- Beranda
- Stories from the Heart
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
...
TS
reloaded0101
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
Judul thread ini ane ganti, sekarang tidak semua cerpennya mengisahkan cinta. Tetapi temanya lebih umum, ada detektif,sci-fi,horor,thriller,drama dan lain-lain yang tidak selalu melibatkan percintaan antar karakternya.
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
Spoiler for :
Quote:
INDEX
RUMAH SERIBU JENDELA DI POST INI
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Spoiler for :
RUMAH SERIBU JENDELA
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
end
Diubah oleh reloaded0101 15-05-2020 14:17
indrag057 dan 37 lainnya memberi reputasi
34
190.6K
Kutip
1.1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
reloaded0101
#116
MISSING
Spoiler for :
Sarah sedang menangis. Mahasiswi tingkat akhir sekaligus pekerja part-timeitu hanya duduk seorang diri di depan monitor. Setidaknya, sampai Arwan masuk ke ruang TU untuk mengambil daftar presensi yang baru dicetak. Karena tidak ingin ikut campur,setelah mengambil presensi mahasiswa, pria lajang ini langsung keluar menuju pintu. Tetapi ia kaget karena Sarah tiba-tiba berbicara kepadanya.
“Sudah tahu ada orang nangis mengapa didiamkan saja?”
“Jurusan psikologi ada di gedung sebelah, disana banyak ahli yang bisa bantu masalah kamu.”
“Kok tahu kalau urusan asmara?”
“Embun di sepatu kamu. Biasanya sepatu dan pakaian kamu kering karena diantar dengan kendaraan pribadi sehingga bisa masuk melewati gerbang sampai ke depan pelataran gedung ini, tetapi sudah tiga pagi ini, sepatu dan rok kamu terlihat basah. Itu artinya kamu tidak diantar masuk, tetapi naik kendaraan umum dan turun di gerbang depan yang banyak tanamannya. Biasanya diantar tetapi sekarang naik angkutan umum. Entah kalian bertengkar atau ada sebab lain?”
“Sebab lain, Aku nggak tahu mengapa tiba-tiba saja Mas Ardi.....”
Sarah menangis lagi. Arwan menyambung kata-kata gadis itu
“Tidak bisa dihubungi?”
Sarah mengangguk dan Arwan meneruskan
“Keluarganya?”
“Kemarin, aku sudah coba ke rumahnya.Waktu datang ke sana ternyata sudah banyak orang dan di depan rumahnya ada bendera putih berpalang hitam.”
“Siapa yang meninggal?”
“Satu-satunya saudara Mas Ardi yang ada di kota ini, kakak laki-lakinya.Katanya tersengat listrik waktu betulin pompa air.”
“Kalau dia tidak ada di rumah waktu kakaknya meninggal, itu aneh.”
“Aku coba tanya tetangga yang melayat, mereka juga tidak tahu kemana Mas Ardi pergi? Uang untuk biaya pemakaman-pun pakai iuran kematian di kelurahan.”
“Sar, nanti aku bantu nyari Mas Ardi-mu itu. Sekarang harus ngajar dulu.”
Malam harinya kembali Arwan menelepon Sarah, tidak ada jawaban. Tetapi keesokan paginya, gadis itu sudah ada di depan monitor seperti kemarin. Bedanya hari ini dia memakai kerudung.
“Kemarin aku hubungi kok tidak bisa?”
“Eh....handphone-ku rusak, jatuh kena air.”
“Mas Ardi-mu bagaimana?”
“Ternyata baik-baik saja. Dia ada di villa temannya, bahas bisnis wisata arung jeram yang mau mereka buka.”
“Sekarang sudah pulang?”
“Su...sudah. Mas Ardi baik-baik saja.”
“Oh ya syukurlah kalau begitu.”
Arwan berniat meninggalkan ruangan TU ketika tiba-tiba telepon di meja berdering
“Halo”
Seorang pegawai senior mengangkatnya
“Dana penelitian untuk Pak Susanto? Sudah saya transfer kemarin kok.”
“Baik saya cek lagi.”
Pegawai itu mengakses e-banking dan melihat bukti transaksi.
“12 juta lima ratus ribu, sudah tertransfer dan ada bukti transfernya.”
Pegawai itu terdiam sejenak lalu berbicara lagi sambil tersenyum.
“Tuh kan sudah sampai. Ya ya tidak apa-apa. Terima kasih.”
Telepon ditutup dan Arwan urung meninggalkan ruangan itu. Ia mengeluarkan sebuah flashdrive yang langsung ditancapkannya ke CPU dan menuliskan sesuatu di buku saku yang kemudian ditunjukkannya kepada Sarah.
'Aku tahu kamu pakai handsfree. Aku juga tahu orang-orang itu dapat mendengar suaramu. Jadi jangan bicara. Kalau mengerti kedipkan mata satu kali.'
Sarah mengedipkan matanya
'Jawab pertanyaanku, kalau ya kedipkan mata, kalau tidak goyangkan mouse di mejamu.'
Sarah mengedip sekali lagi.
'Ardi diculik?'
Sarah Mengedip
'Dia akan dibebaskan jika kau menginstal keystroke recorder ke komputer TU?'
Sarah mengedip
'Telepon tadi dari penculik itu?'
Sarah mengedip. Orang itu memang hanya berpura-pura saja menanyakan dana penelitian untuk Pak Susanto.
'Tujuan sebenarnya adalah agar pegawai TU memeriksa bukti transfer dana itu di rekening e-banking. Untuk itu ia harus memasukkan username dan password. Pemasang keystroke recorder yang otomatis tahu semua tombol yang diketikkan, bisa meretas masuk dan mentransfer dana penelitian ke rekening pribadinya. Tetapi yang dia tidak tahu, aku sudah menelusur balik sehingga tahu kemana arus data dari keystroke ini dikirimkan.'
Tak lama kemudian, para penculik dan perampok itupun ditemukan dan ditangkap. Ternyata pelakunya tiga orang mantan narapidana yang sudah berpengalaman dalam melakukan peretasan seperti itu. Ardi dibebaskan dan bisa bertemu lagi dengan Sarah. Arwan sendiri bersyukur semua selesai dengan baik.
“Tetapi kok Pak Arwan sepertinya masih merasa heran?”
Tanya Sarah
“Terlalu mudah, ya orang-orang itu peretas berpengalaman tetapi mengapa mudah sekali, dapat ditelusuri kembali dan ditangkap?”
Sementara itu di kantor polisi, mereka bertiga diinterogasi dalam ruangan terpisah.
“Mengapa Saudara melakukan kejahatan ini lagi? Saudara kan tahu mengulangi kejahatan yang sama untuk kedua kali, hukumannya jadi lebih berat.”
“Tolong kami Pak, sebenarnya saya sudah jadi orang baik-baik. Dapat kerja yang halal jadi tukang reparasi. Tapi kami terpaksa Pak.”
“Terpaksa kenapa?”
“Kita bertiga diancam orang Pak.”
Ia-pun mengenang peristiwa satu minggu sebelumnya, Orang itu bersama kawan-kawannya menemukan diri mereka siuman dari kondisi tak sadarkan diri diatas tempat tidur. Lebih mengherankan lagi, ketika mendapati perut mereka dalam keadaan terjahit seperti habis dioperasi.
“Video apaan nih?”
Ketika membuka ponsel mereka menyadari ada sebuah arsip video tersimpan di dalamnya. Berisi tubuh mereka bertiga yang dioperasi-dibuka dan sebuah bom dimasukkan ke masing-masing ke dalam perut. Setelah itu terdengar suara
“Kalau tidak ingin bom itu meledak, turuti perintahku.”
“Aku tidak tahu caranya bagaimana, tetapi kalian harus berusaha agar diri kalian ditangkap polisi sekali lagi.”
“Karena itu, kami melakukan pencurian uang rekening universitas itu Pak. Biar ditangkap polisi. Terus terang kami takut Pak.”
“Panggil tim gega,....!”
Belum sempat perintah itu disampaikan ketiga bom di perut para pelaku yang diinterogasi meledak dalam waktu yang bersamaan.
“Sudah tahu ada orang nangis mengapa didiamkan saja?”
“Jurusan psikologi ada di gedung sebelah, disana banyak ahli yang bisa bantu masalah kamu.”
“Kok tahu kalau urusan asmara?”
“Embun di sepatu kamu. Biasanya sepatu dan pakaian kamu kering karena diantar dengan kendaraan pribadi sehingga bisa masuk melewati gerbang sampai ke depan pelataran gedung ini, tetapi sudah tiga pagi ini, sepatu dan rok kamu terlihat basah. Itu artinya kamu tidak diantar masuk, tetapi naik kendaraan umum dan turun di gerbang depan yang banyak tanamannya. Biasanya diantar tetapi sekarang naik angkutan umum. Entah kalian bertengkar atau ada sebab lain?”
“Sebab lain, Aku nggak tahu mengapa tiba-tiba saja Mas Ardi.....”
Sarah menangis lagi. Arwan menyambung kata-kata gadis itu
“Tidak bisa dihubungi?”
Sarah mengangguk dan Arwan meneruskan
“Keluarganya?”
“Kemarin, aku sudah coba ke rumahnya.Waktu datang ke sana ternyata sudah banyak orang dan di depan rumahnya ada bendera putih berpalang hitam.”
“Siapa yang meninggal?”
“Satu-satunya saudara Mas Ardi yang ada di kota ini, kakak laki-lakinya.Katanya tersengat listrik waktu betulin pompa air.”
“Kalau dia tidak ada di rumah waktu kakaknya meninggal, itu aneh.”
“Aku coba tanya tetangga yang melayat, mereka juga tidak tahu kemana Mas Ardi pergi? Uang untuk biaya pemakaman-pun pakai iuran kematian di kelurahan.”
“Sar, nanti aku bantu nyari Mas Ardi-mu itu. Sekarang harus ngajar dulu.”
Malam harinya kembali Arwan menelepon Sarah, tidak ada jawaban. Tetapi keesokan paginya, gadis itu sudah ada di depan monitor seperti kemarin. Bedanya hari ini dia memakai kerudung.
“Kemarin aku hubungi kok tidak bisa?”
“Eh....handphone-ku rusak, jatuh kena air.”
“Mas Ardi-mu bagaimana?”
“Ternyata baik-baik saja. Dia ada di villa temannya, bahas bisnis wisata arung jeram yang mau mereka buka.”
“Sekarang sudah pulang?”
“Su...sudah. Mas Ardi baik-baik saja.”
“Oh ya syukurlah kalau begitu.”
Arwan berniat meninggalkan ruangan TU ketika tiba-tiba telepon di meja berdering
“Halo”
Seorang pegawai senior mengangkatnya
“Dana penelitian untuk Pak Susanto? Sudah saya transfer kemarin kok.”
“Baik saya cek lagi.”
Pegawai itu mengakses e-banking dan melihat bukti transaksi.
“12 juta lima ratus ribu, sudah tertransfer dan ada bukti transfernya.”
Pegawai itu terdiam sejenak lalu berbicara lagi sambil tersenyum.
“Tuh kan sudah sampai. Ya ya tidak apa-apa. Terima kasih.”
Telepon ditutup dan Arwan urung meninggalkan ruangan itu. Ia mengeluarkan sebuah flashdrive yang langsung ditancapkannya ke CPU dan menuliskan sesuatu di buku saku yang kemudian ditunjukkannya kepada Sarah.
'Aku tahu kamu pakai handsfree. Aku juga tahu orang-orang itu dapat mendengar suaramu. Jadi jangan bicara. Kalau mengerti kedipkan mata satu kali.'
Sarah mengedipkan matanya
'Jawab pertanyaanku, kalau ya kedipkan mata, kalau tidak goyangkan mouse di mejamu.'
Sarah mengedip sekali lagi.
'Ardi diculik?'
Sarah Mengedip
'Dia akan dibebaskan jika kau menginstal keystroke recorder ke komputer TU?'
Sarah mengedip
'Telepon tadi dari penculik itu?'
Sarah mengedip. Orang itu memang hanya berpura-pura saja menanyakan dana penelitian untuk Pak Susanto.
'Tujuan sebenarnya adalah agar pegawai TU memeriksa bukti transfer dana itu di rekening e-banking. Untuk itu ia harus memasukkan username dan password. Pemasang keystroke recorder yang otomatis tahu semua tombol yang diketikkan, bisa meretas masuk dan mentransfer dana penelitian ke rekening pribadinya. Tetapi yang dia tidak tahu, aku sudah menelusur balik sehingga tahu kemana arus data dari keystroke ini dikirimkan.'
Tak lama kemudian, para penculik dan perampok itupun ditemukan dan ditangkap. Ternyata pelakunya tiga orang mantan narapidana yang sudah berpengalaman dalam melakukan peretasan seperti itu. Ardi dibebaskan dan bisa bertemu lagi dengan Sarah. Arwan sendiri bersyukur semua selesai dengan baik.
“Tetapi kok Pak Arwan sepertinya masih merasa heran?”
Tanya Sarah
“Terlalu mudah, ya orang-orang itu peretas berpengalaman tetapi mengapa mudah sekali, dapat ditelusuri kembali dan ditangkap?”
Sementara itu di kantor polisi, mereka bertiga diinterogasi dalam ruangan terpisah.
“Mengapa Saudara melakukan kejahatan ini lagi? Saudara kan tahu mengulangi kejahatan yang sama untuk kedua kali, hukumannya jadi lebih berat.”
“Tolong kami Pak, sebenarnya saya sudah jadi orang baik-baik. Dapat kerja yang halal jadi tukang reparasi. Tapi kami terpaksa Pak.”
“Terpaksa kenapa?”
“Kita bertiga diancam orang Pak.”
Ia-pun mengenang peristiwa satu minggu sebelumnya, Orang itu bersama kawan-kawannya menemukan diri mereka siuman dari kondisi tak sadarkan diri diatas tempat tidur. Lebih mengherankan lagi, ketika mendapati perut mereka dalam keadaan terjahit seperti habis dioperasi.
“Video apaan nih?”
Ketika membuka ponsel mereka menyadari ada sebuah arsip video tersimpan di dalamnya. Berisi tubuh mereka bertiga yang dioperasi-dibuka dan sebuah bom dimasukkan ke masing-masing ke dalam perut. Setelah itu terdengar suara
“Kalau tidak ingin bom itu meledak, turuti perintahku.”
“Aku tidak tahu caranya bagaimana, tetapi kalian harus berusaha agar diri kalian ditangkap polisi sekali lagi.”
“Karena itu, kami melakukan pencurian uang rekening universitas itu Pak. Biar ditangkap polisi. Terus terang kami takut Pak.”
“Panggil tim gega,....!”
Belum sempat perintah itu disampaikan ketiga bom di perut para pelaku yang diinterogasi meledak dalam waktu yang bersamaan.
THE END?
Diubah oleh reloaded0101 04-07-2014 07:14
0
Kutip
Balas