- Beranda
- Stories from the Heart
Dilarang Tertawa Karena Cinta
...
TS
pia.basah
Dilarang Tertawa Karena Cinta
WELCOME TO MY STORY

Quote:
Pernahkah anda merasa beruntung karena diperebutkan 2 cinta?
Kadang semuanya tidak seindah yang kita bayangkan, ketika mengalaminya
Sedikit cerita tentang cinta
Sedikit tentang ketidakberuntungan
Sedikit tentang manis dan pahitnya kehidupan cinta
Luapan cerita cinta seorang anak manusia
Sebelumnya..
Dilarang Tertawa Karena Cinta
Kadang semuanya tidak seindah yang kita bayangkan, ketika mengalaminya
Sedikit cerita tentang cinta
Sedikit tentang ketidakberuntungan
Sedikit tentang manis dan pahitnya kehidupan cinta
Luapan cerita cinta seorang anak manusia
Sebelumnya..
Dilarang Tertawa Karena Cinta
Permisi agan-agan sekalian. Gua newbie pengen berbagi cerita di forum ini.
Kalo ada kurangnya mohon maaf dan mohon bimbingannya. jangan ane di



This is a real story, ga mungkin repost, ini kisah gua sendiri. Tempat kejadian perkara sedikit gua samarkan, juga tokoh tokoh di dalamnya. Buat privasi gan hehe...
Hehe at least. Enjoy the show!


Quote:
Semoga lebih enak membaca dengan indeks ini.

Spoiler for CHAPTER I:
PART I MANIS
PART II INTERVIEW
PART III “……”
PART IV FALLIN IN LOVE
PART V MANAJEMEN MENTAL
PART VIa THANKS
PART VIb THANKS
PART VII KISS THE RAIN
PART VIII KISS THE RAIN II
PART IX OPTION
PART X WAY BACK INTO LOVE
INSIDE STORY
PART XI SUNDAY
PART XII 1 RUANGAN, 2 CINTA, 3 ORANG
PART XIII LENA? LET'S TALK ABOUT LOVE
PART XIV DECISION
PART XV FIA? CAN'T WE TALK ABOUT LOVE?
PART XVI FORBIDDEN LOVE
PART XVII LOVE BUT NOT LOVE
PART XVIIb LOVE BUT NOT LOVE
PART XVIIIa NEVER ENDING YOGYAKARTA
PART XVIIIb NEVER ENDING YOGYAKARTA
PART XIX LENA
INSIDE STORY BIASA DIPANGGIL TINA
PART XX LOOKING FOR A MIRACLE
PART XXI IT'S NOT A CINEMA
PART XXII PERJUANGAN
PART XXIII PERJUANGAN II
PART XXIVa AND THE ANSWER IS
PART XXIVb
PART XXV KELIRU
Quote:
CHAPTER 1: AFTER ALL
PART I
–MANIS-
Gua memandang sejenak ke luar jendela. Hamparan pemandangan bangunan-bangunan yang berjejer rapi dipadu pohon-pohon di sekitarnya sedikit mendinginkan kepalaku. Lampu taman menyinari daun daun pohon, membuat suasana menjadi hangat.
“masih banyak ya?” tanyaku.
“hm.. tinggal 14 orang lagi pak” jawab Lena, sekretarisku, sambil tersenyum melihatku “ngulet” meregangkan otot-ototku yang kaku.
“istirahat bentar ah, 10 menit” ujarku lagi. Gua beranjak dari mejaku, melepas kemeja kerja menyisakan kaos oblong putih bertuliskan “re*bok”. Si Lena si ngikut-ngikut aja, dia kemudian ikut-ikutan “ngulet”.
Gua keluar ruangan kerja, berjalan menyusuri jalan aspal di sekitar kawasan gedung-gedung tempatku bekerja. Supaya rileks gua melepas sepatu pantofel, kemudian bertelanjang kaki merasakan hangatnya aspal jalan yang seharian tadi disiram matahari. (kalian boleh coba, asli rileks banget)
Gua duduk di atas motor yang diparkir di depan gedung tempat gue cari duit, mengeluarkan sebatang rokok kemudian menyulutnya. “Fuuuhhhh….” Gua menghembuskan tinggi-tinggi asap rokok dari mulut. Sambil menikmati semilir udara malam hari. Ini cara gua melepas penatnya kerja seharian. Ah di saat seperti ini gua bisa kilas balik sedikit hidup gua, karir gua, cinta gua. Rasanya seperti melihat film sinetron aja.
Cinta? Gua malas deh ngomong masalah yang satu ini. Sori bukannya gua gak laku, tapi mungkin.. mungkin apa ya? Kurang beruntung kali. Ah sudah sudah. Lain kali aja gua merenung soal yang satu ini. Gua mau kilas balik karir gua aja, batin gua.
Memandang sekeliling melihat karyawan bagian taman sedang membereskan selang yang digunakan untuk menyiram tanaman di sekitar gedung. (Pemilik perusahaan tempat gua bekerja memang suka sekali dengan tanaman, jadilah jumlah taman dan ruang produksi bisa sama banyaknya). Gua jadi teringat saat saat pertama gua kerja. Ternyata berbekan ijasah s1 tidak membuat gua duduk di kursi di ruangan ber ac. Tidak jarang Gua harus berkeringat mengeluarkan seluruh tenaga membantu produksi yang berlangsung.
Alhasil gara-gara itu semua, berat badan gua turun 8 kg dalam rentang waktu 3 bulan. Fantastis!
Gua tertawa kecil membayangkan semua itu. Sampai pada akhirnya gua duduk di sini. Sekarang pekerjaan gua Cuma duduk-duduk di depan komputer, cek email, jalan-jalan di ruang produksi ngecek anak buah, trus ngrokok dah sama ngopi kalo capek. Enak banget ya? Yaa paling pusingnya kalau ada meeting sama bos atau ngurusin tetek bengek sumbangan lah atau orang minta kerja lah..
Hehe overall juga lancar kok. Manajer gitu loh..
“mas..”
“Lo? Kok ada suara “mas” ya? Rasanya di seri refleksi diri malam ini gak ada tokoh cewek deh.” Gumam gua dalam hati.
“OI MASSS….!!” –teriak-
“Eh iya iya iya….” Jawab gua sekenanya. Kaget setengah mati, keasyikan mikirin masa lalu, ga sadar gua senyum senyum sendiri.
“Masnya gila ih, ketawa ketawa sendiri” ujar suara itu lagi.
Gua berkeliling pandang. Melihat seorang cewek berdiri di depan gua. Gua mengurut pandangan dari bawah ke atas. Memakai jelana jeans biru muda, sepatu flat hitam, kemeja kotak-kotak pink dan dipadukan jilbab berwarna merah. –cantik-
“kok bengong mas?” tanyanya lagi.
“eh eh maaf mbak” jawab gua tersipu.
“hmm.. masnya siapa?” tanya cewek itu lagi.
“Lah.. mbak siapa? Saya karyawan di sini (tanpa menyebut merk dan jabatan)” jawab gua.
“oalahh… maaf maaf. Habisnya mas nya pake kaos gt” ujar cewek itu sambil tersenyum mrenges.
-cantik- eh bukan –manis-
“mas.. mau nanya nih.”
“0813…..”
“loh kok?”
“lo mbaknya mau nanya no hp saya kan? Ato nama saya?”
“yeee Ge eR!” cewek tadi menonjok pelan lengan gua.
–Melting-
“kalo ruangan yang buat interview kerja dimana ya mas?”
“Ooo la itu” sambil gua menunjuk ruangan kerja gua tadi yang jaraknya ga sampek 15 meter. Ruangan gua memang letaknya di depan area gedung. Jadi satu sama recepsionis.
“mbak nya mau interview?”
“iya nih mas. Mana nomer antrian saya katanya terakhir.”
“…”
“ya udah saya kesana dulu ya mas”
“eh eh bentar. Katanya lagi istirahat dulu interviewnya”
‘loh kenapa?’
‘Manajernya kebelet boker kali’
‘Hahahaha… ada ada aja. Gpp deh aku kesana dulu ya’
Dia berjalan cepat sesekali berlari kecil berjingkat. Takut telat kali.
Sekali lagi gua berpikir.
–Cantik- eh bukan, -MANIS-
PART I
–MANIS-
Gua memandang sejenak ke luar jendela. Hamparan pemandangan bangunan-bangunan yang berjejer rapi dipadu pohon-pohon di sekitarnya sedikit mendinginkan kepalaku. Lampu taman menyinari daun daun pohon, membuat suasana menjadi hangat.
“masih banyak ya?” tanyaku.
“hm.. tinggal 14 orang lagi pak” jawab Lena, sekretarisku, sambil tersenyum melihatku “ngulet” meregangkan otot-ototku yang kaku.
“istirahat bentar ah, 10 menit” ujarku lagi. Gua beranjak dari mejaku, melepas kemeja kerja menyisakan kaos oblong putih bertuliskan “re*bok”. Si Lena si ngikut-ngikut aja, dia kemudian ikut-ikutan “ngulet”.
Gua keluar ruangan kerja, berjalan menyusuri jalan aspal di sekitar kawasan gedung-gedung tempatku bekerja. Supaya rileks gua melepas sepatu pantofel, kemudian bertelanjang kaki merasakan hangatnya aspal jalan yang seharian tadi disiram matahari. (kalian boleh coba, asli rileks banget)
Gua duduk di atas motor yang diparkir di depan gedung tempat gue cari duit, mengeluarkan sebatang rokok kemudian menyulutnya. “Fuuuhhhh….” Gua menghembuskan tinggi-tinggi asap rokok dari mulut. Sambil menikmati semilir udara malam hari. Ini cara gua melepas penatnya kerja seharian. Ah di saat seperti ini gua bisa kilas balik sedikit hidup gua, karir gua, cinta gua. Rasanya seperti melihat film sinetron aja.
Cinta? Gua malas deh ngomong masalah yang satu ini. Sori bukannya gua gak laku, tapi mungkin.. mungkin apa ya? Kurang beruntung kali. Ah sudah sudah. Lain kali aja gua merenung soal yang satu ini. Gua mau kilas balik karir gua aja, batin gua.
Memandang sekeliling melihat karyawan bagian taman sedang membereskan selang yang digunakan untuk menyiram tanaman di sekitar gedung. (Pemilik perusahaan tempat gua bekerja memang suka sekali dengan tanaman, jadilah jumlah taman dan ruang produksi bisa sama banyaknya). Gua jadi teringat saat saat pertama gua kerja. Ternyata berbekan ijasah s1 tidak membuat gua duduk di kursi di ruangan ber ac. Tidak jarang Gua harus berkeringat mengeluarkan seluruh tenaga membantu produksi yang berlangsung.
Alhasil gara-gara itu semua, berat badan gua turun 8 kg dalam rentang waktu 3 bulan. Fantastis!
Gua tertawa kecil membayangkan semua itu. Sampai pada akhirnya gua duduk di sini. Sekarang pekerjaan gua Cuma duduk-duduk di depan komputer, cek email, jalan-jalan di ruang produksi ngecek anak buah, trus ngrokok dah sama ngopi kalo capek. Enak banget ya? Yaa paling pusingnya kalau ada meeting sama bos atau ngurusin tetek bengek sumbangan lah atau orang minta kerja lah..
Hehe overall juga lancar kok. Manajer gitu loh..
“mas..”
“Lo? Kok ada suara “mas” ya? Rasanya di seri refleksi diri malam ini gak ada tokoh cewek deh.” Gumam gua dalam hati.
“OI MASSS….!!” –teriak-
“Eh iya iya iya….” Jawab gua sekenanya. Kaget setengah mati, keasyikan mikirin masa lalu, ga sadar gua senyum senyum sendiri.
“Masnya gila ih, ketawa ketawa sendiri” ujar suara itu lagi.
Gua berkeliling pandang. Melihat seorang cewek berdiri di depan gua. Gua mengurut pandangan dari bawah ke atas. Memakai jelana jeans biru muda, sepatu flat hitam, kemeja kotak-kotak pink dan dipadukan jilbab berwarna merah. –cantik-
“kok bengong mas?” tanyanya lagi.
“eh eh maaf mbak” jawab gua tersipu.
“hmm.. masnya siapa?” tanya cewek itu lagi.
“Lah.. mbak siapa? Saya karyawan di sini (tanpa menyebut merk dan jabatan)” jawab gua.
“oalahh… maaf maaf. Habisnya mas nya pake kaos gt” ujar cewek itu sambil tersenyum mrenges.
-cantik- eh bukan –manis-
“mas.. mau nanya nih.”
“0813…..”
“loh kok?”
“lo mbaknya mau nanya no hp saya kan? Ato nama saya?”
“yeee Ge eR!” cewek tadi menonjok pelan lengan gua.
–Melting-
“kalo ruangan yang buat interview kerja dimana ya mas?”
“Ooo la itu” sambil gua menunjuk ruangan kerja gua tadi yang jaraknya ga sampek 15 meter. Ruangan gua memang letaknya di depan area gedung. Jadi satu sama recepsionis.
“mbak nya mau interview?”
“iya nih mas. Mana nomer antrian saya katanya terakhir.”
“…”
“ya udah saya kesana dulu ya mas”
“eh eh bentar. Katanya lagi istirahat dulu interviewnya”
‘loh kenapa?’
‘Manajernya kebelet boker kali’
‘Hahahaha… ada ada aja. Gpp deh aku kesana dulu ya’
Dia berjalan cepat sesekali berlari kecil berjingkat. Takut telat kali.
Sekali lagi gua berpikir.
–Cantik- eh bukan, -MANIS-
Diubah oleh pia.basah 26-10-2016 23:21
Kurohige410 memberi reputasi
1
34K
Kutip
293
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
pia.basah
#240
PART XXIII PERJUANGAN II
Quote:
PART XXIII
PERJUANGAN II
Sayup-sayup gua mendengar lagu Yiruma-Kiss The Rain. Lagu kesukaan gua. Gua berusaha membuka mata. Pandangan gua masih terasa cukup berat. Gua masih mengingat-ingat apa yang terjadi dengan gua.
Kepala gua masih terasa pusing. Gua berkeliling pandang dan melihat semuanya serba putih, ruangan dihiasi hanya sedikit ornamen dan gua menyadari ada beberapa selang yang menempel di tangan dan hidung gua.
‘Arghh’ Gua berusaha duduk. Supaya bisa melihat sekitar gua lebih jelas.
‘Duk..’ Gua menyenggol tangan seseorang. Yang sedang duduk tertidur. Kepalanya direbahkan di sebelah tangan gua.
‘Fia..’ Batin gua, gua mengelus kepala Fia yang masih tertidur. Gua mulai ingat kenapa gua di sini. Pagi ini gua pingsan setelah meminum kopi di kantor. What the hell! Kenapa gua bisa selemah itu. Batin gua masih meracau dalam hati.
Gua mengambil HP Fia yang tergeletak di seblah gua. Masih mengalunkan lagu Kiss The Rain yang diputar berulang-ulang.
Gua tertegun sejenak karena HP Fia saat itu masih membuka pesan antara Fia dan Lena. Gua ga ingin membuka atau mengganggu privasi orang dengan pesan pribadi di Hpnya. Namun rasa keingin tahuan gua sudah sampai di puncaknya. Karena kata-kata yang gua baca di pesan yang masih terbuka itu.
‘INI SEMUA GARA GARA KAMU!’ sms Lena. Sangat kasar karena ditulis dengan huruf kapital ditambah tanda seru di belakang kalimat yang menunjukkan makian.
Lena bukan orang yang dengan mudah untuk memaki seseorang seperti itu. Gua kenal dia. Itu yang membuat rasa ingin tahu gua memuncak.
Gua meraih HP Fia dan membuka pesan pesan Lena dan Fia.
Fia: ‘Maaf Mbak, saya gak tahu ada permasalahan apa. Kenapa tiba-tiba Mbak Lena marah ke saya.
Lena: ‘Pokoknya kamu yang salah’
Fia: ‘Tapi saya salah apa?’
Lena: ‘Bapak kecapean! Ga pernah istirahat! Selalu mikirin kamu sampai gak pernah mikirin dirinya! Kalau Bapak sampai kenapa-kenapa, aku ga akan maafin kamu Fi.’
Fia: ‘Tapi kalau boleh tau, permasalahannya apa sebenernya Mbk?’
Lena: ‘Pak Harry cari suami kamu yang ga bertanggung jawab itu!!’
Oh my God. Ini salah gua, batin gua. Kenapa masalahnya jadi seribet ini. Memangnya apa penyakit gua kok sampai Lena marah-marah seperti itu ke Fia. Gua menghela nafas sekali lagi sambil membelai kepala Fia. Jam di HP Fia sudah menunjukkan jam 12 malam. Artinya gua pingsan lebih dari 12 jam.
‘Maafin aku Fi’ Gua memandang Fia yang sampai tertidur di sebelah gua. Pasti dia kecapean.
‘Malam Pak’ Seorang suster masuk ke kamar gua.
‘Malam Sus’
‘Wah Bapak sudah sadar? Kok ga panggil saya?’ Suster tadi tersenyum sambil mengecek infus yang menggantung di deket gua.
‘Baru aja melek saya mbak.’
‘Oww… Kasian tu pacarnya nungguin Bapak dari tadi’
‘O ya?’
‘Iya tadi banyak yang nengok, tapi demi kesehatan pasien belum diijinkan masuk’ Suster tadi menjelaskan.
‘Memangnya saya sakit apa si sus?’
‘Hehe besok biar dokter yang jelasin ya. Bapak Levernya kurang sehat, kebanyakan begadang sama stres’ Suster tadi menjelaskan sambil menyoroti mata gua dengan senter kecil.
‘Kondisinya baik kok. Sebentar biar saya panggil dokter jaga’
‘Ga usah dibangunin sus’ Gua menyela karena melihat suster tadi akan membangunkan Fia.
‘Hehe iya deh sebentar ya’ Suster tadi beranjak keluar dari ruangan gua.
Gua memandang wajah Fia yang tampak damai. Gua duduk di ranjang gua. Gua mengusap dahi Fia lembut.
‘Non.. Bangun..’ Gua berkata lembut.
‘Hmmm’ Fia Cuma bergerak sedikit. Duh gua jadi ingat insiden bang Toyib kalau kondisinya seperti ini.
‘Fi…’ Gua mengusap lagi dahi Fia. Fia membuka mata.
‘Eh Pak sudah sadar?’ Fia tampak kaget gua bangunin. Dia langusng beranjak duduk tegak dan memandang tajam ke arah gua.
‘Belum. Ni Cuma ngelindur, bis ini pingsan lagi’ Gua ngelantur.
‘Plekk…’ Fia memeluk gua. Gua hampir terjengkang karena posisi gua tidak siap.
‘Fi…’ Gua terdiam saat merasakan getaran badan Fia. Gua tau saat itu Fia menangis.
‘Bapak bikin saya khawatir’
‘Iya maaf ya Fi..’
‘Bapak jahat. Dari tadi pagi cuekin saya. Kan saya takut’
‘Hehe..’ Gua tertawa kecil. Gua tersentuh dengan kata-kata Fia, dengan kekhawatirannya saat itu. Gua merasa berharga.
‘Iya Aku udah sadar kok ini.’ Gua mencoba mengelus kepala Fia karena Fia belum melepas pelukannya.
‘Ehehmm’ Suara dehem dokter jaga merusak suasana romantis di Rumah Sakit (lagi-lagi) malam itu.
‘Eh Dokter’ Fia melepas pelukannya dan menjadi salah tingkah. Gua senyum-senyum melihat tingkah laku Fia.
‘Hehe pelukannya nanti lagi ya. Saya ngecek pasien dulu’ Dokter tadi tersenyum.
‘I iya dok’ Fia tersenyum dan berdiri menjauh dari ranjang’
Dokter tadi menanyakan beberapa hal ke gua. Menyoroti mata gua dengan senter kecil. Dan menyimpulkan kalau gua baik-baik saja walaupun gua besok harus menjalani beberapa tes. Setelah mendengarkan beberapa nasihat klasik dokter, termasuk berhenti merokok, gua Cuma manggut-manggut santai. Sedangkan Fia tampak serius mendengarkan dokter.
‘Ya udah biar besok Dokter Han yang cek lagi ya.’ Dokter jaga tadi pamit dan beranjak dari ruangan gua.
Gua memandang Fia yang menghampiri gua dan tersenyum.
‘Tuh jangan bandel ya Pak’ Fia mencoba melanjutkan nasehat dokter tadi.
‘Haha iya iya’ Gua manggut-manggut.
‘Syukur deh kalo Bapak sudah sadar’
‘Syukur juga waktu saya sadar kamu yang ada di sini’
‘Eh maksudnya?’ Fia cukup penasaran dengan kata-kata gua.
‘Ya gua seneng aja Fi’ Gua tersenyum.
Malam itu gua ga bisa tidur. Gua ngobrol cukup lama dengan Fia, termasuk gua merengek minta dibeliin rokok yang dibalas dengan jeweran di telinga gua.
Ada kalanya gua suka Rumah Sakit, karena di sinilah gua bisa ngobrol dan dekat dengan Fia tanpa merasa bersalah. Sejak semula, rumah sakit berperan besar dalam perkembangan cinta gua.
Gua hanya memikirkan tentang apa yang gua lakuin selama ini. Apakah benar tindakan gua dengan mencari suami Fia? Lalu apa yang dipikirin Fia tentang hal ini ya?
---
‘Permisi’ Lena berdiri di depan pintu kamar tempat gua dirawat sejak kemarin.
‘Eh Mbak Lena’ Fia berdiri menyambut kedatangan Lena. Gua tersenyum melihat Lena menengok gua. Lena masih mengenakan seragam kerja, menunjukkan kalau dia sepulang kerja langsung menuju kemari. Saat itu memang sudah sore.
‘Gimana Pak?’
‘Ya gpp kok’ Gua menjawab singkat. Lena duduk di kursi sebelah gua.
‘Makanya jangan kecapean Pak’ Lena melirik Fia sesaat. Fia tampak menunduk.
‘….’
‘Ni aku bawain buah’ Lena meletakkan beberapa kantong plastik di meja.
‘Kalian masih berantem?’ Gua memecah suasana kaku sore itu.
‘Hah berantem apa?’ Lena tersenyum ke Gua.
‘…’ Fia diam membisu hanya mendengarkan.
‘Kamu dan Fia’ Gua menunjuk Lena dan Fia. Entah emosi gua cukup tinggi saat itu.
‘Eh..’ Lena bingung mau menjawab apa.
‘Aku tahu masalah ini kok. Maaf semalem aku baca pesan di HP kamu Fi’
‘Iya Pak’ Fia menjawab lirih.
Gua berargumen cukup panjang sore itu. Gua berusaha tidak memojokkan salah satu dari Fia dan Lena. Gua menilai semua kejadian ini adalah kesalahan gua. Tapi gua juga gak ingin Lena dan Fia berantem gara gara gua.
‘Tapi benar kan Pak, Bapak kecapean gara-gara Fia?’ Lena membalas argumen gua.
‘Semua karena aku. Jangan salahin orang lain donk.’
‘Tapi Pak..’
‘Iya semua gara-gara saya’ Fia memotong perdebatan gua dan Lena.
‘…’ Gua dan Lena memandang Fia. Menunggu kelanjutan kata-kata dari Fia.
‘Semua salah saya’ Fia kembali membuka kata-kata lagi.
‘Tolong jangan buat Bapak lebih menderita lagi Fi’ Lena berkata sambil menahan air mata.
‘Sudah sudah.. Jadi ruwet semuanya’ Gua menyela. Sebelum keributan ini memancing perhatian orang lain di Rumah Sakit ini.
‘O ya.. Pak..’ Fia memandang gua.
‘Ya?’ Gua menatap Fia.
‘Saya belum jawab pertanyaan Bapak waktu itu..’
‘… Pertanyaan apa?’ Gua tampak heran. Lena menatap kami berdua bergantian.
‘Saya terima lamaran Bapak. Bapak ga perlu cari suami saya lagi. Saya sudah ga ingin ketemu suami saya’
‘….’ Gua terdiam mendengar kata-kata Fia. Gua ga menyangka Fia akan jawab lamaran gua saat ini. Di saat saat yang gua kira kurang tepat.
‘…’ Lena Cuma diam. Lena memandang Gua tajam. Gua ga berani membalas tatapan Lena saat itu. Dia tidak menyela dan hanya menunggu jawaban gua.
PERJUANGAN II
Sayup-sayup gua mendengar lagu Yiruma-Kiss The Rain. Lagu kesukaan gua. Gua berusaha membuka mata. Pandangan gua masih terasa cukup berat. Gua masih mengingat-ingat apa yang terjadi dengan gua.
Kepala gua masih terasa pusing. Gua berkeliling pandang dan melihat semuanya serba putih, ruangan dihiasi hanya sedikit ornamen dan gua menyadari ada beberapa selang yang menempel di tangan dan hidung gua.
‘Arghh’ Gua berusaha duduk. Supaya bisa melihat sekitar gua lebih jelas.
‘Duk..’ Gua menyenggol tangan seseorang. Yang sedang duduk tertidur. Kepalanya direbahkan di sebelah tangan gua.
‘Fia..’ Batin gua, gua mengelus kepala Fia yang masih tertidur. Gua mulai ingat kenapa gua di sini. Pagi ini gua pingsan setelah meminum kopi di kantor. What the hell! Kenapa gua bisa selemah itu. Batin gua masih meracau dalam hati.
Gua mengambil HP Fia yang tergeletak di seblah gua. Masih mengalunkan lagu Kiss The Rain yang diputar berulang-ulang.
Gua tertegun sejenak karena HP Fia saat itu masih membuka pesan antara Fia dan Lena. Gua ga ingin membuka atau mengganggu privasi orang dengan pesan pribadi di Hpnya. Namun rasa keingin tahuan gua sudah sampai di puncaknya. Karena kata-kata yang gua baca di pesan yang masih terbuka itu.
‘INI SEMUA GARA GARA KAMU!’ sms Lena. Sangat kasar karena ditulis dengan huruf kapital ditambah tanda seru di belakang kalimat yang menunjukkan makian.
Lena bukan orang yang dengan mudah untuk memaki seseorang seperti itu. Gua kenal dia. Itu yang membuat rasa ingin tahu gua memuncak.
Gua meraih HP Fia dan membuka pesan pesan Lena dan Fia.
Fia: ‘Maaf Mbak, saya gak tahu ada permasalahan apa. Kenapa tiba-tiba Mbak Lena marah ke saya.
Lena: ‘Pokoknya kamu yang salah’
Fia: ‘Tapi saya salah apa?’
Lena: ‘Bapak kecapean! Ga pernah istirahat! Selalu mikirin kamu sampai gak pernah mikirin dirinya! Kalau Bapak sampai kenapa-kenapa, aku ga akan maafin kamu Fi.’
Fia: ‘Tapi kalau boleh tau, permasalahannya apa sebenernya Mbk?’
Lena: ‘Pak Harry cari suami kamu yang ga bertanggung jawab itu!!’
Oh my God. Ini salah gua, batin gua. Kenapa masalahnya jadi seribet ini. Memangnya apa penyakit gua kok sampai Lena marah-marah seperti itu ke Fia. Gua menghela nafas sekali lagi sambil membelai kepala Fia. Jam di HP Fia sudah menunjukkan jam 12 malam. Artinya gua pingsan lebih dari 12 jam.
‘Maafin aku Fi’ Gua memandang Fia yang sampai tertidur di sebelah gua. Pasti dia kecapean.
‘Malam Pak’ Seorang suster masuk ke kamar gua.
‘Malam Sus’
‘Wah Bapak sudah sadar? Kok ga panggil saya?’ Suster tadi tersenyum sambil mengecek infus yang menggantung di deket gua.
‘Baru aja melek saya mbak.’
‘Oww… Kasian tu pacarnya nungguin Bapak dari tadi’
‘O ya?’
‘Iya tadi banyak yang nengok, tapi demi kesehatan pasien belum diijinkan masuk’ Suster tadi menjelaskan.
‘Memangnya saya sakit apa si sus?’
‘Hehe besok biar dokter yang jelasin ya. Bapak Levernya kurang sehat, kebanyakan begadang sama stres’ Suster tadi menjelaskan sambil menyoroti mata gua dengan senter kecil.
‘Kondisinya baik kok. Sebentar biar saya panggil dokter jaga’
‘Ga usah dibangunin sus’ Gua menyela karena melihat suster tadi akan membangunkan Fia.
‘Hehe iya deh sebentar ya’ Suster tadi beranjak keluar dari ruangan gua.
Gua memandang wajah Fia yang tampak damai. Gua duduk di ranjang gua. Gua mengusap dahi Fia lembut.
‘Non.. Bangun..’ Gua berkata lembut.
‘Hmmm’ Fia Cuma bergerak sedikit. Duh gua jadi ingat insiden bang Toyib kalau kondisinya seperti ini.
‘Fi…’ Gua mengusap lagi dahi Fia. Fia membuka mata.
‘Eh Pak sudah sadar?’ Fia tampak kaget gua bangunin. Dia langusng beranjak duduk tegak dan memandang tajam ke arah gua.
‘Belum. Ni Cuma ngelindur, bis ini pingsan lagi’ Gua ngelantur.
‘Plekk…’ Fia memeluk gua. Gua hampir terjengkang karena posisi gua tidak siap.
‘Fi…’ Gua terdiam saat merasakan getaran badan Fia. Gua tau saat itu Fia menangis.
‘Bapak bikin saya khawatir’
‘Iya maaf ya Fi..’
‘Bapak jahat. Dari tadi pagi cuekin saya. Kan saya takut’
‘Hehe..’ Gua tertawa kecil. Gua tersentuh dengan kata-kata Fia, dengan kekhawatirannya saat itu. Gua merasa berharga.
‘Iya Aku udah sadar kok ini.’ Gua mencoba mengelus kepala Fia karena Fia belum melepas pelukannya.
‘Ehehmm’ Suara dehem dokter jaga merusak suasana romantis di Rumah Sakit (lagi-lagi) malam itu.
‘Eh Dokter’ Fia melepas pelukannya dan menjadi salah tingkah. Gua senyum-senyum melihat tingkah laku Fia.
‘Hehe pelukannya nanti lagi ya. Saya ngecek pasien dulu’ Dokter tadi tersenyum.
‘I iya dok’ Fia tersenyum dan berdiri menjauh dari ranjang’
Dokter tadi menanyakan beberapa hal ke gua. Menyoroti mata gua dengan senter kecil. Dan menyimpulkan kalau gua baik-baik saja walaupun gua besok harus menjalani beberapa tes. Setelah mendengarkan beberapa nasihat klasik dokter, termasuk berhenti merokok, gua Cuma manggut-manggut santai. Sedangkan Fia tampak serius mendengarkan dokter.
‘Ya udah biar besok Dokter Han yang cek lagi ya.’ Dokter jaga tadi pamit dan beranjak dari ruangan gua.
Gua memandang Fia yang menghampiri gua dan tersenyum.
‘Tuh jangan bandel ya Pak’ Fia mencoba melanjutkan nasehat dokter tadi.
‘Haha iya iya’ Gua manggut-manggut.
‘Syukur deh kalo Bapak sudah sadar’
‘Syukur juga waktu saya sadar kamu yang ada di sini’
‘Eh maksudnya?’ Fia cukup penasaran dengan kata-kata gua.
‘Ya gua seneng aja Fi’ Gua tersenyum.
Malam itu gua ga bisa tidur. Gua ngobrol cukup lama dengan Fia, termasuk gua merengek minta dibeliin rokok yang dibalas dengan jeweran di telinga gua.
Ada kalanya gua suka Rumah Sakit, karena di sinilah gua bisa ngobrol dan dekat dengan Fia tanpa merasa bersalah. Sejak semula, rumah sakit berperan besar dalam perkembangan cinta gua.
Gua hanya memikirkan tentang apa yang gua lakuin selama ini. Apakah benar tindakan gua dengan mencari suami Fia? Lalu apa yang dipikirin Fia tentang hal ini ya?
---
‘Permisi’ Lena berdiri di depan pintu kamar tempat gua dirawat sejak kemarin.
‘Eh Mbak Lena’ Fia berdiri menyambut kedatangan Lena. Gua tersenyum melihat Lena menengok gua. Lena masih mengenakan seragam kerja, menunjukkan kalau dia sepulang kerja langsung menuju kemari. Saat itu memang sudah sore.
‘Gimana Pak?’
‘Ya gpp kok’ Gua menjawab singkat. Lena duduk di kursi sebelah gua.
‘Makanya jangan kecapean Pak’ Lena melirik Fia sesaat. Fia tampak menunduk.
‘….’
‘Ni aku bawain buah’ Lena meletakkan beberapa kantong plastik di meja.
‘Kalian masih berantem?’ Gua memecah suasana kaku sore itu.
‘Hah berantem apa?’ Lena tersenyum ke Gua.
‘…’ Fia diam membisu hanya mendengarkan.
‘Kamu dan Fia’ Gua menunjuk Lena dan Fia. Entah emosi gua cukup tinggi saat itu.
‘Eh..’ Lena bingung mau menjawab apa.
‘Aku tahu masalah ini kok. Maaf semalem aku baca pesan di HP kamu Fi’
‘Iya Pak’ Fia menjawab lirih.
Gua berargumen cukup panjang sore itu. Gua berusaha tidak memojokkan salah satu dari Fia dan Lena. Gua menilai semua kejadian ini adalah kesalahan gua. Tapi gua juga gak ingin Lena dan Fia berantem gara gara gua.
‘Tapi benar kan Pak, Bapak kecapean gara-gara Fia?’ Lena membalas argumen gua.
‘Semua karena aku. Jangan salahin orang lain donk.’
‘Tapi Pak..’
‘Iya semua gara-gara saya’ Fia memotong perdebatan gua dan Lena.
‘…’ Gua dan Lena memandang Fia. Menunggu kelanjutan kata-kata dari Fia.
‘Semua salah saya’ Fia kembali membuka kata-kata lagi.
‘Tolong jangan buat Bapak lebih menderita lagi Fi’ Lena berkata sambil menahan air mata.
‘Sudah sudah.. Jadi ruwet semuanya’ Gua menyela. Sebelum keributan ini memancing perhatian orang lain di Rumah Sakit ini.
‘O ya.. Pak..’ Fia memandang gua.
‘Ya?’ Gua menatap Fia.
‘Saya belum jawab pertanyaan Bapak waktu itu..’
‘… Pertanyaan apa?’ Gua tampak heran. Lena menatap kami berdua bergantian.
‘Saya terima lamaran Bapak. Bapak ga perlu cari suami saya lagi. Saya sudah ga ingin ketemu suami saya’
‘….’ Gua terdiam mendengar kata-kata Fia. Gua ga menyangka Fia akan jawab lamaran gua saat ini. Di saat saat yang gua kira kurang tepat.
‘…’ Lena Cuma diam. Lena memandang Gua tajam. Gua ga berani membalas tatapan Lena saat itu. Dia tidak menyela dan hanya menunggu jawaban gua.
0
Kutip
Balas