- Beranda
- Stories from the Heart
HATI MALAIKAT DARAH IBLIS (POSITIF HIV AIDS)
...
TS
masternagato
HATI MALAIKAT DARAH IBLIS (POSITIF HIV AIDS)
Bissmillah.
Assalamualaikum.
Nb: kontak bbm berubah: 5AB07E99
Wa:08128886670
Line:
@masternagato
mas ter nagato proudly Present
HATI MALAIKAT DARAH IBLIS
’BLACK WORLD’
DISCLAIMER
1. sangat dianjurkan mencopy dan memperbanyak. Share kepada dunia tulisan busuk ini! (kayanya lebay banget sih?)
Ijin atau tanpa seijin dari penulis (buat ane sah-sah aje)
pelanggaran hak cipta akan dikenakan sanksi sesuai dengan hati nurani lau sendiri.
.
2. Kisah dalam cerita ini adalah fiksi belaka kalau ada kesamaan nama, tempat atau kejadian itu cuma kebetulan semata.
Selamat membaca tulisan busuk ini!
*******
Petunjuk arah baca HD
Kalo membaca tanda:
*******
Berarti pergantian waktu, bisa tempat, tokoh.
Atau bisa tokoh sama waktu dan tempat berbeda?
Bisa aja cuma di alam mimpi!
Kalo membaca tanda:
-------
Ini menandakan hari yang sama.
Bisa berbbeda waktu, berbeda tokoh, berbeda tempat, tapi tetap dihari yang sama.
Bisa juga menunjukan kelanjutan alur cerita!
*******
soudtrack: Eminem Not Afraid
Langsung update add line:
@masternagato
Pin bb: 5AB07E99
WhatsappBrother-sister
Jangan lupa

Bikin

sekalian


Atas saran berbagai pihak.
:Yang mau memberikan donasi seikhlasnya.

Untuk terwujudnya buku ini
Rekening bank btpn
Kode bank 213
Norek:
90010415858
Rudi hermawan

sedikit sinobsis:
bersetting di tahun 2003.
Rudi kelas 2 SMA.
Masuk ke blackworl, drugs user tingkat dewa.
Menjadi drugs dealer.
Hidup penuh bling-bling,wanita.
Teman-teman yang mengelilingi karena uang.
Dengan time skip.
Rudi yang di tahun 2014.
Sudah berkeluarga,punya anak.
Hidup dengan kemiskinan,tanpa penglihatan,positif HIV?
*******
’HIV AIDS salah satu penyakit paling menakutkan.’
’penyakit kutukan’
’yang terkena tak tertolong!’
’sampah masyarakat’
’jauhi orang-orang sampah itu’
’tak ada obatnya!’
’pasti mati’
dan masih banyak lagi label stigma yang menempel!
Yang berpendapat sama dengan stigma di atas!
Monggo jangan di teruskan membaca.
Why..?
Guest what?
Yang nulis HIV+

jadi harus di jauhi.. Nanti ketularan.


warning 16+ only.

Minimal SMA kelas satu boleh lanjut baca, wajib malah!

"Ini nyata gan?"
"terserah.! Anggap aja fiksi"
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
AIDS (Acquired Immunodeficiency Deficiency Syndrome)
ane nulis ini biar bro-sis mikir sejuta kali!
Untuk tenggelam di blackworl,sex,drugs.
Dan buat yang sudah terkena!
Bangun! Bangkit! Kembalikan warna hidup lo sebelumnya.
Gak ada yang mau bertemen ama lo?
Minder?
Sekeliling lo penuh kepalsuan?
Takut? Trauma?
Sumpah demi Allah
Ane siap kapan aja jadi best friend forever!
Melewati semua cobaan yang ane anggap adalah pujian dari Allah
ane bukan siapa-siapa.
Cuma orang buta pengangguran kelas berat.
Bermodalkan laptop jadul dengan pembaca layar.
Dengan tetesan darah, dengan gerimis air mata.
Dengan sepenuh hati..
Berharap kejelekan ane jadi kebaikan lo.
Kesedihan ane menjadi kebahagiaan buat lo.
Salah langkahnya ane menjadi jalan buat lo.
Penyakit ane menjadi kesehatan buat lo.
"kenapa pemeran utamanya Rudi sama ama agan?"
"habis gak ada yang lebih bagus dari Rudi, yang lebih mahal banyak!"

harapan utama ane. Menurunkan tingkat HIV AIDS walaupun cuma beberapa %
setidaknya menghambat kecepatan tingkat HIV AIDS yang menggila setiap detiknya.
Harapan ke dua.
Tentu saja tulisan ini jadi sumber penghasilan ane!
Gak ada yang bisa ane lakuin selain nulis!
Setiap hari bini kerja nyari nafkah!
Bayangin perasaan ane yang cuma enak-enakan dirumah!
Asli mending tusuk ane gan.. Daripada ane ngerasain ini setiap hari.


stop!
Ane gak minta di kasihani.
Tapi ane berharap buat agan-sista bantuin nerbitin tulisan ane ini.
Kendala ane di modal gak ada!
Boro-boro buat publish keseharian ane juga susah.
Ngiklanin rumah buat modal di fjb.
Ampe capek nyundulnya belum ketemu jodohnya tuh rumah.
Entah kenapa ane yakin aja kalo ini jadi novel, pasti laris.

impianya sih kalo jadi novel.
Taruh di sekolahan, yayasan narkoba atau HIV AIDS.
Taruh dirumah sakit tempat HIV AIDS.
Kalo bisa di toko buku apalagi.
Yah cuma harapan.
Mudah-mudah dikabulkan allah, aamiin.
dan agan sista ada yang tertarik.
Apalagi dilirik penerbit.
"kenapa gak langsung ngirim ke penerbit gan?"
"karena tulisan ane,ane ngerasa berantakan perlu di poles.. Perlu ada yang ngeditorin.
Penerbit mana mau nerima tulisan mentah ane!"

"emang tulisanya udah tamat gan?"
"boro-boro,. Males-malesan nulisnya. Kalo ada yang nerbitin tuh! Baru semangat"
sebetulnya sih tokoh utamanya bukan cuma Rudi.
Banyak tokoh utama lainya.
Termasuk pembaca ane sebut tokoh utama juga disini.
cerita ini agan-sista
Bakal nemuin 3type orang HIV

Ini pakai pengamatan ane sendiri dan bahasa ane seadanya:
Jadi gak bakal ketemu kalo search di google.


1: saver: orang yang terkena HIV dan sadar akan HIVnya!
2. Invite: orang terkena HIV tapi dendam!
Dan membahayakan orang lain.
Menyebarkan HIV ke orang lain!
Biasanya faktornya adalah type invite ini terkena HIV tapi gak terima!
Masih bisa disadarkan type yang ini.
3. Zero: orang ini terkena HIV tapi ia gak tahu!
Ini yang paling berbahaya!
Ia gak tahu.
Yang terkena gak tahu!
Semua gak tahu.
Tahu-tahu pada kena HIV.
Sedikit saran dan percobaan buat agan-sista.
Supaya lebih bersyukur atas nikmat Allah
Kalo agan-sista di rumah sendiri.
Terserah mau malem boleh, siang juga boleh.
Coba lakuin kegiatan sambil di tutup pake apa aja matanya.
Sejam aja coba rasain.abis itu agan-sista renungin.
Seberapa nikmat Allah yang diberikan.
Banyak yang nyoba saran ane ini.
Nanti pandangan agan-sista berubah, setelah melakukan percobaan di atas.

Index setelah pariwara berikut ini:yang mau bergabung di FHD (fans hati malaikat darah iblis)
Invite pin: 5AB07E99
Mau memberikan donasi silakan
Rekening btpn.
Kode bank 213
Norek:
90010415858
Atas nama Rudi hermawan
Call/sms/whatsapp:
08128886670
Update add line:
@masternagato
selamat membaca

HATI MALAIKAT DARAH IBLIS
’BLACK WORLD’
Mau membeli buku ini?
Mau memberikan donasi untuk membantu tulisan ini
:thubup
Menjadi novel


"apa yang didapetin kalo ngasih donasi gan?"
"gak ada! Ente dapet ucapan terimakasih sedalamnya dari lubuk hati ane!"

Mudah-mudahan dengan donasi gotong royong seikhlasnya.
Bisa menerbitkan tulisan busuk ane.
aamiin..
Bisa di bilang ini sumbangan lebih tepatnya kale

Rekening btpn.
Norek:
90010415858
Rudi hermawan.
DAFTAR ISI:
Update langsung ad line:
@masternagato
BAB1: KABUKI
BAB2 BAGIAN1: PENGANTIN KOPLAK
BAB2 BAGIAN2: PENGANTIN KOPLAK
BAB SIDE STORY: PENCARIAN SAHABAT 12 TAHUN
BAB3 BAGIAN1: TULISAN BERBICARA
BAB3 BAGIAN2: TULISAN BERBICARA
BAB4 BAGIAN1: OTAK MAFIA
BAB4 BAGIAN2: OTAK MAFIA
BAB5 BAGIAN1: PRODUK GAGAL
BAB5 BAGIAN2: PRODUK GAGAL
BAB6: SAVE HOUSE
BAB7: OTAK ATIK
BAB8: TEKAD BLENDER
BAB9 BAGIAN1: EMOTION
BAB9 BAGIAN2: EMOTION
BAB WARNING: WAJIB BACA
BAB WARNING: WAJIB BACA
BAB10: LATIHAN MEMBUNUH
BAB11 BAGIAN1: UNDER THE INFLUENCE
BAB11 BAGIAN2: UNDER THE INFLUENCE
BAB : warning2: galaw gak penting!
BAB12 BAGIAN1: CANDIED MANGO MISERABLE
BAB12 BAGIAN2: CANDIED MANGO MISERABLE
BAB13: NGENES AWARDS
BAB14: TULISANKU ATAU KELUARGAKU
BAB15 BAGIAN1: HEY MAN
BAB15 BAGIAN2: HEY MAN
update FHD16: koberlaw
BAB16 BAGIAN1: RIP
BAB16 BAGIAN2: RIP
BAB WARNING3: PETUNJUK ARAH
BAB17 BAGIAN1: LOVE NOTES FOR MY DRUGS
BAB17 BAGIAN2: LOVE NOTES FOR MY DRUGS
BAB18 BAGIAN1: POCONG VS KUNTILANAK
BAB18 BAGIAN2: POCONG VS KUNTILANAK
BAB19 BAGIAN1: FROZEN HEART
BAB19 BAGIAN2: FROZEN HEART
REHAT
BAB WARNING4: FHD LEGOWO
BAB20: MENGECOH HITUNGAN LANGIT
BAB21 BAGIAN1: BIG MOM
BAB21 BAGIAN2: BIG MOM
BAB22: SATU TITIK X SEPULUH=SEPULUH
BAB23 BAGIAN1: FOUR GODFATHER
BAB23 BAGIAN2: FOUR GODFATHER
BAB24 BAGIAN1: ROLLER HEARTS
BAB24 BAGIAN2: ROLLER HEARTS
BAB25: VIRGIN SEGAW
BAB26 BAGIAN1: MASIH HIJAU
BAB26 BAGIAN2: MASIH HIJAU
BAB27 BAGIAN1: FIRST JACKPOT
BAB27 BAGIAN2: FIRST JACKPOT
BAB28 BAGIAN1: FOR SENTIMENTAL REASON
BAB28 BAGIAN2: FOR SENTIMENTAL REASON
BAB28 BAGIAN3: FOR SENTIMENTAL REASON
video zamirah monster kecil
wait yo!
IN PROGRESS


Kontak:
WA: 08128886670
Pin bbm: 5AB07E99
line:
@masternagato
Twitter: @masternagato
Diubah oleh masternagato 24-03-2017 22:20
anasabila memberi reputasi
1
256.5K
1.1K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
masternagato
#301
BAB10
HATI MALAIKAT DARAH IBLIS
BAB10:
LATIHAN MEMBUNUH
*******
Gerbang rumah dengan pagar tembok, di hiasi pilar stenlis, dan batu granit membentuk susunan bata.
Pas di lekukan pagar yang mengelilingi rumah,
tebing buatan dengan air terjun, dilengkapi tempat santai bergaya oasis dengan tempat duduk, meja berbentuk batang pohon.
Beringin putih dan lebatnya pohon mangga menyejukan taman oasis buatan itu.
Diluar pagar, dua sofa butut berjejer di depan pagar.
Membuat pagar mewah itu ternoda.
Jalanan komplek yang tanpa aspal, seluruhnya diwarnai konblok batako berbentuk segitiga mewarnai jalanan.
Dua motor parkir di sebelah sofa.
Satria R biru dengan knalpot kolong yang dipenuhi bekas lasan.
Kebanggaan Acong, meskipun harus dibayar dengan betapa ribet kalo melewati polisi tidur, harus ngambil jalan menyilang.
Lasan pada knalpot menandakan berapa kali knalpot itu bolong, tergores polisi tidur.
Vespa modifikasi.
“Lupus tuh ngejiplak vespa gua..” hampir setiap orang,
apalagi baru kenal! Terutama cewek-cewek.
Pasti pernah mendengar pernyataan jidad.
Jidad dengan kebanggaanya.. Cewek-cewek yang melotot melihat vespanya yang keren?
Keren?
Tak sadar kalo Jidaters (para penolak jidad)
melotot karena vespanya yang antik, yang umurnya lebih tua ketimbang ayahnya jidad.
Ara, Acong mendorong meja yang biasa dipakai penjual rokok pinggir jalan.
Dengan roda troli memudahkan untuk berpindah-pindah.
Jidad membawa gulungan kabel roll, Bego sibuk meracik ganja.
Sofa butut dengan mejanya memang serasi.
Tapi kalo di synkronkan dengan rumah, cuma merusak pemandangan.
Ara menenteng TV LCD 19 inch dari bawah meja.
Acong menyiapkan stik ps.
"Jidad? Lo mau main gak? Kalo ikut gua pasang multitapnya.! Woi Bego ikut gak?"
"ntar,.. Lo aja duluan Cong.." jawab Jidad, memperhatikan tape transparan di bawah meja.
.
"belum asik Cong main rame-rame.. Dah lo berdua duluan.." Sahut Bego.
Siti keluar membawakan sirup.
"ehh. Mba Siti tau aja nih kita aus..?"
"ya buat Sawo, spesial nih.."
"buseet, tega amat mba Siti, manggil saya Sawo terus.."
"Rudi mana mba? Kok belum keluar?"tanya Bego cuek meracik.
"lagi nerima telpon.." jawab Siti kembali masuk.
Jidad mengangkat tape transparan, meletakan disebelah TV LCD.
Tak pernah bosan., setiap kali melihat tape, dengan rangkaian mesin yang terlihat jelas.
"bisa banget ya.. Sempak bikin tape begini.." gumam Jidad.
"kalo lo make satu ji ubas sendokir, jangan tape kaya begitu! Ngerakit pesawat transparan juga bisa.!" sahut bego melinting.
"Sempak ngerakit sendiri nih tape?"
"katanya ama sodokurnya yang lulusan SMK teknik mesin.."
"ini kaca.. Apa plastik sih..Jidad mengetuk-ngetuk tape.
"plastiklah.. Dongo..!"
"plastik bahan apa sih nih.. Kaya fiber?"
"muke lu tuh kaya fiber! Itu polikarbonat! sotoy!" sahut Rudi keki.
*******
keluar kamar mandi, cuma dengan balutan handuk.
Kulihat Siti sedang berbicara di telpon.
"Rud.. Ini Ria." menyodorkan gagang telpon.
"whatsapp yo.."
"whatsapp!! Muka lo kaya whatslap .. Lo tuh ya Day..bikin.."
aku menjauhkan gagang telpon, rentetan omelan nenek sihir terus mengalir.
Sangking cepatnya, aku hanya dapat mengerti beberapa kalimat.
Mana hp?
Bego..
Nyebelin..
Kenapa belum beli..?
Kata-kata lain tak ada yang kumengerti.
Kuletakan gagang telpon, balik ke kamar.
Mengenakan kaos oblong kebesaran, celana gombrong, membuatku serasa menjadi Eminem.
ngambil rokok, membuat roti dengan selai kacang..
Sambil makan ku angkat gagang telpon kembali.
Hebat juga nih cewek masih nyerocos?
Makin lama makin banyak bahasa yang tak kumengerti..
Aku mematikan telpon.
Berjalan keluar nemuin anak-anak.
Lewat dapur, telpon di sebelah mesin cuci berbunyi.
Segera ku angkat.
"daay!! Lagi ngom.."
kembali kudengar rentetan omelan nenek sihir.
Ku matikan telpon.
Melewati garasi, telpon dekat saklar lampu kembali berbunyi.
Kulihat Siti menggeleng setengah geli.
"gak usah di angkat Sit.. Ntar kalo dah agak lamaan baru angkat.. Bilang aja gue dah pergi ama anak-anak."
aku keluar lewat pintu kecil yang biasa untuk mengeluarkan motor.
Terdengar suara ps, pasti pada main bola.
Jidad, Bego membicarakan tape.
"plastik bahan apa sih nih.. Kaya fiber?"
"muke lu tuh kaya fiber! Itu Polikarbonat! Sotoy!" semprotku.
Menyalakan rokok, duduk di vespa.
Aku menggeleng jengkel ama empat setan yang main mindahin meja seenak mereka.
Tapi kalo dipikir lagi memang untuk main diluar.
Mengernyit melihat Bego yang asik melinting.
"Bego! Kalo ada bonyok gue gimana lo!?"
"santai kaya di pantai man.. Kan gua dah nanya Siti gak ada bonyok lo!"
"oh.. Pinter juga lo!" sahutku sinis.
Jidad mendekat, ngambil bungkus rokok di tanganku.
"polikarbonat? Apaan sih tuh?" sambil menyalakan rokok.
Terkekeh geli aku menunjuk tempat jemuran dengan atap kanopi.
"tuh polikarbonat, tanya ama tukang bangunan buat lebih jelasnya.."
"kurang kerjaan amat! Kemana aja lo Pak? Tiga hari madol lo.."
"biasa.. Ketiduran terus males berangkat..!"
Jidad mengerjap dengan alasanku yang terlalu dibuat-buat.
"siapa dah? Cewek yang lo boncengin waktu itu.. Dia nanya ama gua lo kemana.. Gua bingung jawabnya.. Kita aja lagi nyari lo? Hp gak aktif lagi lo!" jelas Ara,main ps.
Wah! Ros.. Jadi kangen.
Besok juga ketemu.
"hp gue nyemplung di laut.. Dah modar!"
mencari kaset dibawah meja, mematikan suara TV yang disambut protes Ara, Acong.
Nyetel lagu
’Eminem Sing For The moment’
hanya aku yang tahu seberapa puas aku dengan rakitan tape transparan ini.
SMP kuhabiskan hoby merakit.
Dari robot kit, gundam sampai modifikasi tamiya.
Rasanya tak ada seri robot kit yang terlewat.
Awalnya kerumitan merakit yang harus mengikuti petunjuk manual.
Makin lama merakit melihat petunjuk manual tak menarik.
semangat lagi merakit tanpa manual, akhirnya bosan juga.
Dan terakhir aku merakit tape Polytron ini.
Entah kapan hoby merakitku kembali, sedangkan sekarang tergila-gila merakit Bong.
Kalo sudah di lingkungan komplek ini, bebas, tanpa was-was.aman dari apapun.
Orang pribumi yang punya rumah disini tak lebih dari sepuluh rumah.
Rata-rata chinese, bule, mendominasi komplek ini.
Sering aku melihat wanita bule yang mau renang, berjalan cuek ke sport center menggunakan two pieces.
Dan yang paling penting aku kenal dekat dengan semua satpam komplek.
"sip dah! Jadi sebelas linting.." Bego memberikanku selinting.
Menyalakan chimenk dengan rokok.
"bokul dimana Go?" memberikan rokok bekasku.
"biasa Pak.. Di west coast! Dimana lagi nyari chimenk kalo gak di Abon village!"
"terus pada mau ngapain kemari? Kalo cuma main ps bakar chimeng? Gak perlu sampe rokum gue.kan?"
"yaelah Sempak.! Gak boleh apa? Main kesini?" grutu Acong.
"gak usah kelamaan basa-basinya.."sahutku datar,mengoper ganja ke Jidad tukar dengan rokoknya.
"nih gua 100, Ara gocap, Bego gocap.. Kalo Jidad?" kami memandang Jidad, situasi seperti ini berulang-ulang.
Jidad mulai menjawab, dengan kesusahan keluarganya dalam keuangan.
Melihat mukanya, alasanya, yang gak bisa patungan tapi terlalu banyak efek dramatis.
"aduh Jidad, gua ikut prihatin ya.." canda Bego sedih, menepuk bahu Jidad.
"makasih ya.. Lo emang brother gua.." ratap Jidad makin kaya sinetron.
"gua prihatin, tapi gua gak mau ah jadi brother lo, lo kan cuma tim hore doang.." canda Bego masih belaga sedih.
"monyeet.. Kaya lo gak pernah jadi tim hore aja lo.."
aku tertawa bukan karena agdegan yang terus berulang tapi lebih karena ganja.
"mau bokul apaan? Ubas? Ape pt?"
"pt Sempak! Ubas mana cukup dolangnya? Lo nyetok gak?" Acong mengeluarkan uang.
Aku sudah capek ama kebiasaan geng tengah yang kalo tahu nyetok barang.
Bilangnya sih ngutang.. Mungkin nanti bayarnya nunggu mati.
Aku juga bukan type orang yang sayang barang. Bawaanya mau bagi-bagiin aja.
Entar kalo mereka buntu baru ngeluarin stock.
"Gak.. Udah gak nyetok lagi gue.." jawabku melirik sofa butut yang di duduki Acong.
Mungkin mereka bakal colaps kalo tahu berapa gaw yang kusembunyikan di sofa butut itu.
Yaah.. Yaudah bokul ama bang Wonce aja.. Lo ikut naro kan pak?" Ara dengan muka memohon.
"woles Ra.. Lo kaya gak tahu Sempak aja.." sahut Acong memancing.
"gue tambahin 100 biar bisa ngambil setengah, nih.."
kupikir udah berapa hari gak nongkrong di geng tengah, kusarankan pindah nongkrong disana.
"udah,.. Ara, Jidad yang jalan.. Kita nunggu di rokum Bego.. Gimana Go?"
"jadi..!"
aku mengangguk setuju dengan saran Acong.
Ara, Jidad berangkat mendahului kami.
Aku menyuruh Acong, Bego mengembalikan meja ke tempat semula, sambil mengeluarkan motor.
Dari garasi ke gerbang, jalananya menurun.
Menahan kopling, masuk gigi, aku berdiri di motor.
Menuruni jalanan turunan, melewati gerbang pintu kecil.
Melepas kopling, menghempaskan diri duduk di jok.
Motor menyala dengan knalpot garing, langsung melesat meninggalkan Acong dan Bego.
Masih terdengar suara mereka yang mengutuk.
-------
menyenderkan motor dalam pagar rumah.
rumah dinas sederhana.
Komplek angkasa teratai dengan berberapa block.
Beda block beda bagian dinasnya.
Makin besar rumah, makin tinggi bagian dinasnya.
Entahlah.. Yang kutahu rumah Acong lebih besar dari rumah Bego.
Karena ayahnya kerja di bagian bea cukai.
Rumah Ara yang persis sama rumah Bego.
Ayahnya Ara sebagai supir barang.
Kalo ayahnya Bego aku tak tahu di bagian apa?
"Bayunya mana Rud.?" tegur ibunya Bego.
"lagi kesini tan.. Tadi dari rumah saya.." aku berdiri dari posisi nongkrong di jalan.
"masuk aja Rud. Langsung ke kamar Bayu aja.. Jangan disitu.!"
gak bisa nolak, aku ke kamar Bego di lantai dua.
Dibawah di bagi dua ruang.
Ruang tamu, satu lagi dipakai buat usaha salon.
Bagian belakang kamar orang tuanya Bego ama dapur.
Di atas dua kamar berhadapan di tengahnya kamar mandi.
Suara tangga berderit setiap aku melangkah.
Mataku menatap pintu kamar Putri.
"Put.. Lagi ngapain?" sambil mengetuk.
"siapa.." suara jernih menjawab.
"gue.. put.."
"iya.. Sia.. Eh bang Rudi.." Putri menunduk, jarinya memainkan baju.
"bang.. Bang.. Bangke kali put.. Gak pake bang berapa sih?" candaku, rada-rada grogi.
Manis kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Putri.
Alis tipis, mata sipit, bibir yang slalu tampak basah.
Jerawat-jerawat kecil sekitar pipi, menambah pesona di mataku.
Dengan kulit almond.
T-shirt tak bisa menutupi betapa ranum isinya dari mataku.
Celana training cuma membuatnya lebih fresh.
"bang.. Biasa aja dong ngelihatnya.." Putri makin menunduk.
"ahh.. Ya perasaan udah gede lo? Apa gue yang mengecil ya..? Gak keliatan anak SMP lo.." sahutku cepat dengan jantung berdentam-dentam liar.
"SMP? Ngarang lo.. Waktu lo kelas satu gua kelas tiga.. Sekarang lo kelas dua masa gua ngendok di kelas tiga terus.."
"eh.. Iya ya.. Udah mulai pikun nih.. Bentar lagi.. Ubanan kayanya gue.." menepuk kening.
Dia cuma tersenyum, dengan senyuman yang bisa kubawa sampai mimpi.
"masuk bang.." Putri duduk di ranjang kecil, tanganya memegang komik.
"suka salad days.. Put?" mataku berbinar melihat komik di tanganya.
"
"suka banget,.. Ini komik dipinjemin bang Bayu..."
"hem.. Coba lo lihat bagian belakang.. Ada tulisan 2D gak?"
geli melihat ekspresi terkejutnya.
"kok lo tahu sih? Emang ada tulisan 2D.. Gua pikir itu coretan bang Bayu.."
"tahulah! Itu komik gue yang dipinjem Bego.. Eh abang lo.."
ia tertawa, entah apa yang lucu?
"masuk bang.. Malah berdiri terus..!"
Aku cuma berdiri senderan pintu, melihat kamar sederhana tapi rapih.
Masa aku masuk? Terus duduk di ranjang berdua?
Bukan ide bagus sepertinya...
Alis kiriku naik, melihat meja computer.
"dibilang gak usah pake bang.?! Computer lu kemana Put..?""biasa.. Dijual bang Bayu.." sahutnya datar.
Keheningan total menyela sesaat.
Dalam seperkian detik yang hening, rasanya ratusan semut berjalan di hati.
Bisa-bisanya sebagai abang seperti itu?
Aku memang brengsek, tapi sebagai anak semata wayang.
Kalo punya adik apapun akan kuberikan untuk kebahagiaanya.
Saat itu juga coretan kata-kata setajam belati kusiapkan dikepala untuk menegur Bego.
"bang.. Eh.. Rud.. Apa yang gua omongin, gak usah diterusin ke bang Bayu ya.." raut wajahnya gelisah.
Aku hanya mendengus.
"pleas Rud.." suaranya rendah.
"gue gak janji, tapi gue usahain gak gue pikirin." menghela nafas, aku teringat sesuatu.
"gue punya ini nih.. Buat lo.. Lo suka Harry Poter kan?" memberikan novel ke tanganya.
"kilatan kebahagiaan terbias di matanya.
"kok lo tahu sih?"
"kan gue pernah lihat lo.. Kapan ya. Lagi baca tuh novel.. Gue lagi di gramedia lihat tuh novel,.. Jadi inget lo.."
"lo inget gua? Rud.." suara Putri lirih, nyaris tak terdengar.
Aku tergagap, bingung menjawabnya.
Suara knalpot kolong menolongku terbebas.
Perasaan ada yang aneh ama tuh suara knalpot?
"ntar kita lanjutin lagi ya.. Gue kebawah nemuin Bego.. Eh nemuin abang lo.."
grutuan Acong bersahutan ama Bego, disertai tangga berderit menakutkan.
"gara-gara ngejar lo! Sempak! Knalpot gua ampe copot.." semprot Acong tak jelas.
"sewot juga kalo ngeladenin nih setan, masuk kamar Bego, duduk di jendela.
Kamar ini juga bisa dibilang, lebih mirip kapal pecah, masih bagusan kapal pecah menurutku.
Asbak, abu rokok bergerak mengikuti angin di lantai, puntung rokok, bekas lintingan berserakan.
Kasur lipat penuh lobang rokok, lemari tanpa pintu,
pakaian berantakan multifungsi sebagai lap!
Poster iwan Fals, bob marley, serta bendera kebesaranya memenuhi dinding.
Yang paling mencolok, tak ada duanya.
Motor shogun terpajang di dinding.
Butuh keahlian Bego untuk menempel motor itu ke dinding.
Motor tanpa roda, mesin, knalpot, speedometer.
Semuanya hilang, bisa jadi udah di tuker ama ganja atau bubuk setan.
Entah apa ada orang yang sama, memajang motor di dinding kamar?
"ah lo juga sih Cong.. Polisi tidur main lo hantem aja! Udah tahu knalpot kolong.! Ya ancur jadinya.." sindir Bego,bakar ganja.
"Sempak tuh! Coba kalo gak jalan duluan pasti bisa gua kejar! Gak bakal begini jadinya.." Acong mengerang.
Aku mendengus.
"jadi maksud lo, kalo jalan bareng.. Kalo jalanan lurus tanpa polisi tidur.. Lo bisa ngejar? Buktiin aja sekarang nih.." tantangku sinis.
Acong membisu.
"udahlah,. Salah lo sendiri ngapa jadi nyalahin Sempak.. Telpon Cengir suruh kesini. Beres.. Kan!" Bego mengoper ganja ke Acong.
"entarlah.. Abis wakap baru suruh Cengir kesini. Kalo kesini sekarang ntar minta bagian juga.. Jidad aja dah gratisan masa mau nambahin tim hore lagi..!"
"shit man.. Cengir kesini kan buat betulin motor lo?? Kasih bagian dong.. Segitu perhitunganya lo Cong? Udah itu kan barang setengah masing-masing dapet Dua kali. Bagian gue buat Cengir tuh.." semprotku.
"nah kalo gitu, boleh dah, gua telpon Cengir sekarang"
"buset.. Gak tahu diri lo cong.. Motor.. Motor lo ngapa jadi bagian Sempak yang berkurang.?" sindir Bego geli.
Acong berlagak tuli masang muka marmer.
-------
kami berjalan kaki menuju ke tengah, letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Bego.
Ku lihat tampang mereka yang pedaw gila.
Mungkin dosis yang masuk terlalu banyak akhir-akhir ini, membuatku gak terlalu ngefly.
Tapi lumayan membuat hidung gatal.
Aku membuang insullin yang kubawa dari rumah di tong sampah sebelum belokan.
Depan rumah Uki ketua dari gerombolan setan ini.
Sebetulnya Uki gak pernah ngerasa menjadi ketua segala.
Cuma karena anak-anak menganggapnya seperti itu.
Geng tengah memanggilnya Kapten.
Rumahnya dengan rental ps 24 jam nonstop.
Depan rumah warung rokok, beberapa bangku kayu panjang.
Beberapa papan di pantek dari pohon ke pohon, lumayan buat duduk.
Kapten, Ewin, main kartu dengan krak botol disusun sebagai meja.
"kapal miriing. Kapteen.." sapa Ara salam tinju.
"wuih.. Muka lo pada pedaw nih..! Sempak mana aja lo! Jarang absen." tegur kapten salam tinju.
"Ten.. Lo lihat nih lima setan.. Lo lihat Sempak biasa aja mukanya..?"
"bisa aja nih.. Bang Ewin.." sahutku,ngambil soft drink.
"Sempak mah kebal,. Udah pada putus syaraf perasanya bang.." celetuk Cengir.
"heh Bego..!"
"siap Kapten.."
"ada chimeng gak?"
Bego ngeluarin bungkus rokok dari jaket kebangsaanya.
"sisa dua linting.. Nih.."
bayangan awan menutupi senyuman bulan dan bintang.
Angin malam bergerak.
Tengah malam telah bergeser,
Jalanan mulai sepi, tapi kami masih nongkrong di tengah.
"bokul chimeng lagi Go!" pinta Kapten.
"abis dolang gua Kapten.. Kalo ada modalnya gua jalan nih.."
"gua sediain minumanya.." kata Ewin datar.
"gua ceban nih.. Cong ikut naro lo!" timpal Kapten.
"abis dolangnya..." jawab Acong suara pedaw.
"ah gaya doang lo bea cukay.!" sindir Kapten.
"dah Kapten.. Sisanya gue nih 15" aku memberikan uang.
"nih pas Bego.. Jigo kan.. Berangkat sono.." pinta Kapten.
"kurang goceng nih buat bensin.."
Kapten cuma menatap dingin, Bego berangkat secepatnya.
"langsung aja nih.. Siapa yang giliran ngebunuh sekarang.."
waduh ini yang aku gak suka, berlagak tenang aku berusaha menghindar masuk ke ps.
"woi Sempak kabur lo! Sempak tuh Kapten.. Gak pernah dapat giliran.. Menghindar terus.." jawab Ara masih dengan pedaw.
Aku mengutuki Ara, dengan perasaan kebat-kebit.
"Sempak.! Gak usah ngehindar lagi lo. Lo bunuh tuh rumah di block a" perintah Kapten.
"suruh yang lain aja.. Gue ganti ama beliin minuman.." pintaku tanpa harapan.
Kapten, Ewin geli ama ketakutanku.
"Jidad! Nganga melulu lo.. Temenin Sempak sono.."
"siaap Kapten.." sahut Jidad parau, berlari ke pinggir got, mulai muntah-muntah.
Memang di antara kami, Jidad dosisnya paling rendah.
Kalo aku? Butuh berapa banyak untuk sampai muntah?
Kangen juga masa awal-awal sering muntah.
"lah? Dia malah jackpot? Ara! Lo aja yang nemenin Sempak!" Saran Ewin.
"siap bang.." sahut Ara garuk hidung.
Berjalan ke block a, sepanjang jalan tak henti-hentinya mengutuki Ara.
Setiap langkah berhati-hati.
Mengawasi hansip yang patroli, kami berjongkok di trotoar mengawasi rumah target.
"lo aja sono Ra.. Gue bagian jaga.." bisiku frustasi.
"enak aja lo.. Udah cepetan.."
"kalo gagal gimana man..?"
rumah itu tampak sepi.. Tak ada suara kegiatan apapun.
Membuat strategi jalan masuk, jalan melarikan diri.
Tahu begini tadi bawa kokain, belum melaksanakan tugas keringat dingin mulai mengucur.
"kalo gagal kata lo? Mau mati lo? Bunuh atau di bunuh.. Simple kan? Udah cepet.. Gak usah tegang gitu Sempak!"
"bunuhnya gimana.. Culik dulu.. Apa bunuh di tempat?"
"terserah lo Sempak. Lo boleh potong kepalanya.. Patahin lehernya juga boleh.."
apa boleh buat.. Ara berjaga, siap ngasih kode kalo ada apa-apa.
Merangkak perlahan.. Memanjat pagar.
Sasaranku terletak di samping rumah.
Pintu utama cuma terpancar lampu redup.
Target terkunci, secepat bayangan aku mendekat..
Kaget tak terkira.. Sasaranku bergerak,
Nafasku terhenti.. Menunduk bersembunyi sebisa mungkin..
Sial! Bikin kaget aja.. Kembali mengawasi sasaranku.. Berbagai cara melintas di kepala.
-------
kami berlari sebisa mungkin tak menimbulkan bunyi.
Tanpa suara, hanya nafas kami memburu.
Aku berlari sambil mendekap sasaranku yang masih hidup.
Sudah berada di jarak aman langkah kami mulai perlahan.
Mengatur nafas, terlalu banyak adrenalin yang terpompa percuma.
"masih hidup tuh Sempak? Gak lo patahin lehernya? Matiin sekalian.."
aku mendengus, kapok ama tugas gila ini.
"gue bingung.. Pasar malem kan deket. Gak sampe sepuluh menit nyampe! Buat apa nyolong ayam coba? Kalo ketahuan bisa mati malu!" erangku menyerahkan ayam ke Ara.
Sampai tengah, Kapten, Ewin, anak-anak menggoda keberhasilan pertamaku.
Rata-rata sudah dapat giliran, cuma aku yang selalu menghindar.
Nyolong ayam.. Apa yang bisa dibanggain coba?
Gak cocok sebutan geng tengah.. Geng ayam lebih tepat!
Acong, Jidad, Cengir, kebagian mengolah ayam.
Mereka membagi tugas ngumpulin kayu, membuat perapian.
Untuk bumbunya cuma disiram sebotol bir, membuat ayam bakar itu terasa gurih.
Bego kembali dengan ganja yang sudah siap di bakar.
Kegiatanku dengan mereka sungguh, Aktifitas yang terus berulang untuk waktu yang cukup lama.
Bersambung...
BAB10:
LATIHAN MEMBUNUH
*******
Gerbang rumah dengan pagar tembok, di hiasi pilar stenlis, dan batu granit membentuk susunan bata.
Pas di lekukan pagar yang mengelilingi rumah,
tebing buatan dengan air terjun, dilengkapi tempat santai bergaya oasis dengan tempat duduk, meja berbentuk batang pohon.
Beringin putih dan lebatnya pohon mangga menyejukan taman oasis buatan itu.
Diluar pagar, dua sofa butut berjejer di depan pagar.
Membuat pagar mewah itu ternoda.
Jalanan komplek yang tanpa aspal, seluruhnya diwarnai konblok batako berbentuk segitiga mewarnai jalanan.
Dua motor parkir di sebelah sofa.
Satria R biru dengan knalpot kolong yang dipenuhi bekas lasan.
Kebanggaan Acong, meskipun harus dibayar dengan betapa ribet kalo melewati polisi tidur, harus ngambil jalan menyilang.
Lasan pada knalpot menandakan berapa kali knalpot itu bolong, tergores polisi tidur.
Vespa modifikasi.
“Lupus tuh ngejiplak vespa gua..” hampir setiap orang,
apalagi baru kenal! Terutama cewek-cewek.
Pasti pernah mendengar pernyataan jidad.
Jidad dengan kebanggaanya.. Cewek-cewek yang melotot melihat vespanya yang keren?
Keren?
Tak sadar kalo Jidaters (para penolak jidad)
melotot karena vespanya yang antik, yang umurnya lebih tua ketimbang ayahnya jidad.
Ara, Acong mendorong meja yang biasa dipakai penjual rokok pinggir jalan.
Dengan roda troli memudahkan untuk berpindah-pindah.
Jidad membawa gulungan kabel roll, Bego sibuk meracik ganja.
Sofa butut dengan mejanya memang serasi.
Tapi kalo di synkronkan dengan rumah, cuma merusak pemandangan.
Ara menenteng TV LCD 19 inch dari bawah meja.
Acong menyiapkan stik ps.
"Jidad? Lo mau main gak? Kalo ikut gua pasang multitapnya.! Woi Bego ikut gak?"
"ntar,.. Lo aja duluan Cong.." jawab Jidad, memperhatikan tape transparan di bawah meja.
.
"belum asik Cong main rame-rame.. Dah lo berdua duluan.." Sahut Bego.
Siti keluar membawakan sirup.
"ehh. Mba Siti tau aja nih kita aus..?"
"ya buat Sawo, spesial nih.."
"buseet, tega amat mba Siti, manggil saya Sawo terus.."
"Rudi mana mba? Kok belum keluar?"tanya Bego cuek meracik.
"lagi nerima telpon.." jawab Siti kembali masuk.
Jidad mengangkat tape transparan, meletakan disebelah TV LCD.
Tak pernah bosan., setiap kali melihat tape, dengan rangkaian mesin yang terlihat jelas.
"bisa banget ya.. Sempak bikin tape begini.." gumam Jidad.
"kalo lo make satu ji ubas sendokir, jangan tape kaya begitu! Ngerakit pesawat transparan juga bisa.!" sahut bego melinting.
"Sempak ngerakit sendiri nih tape?"
"katanya ama sodokurnya yang lulusan SMK teknik mesin.."
"ini kaca.. Apa plastik sih..Jidad mengetuk-ngetuk tape.
"plastiklah.. Dongo..!"
"plastik bahan apa sih nih.. Kaya fiber?"
"muke lu tuh kaya fiber! Itu polikarbonat! sotoy!" sahut Rudi keki.
*******
keluar kamar mandi, cuma dengan balutan handuk.
Kulihat Siti sedang berbicara di telpon.
"Rud.. Ini Ria." menyodorkan gagang telpon.
"whatsapp yo.."
"whatsapp!! Muka lo kaya whatslap .. Lo tuh ya Day..bikin.."
aku menjauhkan gagang telpon, rentetan omelan nenek sihir terus mengalir.
Sangking cepatnya, aku hanya dapat mengerti beberapa kalimat.
Mana hp?
Bego..
Nyebelin..
Kenapa belum beli..?
Kata-kata lain tak ada yang kumengerti.
Kuletakan gagang telpon, balik ke kamar.
Mengenakan kaos oblong kebesaran, celana gombrong, membuatku serasa menjadi Eminem.
ngambil rokok, membuat roti dengan selai kacang..
Sambil makan ku angkat gagang telpon kembali.
Hebat juga nih cewek masih nyerocos?
Makin lama makin banyak bahasa yang tak kumengerti..
Aku mematikan telpon.
Berjalan keluar nemuin anak-anak.
Lewat dapur, telpon di sebelah mesin cuci berbunyi.
Segera ku angkat.
"daay!! Lagi ngom.."
kembali kudengar rentetan omelan nenek sihir.
Ku matikan telpon.
Melewati garasi, telpon dekat saklar lampu kembali berbunyi.
Kulihat Siti menggeleng setengah geli.
"gak usah di angkat Sit.. Ntar kalo dah agak lamaan baru angkat.. Bilang aja gue dah pergi ama anak-anak."
aku keluar lewat pintu kecil yang biasa untuk mengeluarkan motor.
Terdengar suara ps, pasti pada main bola.
Jidad, Bego membicarakan tape.
"plastik bahan apa sih nih.. Kaya fiber?"
"muke lu tuh kaya fiber! Itu Polikarbonat! Sotoy!" semprotku.
Menyalakan rokok, duduk di vespa.
Aku menggeleng jengkel ama empat setan yang main mindahin meja seenak mereka.
Tapi kalo dipikir lagi memang untuk main diluar.
Mengernyit melihat Bego yang asik melinting.
"Bego! Kalo ada bonyok gue gimana lo!?"
"santai kaya di pantai man.. Kan gua dah nanya Siti gak ada bonyok lo!"
"oh.. Pinter juga lo!" sahutku sinis.
Jidad mendekat, ngambil bungkus rokok di tanganku.
"polikarbonat? Apaan sih tuh?" sambil menyalakan rokok.
Terkekeh geli aku menunjuk tempat jemuran dengan atap kanopi.
"tuh polikarbonat, tanya ama tukang bangunan buat lebih jelasnya.."
"kurang kerjaan amat! Kemana aja lo Pak? Tiga hari madol lo.."
"biasa.. Ketiduran terus males berangkat..!"
Jidad mengerjap dengan alasanku yang terlalu dibuat-buat.
"siapa dah? Cewek yang lo boncengin waktu itu.. Dia nanya ama gua lo kemana.. Gua bingung jawabnya.. Kita aja lagi nyari lo? Hp gak aktif lagi lo!" jelas Ara,main ps.
Wah! Ros.. Jadi kangen.
Besok juga ketemu.
"hp gue nyemplung di laut.. Dah modar!"
mencari kaset dibawah meja, mematikan suara TV yang disambut protes Ara, Acong.
Nyetel lagu
’Eminem Sing For The moment’
hanya aku yang tahu seberapa puas aku dengan rakitan tape transparan ini.
SMP kuhabiskan hoby merakit.
Dari robot kit, gundam sampai modifikasi tamiya.
Rasanya tak ada seri robot kit yang terlewat.
Awalnya kerumitan merakit yang harus mengikuti petunjuk manual.
Makin lama merakit melihat petunjuk manual tak menarik.
semangat lagi merakit tanpa manual, akhirnya bosan juga.
Dan terakhir aku merakit tape Polytron ini.
Entah kapan hoby merakitku kembali, sedangkan sekarang tergila-gila merakit Bong.
Kalo sudah di lingkungan komplek ini, bebas, tanpa was-was.aman dari apapun.
Orang pribumi yang punya rumah disini tak lebih dari sepuluh rumah.
Rata-rata chinese, bule, mendominasi komplek ini.
Sering aku melihat wanita bule yang mau renang, berjalan cuek ke sport center menggunakan two pieces.
Dan yang paling penting aku kenal dekat dengan semua satpam komplek.
"sip dah! Jadi sebelas linting.." Bego memberikanku selinting.
Menyalakan chimenk dengan rokok.
"bokul dimana Go?" memberikan rokok bekasku.
"biasa Pak.. Di west coast! Dimana lagi nyari chimenk kalo gak di Abon village!"
"terus pada mau ngapain kemari? Kalo cuma main ps bakar chimeng? Gak perlu sampe rokum gue.kan?"
"yaelah Sempak.! Gak boleh apa? Main kesini?" grutu Acong.
"gak usah kelamaan basa-basinya.."sahutku datar,mengoper ganja ke Jidad tukar dengan rokoknya.
"nih gua 100, Ara gocap, Bego gocap.. Kalo Jidad?" kami memandang Jidad, situasi seperti ini berulang-ulang.
Jidad mulai menjawab, dengan kesusahan keluarganya dalam keuangan.
Melihat mukanya, alasanya, yang gak bisa patungan tapi terlalu banyak efek dramatis.
"aduh Jidad, gua ikut prihatin ya.." canda Bego sedih, menepuk bahu Jidad.
"makasih ya.. Lo emang brother gua.." ratap Jidad makin kaya sinetron.
"gua prihatin, tapi gua gak mau ah jadi brother lo, lo kan cuma tim hore doang.." canda Bego masih belaga sedih.
"monyeet.. Kaya lo gak pernah jadi tim hore aja lo.."
aku tertawa bukan karena agdegan yang terus berulang tapi lebih karena ganja.
"mau bokul apaan? Ubas? Ape pt?"
"pt Sempak! Ubas mana cukup dolangnya? Lo nyetok gak?" Acong mengeluarkan uang.
Aku sudah capek ama kebiasaan geng tengah yang kalo tahu nyetok barang.
Bilangnya sih ngutang.. Mungkin nanti bayarnya nunggu mati.
Aku juga bukan type orang yang sayang barang. Bawaanya mau bagi-bagiin aja.
Entar kalo mereka buntu baru ngeluarin stock.
"Gak.. Udah gak nyetok lagi gue.." jawabku melirik sofa butut yang di duduki Acong.
Mungkin mereka bakal colaps kalo tahu berapa gaw yang kusembunyikan di sofa butut itu.
Yaah.. Yaudah bokul ama bang Wonce aja.. Lo ikut naro kan pak?" Ara dengan muka memohon.
"woles Ra.. Lo kaya gak tahu Sempak aja.." sahut Acong memancing.
"gue tambahin 100 biar bisa ngambil setengah, nih.."
kupikir udah berapa hari gak nongkrong di geng tengah, kusarankan pindah nongkrong disana.
"udah,.. Ara, Jidad yang jalan.. Kita nunggu di rokum Bego.. Gimana Go?"
"jadi..!"
aku mengangguk setuju dengan saran Acong.
Ara, Jidad berangkat mendahului kami.
Aku menyuruh Acong, Bego mengembalikan meja ke tempat semula, sambil mengeluarkan motor.
Dari garasi ke gerbang, jalananya menurun.
Menahan kopling, masuk gigi, aku berdiri di motor.
Menuruni jalanan turunan, melewati gerbang pintu kecil.
Melepas kopling, menghempaskan diri duduk di jok.
Motor menyala dengan knalpot garing, langsung melesat meninggalkan Acong dan Bego.
Masih terdengar suara mereka yang mengutuk.
-------
menyenderkan motor dalam pagar rumah.
rumah dinas sederhana.
Komplek angkasa teratai dengan berberapa block.
Beda block beda bagian dinasnya.
Makin besar rumah, makin tinggi bagian dinasnya.
Entahlah.. Yang kutahu rumah Acong lebih besar dari rumah Bego.
Karena ayahnya kerja di bagian bea cukai.
Rumah Ara yang persis sama rumah Bego.
Ayahnya Ara sebagai supir barang.
Kalo ayahnya Bego aku tak tahu di bagian apa?
"Bayunya mana Rud.?" tegur ibunya Bego.
"lagi kesini tan.. Tadi dari rumah saya.." aku berdiri dari posisi nongkrong di jalan.
"masuk aja Rud. Langsung ke kamar Bayu aja.. Jangan disitu.!"
gak bisa nolak, aku ke kamar Bego di lantai dua.
Dibawah di bagi dua ruang.
Ruang tamu, satu lagi dipakai buat usaha salon.
Bagian belakang kamar orang tuanya Bego ama dapur.
Di atas dua kamar berhadapan di tengahnya kamar mandi.
Suara tangga berderit setiap aku melangkah.
Mataku menatap pintu kamar Putri.
"Put.. Lagi ngapain?" sambil mengetuk.
"siapa.." suara jernih menjawab.
"gue.. put.."
"iya.. Sia.. Eh bang Rudi.." Putri menunduk, jarinya memainkan baju.
"bang.. Bang.. Bangke kali put.. Gak pake bang berapa sih?" candaku, rada-rada grogi.
Manis kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Putri.
Alis tipis, mata sipit, bibir yang slalu tampak basah.
Jerawat-jerawat kecil sekitar pipi, menambah pesona di mataku.
Dengan kulit almond.
T-shirt tak bisa menutupi betapa ranum isinya dari mataku.
Celana training cuma membuatnya lebih fresh.
"bang.. Biasa aja dong ngelihatnya.." Putri makin menunduk.
"ahh.. Ya perasaan udah gede lo? Apa gue yang mengecil ya..? Gak keliatan anak SMP lo.." sahutku cepat dengan jantung berdentam-dentam liar.
"SMP? Ngarang lo.. Waktu lo kelas satu gua kelas tiga.. Sekarang lo kelas dua masa gua ngendok di kelas tiga terus.."
"eh.. Iya ya.. Udah mulai pikun nih.. Bentar lagi.. Ubanan kayanya gue.." menepuk kening.
Dia cuma tersenyum, dengan senyuman yang bisa kubawa sampai mimpi.
"masuk bang.." Putri duduk di ranjang kecil, tanganya memegang komik.
"suka salad days.. Put?" mataku berbinar melihat komik di tanganya.
"
"suka banget,.. Ini komik dipinjemin bang Bayu..."
"hem.. Coba lo lihat bagian belakang.. Ada tulisan 2D gak?"
geli melihat ekspresi terkejutnya.
"kok lo tahu sih? Emang ada tulisan 2D.. Gua pikir itu coretan bang Bayu.."
"tahulah! Itu komik gue yang dipinjem Bego.. Eh abang lo.."
ia tertawa, entah apa yang lucu?
"masuk bang.. Malah berdiri terus..!"
Aku cuma berdiri senderan pintu, melihat kamar sederhana tapi rapih.
Masa aku masuk? Terus duduk di ranjang berdua?
Bukan ide bagus sepertinya...
Alis kiriku naik, melihat meja computer.
"dibilang gak usah pake bang.?! Computer lu kemana Put..?""biasa.. Dijual bang Bayu.." sahutnya datar.
Keheningan total menyela sesaat.
Dalam seperkian detik yang hening, rasanya ratusan semut berjalan di hati.
Bisa-bisanya sebagai abang seperti itu?
Aku memang brengsek, tapi sebagai anak semata wayang.
Kalo punya adik apapun akan kuberikan untuk kebahagiaanya.
Saat itu juga coretan kata-kata setajam belati kusiapkan dikepala untuk menegur Bego.
"bang.. Eh.. Rud.. Apa yang gua omongin, gak usah diterusin ke bang Bayu ya.." raut wajahnya gelisah.
Aku hanya mendengus.
"pleas Rud.." suaranya rendah.
"gue gak janji, tapi gue usahain gak gue pikirin." menghela nafas, aku teringat sesuatu.
"gue punya ini nih.. Buat lo.. Lo suka Harry Poter kan?" memberikan novel ke tanganya.
"kilatan kebahagiaan terbias di matanya.
"kok lo tahu sih?"
"kan gue pernah lihat lo.. Kapan ya. Lagi baca tuh novel.. Gue lagi di gramedia lihat tuh novel,.. Jadi inget lo.."
"lo inget gua? Rud.." suara Putri lirih, nyaris tak terdengar.
Aku tergagap, bingung menjawabnya.
Suara knalpot kolong menolongku terbebas.
Perasaan ada yang aneh ama tuh suara knalpot?
"ntar kita lanjutin lagi ya.. Gue kebawah nemuin Bego.. Eh nemuin abang lo.."
grutuan Acong bersahutan ama Bego, disertai tangga berderit menakutkan.
"gara-gara ngejar lo! Sempak! Knalpot gua ampe copot.." semprot Acong tak jelas.
"sewot juga kalo ngeladenin nih setan, masuk kamar Bego, duduk di jendela.
Kamar ini juga bisa dibilang, lebih mirip kapal pecah, masih bagusan kapal pecah menurutku.
Asbak, abu rokok bergerak mengikuti angin di lantai, puntung rokok, bekas lintingan berserakan.
Kasur lipat penuh lobang rokok, lemari tanpa pintu,
pakaian berantakan multifungsi sebagai lap!
Poster iwan Fals, bob marley, serta bendera kebesaranya memenuhi dinding.
Yang paling mencolok, tak ada duanya.
Motor shogun terpajang di dinding.
Butuh keahlian Bego untuk menempel motor itu ke dinding.
Motor tanpa roda, mesin, knalpot, speedometer.
Semuanya hilang, bisa jadi udah di tuker ama ganja atau bubuk setan.
Entah apa ada orang yang sama, memajang motor di dinding kamar?
"ah lo juga sih Cong.. Polisi tidur main lo hantem aja! Udah tahu knalpot kolong.! Ya ancur jadinya.." sindir Bego,bakar ganja.
"Sempak tuh! Coba kalo gak jalan duluan pasti bisa gua kejar! Gak bakal begini jadinya.." Acong mengerang.
Aku mendengus.
"jadi maksud lo, kalo jalan bareng.. Kalo jalanan lurus tanpa polisi tidur.. Lo bisa ngejar? Buktiin aja sekarang nih.." tantangku sinis.
Acong membisu.
"udahlah,. Salah lo sendiri ngapa jadi nyalahin Sempak.. Telpon Cengir suruh kesini. Beres.. Kan!" Bego mengoper ganja ke Acong.
"entarlah.. Abis wakap baru suruh Cengir kesini. Kalo kesini sekarang ntar minta bagian juga.. Jidad aja dah gratisan masa mau nambahin tim hore lagi..!"
"shit man.. Cengir kesini kan buat betulin motor lo?? Kasih bagian dong.. Segitu perhitunganya lo Cong? Udah itu kan barang setengah masing-masing dapet Dua kali. Bagian gue buat Cengir tuh.." semprotku.
"nah kalo gitu, boleh dah, gua telpon Cengir sekarang"
"buset.. Gak tahu diri lo cong.. Motor.. Motor lo ngapa jadi bagian Sempak yang berkurang.?" sindir Bego geli.
Acong berlagak tuli masang muka marmer.
-------
kami berjalan kaki menuju ke tengah, letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Bego.
Ku lihat tampang mereka yang pedaw gila.
Mungkin dosis yang masuk terlalu banyak akhir-akhir ini, membuatku gak terlalu ngefly.
Tapi lumayan membuat hidung gatal.
Aku membuang insullin yang kubawa dari rumah di tong sampah sebelum belokan.
Depan rumah Uki ketua dari gerombolan setan ini.
Sebetulnya Uki gak pernah ngerasa menjadi ketua segala.
Cuma karena anak-anak menganggapnya seperti itu.
Geng tengah memanggilnya Kapten.
Rumahnya dengan rental ps 24 jam nonstop.
Depan rumah warung rokok, beberapa bangku kayu panjang.
Beberapa papan di pantek dari pohon ke pohon, lumayan buat duduk.
Kapten, Ewin, main kartu dengan krak botol disusun sebagai meja.
"kapal miriing. Kapteen.." sapa Ara salam tinju.
"wuih.. Muka lo pada pedaw nih..! Sempak mana aja lo! Jarang absen." tegur kapten salam tinju.
"Ten.. Lo lihat nih lima setan.. Lo lihat Sempak biasa aja mukanya..?"
"bisa aja nih.. Bang Ewin.." sahutku,ngambil soft drink.
"Sempak mah kebal,. Udah pada putus syaraf perasanya bang.." celetuk Cengir.
"heh Bego..!"
"siap Kapten.."
"ada chimeng gak?"
Bego ngeluarin bungkus rokok dari jaket kebangsaanya.
"sisa dua linting.. Nih.."
bayangan awan menutupi senyuman bulan dan bintang.
Angin malam bergerak.
Tengah malam telah bergeser,
Jalanan mulai sepi, tapi kami masih nongkrong di tengah.
"bokul chimeng lagi Go!" pinta Kapten.
"abis dolang gua Kapten.. Kalo ada modalnya gua jalan nih.."
"gua sediain minumanya.." kata Ewin datar.
"gua ceban nih.. Cong ikut naro lo!" timpal Kapten.
"abis dolangnya..." jawab Acong suara pedaw.
"ah gaya doang lo bea cukay.!" sindir Kapten.
"dah Kapten.. Sisanya gue nih 15" aku memberikan uang.
"nih pas Bego.. Jigo kan.. Berangkat sono.." pinta Kapten.
"kurang goceng nih buat bensin.."
Kapten cuma menatap dingin, Bego berangkat secepatnya.
"langsung aja nih.. Siapa yang giliran ngebunuh sekarang.."
waduh ini yang aku gak suka, berlagak tenang aku berusaha menghindar masuk ke ps.
"woi Sempak kabur lo! Sempak tuh Kapten.. Gak pernah dapat giliran.. Menghindar terus.." jawab Ara masih dengan pedaw.
Aku mengutuki Ara, dengan perasaan kebat-kebit.
"Sempak.! Gak usah ngehindar lagi lo. Lo bunuh tuh rumah di block a" perintah Kapten.
"suruh yang lain aja.. Gue ganti ama beliin minuman.." pintaku tanpa harapan.
Kapten, Ewin geli ama ketakutanku.
"Jidad! Nganga melulu lo.. Temenin Sempak sono.."
"siaap Kapten.." sahut Jidad parau, berlari ke pinggir got, mulai muntah-muntah.
Memang di antara kami, Jidad dosisnya paling rendah.
Kalo aku? Butuh berapa banyak untuk sampai muntah?
Kangen juga masa awal-awal sering muntah.
"lah? Dia malah jackpot? Ara! Lo aja yang nemenin Sempak!" Saran Ewin.
"siap bang.." sahut Ara garuk hidung.
Berjalan ke block a, sepanjang jalan tak henti-hentinya mengutuki Ara.
Setiap langkah berhati-hati.
Mengawasi hansip yang patroli, kami berjongkok di trotoar mengawasi rumah target.
"lo aja sono Ra.. Gue bagian jaga.." bisiku frustasi.
"enak aja lo.. Udah cepetan.."
"kalo gagal gimana man..?"
rumah itu tampak sepi.. Tak ada suara kegiatan apapun.
Membuat strategi jalan masuk, jalan melarikan diri.
Tahu begini tadi bawa kokain, belum melaksanakan tugas keringat dingin mulai mengucur.
"kalo gagal kata lo? Mau mati lo? Bunuh atau di bunuh.. Simple kan? Udah cepet.. Gak usah tegang gitu Sempak!"
"bunuhnya gimana.. Culik dulu.. Apa bunuh di tempat?"
"terserah lo Sempak. Lo boleh potong kepalanya.. Patahin lehernya juga boleh.."
apa boleh buat.. Ara berjaga, siap ngasih kode kalo ada apa-apa.
Merangkak perlahan.. Memanjat pagar.
Sasaranku terletak di samping rumah.
Pintu utama cuma terpancar lampu redup.
Target terkunci, secepat bayangan aku mendekat..
Kaget tak terkira.. Sasaranku bergerak,
Nafasku terhenti.. Menunduk bersembunyi sebisa mungkin..
Sial! Bikin kaget aja.. Kembali mengawasi sasaranku.. Berbagai cara melintas di kepala.
-------
kami berlari sebisa mungkin tak menimbulkan bunyi.
Tanpa suara, hanya nafas kami memburu.
Aku berlari sambil mendekap sasaranku yang masih hidup.
Sudah berada di jarak aman langkah kami mulai perlahan.
Mengatur nafas, terlalu banyak adrenalin yang terpompa percuma.
"masih hidup tuh Sempak? Gak lo patahin lehernya? Matiin sekalian.."
aku mendengus, kapok ama tugas gila ini.
"gue bingung.. Pasar malem kan deket. Gak sampe sepuluh menit nyampe! Buat apa nyolong ayam coba? Kalo ketahuan bisa mati malu!" erangku menyerahkan ayam ke Ara.
Sampai tengah, Kapten, Ewin, anak-anak menggoda keberhasilan pertamaku.
Rata-rata sudah dapat giliran, cuma aku yang selalu menghindar.
Nyolong ayam.. Apa yang bisa dibanggain coba?
Gak cocok sebutan geng tengah.. Geng ayam lebih tepat!
Acong, Jidad, Cengir, kebagian mengolah ayam.
Mereka membagi tugas ngumpulin kayu, membuat perapian.
Untuk bumbunya cuma disiram sebotol bir, membuat ayam bakar itu terasa gurih.
Bego kembali dengan ganja yang sudah siap di bakar.
Kegiatanku dengan mereka sungguh, Aktifitas yang terus berulang untuk waktu yang cukup lama.
Bersambung...
0