- Beranda
- Berita dan Politik
Selamatkan Indonesia DARI PRABOWO - HATTA RAJASA
...
TS
ken nero
Selamatkan Indonesia DARI PRABOWO - HATTA RAJASA
Quote:
"Kebenaran akan membebaskan Anda. Tapi pertama-tama, itu akan membuatmu marah "-. Gloria Steinem
Prabowo Mulai Bokek, Kalah dan Akan Bangkrut
Tanggal 20 Mei sudah lewat, pemilihan presiden 2014 ini memastikan hanya diikuti dua pasang kandidat, yaitu pasangan Jokowi – JK dan pasangan Prabowo – Hatta. Artinya, bisa dipastikan Pilpres hanya akan berjalan satu putaran. Ada satu hal mengganjal di pikiran, karena sebelumnya aku mengira Pilpres akan diikuti tiga pasang kandidat. Silakan cek, hampir semua pengamat pung memperkirakan itu sampai sebulan lalu. Sebenarnya, Prabowo adalah orang yang sangat berkepentingan dengan adanya poros ketiga untuk memperbesar peluang kemenangannya. Data-data hasil survei selama ini menunjukkan Prabowo sebagai kandidat runner up, sehingga membutuhkan kandidat ketiga untuk memecah suara kandidat terkuat. Skenario ini bukan hal baru, karena biasa diterapkan di berbagai proses pemilihan kepala daerah hingga kepala desa sekali pun.
Dengan kalkulasi itu, seorang runner up selayaknya memainkan kandidat ketiga sebagai capres boneka. Dalam konstelasi Pilpres kali ini, ARB adalah aktor yang paling memungkinkan membangun poros ketiga. ARB adalah politisi pengusaha yang tak akan jauh dari hitungan untung rugi. Dia sudah merugi selama lima tahun memimpin Golkar, sehingga perlu mencari cara untuk mengembalikan keuntungannya. Kalau Prabowo memberinya mahar untuk membangun poros ketiga, pasti ARB akan menerimanya. Di sisi lain, masih ada partai demokrat yang “berhutang” untuk memajukan kandidat karena terlanjur menggelar konvensi. Jadi, perjodohanan antara ARB dan cawapres dari Partai Demokrat sebagai poros ketiga bersifat “sangat mungkin.”
Tentu saja, itu tergantung seberapa berani Prabowo membayar tiket capres ketiga itu pada ARB. Kalau poros ketiga itu terbentuk, hasil berbagai survei menunjukkan bahwa suara ARB pun tak akan melampaui Prabowo. Artinya, dia akan berhasil memecah suara Jokowi sehingga memuluskan langkah Prabowo untuk head to head dengan Jokowi pada putaran kedua. Dengan adanya dua putaran ini, Prabowo akan bisa mengevaluasi proses selama putaran pertama, untuk memperkuat konsolidasi pemenangan pada putaran berikutnya. Itu akan membuat durasi pertarungan lebih panjang, sehingga cukup waktu bagi Prabowo untuk mencari titik-titik lemah Jokowi. Dengan adanya dua putaran, Prabowo akan memiliki banyak bahan evaluasi untuk mencari kelemahan-kelemahan Jokowi. Secara teori psikologi politik, pihak yang kalah kuat harus mengulur konfrontasi sehingga dia memiliki kesempatan lebih panjang untuk merebut kemenangan.
Anehnya, langkah itu tidak dilakukan Prabowo. Apa yang salah? Sebagai veteran tentara, pasti dia tahu strategi itu, tapi kenapa tak melakukannya? Jawabannya sudah tersirat di depan, yaitu karena dia gagal menyediakan kompensasi bagi ARB untuk maju sebagai kandidat ketiga. Kalau itu dia lakukan, sebenarnya ARB bisa dipastikan hanya menempati urutan ketiga, namun bisa memaksa Pilpres berjalan dua putaran. Di putaran kedua ARB bisa bergabung dengan Prabowo untuk beramai-ramai mengeroyok Jokowi. Semua itu sangat mungkin disepakati dalam kontrak Prabowo dengan ARB untuk memunculkan poros ketiga.
Efek penyatuan kekuatan antara ARB dengan Prabowo pun akan jauh lebih kuat jika dilakukan pada putaran kedua. Dalam konteks ini, ada efek balas dendam di mana para pendukung ARB akan lebih militan menggabungkan kekuatannya untuk mengalahkan Jokowi. Tentu, semua itu hanya akan terjadi dengan catatan di atas, Prabowo memiliki bahan bakar yang cukup untuk melakukan pertarungan panjang. Faktanya, Prabowo memang mulai kehabisan dana untuk mengulur pertarungan. Dia bahkan memilih untuk mempercepat durasi pertarungan. Ini sungguh menyalahi teori pertarungan, karena secara universal pihak yang lebih lemah harus memilih rute gerilya yang panjang untuk pelan-pelan menggerogoti lawannya yang lebih kuat.
Tapi, bagaimana pun juga kita harus memahami pilihan realistis Prabowo jika menilik keadaannya. Dia sudah menghabiskan dana 3 Trilyun untuk memperoleh peringkat ketiga dalam pemilu legislatif kemarin. Selain itu, dukungan PPP terhadap pencapresannya juga tidak gratis. Kedatangan Surya Dharma Ali ke kampanye Gerindra sebenarnya disertai pemberian mahar 50 Milyar dari Prabowo untuk PPP. Distribusi yang tak merata memunculkan perpecahan di internal PPP. Tentu saja, perselisihan yang dipicu persoalan duit juga akan cepat kelar kalau diselesaikan dengan pendekatan duit. Artinya, Prabowo harus kembali merogoh koceknya. Bayangkan, betapa besar dana dihamburkan Prabowo yang selalu mengandalkan duit dalam menghadapi berbagai persoalan ini.
Tanpa sadar, cara kerjanya yang melulu mengandalkan duit ini ternyata benar-benar menguras kantongnya. Mau tak mau, sekarang dia harus mulai realistis memainkan skenario politiknya. Seperti pepatah mengatakan, tak ada kata terlambat untuk berhemat. Hal itu juga terlihat dalam pilihannya menerima Hatta Rajasa sebagai cawapres. Sebelumnya, lingkaran dalam Prabowo lebih banyak menginginkan Mahfud MD atau Abraham Samad sebagai cawapres, lantaran elektabilitas mereka jauh lebih tinggi. Tapi lantaran Hatta menawarkan mahar 1,7 Trilyun untuk menjadi Cawapres, akhirnya Prabowo pun menerimanya. Kalau dana Prabowo mencukupi, seharusnya dia memilih Abraham Samad atau Mahfud MD yang elektabilitasnya lebih tinggi. Tapi apa boleh buat, namanya juga kantong mulai kempes.
Akhirnya, tak mengherankan kalau sekarang cuma ada dua pasang kandidat dalam Pilpres 2014 ini, meski pun itu sedikit ganjil kalau dicermati berdasar teori persaingan. Faktor yang sangat determinan di sini, tak lain dan tak bukan, karena Prabowo sudah mulai kehabisan dana. Hal yang sama dialami ARB yang sudah banyak merugi selama memimpin Golkar. Sedari awal dia ngebet maju sebagai Capres meski internal partai banyak yang menertawakan elektabilitasnya. Bagi Bakri, persoalan maju Capres kali ini memang bukan persoalan menang, tapi persoalan mengorek modal dari kandidat runner up yang mau membiayainya. Sayang, Bakri harus kecele karena kandidat yang dia harapkan mampu memainkan poros ketiga pun ternyata juga sudah mulai bokek.
Dalam kalkulasi ini, Bakri memberikan beberapa skenario kepada Prabowo. Skenario pertama, dia akan maju sebagai kandidat ketiga pemecah suara untuk memastikan Pilpres berjalan dua putaran. Dalam skenario ini Bakri hanya akan menempati urutan ketiga dalam putaran pertama Pipres. Pada putaran kedua, barulah poros ketiga ini merapat ke Prabowo untuk beramai-ramai mengeroyok Jokowi. Tentu skenario ini membutuhkan pembiayaan yang tak sedikit, karena Prabowo harus menanggung pembiayaan dua tim.
Skenario kedua, prabowo cukup memberikan kompensasi kepada Bakri untuk mengurangi kerugiannya selama lima tahun memimpin Golkar, lalu Bakri akan bergabung dengan tim Prabowo. Dalam skenario ini, biaya yang diperlukan memang jauh lebih sedikit dibanding biaya pembentukan poros ketiga. Setelah menghitung-hitung sisa kantonya, ternyata Prabowo hanya bisa menerima opsi kedua. Fakta menyedihkan tak bisa dia tolak, bahwa dia memang sudah mulai bokek. Calon yang diharapkan bisa mejadi kandidat poros ketiga pun sudah terlanjur bokek, dan malah mengharap sokongannya untuk tetap maju sebagai Capres. Ya sudahlah balik ke hitung-hitungan aman. Dari pada tarung dua kali dan belum tentu menang, mending tarung sekali aja. Kalau pun kalah, setidaknya bisa meminimalisir duit yang terbuang. Sekali lagi, tak ada kata terlambat untuk berhemat. Maklum, sambil itung-itungan menang kalah Prabowo juga masih terus kepikiran utang perusahaannya yang mencapai 14 Trilyun. Semoga ke depan Prabowo terus mengingat pepatah “hemat pangkal kaya,” agar dia tak selalu “besar pasak dari pada tiang.”
Ditulis Oleh : Sindikat Jogja
Twitter : @SindikatJogja
part 2 page 18+19
part 3 page 20+21
part 4 page 24+25
part 5 page 29+31
Tanggal 20 Mei sudah lewat, pemilihan presiden 2014 ini memastikan hanya diikuti dua pasang kandidat, yaitu pasangan Jokowi – JK dan pasangan Prabowo – Hatta. Artinya, bisa dipastikan Pilpres hanya akan berjalan satu putaran. Ada satu hal mengganjal di pikiran, karena sebelumnya aku mengira Pilpres akan diikuti tiga pasang kandidat. Silakan cek, hampir semua pengamat pung memperkirakan itu sampai sebulan lalu. Sebenarnya, Prabowo adalah orang yang sangat berkepentingan dengan adanya poros ketiga untuk memperbesar peluang kemenangannya. Data-data hasil survei selama ini menunjukkan Prabowo sebagai kandidat runner up, sehingga membutuhkan kandidat ketiga untuk memecah suara kandidat terkuat. Skenario ini bukan hal baru, karena biasa diterapkan di berbagai proses pemilihan kepala daerah hingga kepala desa sekali pun.
Dengan kalkulasi itu, seorang runner up selayaknya memainkan kandidat ketiga sebagai capres boneka. Dalam konstelasi Pilpres kali ini, ARB adalah aktor yang paling memungkinkan membangun poros ketiga. ARB adalah politisi pengusaha yang tak akan jauh dari hitungan untung rugi. Dia sudah merugi selama lima tahun memimpin Golkar, sehingga perlu mencari cara untuk mengembalikan keuntungannya. Kalau Prabowo memberinya mahar untuk membangun poros ketiga, pasti ARB akan menerimanya. Di sisi lain, masih ada partai demokrat yang “berhutang” untuk memajukan kandidat karena terlanjur menggelar konvensi. Jadi, perjodohanan antara ARB dan cawapres dari Partai Demokrat sebagai poros ketiga bersifat “sangat mungkin.”
Tentu saja, itu tergantung seberapa berani Prabowo membayar tiket capres ketiga itu pada ARB. Kalau poros ketiga itu terbentuk, hasil berbagai survei menunjukkan bahwa suara ARB pun tak akan melampaui Prabowo. Artinya, dia akan berhasil memecah suara Jokowi sehingga memuluskan langkah Prabowo untuk head to head dengan Jokowi pada putaran kedua. Dengan adanya dua putaran ini, Prabowo akan bisa mengevaluasi proses selama putaran pertama, untuk memperkuat konsolidasi pemenangan pada putaran berikutnya. Itu akan membuat durasi pertarungan lebih panjang, sehingga cukup waktu bagi Prabowo untuk mencari titik-titik lemah Jokowi. Dengan adanya dua putaran, Prabowo akan memiliki banyak bahan evaluasi untuk mencari kelemahan-kelemahan Jokowi. Secara teori psikologi politik, pihak yang kalah kuat harus mengulur konfrontasi sehingga dia memiliki kesempatan lebih panjang untuk merebut kemenangan.
Anehnya, langkah itu tidak dilakukan Prabowo. Apa yang salah? Sebagai veteran tentara, pasti dia tahu strategi itu, tapi kenapa tak melakukannya? Jawabannya sudah tersirat di depan, yaitu karena dia gagal menyediakan kompensasi bagi ARB untuk maju sebagai kandidat ketiga. Kalau itu dia lakukan, sebenarnya ARB bisa dipastikan hanya menempati urutan ketiga, namun bisa memaksa Pilpres berjalan dua putaran. Di putaran kedua ARB bisa bergabung dengan Prabowo untuk beramai-ramai mengeroyok Jokowi. Semua itu sangat mungkin disepakati dalam kontrak Prabowo dengan ARB untuk memunculkan poros ketiga.
Efek penyatuan kekuatan antara ARB dengan Prabowo pun akan jauh lebih kuat jika dilakukan pada putaran kedua. Dalam konteks ini, ada efek balas dendam di mana para pendukung ARB akan lebih militan menggabungkan kekuatannya untuk mengalahkan Jokowi. Tentu, semua itu hanya akan terjadi dengan catatan di atas, Prabowo memiliki bahan bakar yang cukup untuk melakukan pertarungan panjang. Faktanya, Prabowo memang mulai kehabisan dana untuk mengulur pertarungan. Dia bahkan memilih untuk mempercepat durasi pertarungan. Ini sungguh menyalahi teori pertarungan, karena secara universal pihak yang lebih lemah harus memilih rute gerilya yang panjang untuk pelan-pelan menggerogoti lawannya yang lebih kuat.
Tapi, bagaimana pun juga kita harus memahami pilihan realistis Prabowo jika menilik keadaannya. Dia sudah menghabiskan dana 3 Trilyun untuk memperoleh peringkat ketiga dalam pemilu legislatif kemarin. Selain itu, dukungan PPP terhadap pencapresannya juga tidak gratis. Kedatangan Surya Dharma Ali ke kampanye Gerindra sebenarnya disertai pemberian mahar 50 Milyar dari Prabowo untuk PPP. Distribusi yang tak merata memunculkan perpecahan di internal PPP. Tentu saja, perselisihan yang dipicu persoalan duit juga akan cepat kelar kalau diselesaikan dengan pendekatan duit. Artinya, Prabowo harus kembali merogoh koceknya. Bayangkan, betapa besar dana dihamburkan Prabowo yang selalu mengandalkan duit dalam menghadapi berbagai persoalan ini.
Tanpa sadar, cara kerjanya yang melulu mengandalkan duit ini ternyata benar-benar menguras kantongnya. Mau tak mau, sekarang dia harus mulai realistis memainkan skenario politiknya. Seperti pepatah mengatakan, tak ada kata terlambat untuk berhemat. Hal itu juga terlihat dalam pilihannya menerima Hatta Rajasa sebagai cawapres. Sebelumnya, lingkaran dalam Prabowo lebih banyak menginginkan Mahfud MD atau Abraham Samad sebagai cawapres, lantaran elektabilitas mereka jauh lebih tinggi. Tapi lantaran Hatta menawarkan mahar 1,7 Trilyun untuk menjadi Cawapres, akhirnya Prabowo pun menerimanya. Kalau dana Prabowo mencukupi, seharusnya dia memilih Abraham Samad atau Mahfud MD yang elektabilitasnya lebih tinggi. Tapi apa boleh buat, namanya juga kantong mulai kempes.
Akhirnya, tak mengherankan kalau sekarang cuma ada dua pasang kandidat dalam Pilpres 2014 ini, meski pun itu sedikit ganjil kalau dicermati berdasar teori persaingan. Faktor yang sangat determinan di sini, tak lain dan tak bukan, karena Prabowo sudah mulai kehabisan dana. Hal yang sama dialami ARB yang sudah banyak merugi selama memimpin Golkar. Sedari awal dia ngebet maju sebagai Capres meski internal partai banyak yang menertawakan elektabilitasnya. Bagi Bakri, persoalan maju Capres kali ini memang bukan persoalan menang, tapi persoalan mengorek modal dari kandidat runner up yang mau membiayainya. Sayang, Bakri harus kecele karena kandidat yang dia harapkan mampu memainkan poros ketiga pun ternyata juga sudah mulai bokek.
Dalam kalkulasi ini, Bakri memberikan beberapa skenario kepada Prabowo. Skenario pertama, dia akan maju sebagai kandidat ketiga pemecah suara untuk memastikan Pilpres berjalan dua putaran. Dalam skenario ini Bakri hanya akan menempati urutan ketiga dalam putaran pertama Pipres. Pada putaran kedua, barulah poros ketiga ini merapat ke Prabowo untuk beramai-ramai mengeroyok Jokowi. Tentu skenario ini membutuhkan pembiayaan yang tak sedikit, karena Prabowo harus menanggung pembiayaan dua tim.
Skenario kedua, prabowo cukup memberikan kompensasi kepada Bakri untuk mengurangi kerugiannya selama lima tahun memimpin Golkar, lalu Bakri akan bergabung dengan tim Prabowo. Dalam skenario ini, biaya yang diperlukan memang jauh lebih sedikit dibanding biaya pembentukan poros ketiga. Setelah menghitung-hitung sisa kantonya, ternyata Prabowo hanya bisa menerima opsi kedua. Fakta menyedihkan tak bisa dia tolak, bahwa dia memang sudah mulai bokek. Calon yang diharapkan bisa mejadi kandidat poros ketiga pun sudah terlanjur bokek, dan malah mengharap sokongannya untuk tetap maju sebagai Capres. Ya sudahlah balik ke hitung-hitungan aman. Dari pada tarung dua kali dan belum tentu menang, mending tarung sekali aja. Kalau pun kalah, setidaknya bisa meminimalisir duit yang terbuang. Sekali lagi, tak ada kata terlambat untuk berhemat. Maklum, sambil itung-itungan menang kalah Prabowo juga masih terus kepikiran utang perusahaannya yang mencapai 14 Trilyun. Semoga ke depan Prabowo terus mengingat pepatah “hemat pangkal kaya,” agar dia tak selalu “besar pasak dari pada tiang.”
Ditulis Oleh : Sindikat Jogja
Twitter : @SindikatJogja
part 2 page 18+19
part 3 page 20+21
part 4 page 24+25
part 5 page 29+31
Diubah oleh ken nero 24-06-2014 12:58
0
11.9K
Kutip
124
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
691.5KThread•2Anggota
Tampilkan semua post
TS
ken nero
#24
Quote:
Selamatkan Indonesia DARI PRABOWO - HATTA RAJASA [PART 4]
Prabowo-Hatta Pengkhianat Kaum Tani
Sudahkah Anda menyimak rilis KPU tentang visi misi capres-cawapres yang akan bertarung pada Juli nanti? Sebaiknya, jika Anda tak ingin membeli kucing dalam karung, memilih pemimpin yang benar-benar jelas apa yang menjadi programnya nanti, maka Anda luangkan waktu membaca berkas tersebut.
Sebagai orang yang belum pernah memegang jabatan eksekutif, patut kiranya kita melihat rumusan visi misi yang akan dijalakan oleh Prabowo. Bersama Hatta Rajasa yang lebih berpengalaman, karena beberapa kali menjabat menteri, maka besar harapan kita isi dokumen visi misi tersebut benar-benar detil. Karena jika tidak, gembar-gembor Prabowo untuk mewujudkan negeri yang maju hanya pepesan kosong jika tak bisa di-breakdown ke dalam rumusan yang jelas.
Yang menarik, sebagai Ketua HKTI (sekarang pun masih walau harus berebut pamor dengan Oesman Sapta), Prabowo memasukkan komitmen untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan. Salah satu itemnya menyatakan: Mempercepat reforma agraria untuk menjamin kepemilikan tanah rakyat, meningkatkan akses dan penguasaan lahan yang lebih adil dan berkerakyatan, serta menyediakan rumah murah bagi rakyat.
Betapa visi itu sangat mulia dan menjadi impian jutaan petani miskin yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun benarkah pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Hatta Rajasa sungguh memiliki niat yang tulus untuk mewujudkan visi yang mulia itu ? Atau cuma bahasa indah untuk pengisi dokumen KPU?
Untuk memastikan dan membuktikan Prabowo benar sejalan dengan perkataannya, maka lihat apa yang pernah dilakukannya, bagaimana tabiat dan kehidupan sesungguhnya. Faktanya adalah, Prabowo memiliki sepak terjang penguasaan laham-lahan di Nusantara. Lalu, Prabowo berbicara reforma agraria? Lelucon dari Yordania!?
Sungguh, untuk sekian kalinya, diri Prabowo dan ucapannya adalah paket kebohongan yang hanya masak dalam panggang pencitraan. Penguasaan lahan yang luas di Kalimantan dan beberapa wilayah lainya meruntuhkan sudah visi misi mulia yang ditawarkannya. Bahkan kita bisa muak dengan kepalsuan yang ditampilkannya, karena faktanya kakak beradik Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo menguasai tanah-tanah luas sebagai pendulang uang.
Mari kita mulai menelusuri sepak terjangnya di Pulau Sumatera. Dengan bendera PT. Tusam Hutani Lestari, mereka memegang konsesi penguasaan tanah seluas 96 ribu hektar di sekeliling Danau Lot Tawar, Aceh. Tanah tersebut terbentang dari Kabupaten Bener Meriah hingga Kabupaten Aceh Tengah. Mereka memasok kayu pinus bagi pabrik PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Lhokseumawe. Di Sumatera Barat dan Jambi, mereka menggunakan bendera PT. Tidar Kerinci Agung untuk menguasai lahan perkebunan sawit seluas lebih dari 30 ribu hektar.
Pulau Kalimantan, terutama Kalimantan Timur, merupakan salah satu ‘pohon uang’ yang utama bagi Prabowo. Di Kaltim mereka telah mengambil alih konsesi hutan seluas 290 ribu hektar dari PT Tanjung Redep HTI dan konsesi hutan seluas 350 ribu hektar dari Kiani Grup, kemudian mengganti namanya menjadi PT Kertas Nusantara. Kedua konsesi penguasaan hutan tersebut sebelumnya dikuasai oleh Bob Hasan.
Masih di propinsi Kalimantan Timur, mereka menguasai konsesi hutan PT Kartika Utama seluas 260 ribu hektar, PT Ikani Lestari seluas 260 ribu hektar, serta perkebunan PT. Belantara Pustaka seluas 15 ribu hektar lebih. Selain itu, holding company-nya, Nusantara Energi memiliki konsesi tambang seluas 60 ribu hektar. Perusahaan tambang ini sudah mengekspor batu bara ke Tiongkok.
Penguasaan lahan di Indonesia Timur juga tidak kalah banyak. Di Nusa Tenggara Timur, tepatnya Pulau Bima, kakak beradik Prabowo-Hashim memiliki budidaya mutiara serta perkebunan pohon jarak seluas 100 hektar untuk bahan bakar nabati. Di Kabupaten Merauke, Papua, mereka sudah merencanakan pembukaan Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585 ribu hektar. Eksplorasi blok gas Rombebai di Kabupaten Yapen, dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik, juga dikuasai mereka.
Fakta-fakta penguasaan lahan yang dilakukan oleh duet kakak beradik Prabowo-Hashim sudah menginjak-nginjak martabat petani miskin di Indonesia. Lalu, Anda masih percaya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) didirikan memang untuk kepentingan para petani? Lihat dan baca, elit yang bertarung di dalamnya bukan orang-orang dari kalangan petani, bahkan sama sekali tak mengerti tentang pertanian. Ada pun yang mengerti, tak mendapat tempat, terlebih lagi dengan dualism HKTI saat ini.
Bahkan akun TrioMacan2000, akun twitter berbayar yang membela kepentingan uang, pada 18 Desember 2012 lalu men-tweet bahwa Suhardi (Ketum Gerindra) melapor kepada Prabowo bahwa ia dipecat oleh Oesman Sapta dari HKTI. Dan Prabowo memaki Ketua Umum partainya itu di depan umum, “Profesor tolol kamu! HKTI itu saya, bukan Oesman!” Namun kita jangan heran jika sekarang akun TrioMacan2000 ini membela Prabowo habis-habisan dan memproduksi fitnah untuk lawan politik Prabowo. Karena sifat mereka ibarat penjaja kehormatan, yang hanya bernafsu jika dikipasi uang.
Sungguh jelas sudah, bahwa HKTI yang dibangun bukan untuk kepentingan petani, tetapi kepentingan politik. Organisasi didirikan Prabowo untuk jualan di media massa sebelum ia mendirikan Partai Gerindra. Sebuah jualan yang dipersiapkan, agar Prabowo si anak Ningrat itu dicitrakan sebagai pemimpin kaum tani. Dan sekarang ia lupa, jika kata-kata reforma agrarian itu adalah upaya menyelesaikan akar masalah konflik agrarian seperti kurangnya kepastian hukum, ketimpangan penguasaan lahan, ketimpangan pendapatan, kecemburuan sosial, pengangguran dan kemiskinan.
Kita dapat membaca, data-data sensus menunjukkan adanya kecenderungan ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia semakin lama semakin lebar. Hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan rata-rata 0,8 hektar. Sebanyak 14, 25 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar per keluarga. Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), 56% aset berupa properti, tanah dan perkebunan dikuasai hanya oleh 0,2% penduduk Indonesia.
Data BPS juga berbicara adanya kecenderungan Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional yang terus merosot. Ini merupakan sinyal buruk, indikasi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani dan nelayan negeri ini (yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan) secara umum terus merosot. Ditambah lagi dengan data BPS 2011 yang mencatat dari 28,29 juta penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 18,94 juta orang atau 63,4% di antaranya tinggal di wilayah pedesaan dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian.
Lalu, kita mendengar reforma agraria diserukan oleh seorang pemilik beribu-ribu hektar tanah, yang dirinya dan keluarganya termasuk dari hanya 0,2% penduduk beruntung itu? Barangkali ia menganggap semua orang itu bisa dibodohi dan dikibuli, percaya begitu saja kalau Prabowo akan menghapuskan ketimpangan penguasaan lahan menjadi merata. Di saat sebenarnya tensinya kembali tak stabil dan hampir terserang stroke lagi memikirkan 14,3 trilyun hutangnya?
Sungguh malang Hashim memiliki saudara, sedari dulu berniaga melulu bangkrut dan selalu Hashim yang membantunya. Pemilihan presiden ini, adalah pertaruhan terakhir Prabowo untuk melunasi hutangnya. Jika tidak, barangkali ia sudah bersiap-siap kembali ke Yordania, kali ini lari menghindari hutang.
Melihat perbandingan kepemilikan lahan Prabowo dengan data-data kepemilikan lahan rumah tangga tani yang dirilis dalam sensus pertanian, apakah kita dapat memastikan Prabowo benar-benar tulus? Atakah sengaja melakukan KEBOHONGAN PUBLIK melalui visi misinya? Baiklah, mari kita bertanya kepada rumput Yordania yang bergoyang.
Dan bagaimana dengan calon wakil presiden Hatta Rajasa yang menjadi pasangannya? Duet ‘musang berbulu ayam’ ini memiliki kelihaian berbohong dengan level yang sama; sempurna!
Walaupun Hatta berkoar-koar menaruh perhatian besar pada pemerataan pembangunan melalui program MP3EI, namun masyarakat luas sudah tahu bahwa program ini sejatinya tak lebih dari membuka kran investasi asing yang lebih menyebar di enam koridor utama perekonomian Indonesia: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku-Papua.
Program pro asing yang demikian jauh dari jiwa ekonomi kerakyatan. Melalui kebijakan deregulasi, penghapusan rintangan (debottlenecking), dan harmonisasi regulasi pusat-daerah dengan tujuan untuk lebih memuluskan jalan masuknya investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) di Indonesia. Program yang terinspirasi dari penelitian Boston Consulting Group ini tidak mempunyai fokus untuk membangkitkan perekonomian masyarakat miskin. MP3EI seolah berkata; selamat tinggal rakyat jelata!
Jenderal : Kita jadikan bangsa kita mandiri, bukan bangsa kacung dan kuli di negeri sendiri! (tangan mengepal udara dan mata melotot)
Rakyat : Siapa perancang dan pembuat Undang-Undanng Penanaman Modal Asing tahun 1967, sehingga PT. Freeport bisa masuk ke Indonesia, Jenderal?
Jenderal : Oh, itu inisiatif Bapakku Prof. Soemitro dan dijalankan oleh Mertuaku, Soeharto.
Rakyat : Trus, siapa pencetus program MP3EI dan Perpres 19 tahun 2014 tentang asing-isasi usaha pertanian?
Jenderal : Itu Hatta Rajasa, calon wakilku.
Rakyat : Waduh! Gimana ceritanya mau mandiri kalau begitu, Jenderal?
Jenderal : Diam kamu! Tak usah banyak Tanya! Ini cuma JUALAN!
Dorr..Doorr..Dorrr! (bau mesiu)
———— (layar turun) —————-
Lihat dokumen Visi_Misi_prabowo_Hatta yang diterima KPU pada bulan Mei 2014.
Junus Aditjondro, George. Menyongsong Era Soeharto, Babak Kedua.
http://indahzaida.blogspot.com/2014/...erspektif.html
Ruslan, Kadir. Sinyal Buruk dari Sektor Pertanian. Harian Waspada Medan, 14 April 2012
http://www.antaranews.com/berita/395...an-pembangunan
http://forbesindonesia.com/berita-24...od-enough.html
@sindikatjogja
link
Prabowo-Hatta Pengkhianat Kaum Tani
Sudahkah Anda menyimak rilis KPU tentang visi misi capres-cawapres yang akan bertarung pada Juli nanti? Sebaiknya, jika Anda tak ingin membeli kucing dalam karung, memilih pemimpin yang benar-benar jelas apa yang menjadi programnya nanti, maka Anda luangkan waktu membaca berkas tersebut.
Sebagai orang yang belum pernah memegang jabatan eksekutif, patut kiranya kita melihat rumusan visi misi yang akan dijalakan oleh Prabowo. Bersama Hatta Rajasa yang lebih berpengalaman, karena beberapa kali menjabat menteri, maka besar harapan kita isi dokumen visi misi tersebut benar-benar detil. Karena jika tidak, gembar-gembor Prabowo untuk mewujudkan negeri yang maju hanya pepesan kosong jika tak bisa di-breakdown ke dalam rumusan yang jelas.
Yang menarik, sebagai Ketua HKTI (sekarang pun masih walau harus berebut pamor dengan Oesman Sapta), Prabowo memasukkan komitmen untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan. Salah satu itemnya menyatakan: Mempercepat reforma agraria untuk menjamin kepemilikan tanah rakyat, meningkatkan akses dan penguasaan lahan yang lebih adil dan berkerakyatan, serta menyediakan rumah murah bagi rakyat.
Betapa visi itu sangat mulia dan menjadi impian jutaan petani miskin yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun benarkah pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Hatta Rajasa sungguh memiliki niat yang tulus untuk mewujudkan visi yang mulia itu ? Atau cuma bahasa indah untuk pengisi dokumen KPU?
Untuk memastikan dan membuktikan Prabowo benar sejalan dengan perkataannya, maka lihat apa yang pernah dilakukannya, bagaimana tabiat dan kehidupan sesungguhnya. Faktanya adalah, Prabowo memiliki sepak terjang penguasaan laham-lahan di Nusantara. Lalu, Prabowo berbicara reforma agraria? Lelucon dari Yordania!?
Sungguh, untuk sekian kalinya, diri Prabowo dan ucapannya adalah paket kebohongan yang hanya masak dalam panggang pencitraan. Penguasaan lahan yang luas di Kalimantan dan beberapa wilayah lainya meruntuhkan sudah visi misi mulia yang ditawarkannya. Bahkan kita bisa muak dengan kepalsuan yang ditampilkannya, karena faktanya kakak beradik Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo menguasai tanah-tanah luas sebagai pendulang uang.
Mari kita mulai menelusuri sepak terjangnya di Pulau Sumatera. Dengan bendera PT. Tusam Hutani Lestari, mereka memegang konsesi penguasaan tanah seluas 96 ribu hektar di sekeliling Danau Lot Tawar, Aceh. Tanah tersebut terbentang dari Kabupaten Bener Meriah hingga Kabupaten Aceh Tengah. Mereka memasok kayu pinus bagi pabrik PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Lhokseumawe. Di Sumatera Barat dan Jambi, mereka menggunakan bendera PT. Tidar Kerinci Agung untuk menguasai lahan perkebunan sawit seluas lebih dari 30 ribu hektar.
Pulau Kalimantan, terutama Kalimantan Timur, merupakan salah satu ‘pohon uang’ yang utama bagi Prabowo. Di Kaltim mereka telah mengambil alih konsesi hutan seluas 290 ribu hektar dari PT Tanjung Redep HTI dan konsesi hutan seluas 350 ribu hektar dari Kiani Grup, kemudian mengganti namanya menjadi PT Kertas Nusantara. Kedua konsesi penguasaan hutan tersebut sebelumnya dikuasai oleh Bob Hasan.
Masih di propinsi Kalimantan Timur, mereka menguasai konsesi hutan PT Kartika Utama seluas 260 ribu hektar, PT Ikani Lestari seluas 260 ribu hektar, serta perkebunan PT. Belantara Pustaka seluas 15 ribu hektar lebih. Selain itu, holding company-nya, Nusantara Energi memiliki konsesi tambang seluas 60 ribu hektar. Perusahaan tambang ini sudah mengekspor batu bara ke Tiongkok.
Penguasaan lahan di Indonesia Timur juga tidak kalah banyak. Di Nusa Tenggara Timur, tepatnya Pulau Bima, kakak beradik Prabowo-Hashim memiliki budidaya mutiara serta perkebunan pohon jarak seluas 100 hektar untuk bahan bakar nabati. Di Kabupaten Merauke, Papua, mereka sudah merencanakan pembukaan Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585 ribu hektar. Eksplorasi blok gas Rombebai di Kabupaten Yapen, dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik, juga dikuasai mereka.
Fakta-fakta penguasaan lahan yang dilakukan oleh duet kakak beradik Prabowo-Hashim sudah menginjak-nginjak martabat petani miskin di Indonesia. Lalu, Anda masih percaya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) didirikan memang untuk kepentingan para petani? Lihat dan baca, elit yang bertarung di dalamnya bukan orang-orang dari kalangan petani, bahkan sama sekali tak mengerti tentang pertanian. Ada pun yang mengerti, tak mendapat tempat, terlebih lagi dengan dualism HKTI saat ini.
Bahkan akun TrioMacan2000, akun twitter berbayar yang membela kepentingan uang, pada 18 Desember 2012 lalu men-tweet bahwa Suhardi (Ketum Gerindra) melapor kepada Prabowo bahwa ia dipecat oleh Oesman Sapta dari HKTI. Dan Prabowo memaki Ketua Umum partainya itu di depan umum, “Profesor tolol kamu! HKTI itu saya, bukan Oesman!” Namun kita jangan heran jika sekarang akun TrioMacan2000 ini membela Prabowo habis-habisan dan memproduksi fitnah untuk lawan politik Prabowo. Karena sifat mereka ibarat penjaja kehormatan, yang hanya bernafsu jika dikipasi uang.
Sungguh jelas sudah, bahwa HKTI yang dibangun bukan untuk kepentingan petani, tetapi kepentingan politik. Organisasi didirikan Prabowo untuk jualan di media massa sebelum ia mendirikan Partai Gerindra. Sebuah jualan yang dipersiapkan, agar Prabowo si anak Ningrat itu dicitrakan sebagai pemimpin kaum tani. Dan sekarang ia lupa, jika kata-kata reforma agrarian itu adalah upaya menyelesaikan akar masalah konflik agrarian seperti kurangnya kepastian hukum, ketimpangan penguasaan lahan, ketimpangan pendapatan, kecemburuan sosial, pengangguran dan kemiskinan.
Kita dapat membaca, data-data sensus menunjukkan adanya kecenderungan ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia semakin lama semakin lebar. Hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan rata-rata 0,8 hektar. Sebanyak 14, 25 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar per keluarga. Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), 56% aset berupa properti, tanah dan perkebunan dikuasai hanya oleh 0,2% penduduk Indonesia.
Data BPS juga berbicara adanya kecenderungan Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional yang terus merosot. Ini merupakan sinyal buruk, indikasi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani dan nelayan negeri ini (yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan) secara umum terus merosot. Ditambah lagi dengan data BPS 2011 yang mencatat dari 28,29 juta penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 18,94 juta orang atau 63,4% di antaranya tinggal di wilayah pedesaan dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian.
Lalu, kita mendengar reforma agraria diserukan oleh seorang pemilik beribu-ribu hektar tanah, yang dirinya dan keluarganya termasuk dari hanya 0,2% penduduk beruntung itu? Barangkali ia menganggap semua orang itu bisa dibodohi dan dikibuli, percaya begitu saja kalau Prabowo akan menghapuskan ketimpangan penguasaan lahan menjadi merata. Di saat sebenarnya tensinya kembali tak stabil dan hampir terserang stroke lagi memikirkan 14,3 trilyun hutangnya?
Sungguh malang Hashim memiliki saudara, sedari dulu berniaga melulu bangkrut dan selalu Hashim yang membantunya. Pemilihan presiden ini, adalah pertaruhan terakhir Prabowo untuk melunasi hutangnya. Jika tidak, barangkali ia sudah bersiap-siap kembali ke Yordania, kali ini lari menghindari hutang.
Melihat perbandingan kepemilikan lahan Prabowo dengan data-data kepemilikan lahan rumah tangga tani yang dirilis dalam sensus pertanian, apakah kita dapat memastikan Prabowo benar-benar tulus? Atakah sengaja melakukan KEBOHONGAN PUBLIK melalui visi misinya? Baiklah, mari kita bertanya kepada rumput Yordania yang bergoyang.
Dan bagaimana dengan calon wakil presiden Hatta Rajasa yang menjadi pasangannya? Duet ‘musang berbulu ayam’ ini memiliki kelihaian berbohong dengan level yang sama; sempurna!
Walaupun Hatta berkoar-koar menaruh perhatian besar pada pemerataan pembangunan melalui program MP3EI, namun masyarakat luas sudah tahu bahwa program ini sejatinya tak lebih dari membuka kran investasi asing yang lebih menyebar di enam koridor utama perekonomian Indonesia: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku-Papua.
Program pro asing yang demikian jauh dari jiwa ekonomi kerakyatan. Melalui kebijakan deregulasi, penghapusan rintangan (debottlenecking), dan harmonisasi regulasi pusat-daerah dengan tujuan untuk lebih memuluskan jalan masuknya investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) di Indonesia. Program yang terinspirasi dari penelitian Boston Consulting Group ini tidak mempunyai fokus untuk membangkitkan perekonomian masyarakat miskin. MP3EI seolah berkata; selamat tinggal rakyat jelata!
Jenderal : Kita jadikan bangsa kita mandiri, bukan bangsa kacung dan kuli di negeri sendiri! (tangan mengepal udara dan mata melotot)
Rakyat : Siapa perancang dan pembuat Undang-Undanng Penanaman Modal Asing tahun 1967, sehingga PT. Freeport bisa masuk ke Indonesia, Jenderal?
Jenderal : Oh, itu inisiatif Bapakku Prof. Soemitro dan dijalankan oleh Mertuaku, Soeharto.
Rakyat : Trus, siapa pencetus program MP3EI dan Perpres 19 tahun 2014 tentang asing-isasi usaha pertanian?
Jenderal : Itu Hatta Rajasa, calon wakilku.
Rakyat : Waduh! Gimana ceritanya mau mandiri kalau begitu, Jenderal?
Jenderal : Diam kamu! Tak usah banyak Tanya! Ini cuma JUALAN!
Dorr..Doorr..Dorrr! (bau mesiu)
———— (layar turun) —————-
Lihat dokumen Visi_Misi_prabowo_Hatta yang diterima KPU pada bulan Mei 2014.
Junus Aditjondro, George. Menyongsong Era Soeharto, Babak Kedua.
http://indahzaida.blogspot.com/2014/...erspektif.html
Ruslan, Kadir. Sinyal Buruk dari Sektor Pertanian. Harian Waspada Medan, 14 April 2012
http://www.antaranews.com/berita/395...an-pembangunan
http://forbesindonesia.com/berita-24...od-enough.html
@sindikatjogja
link
Diubah oleh ken nero 23-06-2014 13:36
0
Kutip
Balas