Berawal dari thread di SFTH ini (sejak Juli 2014), cerita Petak Umpet Minako akan diterbitkan sebagai novel di toko-toko buku kesayangan Anda. Bagi Anda yang penasaran, silakan membaca cuplikan dua bab pertamanya di thread ini!
TS ngga bisa janji kalau cerita ini bakal menjadi cerita paling menarik yang bakal agan(wati) baca, tapi TS janji kalau cerita ini bakal berbedadari cerita-cerita horor lain yang pernah agan(wati) baca!
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/53d1c9c0de2cf2010f8b45a3/2/baS E N S O R--baron"]BAB I - Baron[/URL] BAB II - Kegilaan
Apabila agan(wati) sudah membaca cerita ini di kaskus sebelumnya, agan(wati) tetap bisa menikmati versi bukunya karena ada beberapa revisi di dalam cerita, terutama di bagian ending.
Original Posted By gopekski►gan, ane udah baca cerita ente. Pertama ane baca dari kaskus. Terus berhubung ane suka dan penasaran bgt, akhirnya ane buka lewat whatpadd.
Kalo boleh jujur ya, ini satu-satu nya cerita horror di sfth menurut ane sejauh ini yang bisa ngebuat pembacanya bener-bener masuk dan ikut alur cerita yang spooky nya dapet bgt!
Overall, bagus banget gan. Ane apresiasi cerita agan
Oiya untuk ending nya, ada beberapa yg mau ane PM in ya gan
Quote:
Original Posted By mambo mesum►kereeen, sejauh ini ane cuma sepintas baca artikel tentang hitori kakurenbo, baru ini ada yang bahas permainan ini dalam bentuk cerita
ditunggu update nya bro, super kentang nih
Quote:
Original Posted By gilangazhari►keren banget ceritany gan
semoga ga sering2 kentang aja terus updateny lancar ampe tamat
ga kayak cerita2 laen sering digantung
Quote:
Original Posted By kungguru►Update lg gan , ane suka dengan gaya penulisan agan, ane bantu rate ya
Quote:
Original Posted By miracleaspowerr►ceritanya keren gan banget gan. suasananya kena banget lah. cocok jadi penulis novel nih
saran dong buat yang udah baca sampe abis di wattpad , jangan spoiler atau nyeritain ending disini
Quote:
Original Posted By hantuabu2►Epic ceritanya
Ane suka sama pembawan character tokoh yg begitu kental
Quote:
Original Posted By green.vexia►sampe bela2in dunlud app watpad di playstore, gak tahan dikentangin dimari
endingnya absurd bener asli, 6 jam mantengin hp serasa masuk ke alur cerita
lanjot gan, keren tulisan ente:
Sinopsis
Serombongan muda-mudi mengunjungi gedung sekolah lama mereka untuk bernostalgia. Ketika seseorang di antara mereka mengusulkan sebuah permainan pemanggilan arwah, firasat Gaby mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi, sehingga dia menelepon kekasihnya - Baron - agar datang menjemput.
Dua jam berikutnya, Baron datang sendirian. Panggilan teleponnya tidak pernah terhubung, dan pesan Gaby terputus semenjak gadis itu mengatakan bahwa upacara telah dimulai. Sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, Baron masuk ke dalam sekolah, hanya membawa senter dan jas hujan.
Tentang Hitori Kakurenbo
Hitori Kakurenbo, atau disebut Hide and Seek Alone dalam bahasa Inggris, adalah sebuah permainan pemanggilan arwah ini berasal dari Jepang, sama seperti boneka Jelangkung, di mana permain harus mengurbankan bagian tubuhnya terlebih dahulu. Yang mengerikan dari ritual ini adalah, arwah yang dipanggil akan menggerakkan boneka dan mencari pemanggilnya.
Berikut adalah beberapa langkah pemanggilan dalam ritual Hitori Kakurenbo (pembaca tidak dianjurkan untuk melakukannya):
Aturan persiapan:
Keluarkan busa boneka, masukkan beras dan bagian tubuh, jahit boneka dengan benang merah,
Siapkan alat-alat yang menggunakan sinyal untuk mendeteksi keberadaan spirit,
Berikan nama pada boneka, letakkan di air,
Cari semua pemain. Terakhir, kembali ke tempat boneka, tusuk dan katakan, “Sekarang giliran kamu jaga.”
Jangan menengok ke belakang ketika berlari.
Aturan dasar:
Jangan meninggalkan area permainan,
Tampung air garam di mulut untuk melindungi diri,
Persembahkan bagian tubuh sebagai tanda untuk bergabung ke dalam permainan,
Batasi durasi permainan selama dua jam saja, semakin lama berlangsung semakin kuat kekuatan spirit dan tidak akan bisa diusir.
Aturan pembatalan:
Sembur boneka dengan air garam, katakan, “Kami yang menang,” sebanyak 3x,
Buang, lalu bakar boneka untuk melepaskan kembali spirit yang dipanggil.
Hari itu adalah Jumat. Tepatnya Jumat pukul 10.45 malam.
Di Ibu Kota, sebagian warga memilih menghabiskan waktu dengan mencari hiburan di bawah remang-remang dan di balik kegelapan malam seperti bar, klab disko, tepi jalan-jalan arteri, bioskop, atau tempat karaoke.
Lain halnya dengan Baron, laki-laki berusia 25 tahun ini terpaksa bertahan di hadapan meja kantornya selama 15 jam terakhir. Hamparan dokumen nyaris menutup notebook miliknya. Meskipun tampak tak beraturan, letak-letak dokumen tersebut memiliki makna tersendiri baginya, memberi petunjuk untuk menyelesaikan tugas Baron sebagai penyelidik di perusahaan asuransi.
Ketika bolpoin di tangannya terjatuh, Baron baru sadar bahwa selama lima menit ini dia hanya memutar-mutar benda tersebut di tangan tanpa tujuan. Ia membiarkan bolpoin tersebut tetap menggelinding menjauh darinya di atas karpet.
“Apa yang sedang kulakukan,” geram Baron letih, tangan kanannya otomatis mengusap wajah yang berminyak. Dia sudah menghabiskan waktu di sini terlalu lama, itu yang dia lakukan. Dan untuk apa? Tidak ada kemajuan setitik-pun yang diperolehnya selama dua jam terakhir. Klaim tersebut masih tampak sah, seperti pengakuan yang dibuat nenek itu pagi tadi di hadapan Baron dan Haris, atasan Baron.
Tetapi, tentu saja, seperti peringatan Haris: sebelum semua bukti terkumpul, pihak perusahaan harus tetap skeptis dan mencari kemungkinan penipuan dari klaim yang dibuat klien.
Tidak ada yang terlewat. Aku sudah selesai memeriksa semuanya sejak pagi.
Tapi itu bohong, kata suara lain di dalam kepalanya. Baron sadar ia terus-menerus menghindar dari keharusan untuk membaca berkas hasil pemeriksaan dokter yang tebalnya mencapai 50 halaman.
Haruskah aku membacanya? Kemungkinan untuk menemukan sesuatu di sini kecil sekali dibanding usahanya.
Baron terlonjak ketika Blackberry miliknya bergetar di samping meja. Baron mengambil benda tersebut dan membuka pesan yang masuk.
From: Gaby
“Kamu di mana, Ron? Reuninya sudah selesai. Kau lupa kita ada reuni SMA jam 8 tadi?”
Sebetulnya, Baron ingat betul tentang reuni tersebut. Acara reuni SMA ini sudah direncanakan sejak dua bulan lalu di sebuah grup WhatsApp khusus. Baron sudah menunggu-nunggu kesempatan bertemu lagi dengan kawan-kawan lamanya seperti Adam dan Samson. Walaupun demikian, seminggu terakhir ini Baron sadar kesempatan tersebut harus ditunda gara-gara tugas kantor yang menumpuk.
To: Gaby “Sori. Tunggu aku di sana, sebentar lagi kujemput.”
Sent.
Apa boleh buat, kata Baron dalam hati, tangannya bergerak mengumpulkan kertas-kertas seraya bangkit. Terpaksa dia membawa dan menyelesaikannya akhir minggu ini di apartemen. Gaby pasti akan jengkel karena Baron lagi-lagi gagal menyediakan waktu santai untuk mereka.
Kalau kujelaskan baik-baik..
Dia akan tetap marah, pikir Baron lesu. Dirinya sudah membatalkan janji jalan-jalan terlalu banyak di bulan ini. Baron tahu dia terlalu ambisius belakangan. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupannya semakin terganggu semenjak dia mendapatkan kenaikan jabatan.
Setelah membilas wajahnya di toilet, Baron berjalan cepat menuju koridor elevator yang gelap. Saat itu dia tinggal sendiri di lantai gedung tersebut, semua karyawan sudah kembali sehingga lampu-lampu dimatikan. Baru sedetik ia menekan tombol panggil elevator, teleponnya berdering.
Baron mengepit tas kerjanya, mengeluarkan HP. “Halo, Gaby?”
“Kamu di mana?” tuntut suara Gaby dari telepon. “Pestanya sudah selesai barusan. Semuanya mencari kamu.”
“Aku... masih di kantor, aku segera ke sana sekarang. Tidak akan lama,” kata Baron cepat, berharap dengan demikian Gaby tidak akan sempat mencecarnya lebih lama. Dari ujung sana, Baron bisa mendengar gadis itu mendesah kecewa.
“Tunggu.. tunggu dulu –” Baron mendengar Gaby berbicara dengan seorang laki-laki di tengah riuhnya percakapan. Dugaan Baron mereka masih berkumpul dan belum bubar sepenuhnya. “Kurasa yang lain masih ingin lanjut.. oh, nanti kutelepon lagi kalau kami jadi mencari tempat lain.”
Baron melirik arlojinya. Pukul 10.53. “Sekarang sudah hampir tengah malam,” protes Baron, “Aku harus mengantarmu pulang. Aku tidak mau dimarahi orangtua-mu lagi.”
Part II
Spoiler for Part II:
Suara tawa Gaby menenangkan Baron. “Oh, ayolah. Aku sudah izin pulang lebih larut khusus untuk malam ini. Kau belum bertemu Adam, kan? Oh, kau juga harus melihat Tiara. Dia cantik sekali sekarang. Terus, terus ...”
“Aku berangkat sekarang, tulis saja kalian akan ke mana,” kata Baron. Elevator yang ditunggu akhirnya datang bersama bunyi denting lembut. “Sudah, ya.”
“Dahh..” balas Gaby. Baron melangkah masuk menembus cahaya terang elevator. Tak lama kemudian, lift itu meluncur turun dalam laju yang mulus.
Sebelumnya Baron tidak sempat mengamati dirinya di kaca toilet. Sekarang ia melihat bayangannya sendiri di pantulan pintu kaca elevator. Seorang pemuda jangkung namun letih balas memandangnya, mengenakan kemeja biru, celana bahan hitam, dan sepatu pantofel. Rambutnya hitam pendek dan lurus, tipikal karyawan korporat. Di bawah bola matanya yang hitam terdapat lingkaran-lingkaran gelap akibat defisiensi tidur selama berminggu-minggu.
Baron menaikkan kerah kemeja birunya, mengendurkan simpul dasi dan membuka satu kancing agar bisa bernapas lega.
Aku harus beralih profesi, batin Baron. Bukan baru-baru ini saja ia berpikir demikian. Ia sudah merasa tidak cocok dengan pekerjaan semacam ini ayah Gaby membantu Baron mendapatkan pekerjaan ini. Tetapi Baron tidak punya pilihan lain. Dia merasa harus menunjukkan kepada orangtua Gaby bahwa ia sanggup mencari pendapatan tetap sebelum melamar gadis tersebut. Pekerjaan Baron sebelumnya sebagai event organizer kecil-kecilan tidak memberikan peluang yang diharapkan.
“Suatu saat akan kubuktikan,” kata Baron keras. Kemudian dia merasa malu sendiri mendengar suaranya bergaung di dalam elevator.
Di lapangan parkir kantor, telepon Baron kembali bergetar. Ia membaca pesan baru dari Gaby.
From: Gaby
“Reuninya dilanjutkan ke gedung SMA kita. Vindha mengusulkan sesuatu yang aneh. Dia bilang dia mempelajarinya dari seorang pakar di Jepang. Tapi aku agak takut mendengarnya.... Aku hanya akan melihat-lihat sebentar bersama anak-anak kemudian pulang begitu kamu datang.”
Sesuatu yang seru? Vindha? Baron mengernyit penasaran. Bukan tertarik pada hal seru yang disebut Gaby, tetapi bahwa Vindha yang pemalu dan kutu buku bisa mengusulkan sesuatu yang membuat semua orang tertarik adalah sesuatu yang tidak pernah ia lakukan di bangku SMA. Apakah teman-temannya bisa berubah cukup banyak selama enam tahun?
Baron hanya membalas pesan tersebut dengan ‘Wow. Sekolah lama? Ok, aku ke sana.‘ sebelum menyalakan mobil dan meninggalkan area kantor.
***
Beberapa saat kemudian, mobil Baron sudah meninggalkan daerah keramaian Ibu Kota menuju pelosok yang lebih terpencil. Sambil mendengarkan musik dari koleksi CD Pop-nya, Baron memikirkan kembali keputusan teman-temannya yang begitu absurd. Kenapa mengunjungi gedung sekolah? Seingat Baron, sekolah mereka belum lama ini ditutup karena kekurangan murid. Memang daerah itu dulu ramai dengan anak-anak karena para karyawan pabrik timah berbondong-bondong membawa keluarga mereka dan tinggal di sana. Namun semenjak pabrik tersebut ditutup, daerah tersebut ditinggalkan – termasuk sekolah Baron.
Kalau diingat lebih jauh, banyak kenangan yang mereka alami di sekolah tersebut. Anehnya, ketika masa yang panjang itu berlalu, yang dia ingat hanya hal-hal remeh dan detil. Misalnya, ketika dia dan Adam membolos kelas biologi demi berebut membeli tiket bioskop film Spiderman terbaru untuk mereka tonton bersama-sama nanti malamnya. Lalu ketika Samson menarik menjauh bangku Tiara yang hendak duduk hingga gadis malang itu terjatuh dan seisi kelas terbahak-bahak. Tiara sangat marah pada Samson semenjak saat itu. Seandainya saja dia sadar kalau Samson hanya berusaha menarik perhatiannya (meskipun dengan cara yang keliru – pikir Baron). Lalu ketika Baron sendiri dengan konyol menyanyikan lagu penuh kode di panggung pentas seni, yang sebenarnya hanya ditujukan pada Gaby – yang begitu lugu dan sama sekali tidak memahami satu pesan pun di sana.
Telepon genggam Baron kembali bergetar. Baron yakin itu pesan dari Gaby, namun dia sudah tidak begitu jauh lagi dari sekolah; sehingga dia mengurungkan niat untuk membacanya. Lima menit kemudian teleponnya bergetar kembali. Dan terakhir teleponnya berdering, tanda masuk panggilan. Tetapi begitu Baron menepikan mobil di pinggir jalan dan mengeluarkan teleponnya dari saku celana, panggilan tersebut terputus.
Part III
Spoiler for Part III:
1 missed call(s), from Gaby.
2 message(s) from Gaby.
Bunyi guntur di kejauhan mengagetkan Baron, membuatnya sadar bahwa hanya mobilnya sendiri yang berada di sepanjang jalan gelap ini. Dia sudah meninggalkan wilayah kota cukup jauh di tengah malam. Dan yang lebih parah, nampaknya sebentar lagi akan turun hujan lebat.
Baron membuka pesan pertama yang ditinggalkan Gaby. Pesan ini dikirim pukul 11.25 malam dan kelihatan ditulis dengan tergesa-gesa:
From: Gaby
“Sudah sampai di mana, Ron? Kami sudah di sekolah. Sekarang Vindha sedang memulai ‘upacara’-nya. Perasaanku tidak enak, kuharap kau segera datang.”
Kata ‘upacara’ terasa asing bagi Baron. Apa sebenarnya yang mereka lakukan tengah malam begini di sekolah? Kalau ide itu berasal dari Vindha, kemungkinan besar sesuatu yang sangat absurd, mengingat hobi Vindha yang unik: mengumpulkan cerita-cerita berbau supernatural dan mistis. Baron membuka pesan kedua yang dikirim pukul 11.45.
From: Gaby
“Kamu di mana, Ron? Aku merasa ngeri sekarang. Vindha baru saja membacakan peraturan peramainannya. Gila. Aku tidak mau, tetapi yang lain sudah cukup mabuk sehingga mereka setuju-setuju saja. Cepatlah ke sini. Aku mau pulang.”
“Ini kelihatan buruk,“ bisik Baron pada diri sendiri. Dia bergegas menginjak pedal gas dan mengarahkan mobil kembali ke jalan. Di atasnya, awan hitam bergulung pelan menghalangi cahaya bulan, dan tetes hujan pertama jatuh ke bumi.
Tengah malam.
Ketika Baron memarkir mobilnya di seberang gerbang sekolah, hujan rintik-rintik dengan cepat berubah menjadi hujan deras yang membutakan pandangan. Baron mengecek kembali teleponnya. Tidak ada panggilan atau baru semenjak panggilan terakhir Gaby yang terputus. Baron mulai khawatir sekarang. Seharusnya Gaby dan teman-temannya sudah membatalkan acara apapun di sini begitu hujan turun. Rasanya ada sesuatu yang tidak beres. Baron bergegas mengenakan jas hujan kuningnya dan membuka pintu mobil.
Rentetan butir hujan menerpa Baron begitu dia menapakkan langkah pertama keluar. Baron meraba ke balik celah jas, mengeluarkan senter untuk menerangi jalan setapak. Semenjak penutupan sekolah, jalan ini tidak mendapat penerangan yang layak akibat lokasinya yang terpencil. Baron melangkah hati-hati di atas jalan aspal rusak, menghindari genangan air dan tanah lengket. Di seberang jalan, Baron bisa melihat gerbang sekolah sedikit terbuka. Seseorang membongkar rantainya. Pikiran pertama Baron adalah Samson atau Brutus. Hanya kedua pemuda kekar itu yang bisa melakukan pekerjaan otot seperti ini. Baron memeriksa sepanjang jalan. Tidak jauh dari gerbang, terparkir empat mobil dan hampir satu lusin motor. Ia berjalan mendekati mobil Avanza yang terdekat.
Dari kaca depan, Baron tidak menemukan tanda-tanda keberadaan orang di dalam. Baron mengangkat tangan jasnya, mengelap lapisan air di kaca pintu tengah. Cahaya senter menerobos menembus kaca, menerangi bangku kosong. Ketika Baron melayangkan pandang untuk kedua kalinya, pandangannya tertuju pada benda kecil di jok mobil. Sulit untuk memastikan apa itu dengan penerangan yang sedemikian terbatas, tetapi Baron menerka kalau itu adalah kotak bungkus rokok Dunhill.
Baron mendengus. Hanya satu orang yang setia merokok dengan merk tersebut di antara teman-teman SMA-nya. Dan Baron sebenarnya tidak menganggapnya teman, lebih karena orang itu berteman cukup akrab dengan Adam, sehingga Baron terpaksa berkenalan dengannya. Mami. Gadis emo yang gemar merokok dan meludah sembarangan. Baron tidak tahu dan tidak peduli apa pekerjaan gadis itu sekarang – mengingat nilai-nilai dan kelakuannya yang berantakan semasa sekolah. Yang penting, bungkus rokok tersebut menunjukkan kalau mobil ini milik salah satu temannya, dan mereka belum meninggalkan gedung sekolah.
Setelah itu Baron memeriksa kedua mobil berikutnya tetapi tidak menemukan hal lain yang lebih menarik dari bungkus rokok tadi. Baron kembali ke arah gerbang besi. Ia menjejalkan diri melewati celah sempit yang terbuka, dan mengamati pemandangan di sekitarnya.
Part IV
Spoiler for Part IV:
Perasaan rindu meresap dalam dirinya. Meskipun beberapa bagian dari sekolahnya telah berubah, ada bagian-bagian yang mengingatkannya dengan jelas akan pengalaman Baron ketika masih SMA dan merasa sangat bebas – muda, liar, nekat, sekaligus congkak.
Di sebelah kirinya, terdapat jalan setapak berumput setinggi mata kaki yang menuju gedung TK dan taman bermain. Dulunya taman tersebut sangat indah, dengan semak dan tanaman kebun yang terawat baik. Baron ingat menghabiskan sebagian besar masa TK-nya dengan mencuri setiap waktu kosong untuk bermain di perosotan dan ayunan. Sesekali ia menjahili temannya dengan menjatuhkan temannya dari jungkat-jungkit ketika berada di posisi tertinggi.
Kalau dilihat sekarang, dalam kondisi gelap dan hujan, tempat tersebut bagai reruntuhan gedung menyedihkan yang dikelilingi hutan kecil.
Di sisi kanan Baron, terdapat lapangan upacara dan pos jaga satpam. Tiang bendera yang berada di tengah lapangan aspal masih berdiri teguh, meski catnya telah terkelupas – menampilkan lapisan abu-abu besi yang tertanam di dalamnya. Dan rantai yang mengelilingi area tiang tersebut sebagian besar sudah hilang – mungkin dicuri oleh pemulung. Sementara sisanya teruntai lemas di sekitar tiang, penuh karat.
Tidak ada siapa-siapa di lapangan upacara. Apa yang dia harapkan? Kata ‘upacara’ yang disebut Gaby jelas tidak bermakna seharfiah dugaannya.
Baron mengeluarkan telepon genggamnya. No signal. Dia mengumpat keras.
Sekarang, ke mana dia harus mencari?
Teman-temannya bisa berada di mana saja. Tapi tebakan Baron, mereka berkumpul di area gedung SMA di bagian ujung sekolah. Bagaimanapun juga, ini adalah reuni teman-teman SMA. Hanya Baron, Tiara, dan Vindha yang bersekolah di sini sejak TK. Kemudian Mami, Brutus, dan Kaisar menyusul di bangku SD. Selanjutnya Destra, Samson, dan Happy menyusul saat penerimaan pelajar SMP (Samson dan Brutus menyeimbangkan kekuatan antara geng Baron dan Mami). Terakhir Gaby, Randy, dan Adam yang masuk saat SMA.
Baru sesaat Baron menyetujui gagasannya sendiri, ia mendengar suara derap kaki. Baron mengarahkan cahaya senternya ke semua arah, mencari sumber suara, tapi tidak melihat apapun.