- Beranda
- Stories from the Heart
Close X Cross
...
TS
Travestron
Close X Cross
Chapter 1
The Club
Le GanBaTei Cafe
Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.
“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.
“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.
“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.
“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.
“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.
“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.
“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”
“Heh perempuan....”
“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.
“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.
“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.
“Thanks my lovely mommy, myaw”
“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”
“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”
“Nyebong[1]?”
“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.
“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily
“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”
“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.
“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.
“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.
“Temen apa temen?” introgasi Lily.
“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.
“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.
“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.
“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.
“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".
“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.
“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.
“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.
“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”
“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.
“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.
“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.
“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.
“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.
“Mau kerja Mbak”
“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”
“Ia, m... Mam.”
“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”
“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.
“Ia, teteh hubungin aja”
“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.
“Siapa say?” tanya Sera.
“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”
“kamu besok jadi ke Bandung?”
“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”
“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.
“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.
“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.
“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.
Lily
Bandung, 2009
Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.
“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya
“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.
Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”
Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”
“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”
“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”
“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”
“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””
Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”
Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”
Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.
“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.
Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.
BERSAMBUNG
Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu
INDEX
Deskripsi para Tokoh utama.
The Club
Le GanBaTei Cafe
Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.
“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.
“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.
“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.
“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.
“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.
“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.
“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”
“Heh perempuan....”
“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.
“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.
“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.
“Thanks my lovely mommy, myaw”
“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”
“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”
“Nyebong[1]?”
“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.
“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily
“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”
“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.
“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.
“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.
“Temen apa temen?” introgasi Lily.
“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.
“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.
“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.
“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.
“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".
“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.
“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.
“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.
“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”
“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.
“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.
“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.
“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.
“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.
“Mau kerja Mbak”
“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”
“Ia, m... Mam.”
“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”
“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.
“Ia, teteh hubungin aja”
“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.
“Siapa say?” tanya Sera.
“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”
“kamu besok jadi ke Bandung?”
“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”
“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.
“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.
“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.
“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.
Lily
Bandung, 2009
Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.
“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya
“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.
Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”
Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”
“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”
“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”
“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”
“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””
Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”
Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”
Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.
“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.
Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.
BERSAMBUNG
Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu
INDEX
Spoiler for Index:
Deskripsi para Tokoh utama.
Spoiler for CHAR:
Diubah oleh Travestron 13-09-2014 13:56
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
42
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Travestron
#41
Chapter 17
Maya duduk di barisan meja bar La GanBaTei sambil menikmati ice blue tea-nya. Matanya fokus pada televisi yang sedang menyaksikan tayangan gosip lokal yang diputar, berita tentang boyband remaja yang kini sedang trend dan naik daun. Sesaat kemudian dia melirik seorang pria yang memakai dress chiffon biru muda, rok putih selutut, wig hitam sebahu dan kacamata hitam. Kulitnya yang putih dan wajah good looking cukup menarik beberapa tamu yang memang beberapa diantara mereka adalah “Predator” sejenis. Setelah beberapa bulan buka La Ganbatei semakin terkenal sebagai cafe komunitas Waria dan Gay. Walau Cuma promosi mulut ke mulut oleh Anna dan Lily tapi mereka sudah mulai memiliki pelanggan tetap. “kamu nekad ya Ge, pulang dari latihan langsung pnampilan kayak gini, ga takut kalau nanti fans kamu liat?”
“Justru biar mereka engga kenal makanya aku penampilan kayak gini”. Waria yang dipanggil Ge itu langsung menikmati minuman Ice Cappucino yang di pesannya. “Lo kan trainer dance gua, boleh dong gua skali-kali minta tolong buat ngeback-up gua”
“Heh, lu kira gua bodyguard lu apa!?” Maya lalu memandang sekeliling dan matanya tertuju pada salah seorang yang memakai kostum maid ala era victoria dengan rambut panjang sedada, yang di ikat ke belakang, terlihat kemeja nya sedikit ketat, menunjukkan sedikit lekuk dadanya yang tidak terlalu besar. Dengan siulan kecil orang yang terlihat sexy dan cukup tinggi untuk postur seorang wanita ini menghampiri Maya.
“Heh, banci, lu apaan sih manggil-manggil, gak liat gwa lagi sibuk apa” ucap Lily sambil mengambil posisi duduk di samping Maya.
“Nah kamu kalo butuh bodyguard calling dia aja.” Ucap maya sambil melirik ke arah Lily yang meletakkan beberapa bon orderan ke meja bar yang disambut oleh sera.
“Halo, Lily” ucap lilly sambil memberikan salam perkenalannya.
“Gino” pria yang keliatan cantik dengan setelan dress nya ini memperkenalkan diri.
“Gino? Masa udah anggun gini nama gak diganti sih” Maya hampir ketawa mendengar namanya yang tidak diubah.
“Suka-suka gue dong,masalah buat loch?”.
“Gino kenal dimana sama drag ini?” tanya Lily, yang disambut mata maya yang berputar kearahnya.
“Owh, dia instruktur aku di studio” ucap Gino ramah.
“Tapi kamu cantik banget deh say, pantesan beberapa customer fokusnya ke arah sini” ucap lilly. Maya pun ikut-ikutan memperhatikan sekeliling.
“Ly, kamu kenal yang arah jam 4” ucap maya.
Lily yang sedari tadi duduk dngan pandangan ke arah costumer-costumer nya pun melirik ke arah yang di tuju, mencoba untuk tidak terlalu mencolok. “kenal, not a good man”
“I Knew it, dari tadi dia merhatiin kemari terus” maya memainkan sedotannya. “aku pernah liat dia di beberapa club tempat aku biasa kerja, sering deketin waria-waria yang lagi nongkrong”.
“Well kata mom sih dia predator yang harus di hindari, sebelumnya dia juga pernah kemari. Mom juga bilang dia ikut beberapa LSM Gay dan Waria Cuma buat ngincer waria-waria muda”
“Parah tu orang”.
“Jangan bilang dia ngincar gua”. Ucap Gino mendengar pembicaraan lily dan maya.
“Jangan khawatir gin, engga akan kok”
“Kalo dia macam-macam di tempat gua paling gua buat cacat”.
“Kalo aku aja yang buat dia cacat gimana?” ucapan Maya mengartikan sesuatu bagi Lily. Baginya ada isyarat tertentu dari kata-kata Maya.
“Yah boleh aja, tapi untuk pesta begituan gua pastikan gua ada ambil bagian”
Reff lagu Trouble is a friend dari Lenka terdengar dari Handphone di depan Gino, yang dengan sigap di angkat pemiliknya. “Halo beib? Udah di depan? Tunggu ya, aku keluar bentar” Gee menutup teleponnya, kemudian mengambil dompet dari hand bag nya. Dan meletakkan handphonenya ke tas nya.
“Udah aku aja yang traktir kali ini” ucap maya.
“Thanks coach” sebuah kecupan mendarat dengan cepat di pipi Maya. “lain kali gua yang traktir. See you Ly” sambil melambaikan tangan dan bergerak menuju parkiran.
“Bye...” ucap lily yang melambai tangan ke Gee. “May, lu kenal dimana si Gino? Kok wajahnya engga asing ya?”
“Sini” jari telunjukknya memanggil Lily untuk lebih mendekat. Maya memberi sebuah ear phone yang disambungkan ke hape nya. Sebuah Lagu boyband yang sedang happening beberapa minggu ini.
Mata lily melotot seperti ada sentakan tiba-tiba dari suara earphone yang keluar. “Serius, lu? Dia Gee kan? Membernya Jelly Boys?”.
“Lagi undercover tadi, biasa hindari wartawan, ada rencana date sama cowoknya katanya”.
“Udah gua duga dia gay, abis diantara yang lain dia gayanya agak beda sih”
“Lebih ‘luwes’ iya”
“Berarti sekarang lu coach JellyBoys?” untuk pertama kali lilly mengakui kekagumannya pada Maya. Baginya selama ini Maya hanya Drag Queen yang bekerja sebagai dancer di night club. Pengintaiannya terhadap maya selama ini hanya mengetahui kemana saja Maya tanpa tau aktifitas maya.
“Hei.....” Dila tiba bersama dea bersamaan. “tumben kompak?”
“Gimana? Jalan-jalannya?” tanya Maya pada Dilla dan Dea.
“Gila, nemenin temen lu tu ngerepotin ya, kemana-mana Cuma naik transportasi umum dan jalan kaki, ke pasar Cipadu Cuma buat beberapa meter kain, keliling butik-butik mewah, Cuma buat foto-foto doang”. Maya, Lily, dan Dilla Cuma senyum melihat eksressi protes Dea. Sejujurnya Dea engga tau kebiasaan Dilla yang lebih nyaman dengan kendaraan umum dan jalan kaki. Jika ada yang bertanya alasannya, Dilla akan jawab karena, murah, sehat, dan karena manusia itu unik. Buat Dilla dalam transportasi umum engga akan membosankan hanya melihat ekspresi, dan gaya mereka. Pejalan kaki adalah kasta tertinggi jalanan.
“Ser, ada sesuatu yang segar dan bisa balikin stamina temen kamu engga? Kalo aku sperti biasa” pesan Dilla ke Serra yang sibuk dengan beberapa orderan di meja bar nya.
“baru mandi de?” Lily menggoda Dea yang terlihat kusut dari wajah sampai sheer dressnya yang basah karena keringat, bahkan menembus pakaian dalamnya.
“kamu belum rasa ya, jalan sama Dilla bulan puasa kemarin” ucap Maya pada Dea. Lily, Maya dan Sera pernah menemani Dea, hanya Dea yang mengeluh. Semua sudah terbiasa dengan hidup jalanan.
“Lagian lu juga perlu olah raga kali De” kata Sera menyerahkan segelas Ice Honey Lemon Tea kepada Dea, dan segelas hot LATTE yang dihiasi dengan Latte art nya.
“oh iya, Li, May, nih” dilla mengeluarkan dua buah amplop kecil dari tas ransel hitamnya. “THR buat kalian, thanks udah jadi model dadakan kemarin”.
“Thanks, oh iya, kmarin gua baru cek ke blog lu. Viewer lu kayaknya nambah terus” sambung Lily.
“Ia, lumayan, ada beberapa pesanan khusus buat lebaran kemarin, jadi aku bisa dapat dana lebih selain dari masukan butik Shella”.
“So? Kok aku engga di ajak? Trus THR buat ku mana?” dea memotong obrolan mereka.
“Lu kan udah dapet THR dari Mom? Masak mau dapet lagi” potong sera di sela kesibukannya.
“Ya siapa tau rejeki kan engga apa-apa” goda Dea.
“Eh, Mami mana? Belum pulang?” tanya Dilla.
“Belum, masih mudik. Katanya besok atau lusa baru sampai kangen sama anaknya katanya” balas sera.
“lho? Mami punya anak?” Maya, dan Dilla seperti kaget, mereka yang merupakan penghuni baru belum terlalu banyak kenal tentang pribadi-pribadi penghuni lain.
“iya,tinggal sama keluarga istrinya kalo engga salah” balas Lilly.
“So? Kamu engga mudik Li?” tanya maya.
“Engga” kali ini Lily dan Dea saling berpandangan. “beberapa keluarga belum bisa menerima keadaan perubahan anaknya yang dianggap ‘bertentangan’” Lilly memandang dea yang nasibnya sama dengan dirinya. “tapi minggu depan gwa bakal ke Bandung, biasa jenguk papi, dan lebaran ke tempat Abang gwa.”
“So? Kalian kenapa engga pulang?” tanya dea kali ini.
Kali ini Maya dan Dilla saling bertatapan dengan senyum. “Orang sumatra itu perantau, kami pantang pulang sebelum hidup tenang, Kami buronan” ucap dengan nada canda.
“lagian, kalo aku pulang bakalan ada yang nyari aku, kayak maya bilang. Kami buronan”.
Malam itu di minggu pertama setelah lebaran. Maya dan Dilla menghabiskan malam di La Ganbatei bersama Dea, Sera, dan Lily,menikmati suasana ibu kota yang cukup lenggang.
Bersambung
Maya duduk di barisan meja bar La GanBaTei sambil menikmati ice blue tea-nya. Matanya fokus pada televisi yang sedang menyaksikan tayangan gosip lokal yang diputar, berita tentang boyband remaja yang kini sedang trend dan naik daun. Sesaat kemudian dia melirik seorang pria yang memakai dress chiffon biru muda, rok putih selutut, wig hitam sebahu dan kacamata hitam. Kulitnya yang putih dan wajah good looking cukup menarik beberapa tamu yang memang beberapa diantara mereka adalah “Predator” sejenis. Setelah beberapa bulan buka La Ganbatei semakin terkenal sebagai cafe komunitas Waria dan Gay. Walau Cuma promosi mulut ke mulut oleh Anna dan Lily tapi mereka sudah mulai memiliki pelanggan tetap. “kamu nekad ya Ge, pulang dari latihan langsung pnampilan kayak gini, ga takut kalau nanti fans kamu liat?”
“Justru biar mereka engga kenal makanya aku penampilan kayak gini”. Waria yang dipanggil Ge itu langsung menikmati minuman Ice Cappucino yang di pesannya. “Lo kan trainer dance gua, boleh dong gua skali-kali minta tolong buat ngeback-up gua”
“Heh, lu kira gua bodyguard lu apa!?” Maya lalu memandang sekeliling dan matanya tertuju pada salah seorang yang memakai kostum maid ala era victoria dengan rambut panjang sedada, yang di ikat ke belakang, terlihat kemeja nya sedikit ketat, menunjukkan sedikit lekuk dadanya yang tidak terlalu besar. Dengan siulan kecil orang yang terlihat sexy dan cukup tinggi untuk postur seorang wanita ini menghampiri Maya.
“Heh, banci, lu apaan sih manggil-manggil, gak liat gwa lagi sibuk apa” ucap Lily sambil mengambil posisi duduk di samping Maya.
“Nah kamu kalo butuh bodyguard calling dia aja.” Ucap maya sambil melirik ke arah Lily yang meletakkan beberapa bon orderan ke meja bar yang disambut oleh sera.
“Halo, Lily” ucap lilly sambil memberikan salam perkenalannya.
“Gino” pria yang keliatan cantik dengan setelan dress nya ini memperkenalkan diri.
“Gino? Masa udah anggun gini nama gak diganti sih” Maya hampir ketawa mendengar namanya yang tidak diubah.
“Suka-suka gue dong,masalah buat loch?”.
“Gino kenal dimana sama drag ini?” tanya Lily, yang disambut mata maya yang berputar kearahnya.
“Owh, dia instruktur aku di studio” ucap Gino ramah.
“Tapi kamu cantik banget deh say, pantesan beberapa customer fokusnya ke arah sini” ucap lilly. Maya pun ikut-ikutan memperhatikan sekeliling.
“Ly, kamu kenal yang arah jam 4” ucap maya.
Lily yang sedari tadi duduk dngan pandangan ke arah costumer-costumer nya pun melirik ke arah yang di tuju, mencoba untuk tidak terlalu mencolok. “kenal, not a good man”
“I Knew it, dari tadi dia merhatiin kemari terus” maya memainkan sedotannya. “aku pernah liat dia di beberapa club tempat aku biasa kerja, sering deketin waria-waria yang lagi nongkrong”.
“Well kata mom sih dia predator yang harus di hindari, sebelumnya dia juga pernah kemari. Mom juga bilang dia ikut beberapa LSM Gay dan Waria Cuma buat ngincer waria-waria muda”
“Parah tu orang”.
“Jangan bilang dia ngincar gua”. Ucap Gino mendengar pembicaraan lily dan maya.
“Jangan khawatir gin, engga akan kok”
“Kalo dia macam-macam di tempat gua paling gua buat cacat”.
“Kalo aku aja yang buat dia cacat gimana?” ucapan Maya mengartikan sesuatu bagi Lily. Baginya ada isyarat tertentu dari kata-kata Maya.
“Yah boleh aja, tapi untuk pesta begituan gua pastikan gua ada ambil bagian”
Reff lagu Trouble is a friend dari Lenka terdengar dari Handphone di depan Gino, yang dengan sigap di angkat pemiliknya. “Halo beib? Udah di depan? Tunggu ya, aku keluar bentar” Gee menutup teleponnya, kemudian mengambil dompet dari hand bag nya. Dan meletakkan handphonenya ke tas nya.
“Udah aku aja yang traktir kali ini” ucap maya.
“Thanks coach” sebuah kecupan mendarat dengan cepat di pipi Maya. “lain kali gua yang traktir. See you Ly” sambil melambaikan tangan dan bergerak menuju parkiran.
“Bye...” ucap lily yang melambai tangan ke Gee. “May, lu kenal dimana si Gino? Kok wajahnya engga asing ya?”
“Sini” jari telunjukknya memanggil Lily untuk lebih mendekat. Maya memberi sebuah ear phone yang disambungkan ke hape nya. Sebuah Lagu boyband yang sedang happening beberapa minggu ini.
Mata lily melotot seperti ada sentakan tiba-tiba dari suara earphone yang keluar. “Serius, lu? Dia Gee kan? Membernya Jelly Boys?”.
“Lagi undercover tadi, biasa hindari wartawan, ada rencana date sama cowoknya katanya”.
“Udah gua duga dia gay, abis diantara yang lain dia gayanya agak beda sih”
“Lebih ‘luwes’ iya”
“Berarti sekarang lu coach JellyBoys?” untuk pertama kali lilly mengakui kekagumannya pada Maya. Baginya selama ini Maya hanya Drag Queen yang bekerja sebagai dancer di night club. Pengintaiannya terhadap maya selama ini hanya mengetahui kemana saja Maya tanpa tau aktifitas maya.
“Hei.....” Dila tiba bersama dea bersamaan. “tumben kompak?”
“Gimana? Jalan-jalannya?” tanya Maya pada Dilla dan Dea.
“Gila, nemenin temen lu tu ngerepotin ya, kemana-mana Cuma naik transportasi umum dan jalan kaki, ke pasar Cipadu Cuma buat beberapa meter kain, keliling butik-butik mewah, Cuma buat foto-foto doang”. Maya, Lily, dan Dilla Cuma senyum melihat eksressi protes Dea. Sejujurnya Dea engga tau kebiasaan Dilla yang lebih nyaman dengan kendaraan umum dan jalan kaki. Jika ada yang bertanya alasannya, Dilla akan jawab karena, murah, sehat, dan karena manusia itu unik. Buat Dilla dalam transportasi umum engga akan membosankan hanya melihat ekspresi, dan gaya mereka. Pejalan kaki adalah kasta tertinggi jalanan.
“Ser, ada sesuatu yang segar dan bisa balikin stamina temen kamu engga? Kalo aku sperti biasa” pesan Dilla ke Serra yang sibuk dengan beberapa orderan di meja bar nya.
“baru mandi de?” Lily menggoda Dea yang terlihat kusut dari wajah sampai sheer dressnya yang basah karena keringat, bahkan menembus pakaian dalamnya.
“kamu belum rasa ya, jalan sama Dilla bulan puasa kemarin” ucap Maya pada Dea. Lily, Maya dan Sera pernah menemani Dea, hanya Dea yang mengeluh. Semua sudah terbiasa dengan hidup jalanan.
“Lagian lu juga perlu olah raga kali De” kata Sera menyerahkan segelas Ice Honey Lemon Tea kepada Dea, dan segelas hot LATTE yang dihiasi dengan Latte art nya.
“oh iya, Li, May, nih” dilla mengeluarkan dua buah amplop kecil dari tas ransel hitamnya. “THR buat kalian, thanks udah jadi model dadakan kemarin”.
“Thanks, oh iya, kmarin gua baru cek ke blog lu. Viewer lu kayaknya nambah terus” sambung Lily.
“Ia, lumayan, ada beberapa pesanan khusus buat lebaran kemarin, jadi aku bisa dapat dana lebih selain dari masukan butik Shella”.
“So? Kok aku engga di ajak? Trus THR buat ku mana?” dea memotong obrolan mereka.
“Lu kan udah dapet THR dari Mom? Masak mau dapet lagi” potong sera di sela kesibukannya.
“Ya siapa tau rejeki kan engga apa-apa” goda Dea.
“Eh, Mami mana? Belum pulang?” tanya Dilla.
“Belum, masih mudik. Katanya besok atau lusa baru sampai kangen sama anaknya katanya” balas sera.
“lho? Mami punya anak?” Maya, dan Dilla seperti kaget, mereka yang merupakan penghuni baru belum terlalu banyak kenal tentang pribadi-pribadi penghuni lain.
“iya,tinggal sama keluarga istrinya kalo engga salah” balas Lilly.
“So? Kamu engga mudik Li?” tanya maya.
“Engga” kali ini Lily dan Dea saling berpandangan. “beberapa keluarga belum bisa menerima keadaan perubahan anaknya yang dianggap ‘bertentangan’” Lilly memandang dea yang nasibnya sama dengan dirinya. “tapi minggu depan gwa bakal ke Bandung, biasa jenguk papi, dan lebaran ke tempat Abang gwa.”
“So? Kalian kenapa engga pulang?” tanya dea kali ini.
Kali ini Maya dan Dilla saling bertatapan dengan senyum. “Orang sumatra itu perantau, kami pantang pulang sebelum hidup tenang, Kami buronan” ucap dengan nada canda.
“lagian, kalo aku pulang bakalan ada yang nyari aku, kayak maya bilang. Kami buronan”.
Malam itu di minggu pertama setelah lebaran. Maya dan Dilla menghabiskan malam di La Ganbatei bersama Dea, Sera, dan Lily,menikmati suasana ibu kota yang cukup lenggang.
Bersambung
Diubah oleh Travestron 19-08-2014 19:23
0