- Beranda
- Stories from the Heart
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
...
TS
reloaded0101
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
Judul thread ini ane ganti, sekarang tidak semua cerpennya mengisahkan cinta. Tetapi temanya lebih umum, ada detektif,sci-fi,horor,thriller,drama dan lain-lain yang tidak selalu melibatkan percintaan antar karakternya.
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
Spoiler for :
Quote:
INDEX
RUMAH SERIBU JENDELA DI POST INI
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Spoiler for :
RUMAH SERIBU JENDELA
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
end
Diubah oleh reloaded0101 15-05-2020 14:17
indrag057 dan 37 lainnya memberi reputasi
34
190.6K
Kutip
1.1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
reloaded0101
#106
MUDIK
Spoiler for :
Ayu merias diri habis-habisan di depan cermin. Hari ini juga pertama kalinya ia memakai kerudung dan kebaya terbaik yang baru dibelinya di pasar. Setelah merasa cantik ia mundur 2 langkah lalu menarik nafas dalam-dalam. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.
“Ayu, lihat siapa yang datang?”
Rombongan dari kota tiba lebih cepat dari perkiraannya. Memang akhir-akhir ini hampir semua orang lebih suka cepat-cepat dalam melakukan sesuatu. Jadi ia tidak kaget kalau rombongan Pakde-nya tiba satu hari lebih awal.
Ayu keluar kamar dan menghambur ke halaman. Di sana ia bersalaman dengan Pakde,Budhe lalu kedua anak kembar mereka, Radit dan Aika yang usianya sebaya dengan Ayu.
“Mas Alamsyah mana Pakdhe, Budhe?”
Budhenya seolah bisa membaca apa yang dirasakan Ayu dan dengan sedih berkata
“Murid Pakdhemu itu sedang kerja Nduk[i], tidak bisa ikut kemari.”
“Kerja? Di saat seperti ini?”
Kata Ayu sambil menunjuk langit. Setelah itu ia berjalan ke pendopo dan duduk di kursi kayu. Air matanya deras mengalir ketika ia membuka telepon dan menghubungi Alamsyah.
“Maksud Mas, apa?”
“Maaf Yu, Mas sedang di area ekskavasi, nggak bisa ikut pulang.”
“Mas kan tahu, setelah ini mungkin kita tidak akan bisa bertemu lagi.”
Kata Ayu sambil memperhatikan bola cahaya di langit yang dari hari ke hari terlihat semakin membesar.
“Aku tahu Yu.”
“Kok Mas Alamsyah jawabnya enteng [i]banget[i] begitu sih?”
“Justru kerjaan Mas-mu ini, ada hubungannya dengan kedua asteroid itu.”
“Mau dipikirkan seperti apa lagi juga tidak berpengaruh Mas. Semua usaha sudah terlambat ketika batu itu mendarat.”
“Bukan asterodinya, tapi cara menghancurkannya yang sedang Mas cari di sini.”
Kata Alamsyah sambil mengamati foto relief jamur api raksasa yang terpahat di dinding logam sebuah reruntuhan.
“Nuklir lagi? Itu kan cuma mitos Mas? Dongeng hasil khayalan orang-orang kuno yang merindukan kekuatan tanpa batas.”
“Bukan Yu, nuklir memang ada. Menurut relief kuno yang Mas temukan di reruntuhan observatorium bulan lalu, nenek moyang kita sengaja tidak menurunkan pengetahuan tentang bom atom kepada generasi selanjutnya.
Mereka khawatir senjata-senjata nuklir akan dipergunakan untuk berperang dan menghancurkan planet ini. Tetapi Mas yakin, di reruntuhan pesawat ini, masih ada nuklir yang aktif, yang bisa kita luncurkan untuk menghancurkan asteroid itu. Kita bisa ketemu lagi Yu, kita tak perlu mati cepat-cepat. Manusia masih berumur panjang.”
“Tapi kalau Mas salah?”
“Doakan saja, langkahku ini benar Yu.”
“Amin Mas.”
Kata Ayu sambil menyeka air matanya.
“Oh ya Yu, Mas kangen sama kamu.”
“Ayu juga Mas.”
Tiba-tiba Rodney, teman Alamsyah yang seluruh tubuhnya juga tertutup baju anti radiasi, melambaikan tangannya.
“Sudah dulu Yu, Mas mau kerja, mau [i]nyelametinkita semua.”
“Asalammualaikum.”
“Wa'alaikumsalam.”
Kata Alamsyah sambil berlari
“What do we got here?”
“a lot.”
Kata Rodney sambil menunjuk panel pintu elektronik yang terkunci. Di balik pintu vertikal itu terdapat lorong kosong menuju ke bawah.
“Smash it!”
Sebuah robot datang mendekat dan menghancurkan pintu itu. Alamsyah turun dengan memanjat turun diikuti oleh Rodney di belakangnya.
“It's a shrine”
Memang, bangunan itu mirip dengan bagian dalam sebuah piramida. Penuh relief di dinding-dinding. Terdapat banyak ruang berpintu logam. Tetapi yang lebih mengagetkan lagi adalah apa yang mereka temukan di inti bangunan kuno itu.
“It's look like an airplane, a spaceship.”
Terdapat pesawat luar angkasa yang berdiri vertikal. Pesawat itu sudah ada di situ jauh sebelum piramidanya dibuat. Piramida itu sepertinya sengaja dibangun untuk memuja orang-orang kuno yang datang ke Keppler 6e dengan pesawat itu. Para nenek moyang dari bintang yang jauh.
“Could you imagine? They were able to build a spaceship like this back then?”
“Yeah, our alien ancestor 1-historian 0.”
“Hurry, time is running short, search for the nuclear weapons.”
Mereka meneliti reief-relief di dinding dan kembali Rodney menemukan sesuatu. Sebuah gambar batu raksasa di langit dan orang-orang yang panik memandang ke arahnya. Di samping ukiran itu, terdapat gambar seorang kepala suku yang masuk ke salah ujung hidung pesawat dan menekan tombol. Di sampingnya lagi terdapat gambar langit luas bertabur bintang kecil.
“They predicted it.”
“All we have to do is go into this chamber, push the button to launch the nuclear missile and tonight we're gonna see the clear sky again.”
Alamsyah merasa lega. Ilmu pengetahuan kuno ternyata menyelamatkan hidupnya. Hidup Rodney, hidup Ayu dan semua orang di Keppler 6e ini. Tanpa banyak berpikir segera ia memasuki pesawat dan menuju ruangan yang dimaksud. Bagian dari pesawat yang berbentuk bulat dan hanya bisa dimasuki oleh satu orang manusia saja,
“Now what.”
“Rodney, get back up there and clear the roof.”
Setengah hari kemudian, semua tanah yang meutupi bagian atas atap bangunan digali sampai bersih. Para kru ekskavasi meninggalkan tempat itu menuju daerah yang dirasa aman dari api dan radiasi yang mungkin menyertai rudal yang akan ditembakkan Alamsyah.
Alamsyah menekan tombol. Atap piramida membuka dan terdengar suara gemuruh yang membahana. Gempa itu semakin lama semakin keras dan ia tersentak kaget ketika mendapati tak ada satupun rudal yang meluncur dari space vessel itu.
Alamsyah tersentak lalu berteriak
“No.........!!!!!”
Ketika ujung pesawat melontar ke angkasa menembus atmosfer Keppler 36-e dan layar monitor di dalamnya menunjukkan kalimat
“Emergency capsule launched, Destination: earth”
Ia salah mengartikan gambar itu. Relief itu tidak menunjukkan cara menghindarkan diri dari kiamat, ia hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan agar umat manusia tidak punah seperti dinosaurus ketika ada benda langit raksasa menghantam planetnya. Satu orang pilihan harus masuk ke dalam kapsul penyelamat untuk diluncurkan ke luar angkasa dan kembali ke bumi, meskipun tanpa kepastian apakah di saat itu bumi masih ada atau tidak.
“Selamat tinggal Ayu.”
Kata Alamsyah pedih sambil menutup matanya. Ia benar-benar mudik ke rumah asal manusia.
“Ayu, lihat siapa yang datang?”
Rombongan dari kota tiba lebih cepat dari perkiraannya. Memang akhir-akhir ini hampir semua orang lebih suka cepat-cepat dalam melakukan sesuatu. Jadi ia tidak kaget kalau rombongan Pakde-nya tiba satu hari lebih awal.
Ayu keluar kamar dan menghambur ke halaman. Di sana ia bersalaman dengan Pakde,Budhe lalu kedua anak kembar mereka, Radit dan Aika yang usianya sebaya dengan Ayu.
“Mas Alamsyah mana Pakdhe, Budhe?”
Budhenya seolah bisa membaca apa yang dirasakan Ayu dan dengan sedih berkata
“Murid Pakdhemu itu sedang kerja Nduk[i], tidak bisa ikut kemari.”
“Kerja? Di saat seperti ini?”
Kata Ayu sambil menunjuk langit. Setelah itu ia berjalan ke pendopo dan duduk di kursi kayu. Air matanya deras mengalir ketika ia membuka telepon dan menghubungi Alamsyah.
“Maksud Mas, apa?”
“Maaf Yu, Mas sedang di area ekskavasi, nggak bisa ikut pulang.”
“Mas kan tahu, setelah ini mungkin kita tidak akan bisa bertemu lagi.”
Kata Ayu sambil memperhatikan bola cahaya di langit yang dari hari ke hari terlihat semakin membesar.
“Aku tahu Yu.”
“Kok Mas Alamsyah jawabnya enteng [i]banget[i] begitu sih?”
“Justru kerjaan Mas-mu ini, ada hubungannya dengan kedua asteroid itu.”
“Mau dipikirkan seperti apa lagi juga tidak berpengaruh Mas. Semua usaha sudah terlambat ketika batu itu mendarat.”
“Bukan asterodinya, tapi cara menghancurkannya yang sedang Mas cari di sini.”
Kata Alamsyah sambil mengamati foto relief jamur api raksasa yang terpahat di dinding logam sebuah reruntuhan.
“Nuklir lagi? Itu kan cuma mitos Mas? Dongeng hasil khayalan orang-orang kuno yang merindukan kekuatan tanpa batas.”
“Bukan Yu, nuklir memang ada. Menurut relief kuno yang Mas temukan di reruntuhan observatorium bulan lalu, nenek moyang kita sengaja tidak menurunkan pengetahuan tentang bom atom kepada generasi selanjutnya.
Mereka khawatir senjata-senjata nuklir akan dipergunakan untuk berperang dan menghancurkan planet ini. Tetapi Mas yakin, di reruntuhan pesawat ini, masih ada nuklir yang aktif, yang bisa kita luncurkan untuk menghancurkan asteroid itu. Kita bisa ketemu lagi Yu, kita tak perlu mati cepat-cepat. Manusia masih berumur panjang.”
“Tapi kalau Mas salah?”
“Doakan saja, langkahku ini benar Yu.”
“Amin Mas.”
Kata Ayu sambil menyeka air matanya.
“Oh ya Yu, Mas kangen sama kamu.”
“Ayu juga Mas.”
Tiba-tiba Rodney, teman Alamsyah yang seluruh tubuhnya juga tertutup baju anti radiasi, melambaikan tangannya.
“Sudah dulu Yu, Mas mau kerja, mau [i]nyelametinkita semua.”
“Asalammualaikum.”
“Wa'alaikumsalam.”
Kata Alamsyah sambil berlari
“What do we got here?”
“a lot.”
Kata Rodney sambil menunjuk panel pintu elektronik yang terkunci. Di balik pintu vertikal itu terdapat lorong kosong menuju ke bawah.
“Smash it!”
Sebuah robot datang mendekat dan menghancurkan pintu itu. Alamsyah turun dengan memanjat turun diikuti oleh Rodney di belakangnya.
“It's a shrine”
Memang, bangunan itu mirip dengan bagian dalam sebuah piramida. Penuh relief di dinding-dinding. Terdapat banyak ruang berpintu logam. Tetapi yang lebih mengagetkan lagi adalah apa yang mereka temukan di inti bangunan kuno itu.
“It's look like an airplane, a spaceship.”
Terdapat pesawat luar angkasa yang berdiri vertikal. Pesawat itu sudah ada di situ jauh sebelum piramidanya dibuat. Piramida itu sepertinya sengaja dibangun untuk memuja orang-orang kuno yang datang ke Keppler 6e dengan pesawat itu. Para nenek moyang dari bintang yang jauh.
“Could you imagine? They were able to build a spaceship like this back then?”
“Yeah, our alien ancestor 1-historian 0.”
“Hurry, time is running short, search for the nuclear weapons.”
Mereka meneliti reief-relief di dinding dan kembali Rodney menemukan sesuatu. Sebuah gambar batu raksasa di langit dan orang-orang yang panik memandang ke arahnya. Di samping ukiran itu, terdapat gambar seorang kepala suku yang masuk ke salah ujung hidung pesawat dan menekan tombol. Di sampingnya lagi terdapat gambar langit luas bertabur bintang kecil.
“They predicted it.”
“All we have to do is go into this chamber, push the button to launch the nuclear missile and tonight we're gonna see the clear sky again.”
Alamsyah merasa lega. Ilmu pengetahuan kuno ternyata menyelamatkan hidupnya. Hidup Rodney, hidup Ayu dan semua orang di Keppler 6e ini. Tanpa banyak berpikir segera ia memasuki pesawat dan menuju ruangan yang dimaksud. Bagian dari pesawat yang berbentuk bulat dan hanya bisa dimasuki oleh satu orang manusia saja,
“Now what.”
“Rodney, get back up there and clear the roof.”
Setengah hari kemudian, semua tanah yang meutupi bagian atas atap bangunan digali sampai bersih. Para kru ekskavasi meninggalkan tempat itu menuju daerah yang dirasa aman dari api dan radiasi yang mungkin menyertai rudal yang akan ditembakkan Alamsyah.
Alamsyah menekan tombol. Atap piramida membuka dan terdengar suara gemuruh yang membahana. Gempa itu semakin lama semakin keras dan ia tersentak kaget ketika mendapati tak ada satupun rudal yang meluncur dari space vessel itu.
Alamsyah tersentak lalu berteriak
“No.........!!!!!”
Ketika ujung pesawat melontar ke angkasa menembus atmosfer Keppler 36-e dan layar monitor di dalamnya menunjukkan kalimat
“Emergency capsule launched, Destination: earth”
Ia salah mengartikan gambar itu. Relief itu tidak menunjukkan cara menghindarkan diri dari kiamat, ia hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan agar umat manusia tidak punah seperti dinosaurus ketika ada benda langit raksasa menghantam planetnya. Satu orang pilihan harus masuk ke dalam kapsul penyelamat untuk diluncurkan ke luar angkasa dan kembali ke bumi, meskipun tanpa kepastian apakah di saat itu bumi masih ada atau tidak.
“Selamat tinggal Ayu.”
Kata Alamsyah pedih sambil menutup matanya. Ia benar-benar mudik ke rumah asal manusia.
THE END
0
Kutip
Balas