- Beranda
- Stories from the Heart
THIS IS SO GRAY
...
TS
akelhaha
THIS IS SO GRAY
Spoiler for Intro:
INTRODUCTION
"Well, you know, life started with good things, your mama fed you, smiled
at you. Your papa played with you. Or, maybe some of us were having another
scene, like your mama just left you on your bed when you were crying, and
your papa? He left the house. But, you can't decide their life in the
future by looking at their childhood. No, man. They have their life, not
their parents'. They decide everything, even their future." –Anggina
***
"Alat musik gitar dimainkan dengan cara di petik, suling dimainkan dengan
cara di tiup..." Terdengar suara Augray yang sedang belajar kesenian.
"Sedang apa nak?" Tanya sang mama.
"Besok ulangan kesenian, ma." Jawab Augray yang pada saat itu masih duduk
di kelas 2 Sekolah Dasar.
"Kalau belajar terus nilainya bisa bagus dong ya?" Tanya mama yang hanya di
jawab Augray dengan senyuman.
***
Terdengar suara tamparan kuat dari ruang keluarga, dan terdengar suara
tangisan yang keluar dari mulut seorang bocah berusia 8 tahun. Televisi
menyala dan bervolume keras sekali, tapi seakan suara Televisi tersebut
kalah dengan tangisannya.
"Sabu! Kalau aku bilang cuci piring, cuci baju, dan mengepel rumah tolong
diturutin dong!!! Kamu gak punya telinga atau gak sayang mama? Kalau aku
tampar, kamu baru beri respon!" Teriak seorang ibu setelah menampar anaknya.
"Sabu ingin menonton kartun ma, Sabu sudah bosan setiap hari sehabis
sekolah mengerjakan semua pekerjaan dirumah. Sabu tidak sempat belajar
juga, apalagi kalau Sabu melihat mama sedang nonton TV dan tertawa, Sabu
juga ingin, ma." Jawab Sabu sambil menangis.
"Heh?! Ngejawab lagi! Ngerjain pekerjaan rumah tuh gak seberapa daripada
waktu aku mau melahirkan kamu ya! RASANYA HAMPIR MATI! Aku sama bapakmu
yang kurang ajar itu menamai kamu Sabu karena kami pikir kamu akan membuat
kami bahagia seperti sabu-sabu yang waktu itu suka kami konsumsi, sekarang?
KAMU CUMA BIKIN SUSAH!" Omel mamanya dengan nada tinggi sambil pergi
meninggalkan Sabu yang sedang menangis, sendirian.
***
17 tahun kemudian...
"Damn, man! Why do you work in here? I mean, you're so good looking to be a
cleaning service." Merupakan ucapan yang terlontar ketika Augray mendapati
salah satu cleaning servicenya di dalam kantornya, sedang membersihkan
lantai, sofa, dan meja. Percakapan monolog Augray terdengar cukup kuat di
ruang kantornya tersebut.
"Excuse me, sir. I am not good looking as you are. Thank you for letting me
have this job, it means a lot to me." Jawab sang cleaning service kepada
Augray.
Kontan Augray pun ternganga kemudian berkata, "Are you really my cleaning
service person? Your English is good. Pretty good. Your pronunciation and
the way you talking to me, the tone."
"I am. I learned it from movies I watched and from music I always hear. Saya
sekolah hanya sampai SMA kelas 2, pak. Saya belajar hanya sekedarnya, tapi
Alhamdulillah nilai saya tak pernah gagal. Termasuk bahasa asing." Jawab
sang cleaning service.
Augray pun mengangguk sambil keheranan. "Ok, nama kamu siapa? Memangnya gak ada
pekerjaan lain yang kamu bisa ambil di kantor ini?"
"Saya Sabu, pak. Zassabu Fattir. Saya tidak mengambil pekerjaan lain karena
saya tidak lulus SMA, tidak ada yang mau menerima saya jika saya melamar
pekerjaan yang lebih tinggi lagi dari pekerjaan ini pak, paling saya bisa
jadi office boy dan cleaning service, pak." Jawab Sabu.
Augray pun tersenyum, "Hey, I like you. Let's hangout sometime and talk
about things. Kalau sekarang kita kerjakan dulu pekerjaan masing-masing ya.
Bagaimana kalau sehabis Maghrib, saya dan kamu off, lalu kita pergi makan
malam bareng? Like a close friend?"
"Maaf, pak. Tapi nanti yang lain..." Jawab Sabu yang langsung di potong
Augray dengan, "Alah, sudah jangan dengarkan yang lain. My office, I decide.
"
Sabu hanya terdiam menandakan setuju, dan Augray terus tersenyum kagum
melihat Sabu yang pintar. Ya, Augray sangat senang sekali melihat
orang-orang yang pintar. Semasa sekolah dan kuliahnya dulu, teman-temannya
semua pintar. Pintar dalam pelajaran maupun pergaulan, maksudnya pintar
menjadi seperti sosok malaikat padahal dirinya sendiri... ya hanya Tuhan
yang bisa menilai.
Augray selalu saja pergi ke club-club malam, minum minuman beralkohol.
Sholat? Augray lupa akan hal itu. Ada satu hal yang di rahasiakan Augray
dari orang tuanya, Augray adalah seorang DJ, dengan nama panggung Kogreya.
Sebenarnya untuk sukses dengan meneruskan usaha ayahnya, ini adalah pilihan
orang tuanya. Sedangkan Augray? Dia bercita-cita ingin menjadi seseorang
yang bisa menghibur orang lain, termasuk nge-DJ.
Lain halnya dengan Sabu, dia memiliki banyak pilihan dalam hidupnya, dana?
Dia tak punya. Ingin sekali dia membuka usaha sehingga dia dapat
melanjutkan sekolahnya, tapi dana? Hanya cukup untuk keperluan sehari-hari.
Orang tuanya? Meninggalkannya semenjak dia mulai memasuki masa SMA.
Sebelumnya ane minta izin naro titipan temen buat om mod dan om min sekalian, juga buat temen temen kaskuser di sini.
THIS IS SO GRAY

Angginanggi
Fiksi remaja
*Maaf kalo berantakan, next bakal ane rapihin deh
Spoiler for INDEKS:
Diubah oleh akelhaha 08-12-2014 18:19
anasabila memberi reputasi
1
7.6K
Kutip
69
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
akelhaha
#49
Spoiler for PART XV:
MULAI KEMBALI
Augray memandangi gelas scotchnya. Sesekali dia juga bergumam tidak jelas dan mengucapkan
nama Shaulia, dia tertawa sendiri, dan kemudian terhenti karena lamunan. Tak lama setelah itu,
dia mulai merogoh sakunya, dan mengeluarkan sesuatu.
Kotak cincin. Kotak cincin yang ingin dia berikan kepada Shaulia setelah perayaan kenaikan
jabatan Sabu dulu, saat Giesta mendadak pergi dan semuanya menjadi keruh. Kotak cincin yang
dipersiapkannya untuk Shaulia, sebuah kejutan untuk Shaulia. Akan tetapi cincin tersebut tidak
jadi dia berikan, karena setelah kejadian itu, Augray sedikit berfikir kembali karena dia merasa
janggal dengan semua kejadian pada hari itu.
Suasana di Club 'Z' tempat Augray bekerja tidak segembira biasanya, bagi Augray. Dia hanya
terdiam, duduk, meminum gelas demi gelas 'Johnnie Walker'nya, tersenyum memandangi kotak
cincin yang dia bawa. Dikeluarkannya cincin tersebut, dan kembali tersenyum. Kemudian di
masukkannya cincin tersebut ke dalam gelas minumannya, dan berkata "Sha, Sha, Sha... Aku
harus benci kamu, atau ayahku? Kamu senang saat berdua dengan ayahku, atau denganku?
Kamu cinta aku, atau ayahku? Atau ayah-ayah yang lain?" Kemudian tertawa. "Sha, kamu
membuatku benci dengan ayah dan ibuku sendiri. Sha... mama, aku jadi lebih mengenal dia yang
suka menjelek-jelekkan orang yang derajatnya di bawah dia, dan dia sangat menyukai uang.
Ayah, Sha... ayah. Ternyata..." Kemudian dia menangis.
Pada saat yang sama, Sabu yang menunggu Augray merasa tidak tenang. Sekarang sudah pukul
3 pagi, dia seharusnya sudah pulang. Katanya dalam hati. Kejadian yang berturut-turut menimpa
Augray, membuat Sabu mengerti kondisi Augray bahwa dia sedang sangat terpuruk. Dia tidak
bisa meninggalkan Augray sendirian, karena dia mengerti perasaan sendiri. Sendiri itu tidak
enak, apalagi dibebani dengan masalah yang terus datang. Kemudian dia memutuskan untuk
menyusul Augray ke tempatnya bekerja.
Sesampainya disana, setelah bertanya dengan beberapa orang yang bekerja di sana, dia akhirnya
menemukan Augray sedang tertidur di sofa pojok club tersebut dengan memegang segelas scotch
yang berisi cincin.
"GRAY, BANGUN GRAY!" Teriak Sabu, karena suara musik yang besar membuat Sabu
merasa dia kehilangan suaranya. Kemudian di tamparnya wajah Augray. "WOY, BANGUN!
BALIK!" Katanya lagi.
Augray pun bangun dan memeluk Sabu, tersenyum. Sabu tidak perduli dengan tingkah Augray
tersebut, dia mengambil cincin dari dalam gelas yang di pegang Sabu. Kemudian pergi keluar
membopongnya, pulang.
***
"Sudah bangun, Gray?" Kata Sabu kepada Augray yang beranjak ke dapur untuk mengambil
minum siang itu. "Pas banget, nih saya lagi siapin makan. Yuk makan sama-sama?" Katanya
lagi.
Sabu sangat merasa tidak enak dengan Augray, bukan karena semua masalah dia, akan tetapi
perihal perasaannya kepada Shaulia. Hari itu ketika Giesta menyuruhnya untuk ke rumah Shaulia
agar berterus terang saja tentang perasaannya tidak di lakukannya. Sore saat hari itu, ketika
dia sudah sampai di depan rumah Shaulia, dia mengurungkan niatnya untuk berterus terang
karena dia merasa tidak pantas, bukan waktu yang tepat. Sabu hanya datang ke rumah Shaulia,
dan menanyakan kabarnya. Setelah itu dia kembali ke rumahnya. Hal inilah yang dia pikirkan,
membuat dia merasa tidak enak dengan Augray. Kalau saya berterus terang kepada Shaulia
mengenai perasaan saya, pasti akan menjadi satu masalah baru bagi Augray. Pikirnya dalam
hati.
"Lo jemput gue ya kemarin? Ah, konyol..." Jawab Augray.
"Makan aja dulu, nanti kita bahas sambil makan ya." Kata Sabu dan kemudian mereka makan.
Pada saat makan siang berlangsung, Sabu mulai bercerita mengenai Augray yang tidak sadarkan
diri akibat minuman beralkohol dan bercerita juga tentang cincin di dalam gelas alkohol tersebut.
Kemudian Augray pun mulai bercerita mengenai kepenatannya tadi malam.
"Kamu kan ada saya, Gray. Ada Tuhan juga. Kalau ada masalah, bisa cerita ke Tuhan atau ke
saya. Jangan malah jadi ke hal yang negatif. Saya kan teman kamu, teman kan harus saling
bantu. Jadi kamu benar sayang dengan Shaulia? Karena itu?" Kata Sabu kepada Augray. Saat dia
mengatakan hal ini kepada Augray, Sabu sudah sadar betul bahwa dia sudah harus pasrah apa
pun jawaban Augray. Dia juga bisa menerima apabila dia tidak mungkin bisa bersama dengan
Shaulia, wanita yang dia idam-idamkan sejak dahulu.
"Gue sayang sama Shaulia, tapi gue nggak bisa, Sab. Lo tahu kan bokap sama dia udah ngapain?
Ngapain?! Stress gue. Kejadian yang sudah-sudah membuat gue meragukan sayang gue ke dia.
Apalagi di tambah dengan kenyataan yang sebenarnya gue rahasiakan ke elo dari dulu." Jawab
Augray kepada Sabu.
Sambil mengernyitkan kening seolah-olah sedang berpikir, Sabu pun bertanya "Kenyataan apa?"
"Kenyataan hati, Sab. Sebenarnya, ada cewek lain yang gue suka. Ok, gini... gue sayang sama
Shaulia karena pada dasarnya dia yang pertama kali gue suka, dia yang gue perjuangkan.
Akibatnya, gue sayang sama dia karena gengsi gue sendiri. Ya, namanya sama-sama sayang sih
meskipun karena gengsi, kalau nggak sayang ya mana mungkin lah gue bisa se-desperate pagi
buta tadi kan? Tapi cewek yang satu ini, mau sesayang apa pun gue sama Shaulia, dia selalu ada
tersempil di pikiran gue. Apa gue memang nggak benar-benar sayang sama Shaulia ya, Sab?"
Jelas Augray.
"Yang namanya sayang itu tanpa alasan, setahu saya ya. Mungkin bisa jadi karena kamu sering
bersama dengan Shaulia makanya timbul rasa sayang. Kalau dengan cewek yang kamu ceritakan
dengan Shaulia, mungkin bisa jadi dia yang kamu sayang selama ini dengan tulus. Bukan karena
kebersamaan atau alasan gengsi, akan tetapi ya memang sayang. Kalau saya boleh tahu, siapa
memangnya cewek itu, Gray?" Jawab Sabu.
Augray pun menceritakan mengenai siapa sebenarnya wanita yang dia sukai selain Shaulia, dan
mulai kapan dia menyukai wanita itu padahal dia tidak pernah dekat layaknya sedang kasmaran
dengan wanita tersebut.
***
Masih siang yang sama...
Giesta datang ke rumah Shaulia, dia merasa sangat rindu dengan Shaulia dan ingin
menghabiskan waktu bersama dengan Shaulia hari ini. Seperti biasa, begitu sampai rumah
Shaulia, dia langsung masuk saja seperti layaknya rumah sendiri. Dia mencari-cari Shaulia ke
kamarnya, lalu ke dapur, akan tetapi Shaulia tidak disitu. Kemudian dia mencari ke halaman
belakang. Dia melihat Shaulia disitu, sedang duduk termenung menghadap ke arah kolam renang
rumahnya yang di kelilingi taman milikinya.
"Shaulia!" Sapa Giesta dari kejauhan.
Shaulia langsung menengok ke arah Giesta, tersenyum. "Hai, Ta! Ada apa kemari?" Tanyanya.
"Kangen!" Di peluknya tubuh sahabatnya itu ketika dia sudah sampai di tempat Shaulia sedang
duduk termenung. "Kamu apa kabar?" Tanyanya.
"Alhamdulillah aku baik, Ta. Kamu bagaimana?" Tanya Shaulia kembali.
Bukannya menjawab, Giesta malah langsung membahas mengenai hal lain. "Eh iya. Kemarin
Sabu jadi kemari?"
"Jadi, Ta. Ada apa memangnya?" Jawab Shaulia keheranan.
"Kamu jawab apa? Perasaannya?" Tanya Giesta.
"Perasaan apaan sih, Ta? Dia kesini untuk menanyakan kabar aku kok. Terus ngobrol basa basi
sebentar, dia balik deh." Jawab Shaulia.
"Oh, aku kira kamu disini duduk lagi ngelamunin Sabu." Jawabnya sambil agak kecewa.
Shaulia bingung. "Ada apa sih?" Tanyanya kemudian.
"Nothing!" Jawab Giesta.
Kemudian Giesta mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Lebih ke arah menceritakan
hubungannya dengan Sabu, dan mengenai perasaannya yang di bawa oleh Ren. Entah mengapa
pada saat Giesta bercerita mengenai Ren, dia menitikkan air mata. Shaulia merasa sangat terharu
dibuatnya. Ren merupakan sosok lelaki yang meskipun pemalu, akan tetapi romantis. Aku kalau
jadi Giesta juga mungkin akan jatuh cinta, pikirnya dalam hati.
"Sudah, kamu jangan sedih lagi. Namanya juga kehidupan, ya... seperti sekarang ini. Selesai
yang satu, muncul lagi yang lainnya. Kita harus kuat, Tuhan sedang menyaksikan dan menilai.
Lagi pula, aku yakin kok bahwa Tuhan selalu bersama kita. Jadi, kalau kita sedih kita pasti
dibantu." Hibur Shaulia kepada Giesta yang di jawab Giesta dengan senyuman dan pelukan.
Augray memandangi gelas scotchnya. Sesekali dia juga bergumam tidak jelas dan mengucapkan
nama Shaulia, dia tertawa sendiri, dan kemudian terhenti karena lamunan. Tak lama setelah itu,
dia mulai merogoh sakunya, dan mengeluarkan sesuatu.
Kotak cincin. Kotak cincin yang ingin dia berikan kepada Shaulia setelah perayaan kenaikan
jabatan Sabu dulu, saat Giesta mendadak pergi dan semuanya menjadi keruh. Kotak cincin yang
dipersiapkannya untuk Shaulia, sebuah kejutan untuk Shaulia. Akan tetapi cincin tersebut tidak
jadi dia berikan, karena setelah kejadian itu, Augray sedikit berfikir kembali karena dia merasa
janggal dengan semua kejadian pada hari itu.
Suasana di Club 'Z' tempat Augray bekerja tidak segembira biasanya, bagi Augray. Dia hanya
terdiam, duduk, meminum gelas demi gelas 'Johnnie Walker'nya, tersenyum memandangi kotak
cincin yang dia bawa. Dikeluarkannya cincin tersebut, dan kembali tersenyum. Kemudian di
masukkannya cincin tersebut ke dalam gelas minumannya, dan berkata "Sha, Sha, Sha... Aku
harus benci kamu, atau ayahku? Kamu senang saat berdua dengan ayahku, atau denganku?
Kamu cinta aku, atau ayahku? Atau ayah-ayah yang lain?" Kemudian tertawa. "Sha, kamu
membuatku benci dengan ayah dan ibuku sendiri. Sha... mama, aku jadi lebih mengenal dia yang
suka menjelek-jelekkan orang yang derajatnya di bawah dia, dan dia sangat menyukai uang.
Ayah, Sha... ayah. Ternyata..." Kemudian dia menangis.
Pada saat yang sama, Sabu yang menunggu Augray merasa tidak tenang. Sekarang sudah pukul
3 pagi, dia seharusnya sudah pulang. Katanya dalam hati. Kejadian yang berturut-turut menimpa
Augray, membuat Sabu mengerti kondisi Augray bahwa dia sedang sangat terpuruk. Dia tidak
bisa meninggalkan Augray sendirian, karena dia mengerti perasaan sendiri. Sendiri itu tidak
enak, apalagi dibebani dengan masalah yang terus datang. Kemudian dia memutuskan untuk
menyusul Augray ke tempatnya bekerja.
Sesampainya disana, setelah bertanya dengan beberapa orang yang bekerja di sana, dia akhirnya
menemukan Augray sedang tertidur di sofa pojok club tersebut dengan memegang segelas scotch
yang berisi cincin.
"GRAY, BANGUN GRAY!" Teriak Sabu, karena suara musik yang besar membuat Sabu
merasa dia kehilangan suaranya. Kemudian di tamparnya wajah Augray. "WOY, BANGUN!
BALIK!" Katanya lagi.
Augray pun bangun dan memeluk Sabu, tersenyum. Sabu tidak perduli dengan tingkah Augray
tersebut, dia mengambil cincin dari dalam gelas yang di pegang Sabu. Kemudian pergi keluar
membopongnya, pulang.
***
"Sudah bangun, Gray?" Kata Sabu kepada Augray yang beranjak ke dapur untuk mengambil
minum siang itu. "Pas banget, nih saya lagi siapin makan. Yuk makan sama-sama?" Katanya
lagi.
Sabu sangat merasa tidak enak dengan Augray, bukan karena semua masalah dia, akan tetapi
perihal perasaannya kepada Shaulia. Hari itu ketika Giesta menyuruhnya untuk ke rumah Shaulia
agar berterus terang saja tentang perasaannya tidak di lakukannya. Sore saat hari itu, ketika
dia sudah sampai di depan rumah Shaulia, dia mengurungkan niatnya untuk berterus terang
karena dia merasa tidak pantas, bukan waktu yang tepat. Sabu hanya datang ke rumah Shaulia,
dan menanyakan kabarnya. Setelah itu dia kembali ke rumahnya. Hal inilah yang dia pikirkan,
membuat dia merasa tidak enak dengan Augray. Kalau saya berterus terang kepada Shaulia
mengenai perasaan saya, pasti akan menjadi satu masalah baru bagi Augray. Pikirnya dalam
hati.
"Lo jemput gue ya kemarin? Ah, konyol..." Jawab Augray.
"Makan aja dulu, nanti kita bahas sambil makan ya." Kata Sabu dan kemudian mereka makan.
Pada saat makan siang berlangsung, Sabu mulai bercerita mengenai Augray yang tidak sadarkan
diri akibat minuman beralkohol dan bercerita juga tentang cincin di dalam gelas alkohol tersebut.
Kemudian Augray pun mulai bercerita mengenai kepenatannya tadi malam.
"Kamu kan ada saya, Gray. Ada Tuhan juga. Kalau ada masalah, bisa cerita ke Tuhan atau ke
saya. Jangan malah jadi ke hal yang negatif. Saya kan teman kamu, teman kan harus saling
bantu. Jadi kamu benar sayang dengan Shaulia? Karena itu?" Kata Sabu kepada Augray. Saat dia
mengatakan hal ini kepada Augray, Sabu sudah sadar betul bahwa dia sudah harus pasrah apa
pun jawaban Augray. Dia juga bisa menerima apabila dia tidak mungkin bisa bersama dengan
Shaulia, wanita yang dia idam-idamkan sejak dahulu.
"Gue sayang sama Shaulia, tapi gue nggak bisa, Sab. Lo tahu kan bokap sama dia udah ngapain?
Ngapain?! Stress gue. Kejadian yang sudah-sudah membuat gue meragukan sayang gue ke dia.
Apalagi di tambah dengan kenyataan yang sebenarnya gue rahasiakan ke elo dari dulu." Jawab
Augray kepada Sabu.
Sambil mengernyitkan kening seolah-olah sedang berpikir, Sabu pun bertanya "Kenyataan apa?"
"Kenyataan hati, Sab. Sebenarnya, ada cewek lain yang gue suka. Ok, gini... gue sayang sama
Shaulia karena pada dasarnya dia yang pertama kali gue suka, dia yang gue perjuangkan.
Akibatnya, gue sayang sama dia karena gengsi gue sendiri. Ya, namanya sama-sama sayang sih
meskipun karena gengsi, kalau nggak sayang ya mana mungkin lah gue bisa se-desperate pagi
buta tadi kan? Tapi cewek yang satu ini, mau sesayang apa pun gue sama Shaulia, dia selalu ada
tersempil di pikiran gue. Apa gue memang nggak benar-benar sayang sama Shaulia ya, Sab?"
Jelas Augray.
"Yang namanya sayang itu tanpa alasan, setahu saya ya. Mungkin bisa jadi karena kamu sering
bersama dengan Shaulia makanya timbul rasa sayang. Kalau dengan cewek yang kamu ceritakan
dengan Shaulia, mungkin bisa jadi dia yang kamu sayang selama ini dengan tulus. Bukan karena
kebersamaan atau alasan gengsi, akan tetapi ya memang sayang. Kalau saya boleh tahu, siapa
memangnya cewek itu, Gray?" Jawab Sabu.
Augray pun menceritakan mengenai siapa sebenarnya wanita yang dia sukai selain Shaulia, dan
mulai kapan dia menyukai wanita itu padahal dia tidak pernah dekat layaknya sedang kasmaran
dengan wanita tersebut.
***
Masih siang yang sama...
Giesta datang ke rumah Shaulia, dia merasa sangat rindu dengan Shaulia dan ingin
menghabiskan waktu bersama dengan Shaulia hari ini. Seperti biasa, begitu sampai rumah
Shaulia, dia langsung masuk saja seperti layaknya rumah sendiri. Dia mencari-cari Shaulia ke
kamarnya, lalu ke dapur, akan tetapi Shaulia tidak disitu. Kemudian dia mencari ke halaman
belakang. Dia melihat Shaulia disitu, sedang duduk termenung menghadap ke arah kolam renang
rumahnya yang di kelilingi taman milikinya.
"Shaulia!" Sapa Giesta dari kejauhan.
Shaulia langsung menengok ke arah Giesta, tersenyum. "Hai, Ta! Ada apa kemari?" Tanyanya.
"Kangen!" Di peluknya tubuh sahabatnya itu ketika dia sudah sampai di tempat Shaulia sedang
duduk termenung. "Kamu apa kabar?" Tanyanya.
"Alhamdulillah aku baik, Ta. Kamu bagaimana?" Tanya Shaulia kembali.
Bukannya menjawab, Giesta malah langsung membahas mengenai hal lain. "Eh iya. Kemarin
Sabu jadi kemari?"
"Jadi, Ta. Ada apa memangnya?" Jawab Shaulia keheranan.
"Kamu jawab apa? Perasaannya?" Tanya Giesta.
"Perasaan apaan sih, Ta? Dia kesini untuk menanyakan kabar aku kok. Terus ngobrol basa basi
sebentar, dia balik deh." Jawab Shaulia.
"Oh, aku kira kamu disini duduk lagi ngelamunin Sabu." Jawabnya sambil agak kecewa.
Shaulia bingung. "Ada apa sih?" Tanyanya kemudian.
"Nothing!" Jawab Giesta.
Kemudian Giesta mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Lebih ke arah menceritakan
hubungannya dengan Sabu, dan mengenai perasaannya yang di bawa oleh Ren. Entah mengapa
pada saat Giesta bercerita mengenai Ren, dia menitikkan air mata. Shaulia merasa sangat terharu
dibuatnya. Ren merupakan sosok lelaki yang meskipun pemalu, akan tetapi romantis. Aku kalau
jadi Giesta juga mungkin akan jatuh cinta, pikirnya dalam hati.
"Sudah, kamu jangan sedih lagi. Namanya juga kehidupan, ya... seperti sekarang ini. Selesai
yang satu, muncul lagi yang lainnya. Kita harus kuat, Tuhan sedang menyaksikan dan menilai.
Lagi pula, aku yakin kok bahwa Tuhan selalu bersama kita. Jadi, kalau kita sedih kita pasti
dibantu." Hibur Shaulia kepada Giesta yang di jawab Giesta dengan senyuman dan pelukan.
0
Kutip
Balas