkat alis dan bahunya. Tidak punya bayangan apa-apa. Pada akhirnya dia bicara: “Emang sih.. pikiran seperti itu pasti ada. Tapi buat apa si Alina ini repot-repot berganti identitas menjadi orang lain? Apa motifnya?” diam sejenak. “Tapi iya juga… gimana klau Alina ini sebenarnya tidak mati. Cuma akal-akalan saja?”
“Nah.. kan.. Kalau begitu kita pergi sekarang.” Katanya gusar, seperti ada sesuatu yang genting harus dilaksanakan. “Antar aku ke tempat gadis itu.” Seraya merapatkan topinya dan berjalan keluar, Widka menyusul setelah teh manisnya dia tenggak.
Widka melangkah kakinya mengikuti bayangan komandan. Sambil membenarkan posisi pistolnya dia bergumam: “Komandan mengagetkanku saja… Apa pikiranmu itu ada kemungkinan bahwa Alina masih hidup?”
“Aku belum punya bayangan apa-apa. Tapi pertemuanmu dengan gadis yang mirip Alina itu bikin aku penasaran. Nah… selama rasa penasaranku belum hilang akan aku cari terus sampai ketemu.”
“Tapi…” ujar Widka, “bukankah kita terima saja bahwa Alina itu mati, Komandan? Mungkin saja itu gadis lain yang kebetulan mirip.”
Komandan Jo diam, mereka berdua berjalan melewati jalan raya yang ramai oleh mobil dan kepulan asap hitam. Angkutan dalam kota berhenti kemudian meneriaki penumpang di setiap gang, hal itu membuat mobil di belakangnya tidak sabaran lantas membunyikan klakson. Berisik sekali.
Komandan Jo berjalan terburu-buru ke markas, Widka mengikuti langkahnya sambil tersandung-sandung. Dari luar markas terlihat sepi, hanya tersisa sepeda milik Roni yang bersandar pada tembok. Dari sudut pandang Widka, si pemilik sepeda itu tidak kelihatan batang hidungnya.
“Ia meninggalkan pos pada jam segini?” batinnya berkomentar, “ketahuan si bos bisa habis nanti. Dasar bodoh!”
Mereka berdua menuju parkiran, sebuah mobil dinas telah tersedia di sana. Komandan Jo melanjutkan jalannya dengan gerak yang semakin cepat Widka menuyusul juga hingga keduanya masuk ke mobil. Polisi muda mengisi posisi pengemudi. Ia menjalankan mobil meninggalkan markas. Keduanya sibuk dalam pikirannya masing-masing.
“Kasih tahu apa yang ada di pikiranmu, Komandan. Aku penasaran sama gelagatmu sepanjang jalan tadi.”
“Tidak ada,” kata Komandan sambil mengangkat bahunya. “Cuma mau memastikan bahwa gadis itu ada atau nggak.”
“Tapi..” Gumam Widka yang baru menyadari sesuatu, “masa Komandan mau repot-repot datang ke tempat kosan ibu Mariana hanya mau memastikan gadis itu ada atau nggak. Ayolah Ndan, bilang yang sebenarnya terjadi. Apa maksud dari semua ini?”
“Yah.. Aku cuma penasaran saja dengan paras cewek itu.” Tutur bosnya. “Apakah sesuai dengan yang kamu ceritakan tadi atau tidak. Paling tidak kalau dia bukan Alina, aku bisa berkenalan dengannya.”
Mobil melaju ke arah utara melewati jalan utama. Seperti biasa, Jakarta selalu menampilkan kemacetan yang elok, mobil-mobil saling bertumpuk, menyilang-nyilang, tidak satupun yang dapat bergerak, suara klakson yang saling bersahutan. Dengan kecepatan yang segini, entah sampai kapan mereka ke tempat kosan ibu Mariana.
“Tapi kamu harus tau tentang gosip di markas,” gumam Komandan memecah keheningan.
“Gosip yang mana?”
“Kamu pasti panas mendengarnya,” gumam Komandan lantas merendahkan nada suaranya: “gosip tentang kewarasanmu.”
“Aku gila maksudnya?”
“Kamu gila. Haha..”
Widka mendengar bosnya tergelak tawanya. Walaupun demikian Widka tahu bahwa bosnya mengatakan hal itu cuma berdalih untuk menyamarkan tujuan yang sebenarnya. Dia bisa melihat muka Komandan Jo tegang, tidak seperti biasanya.
Sepanjang jalan mereka lalui dengan kecepatan yang amat lambat. Saat itu, mereka sedang berada di jalan utama di wilayah Jakarta Pusat. Di pingir kanan-kiri jalan terlihat: gedung-gedung bertingkat, ruko, mall, dan kali yang selalu dipenuhi oleh ribuan sampah.
Saat itu, mobilnya berbelok ke jalan yang sempit. Mereka hampir sampai. Sebagian jalan rusak dan berlubang, di tambah lagi beberapa tanggul yang gila-gilaan membuat gulai milik pak Tohir ingin terdorong keluar. Pada akhirnya Widka membelokan mobilnya mendempet dengan pagar hijau, tepat di depan kosan Ibu Mariana.
Komandan Jo turun dari mobil disusul dengan Widka. Sejenak, Widka melihat ke arah bossnya yang menatap getir rumah kos tersebut. Tiba-tiba dia menoleh cepat menatap Widka, lalu menunjuk dengan dagunya ke arah gedung. Dari luar terdengar suara teriakan bocah-bocah, seperti biasa yang Widka dengar saban hari ketika anak-anak ibu Mariana bermain. Keduanya berjalan meringsek masuk ke dalam rumah melalui pintu garasi. Rolling door itu terangkat ke atas. Dari sana terlihat motor-motor para penghuni kos berjajar rapi. Sekitar empat orang bocah sedang bermain kejar-kejaran di garasi.Yang satu berteriak ketika di kejar oleh temannya yang ada di belakang. Tiba-tiba yang dikejar terjatuh. Suara tangis memenuhi seisi ruangan. Widka berjalan mendekatinya.
“Sakit, nak?” Dengan nada ramah Widka menghampiri bocah tersebut. “Bangunlah. Kamu anak kuat.”
Sambil malu-malu menatap Widka anak itu berhenti menangis lalu mengucek-ngucek matanya.
“Adeee…” Teriak seseorang dari dalam rumah. “Mainnya hati-hati, ya.”
Widka menunggu empunya suara itu. Begitu juga Komandan. Ketika pintu itu terbuka, sosok wanita berbadan gemuk muncul dari balik pintu. Widka bisa melihat, tatkala mata ibu Mariana melihat dua polisi berseragam. Dia terperanjat. Widka hanya bisa menebak-nebak bahwa dia kaget begitu mungkin tidak menyangka bahwa orang yang menyewa kos-kosannya selama ini adalah seorang polisi. Dan kini ada di hadapannya.
“Selamat siang Ibu Mariana,” sapa Widka.
“Se.. Selamat siang.” Balas Ibu Mariana, sambil menatap mereka secara bergantian. “Ada apa ya?”
Kedua polisi itu diam sejenak, Widka merasa canggung untuk memulai duluan. Apakah dia langsung ke inti pembicaraannya atau berbasa-basi dulu? Pada akhirnya suara itu terdengar.
“Boleh kami bertamu sejenak. Kuharap kedatangan kami tidak mengganggu kesibukanmu.” Tutur Komandan Jo ramah.
Wanita itu tidak menjawab. Tetapi gerakan tubuhnya mengisyaratkan kedua polisi itu untuk masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu terlihat sofa-sofa tua, meja kayu dan sebuah buffet dari kayu jati. Ketika wanita itu duduk, Widka dan Komandan melakukan hal yang sama tanpa disuruh. Widka mendapatkan kesan bahwa ibu Mariana mengubah sikapnya. Dari yang ramah dan terbuka menjadi dingin dan kaku. “Apa karena gugup?” Widka membatin.
“Bisnis kos-kosan di Jakarta tentu sangat menjanjikan, benar kan?” Tanya Komandan Jo sambil bersandar pada sofa yang empuk.
“Ya.”
“Ada berapa pintu semua yang ada?” Tanya dia lagi.
“Dua puluh pintu.”
Komandan Jo manggut-manggut, sebelum bicara: “dan semuanya terisi?”
“Tidak juga.”
Hening lagi. Widka merasa dirinya gelisah. “Kenapa ibu Mariana bersikap aneh begitu. Tatapannya seperti orang dalam kondisi waspada. Takut polisikah?” pikirannya berspekulasi.
“Pastilah ibu mengenal satu-satu penghuni kos di sini, bukan begitu?” Tanya komandan lagi. Mencoba mencari cara membuka obrolan. Tetapi sekuat apapun dia bertanya, perempuan itu selalu menjawab singkat-singkat.
“Ya.”
“Apakah mereka memberikan tanda pengenal sebelum menyewa tempat ini, bu?”
“Ya.. Ya.” katanya manggut-manggut cepat.
Widka menatap perempuan itu. Dia tidak lagi ramah, seolah ingin menghindar dan mengusir kedua polisi ini kalau memang sopan.
“Dan tentu ibu sudah mengenal rekan saya ini, betul?” Kata Komandan Jo sambil melihat ke arah Widka.
“Ya, benar. Saya kenal.” Jawab dia. “Ada apa ya, pak?”
Setelah jawaban yang singkat-singkat pada akhirnya perempuan itu bertanya. Dan itulah kesempatan Komandan untuk membuka obrolan yang sesungguhnya.
“Begini ibu. Kedatangan kami di sini bukan untuk menyewa kos-kosan. Widka telah melakukan pengintaian terhadap salah satu penghuni kos di sini. Tepat di kosan milik Ibu Mariana ini. Kami sedang melakukan pengintaian terhadap seorang gadis yang kami duga bisa memberikan informasi terhadap kematian seorang anak gadis yang terjadi di wilayah kami. Jadi kami ingin kerjasama dengan ibu Mariana bahwa kami datang ke sini untuk melakukan pekerjaan yang serius.”
“A.. Apa yang bisa saya bantu pak?” katanya mengigil seolah terkena demam.
“Kami ingin bertemu dengan gadis yang tinggal di sini.” Komandan menoleh ke arah Widka.
“Ya, gadis yang tinggal di sebelah kamar yang aku sewa, bu.” balas Widka. “Gadis yang tinggal di kamar satu-dua.”
“Sa..satu-dua…” desah perempuan itu tidak yakin.
Widka mendengar suaranya aneh sekali. “Kau ketakutan.” Pikirnya.
“Kamar satu-dua sudah kosong sejak sebulan yang lalu.”
Mendengar itu Widka terlonjak. Suara serangga yang ada di kepalanya seolah hidup kembali. Tetapi Komandan Jo tidak beringsut, dia menatap tajam wanita itu tanpa berkedip sedikitpun.
“Bohong!” bentak Widka, “gadis berkulit putih yang selama ini tinggal di kamar nomor satu- dua masih ada kemarin. Aku telah melakukan pengintaian lebih dari empat hari dan baru tadi malam aku melihatnya. Jadi aku yakin bahwa ibu juga mengenal gadis itu.”
“Aku tidak tahu apa-apa pak. Aku tidak tahu apa-apa. Kamar itu sudah kosong. Demi Tuhan. Sungguh...” erang perempuan ketakutan, lantas suara itu di potong.
“Aku peringatkan kamu, ibu Mariana. Jika kamu tidak membantu polisi, kamu tahu sendiri akibatnya.” Widka tidak tersenyum lagi lantas berbicara dengan nada tegas dan dingin: “Akan aku seret kamu ke penjara, menghabiskan sisa hidupmu di sana hanya karena perkara ini di tutup-tutupi. Paham?”
“Sumpah saya tidak tahu siapa yang kalian maksud.” Suaranya kembali gemertak.
Bagi Widka, Ibu Mariana tengah berbohong. Tetapi entah penyakit darimana, dengan seketika suara ibu Mariana bak lebah yang berdengung. Widka merasa dirinya Vertigo. Dia menguasai diri. “** SENSOR ** gimana ini!” batinnya berpeluh. Saat ia ingin memastikan kamar satu-dua, suara Komandan Jo mendahului.
“Kamu bilang kamar satu-dua itu kosong, bisa kami pastikan, bu?” Komandan menunjukan gelagat tidak sabar.
“Te.. Tentu.” Jawabnya tergagap.
Wanita itu berjalan ke dalam. Suara teriakan bocah-bocah yang tengah bermain kejar-kejaran cumiakan telinga. Widka ingin mengikatnya satu-persatu, menyuruh mereka diam. Kini dia merasa dirinya berkeringat, kemudian menyeka keningnya yang sudah mulai basah. Polisi itu memejamkan mata, berusaha menjernihkan apa yang sedang terjadi. Namun Ibu Mariana telah muncul kembali dengan membawa kunci satu-dua. Kamar yang menjadi objek pengintaiannya. Wanita itu mengajak dua polisi untuk bersamanya. Mereka bertiga berjalan ke atas melalui anak tangga. Seketika, suara langkah kaki bergema di gendang telinga Widka berdebam-debam bagai rombongan raksasa yang sedang melintas. Kepalanya pening dan berpeluh. Punggung serta kening polisi itu dibanjiri oleh keringat-keringat yang keluar dari pori-porinya sebesar biji jagung.
“Tenanglah Widka… Tenang.” Ia menegarkan dirinya sendiri.
Akhirnya mereka berada di koridor, tepat di depan kamar satu-dua. Widka masih ingat betul bagaimana rupa masing-masing pintu yang berjajar paralel: berwarna biru muda dan terdapat nomor kamar dua digit berwarna coklat tua. Digit yang di depan menunjukan kamar itu ada di lantai berapa, sedangkan digit yang di belakang menunjukan nomor seri pintu kamar di setiap lantai.
Widka merasa langkah kaki yang berdebam-debam tertinggal di kepalanya. Vertigo yang dia alami semakin menjadi-jadi. Ia bisa melihat, ibu kos memasukan anak kunci ke lubangnya, dalam sekali putar, wanita itu berhasil membukanya. Pintu terbuka, namun ruangan itu gelap gulita. Sebelum akhirnya Ibu pemilik kos menyalakan lampu. Nah.. saat itulah seluruh ruangan di penuhi sinar. Apa yang ada disana?
Kosong!
>>>
BERSAMBUNG BAB VII PART 2
BERSAMBUNG BAB VII PART 2
0
Kutip
Balas