- Beranda
- B-Log Personal
Diam.....Merenung.....Menulis.....
...
TS
arxpratama
Diam.....Merenung.....Menulis.....

Quote:
permisi gan, nubi numpang bikin coretan coretan isi hati 
cuman sekedar share, katanya sih di sini enak bisa chit chat
all about seni aja lah
terutama sastra
oke lah kalo gtu 
monggo baca baca gan
sapa tau jodoh 

cuman sekedar share, katanya sih di sini enak bisa chit chat

all about seni aja lah
terutama sastra
oke lah kalo gtu 
monggo baca baca gan
sapa tau jodoh 
Quote:
Spoiler for peraturan:
selebihnya:
1. Boleh OOT
2. Boleh junk, tapi mesti berhubungan sama isi trit

3. Boleh memperebutkan TS

4. DILARANG COPAS, kecuali dengan izin TS

5. Selebihnya terserah

Quote:
Spoiler for izin momod:

Quote:
INDEKS
kumpulan tulisan bodoh
kumpulan tulisan bodoh
PUISI
1. Bintang Gelap
2. Gaun Hitam
3. Secret Admirer
4. Tanpa Langit Tanpa Bumi
5. Tuhan Mencintaiku, Atau??
6. Tanpa Dia
7. DEAR...
8. Mengais Air Mata
9. Tahun Kelulusan
10. Inilah Kau
11. Metamorfosis
12. Pecandu Aspal
13. Tentang Senin Pagi
14. Bangau Senja
15. Otak Bukan Hati
16. Dua Sisi
17. Belum Saatnya
18. Semenjak
19. Mahadewi
20. Tentang Minggu Pagi
CERPEN
1. Tentang Diane
WACANA OPINI
1. Mahluk PHP Itu Bernama Cowok??
2. Lupa Menikmati Saat Mengalami
1. Bintang Gelap
2. Gaun Hitam
3. Secret Admirer
4. Tanpa Langit Tanpa Bumi
5. Tuhan Mencintaiku, Atau??
6. Tanpa Dia
7. DEAR...
8. Mengais Air Mata
9. Tahun Kelulusan
10. Inilah Kau
11. Metamorfosis
12. Pecandu Aspal
13. Tentang Senin Pagi
14. Bangau Senja
15. Otak Bukan Hati
16. Dua Sisi
17. Belum Saatnya
18. Semenjak
19. Mahadewi
20. Tentang Minggu Pagi
CERPEN
1. Tentang Diane
WACANA OPINI
1. Mahluk PHP Itu Bernama Cowok??
2. Lupa Menikmati Saat Mengalami
Diubah oleh arxpratama 26-06-2014 16:27
someshitness dan tata604 memberi reputasi
2
2.9K
Kutip
64
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
B-Log Personal 
6.7KThread•13.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
arxpratama
#39
Quote:
Haloooo, ane balik nih
dengan sebuah cerpen yang bodoh
monggo di baca 
dengan sebuah cerpen yang bodoh
monggo di baca 
Quote:
TENTANG DIANE
Quote:
Sebut saja Diane, seorang gadis muda yang cantik dan banyak di sukai banyak pria, seoarang anak SMA tingkat akhir di salah satu SMA favorit di kota kembang ini, ya Diane, nama yang indah yang sesuai dengan pribadnya, dia adalah salah satu siswa paling berprestasi di sekolahnya, dan itulah kenapa banyak yang menaruh hati padanya, ah.. Diane..
Namun, bukan hidup namanya jika hanya ada tawa dan canda belaka, Diane yang dulunya adalah anak yang penuh dengan nilai positif sontak menjadi seorang yang mengerikan, bak serigala lapar...
Aku gerah.. aku gundah.. aku marah.. aku dalam pengaruh setan
aku tau aku merugi atas ini semua, aku tau aku salah, aku kini tengah menjadi budak budak para setan, aku tau ini salah tapi aku tak dapat menghindarinya. Sontak aku meraba raba tanah, mencari cari yang kiranya masih tersisa, apapun! Bahkan harapan sekalipun.
Aku tak menemukan apapun, yang ada aku hanya berada di ruang sempit ini, ruang yang bahkan aku sudah lupa dimana tempatnya berada, namun nihil tak ku temukan apapun yang dapat memberikan rasa nyaman di tubuh setan ini..
Aku harus mendapatkannya lagi...
Aku tinggalkan tempat itu, tempat yang menjadi saksi atas apa yang anak setan lakukan beberapa minggu terakhir.
Aku sampai lagi disini, bukan “rumah kedua” namun di rumah asliku, aku masuk tanpa menggedor pintu, dan saat itulah ada suara yang mengelusku dengan kasarnya, suara yang sudah aku kenal sejak aku masih belum mengenal apa apa.
“Diane!!, darimana saja kau!! Sudah empat hari kau tidak pulang ke rumah!! Mau jadi apa kau ini nak”suara itu bak petir, sungguh cumiakkan.
“Mama diam!! Aku pulang bukan untuk mendengarkan ocehanmu!!” kataku sambil melangkah masuk tanpa mengalihkan pandangan kosong ini, sungguh hatiku benar benar sakit ketika aku setega itu mengucapkannya kepada mama, namun dorongan untuk memuaskan tubuh setan ini telah mengalahkan segalanya.
“Hey ada apa denganmu, apa yang akan kau lakukan di sana!!” kata mama sambil melihatku masuk kedalam kamarnya. “Diam!!”
Sedetik kemudian aku sudah ada di kamar mama, aku cari apapun yang berharga, apapun! Termasuk aku sendiri. Laci dan lemari aku obrak abrik, kukeluarkan semua isi didalamnya, dan saat aku menemukan apa yang kucari, saat itu lah mama membentak ku lagi, tentu saja cumiakkan telinga.
“Diane!! Apa yang kamu lakukan, mau kau bawa kemana uang sebanyak itu!”
Aku memang membawa sejumlah uang, namun aku tak tau berapa jumlahnya, namun setidaknya aku bisa memberi makan setan yang ada dalam tubuh ini.
“Diam lah maa, tidak kah kau lihat aku sedang tidak ingin di ajak ngomong!” aku berlalu begitu saja melewati mamaku yang ada di dekat pintu, baru saja aku melewatinya, tiba tiba ada tangan yang menarik lenganku untuk berbalik. Plaaakk!!
ANJING!!!
Mama menamparku, seketika itu lah aku naik pitam.
“apa yang kau lakukan hah? Kau tidak berhak menamparku, kau hanya mamaku!! Tak lebih! Aku muak sama kau mah!” begitu kasar, begitu kejam, sepertinya lidah ini sudah ikut teracuni.
Mendengar yang aku ucapkan, mama pun sontak memerah, entah menahan tangis atau amarah, yang aku tau di sudut matanya kini ada setitik bening yang akan jatuh. Melihat itu aku sungguh sakit, benar benar sakit. Namun yang aku lakukan bukan memeluknya, aku tinggalkan rumah ku beserta suara isak tangis mama yang kian menghilang di telan awan gelap.
Aku pun berjalan tak tentu arah. Sempoyogan seperti sebatang rumput yang di terpa angin, samar samar aku ingat ingat lagi kemana aku harus melangkah.
Aku ingat, ah aku harus ke Robert, ya! Dia yang paling kubutuhkan saat ini.
Aku mempercepat langkah, dan sampai lah aku di sebuah rumah tua yang berpintu terhalang papan papan kayu melintang, di samping rumah itu ada sumur tua yang sudah ditutup juga oleh papan papan kayu, dinding dindingnya mengisyaratkan untuk tidak didekati oleh siapapun, namun aku tidak, mendekatinya adalah suatu keharusan sekarang. Di dekat sumur tua itu ada sebuah pintu yang mengarah langsung ke dalam tanah, dari sanalah aku akan masuk.
Aku melangkah, membuka pintu itu dengan susah payah, masuk dan kudapati sebuah lorong panjang berlampu kuning ala kadarnya, tempat ini sangat pengap, bahkan lebih pengap dari “rumah kedua” ku. Siapapun pasti tidak akan mau berlama lama di sini, aku pun melangkah masuk, lebih dalam dan dalam. Hingga aku sekarang berada di depan pintu tua yang mengarah ke sebuah ruangan.
Aku masuk dan mendapati Robert sedang duduk di belakang meja berlampu kuning juga, di temani oleh sebotol Jack Daniels dan tiga orang lainnya yang tidak penting jika aku ketahui. Agaknya Robert sedikit terkejut karena kedatangan ku kemari.
“Hey Diane, agaknya ini terlalu cepat mengingat kau baru saja beberapa hari kemarin kesini!!”katanya kecut sambil memperhatikanku mendekati meja.
Aku mendekat dan melemparkan sejumlah uang “berikan aku lagi barang yang sepadan dengan jumlah uang itu!”
Robert masih melihatku heran, lalu mengambil uang itu, memasukkannya kedalam meja dan bersamaan dengan itu, Robert mengeluarkan bungkusan coklat yang sudah aku nantikan sejak tadi. Aku mengambilnya dan melangkah pergi.
“senang berbisnis dengan mu! Bukankah menyenangkan bisa mengenalku??” aku terus melangkah tanpa mendengarkan tawanya yang menghilang seraya aku menutup pintu ruang itu.
Aku marah, sungguh jika aku bisa bertemu dengan marahku ini, ingin rasanya aku membunuh dan memotong motongnya hingga bagian yang paling kecil. Aku dikendalikan, oleh setan setan biadab, aku tak ingin seperti ini, namun tubuh ini selalu mengatakan hal yang berbeda dengan apa yang dikatakan oleh hati ini. Aku benci dengan kehidupan, aku benci dengan aturan aturan yang mengikat.
Langkahku ku percepat, secepat setan setan ini mempermainkan akal dan nurani ini, aku melangkah dengan mantap, namun tak semantap hatiku yang sejatinya menolak apa yang sedang aku kerjakan ini. Kini aku tau kemana akan ku arahkan kaki ini.
Aku harus memuaskan setan setan ini
Dan sampailah aku pada rumah ini lagi, beberapa jam yang lalu aku berangkat, dan sekarang aku kembali lagi disini, dengan tangan yang menggenggam makanan setan ini. Aku masuk dan duduk, di tempat yang sama beberapa jam lalu, aku mulai melakukan “ritual” ini, ritual yang menjadikan setan setan ini semakin gemuk.
Agaknya aku agak sedikit berlebihan dengan apa yang ku konsumsi ini, aku sadar akan apa yang ku konsumsi ini sangat berlebih, namun tubuh seakan tidak mau menyadari itu. Aku terus memaksa tubuh ini untuk memasukkan benda ini, hingga...
Aku merasa tubuh ini akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.
Ah.. sakit sekali
Aku kesakitan, seperti tubuh ini ingin muntah, mengeluarkan apapun yang ada di dalamnya. Mataku berkunang kunang, kepalaku seakan ingin pecah, sepeti ada trisula setan yang mereka tancapkan sambil tertawa dia atasnya. Mataku semakin menghitam, seakan terdengar disana ada sesayupan tawa setan yang puas akan apa yang mereka lakukan padaku.
Saat itulah aku rasakan ada cairan yang keluar dari mulutku.
Apa ini??
Tanganku sudah kelu untuk hanya sekadar meraba apa yang ada di mulut ku ini. Ya! Sekarang aku sudah tergeletak dengan jarum suntik yang menancap di lengan. Aku ketakutan, ada apa ini?
Kenapa aku? Apa yang harus aku lakukan? Mengapa bisa begini?
Dalam kebingungan yang aku buat sendiri itu aku pun mengerang, mengerang dalam ketakutan, sungguh takut, mataku mulai menghitam dan menghitam, cahaya marahari pun seakan tak mau menampakkan wujudnya lagi.
Dalam ketakutan itu pun aku sontak menjerit.
Apa ini? Tak ada lagi ruangan pengap, tak ada lagi jarum suntik yang menancap di lengan?
Aku pun meraba mulutku, tak ada lagi carian itu, yang ada hanya liur yang mengering. Agaknya aku bermimpi!
Ampun, mimpi apa barusan?
Aku ingin sekali menangis pada saat itu, bukan penyesalan, tapi bahagia. Aku bersyukur karena itu hanya sebuah mimpi belaka. Aku menghela nafas panjang dan mengusa usap wajahku. Dalam usapan itu sekilas mataku menangkap bungkusan coklat di meja. Aku merasa janggal dengan bungkusan itu. Lama kutatap, aku pikir sejenak, aku beradu dengan otak, mencoba memecahkan teka teki benda apa ini. Aku terus berpikir, memutar otak yang masih belum begitu sadar.
Sontak aku terkejut! Aku ingat kini, agaknya mimpi yang barusan aku alami bukan tanpa alasan, aku ingat sekarang. Bungkusan ini adalah bungkusan yang diberikan seseorang di terminal tadi ketika aku pulang sekolah.
Pikiran ku terus memutar memori beberapa jam yang lalu, ketika aku berada di terminal sendirian. Ketika ada seorang berjaket kulit hitam dan bertopi yang menghampiriku. Ketika dia memberiku bungkusan coklat ini. Ketika dia mengatakan untuk aku membawa ini dan menyuruku mencobanya. Ketika dia mengatakan untuk menghampirinya lagi ketika aku butuh barang itu lagi.
Agaknya aku sudah tau apa yang ada di dalam bungkusan ini dari awal.
Ah ** SENSOR **..
dan sekarang aku bertemu dengan sebuah pilihan lagi, antara mencoba ini atau membuangnya, dan menghindarinya jauh jauh. Aku dihadapkan lagi pada sebuah pilihan. Kalau bisa aku gambarkan, mungkin sekarang ada dua mahluk yang duduk di pundak ku, satu sosok putih bersayap dan memiliki cincin emas melayang di kepalanya dan di pundak yang satunya, sosok merah bertanduk yang membawa tongkat trisula, mereka saling memberikan argumen yang memberatkan kenapa harus mengikuti perintah mereka.
Ah aku bingung..
Aku mendongakkan kepala, meregangkan leher ini, saat itu lah aku juga melihat jajaran piala pialaku, dan foto foto kemenangan yang sudah aku dapatkan.
Kira kira apakah aku tega melakukan apa yang aku pegang ini, dan meninggalkan apa yang sudah aku capai selama ini. Apa aku tega menghianati orang tuaku yang telah berkorban mati matian untuk aku sekolah? Apa lagi setelah mimpi mengerikan itu.
Lantas aku tersenyum, agaknya sosok putih bersayap itu ikut tersenyum, tanda sebuah kemenangan, Aku pun berdiri dan melangkah pergi.
Sedetik ketika aku keluar dari pintu rumah, ada sebuah pertanyaan yang tiba tiba melintas di benak ku.
Mau aku kemanakan barang laknat ini?
Ah aku begitu bingung, kemana kira kira barang yang ada di dalam tasku ini? Aku mulai memikirkan beberapa opsi.
Di opsi yang terakhir itu aku tersenyum, dan aku pun masuk kembali kerumah dan mengambil peralatan yang sekiranya bisa untuk membakar barang ini. Lantas aku menuju ke hutan dekat desa, agak jauh agar tak ada yang tau. Aku pun menyiapkan tempat pembakaran, dan menyalakan api.
Agaknya api itu sedikit agak besar, aku pun melemparkan barang itu. Aku mlihatnya menghangus bersama api, menghangus bersama setan yang telah menggelayut sejak tadi.
Matilah kau..
Namun, bukan hidup namanya jika hanya ada tawa dan canda belaka, Diane yang dulunya adalah anak yang penuh dengan nilai positif sontak menjadi seorang yang mengerikan, bak serigala lapar...
=======================
Aku gerah.. aku gundah.. aku marah.. aku dalam pengaruh setan
aku tau aku merugi atas ini semua, aku tau aku salah, aku kini tengah menjadi budak budak para setan, aku tau ini salah tapi aku tak dapat menghindarinya. Sontak aku meraba raba tanah, mencari cari yang kiranya masih tersisa, apapun! Bahkan harapan sekalipun.
Aku tak menemukan apapun, yang ada aku hanya berada di ruang sempit ini, ruang yang bahkan aku sudah lupa dimana tempatnya berada, namun nihil tak ku temukan apapun yang dapat memberikan rasa nyaman di tubuh setan ini..
Aku harus mendapatkannya lagi...
Aku tinggalkan tempat itu, tempat yang menjadi saksi atas apa yang anak setan lakukan beberapa minggu terakhir.
=========================
Aku sampai lagi disini, bukan “rumah kedua” namun di rumah asliku, aku masuk tanpa menggedor pintu, dan saat itulah ada suara yang mengelusku dengan kasarnya, suara yang sudah aku kenal sejak aku masih belum mengenal apa apa.
“Diane!!, darimana saja kau!! Sudah empat hari kau tidak pulang ke rumah!! Mau jadi apa kau ini nak”suara itu bak petir, sungguh cumiakkan.
“Mama diam!! Aku pulang bukan untuk mendengarkan ocehanmu!!” kataku sambil melangkah masuk tanpa mengalihkan pandangan kosong ini, sungguh hatiku benar benar sakit ketika aku setega itu mengucapkannya kepada mama, namun dorongan untuk memuaskan tubuh setan ini telah mengalahkan segalanya.
“Hey ada apa denganmu, apa yang akan kau lakukan di sana!!” kata mama sambil melihatku masuk kedalam kamarnya. “Diam!!”
Sedetik kemudian aku sudah ada di kamar mama, aku cari apapun yang berharga, apapun! Termasuk aku sendiri. Laci dan lemari aku obrak abrik, kukeluarkan semua isi didalamnya, dan saat aku menemukan apa yang kucari, saat itu lah mama membentak ku lagi, tentu saja cumiakkan telinga.
“Diane!! Apa yang kamu lakukan, mau kau bawa kemana uang sebanyak itu!”
Aku memang membawa sejumlah uang, namun aku tak tau berapa jumlahnya, namun setidaknya aku bisa memberi makan setan yang ada dalam tubuh ini.
“Diam lah maa, tidak kah kau lihat aku sedang tidak ingin di ajak ngomong!” aku berlalu begitu saja melewati mamaku yang ada di dekat pintu, baru saja aku melewatinya, tiba tiba ada tangan yang menarik lenganku untuk berbalik. Plaaakk!!
ANJING!!!
Mama menamparku, seketika itu lah aku naik pitam.
“apa yang kau lakukan hah? Kau tidak berhak menamparku, kau hanya mamaku!! Tak lebih! Aku muak sama kau mah!” begitu kasar, begitu kejam, sepertinya lidah ini sudah ikut teracuni.
Mendengar yang aku ucapkan, mama pun sontak memerah, entah menahan tangis atau amarah, yang aku tau di sudut matanya kini ada setitik bening yang akan jatuh. Melihat itu aku sungguh sakit, benar benar sakit. Namun yang aku lakukan bukan memeluknya, aku tinggalkan rumah ku beserta suara isak tangis mama yang kian menghilang di telan awan gelap.
=========================
Aku pun berjalan tak tentu arah. Sempoyogan seperti sebatang rumput yang di terpa angin, samar samar aku ingat ingat lagi kemana aku harus melangkah.
Aku ingat, ah aku harus ke Robert, ya! Dia yang paling kubutuhkan saat ini.
Aku mempercepat langkah, dan sampai lah aku di sebuah rumah tua yang berpintu terhalang papan papan kayu melintang, di samping rumah itu ada sumur tua yang sudah ditutup juga oleh papan papan kayu, dinding dindingnya mengisyaratkan untuk tidak didekati oleh siapapun, namun aku tidak, mendekatinya adalah suatu keharusan sekarang. Di dekat sumur tua itu ada sebuah pintu yang mengarah langsung ke dalam tanah, dari sanalah aku akan masuk.
Aku melangkah, membuka pintu itu dengan susah payah, masuk dan kudapati sebuah lorong panjang berlampu kuning ala kadarnya, tempat ini sangat pengap, bahkan lebih pengap dari “rumah kedua” ku. Siapapun pasti tidak akan mau berlama lama di sini, aku pun melangkah masuk, lebih dalam dan dalam. Hingga aku sekarang berada di depan pintu tua yang mengarah ke sebuah ruangan.
Aku masuk dan mendapati Robert sedang duduk di belakang meja berlampu kuning juga, di temani oleh sebotol Jack Daniels dan tiga orang lainnya yang tidak penting jika aku ketahui. Agaknya Robert sedikit terkejut karena kedatangan ku kemari.
“Hey Diane, agaknya ini terlalu cepat mengingat kau baru saja beberapa hari kemarin kesini!!”katanya kecut sambil memperhatikanku mendekati meja.
Aku mendekat dan melemparkan sejumlah uang “berikan aku lagi barang yang sepadan dengan jumlah uang itu!”
Robert masih melihatku heran, lalu mengambil uang itu, memasukkannya kedalam meja dan bersamaan dengan itu, Robert mengeluarkan bungkusan coklat yang sudah aku nantikan sejak tadi. Aku mengambilnya dan melangkah pergi.
“senang berbisnis dengan mu! Bukankah menyenangkan bisa mengenalku??” aku terus melangkah tanpa mendengarkan tawanya yang menghilang seraya aku menutup pintu ruang itu.
Aku marah, sungguh jika aku bisa bertemu dengan marahku ini, ingin rasanya aku membunuh dan memotong motongnya hingga bagian yang paling kecil. Aku dikendalikan, oleh setan setan biadab, aku tak ingin seperti ini, namun tubuh ini selalu mengatakan hal yang berbeda dengan apa yang dikatakan oleh hati ini. Aku benci dengan kehidupan, aku benci dengan aturan aturan yang mengikat.
=========================
Langkahku ku percepat, secepat setan setan ini mempermainkan akal dan nurani ini, aku melangkah dengan mantap, namun tak semantap hatiku yang sejatinya menolak apa yang sedang aku kerjakan ini. Kini aku tau kemana akan ku arahkan kaki ini.
Aku harus memuaskan setan setan ini
Dan sampailah aku pada rumah ini lagi, beberapa jam yang lalu aku berangkat, dan sekarang aku kembali lagi disini, dengan tangan yang menggenggam makanan setan ini. Aku masuk dan duduk, di tempat yang sama beberapa jam lalu, aku mulai melakukan “ritual” ini, ritual yang menjadikan setan setan ini semakin gemuk.
Agaknya aku agak sedikit berlebihan dengan apa yang ku konsumsi ini, aku sadar akan apa yang ku konsumsi ini sangat berlebih, namun tubuh seakan tidak mau menyadari itu. Aku terus memaksa tubuh ini untuk memasukkan benda ini, hingga...
Aku merasa tubuh ini akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.
Ah.. sakit sekali
Aku kesakitan, seperti tubuh ini ingin muntah, mengeluarkan apapun yang ada di dalamnya. Mataku berkunang kunang, kepalaku seakan ingin pecah, sepeti ada trisula setan yang mereka tancapkan sambil tertawa dia atasnya. Mataku semakin menghitam, seakan terdengar disana ada sesayupan tawa setan yang puas akan apa yang mereka lakukan padaku.
Saat itulah aku rasakan ada cairan yang keluar dari mulutku.
Apa ini??
Tanganku sudah kelu untuk hanya sekadar meraba apa yang ada di mulut ku ini. Ya! Sekarang aku sudah tergeletak dengan jarum suntik yang menancap di lengan. Aku ketakutan, ada apa ini?
Kenapa aku? Apa yang harus aku lakukan? Mengapa bisa begini?
Dalam kebingungan yang aku buat sendiri itu aku pun mengerang, mengerang dalam ketakutan, sungguh takut, mataku mulai menghitam dan menghitam, cahaya marahari pun seakan tak mau menampakkan wujudnya lagi.
Dalam ketakutan itu pun aku sontak menjerit.
Apa ini? Tak ada lagi ruangan pengap, tak ada lagi jarum suntik yang menancap di lengan?
Aku pun meraba mulutku, tak ada lagi carian itu, yang ada hanya liur yang mengering. Agaknya aku bermimpi!
Ampun, mimpi apa barusan?
Aku ingin sekali menangis pada saat itu, bukan penyesalan, tapi bahagia. Aku bersyukur karena itu hanya sebuah mimpi belaka. Aku menghela nafas panjang dan mengusa usap wajahku. Dalam usapan itu sekilas mataku menangkap bungkusan coklat di meja. Aku merasa janggal dengan bungkusan itu. Lama kutatap, aku pikir sejenak, aku beradu dengan otak, mencoba memecahkan teka teki benda apa ini. Aku terus berpikir, memutar otak yang masih belum begitu sadar.
Sontak aku terkejut! Aku ingat kini, agaknya mimpi yang barusan aku alami bukan tanpa alasan, aku ingat sekarang. Bungkusan ini adalah bungkusan yang diberikan seseorang di terminal tadi ketika aku pulang sekolah.
Pikiran ku terus memutar memori beberapa jam yang lalu, ketika aku berada di terminal sendirian. Ketika ada seorang berjaket kulit hitam dan bertopi yang menghampiriku. Ketika dia memberiku bungkusan coklat ini. Ketika dia mengatakan untuk aku membawa ini dan menyuruku mencobanya. Ketika dia mengatakan untuk menghampirinya lagi ketika aku butuh barang itu lagi.
Agaknya aku sudah tau apa yang ada di dalam bungkusan ini dari awal.
Ah ** SENSOR **..
dan sekarang aku bertemu dengan sebuah pilihan lagi, antara mencoba ini atau membuangnya, dan menghindarinya jauh jauh. Aku dihadapkan lagi pada sebuah pilihan. Kalau bisa aku gambarkan, mungkin sekarang ada dua mahluk yang duduk di pundak ku, satu sosok putih bersayap dan memiliki cincin emas melayang di kepalanya dan di pundak yang satunya, sosok merah bertanduk yang membawa tongkat trisula, mereka saling memberikan argumen yang memberatkan kenapa harus mengikuti perintah mereka.
Ah aku bingung..
Aku mendongakkan kepala, meregangkan leher ini, saat itu lah aku juga melihat jajaran piala pialaku, dan foto foto kemenangan yang sudah aku dapatkan.
Kira kira apakah aku tega melakukan apa yang aku pegang ini, dan meninggalkan apa yang sudah aku capai selama ini. Apa aku tega menghianati orang tuaku yang telah berkorban mati matian untuk aku sekolah? Apa lagi setelah mimpi mengerikan itu.
Lantas aku tersenyum, agaknya sosok putih bersayap itu ikut tersenyum, tanda sebuah kemenangan, Aku pun berdiri dan melangkah pergi.
Sedetik ketika aku keluar dari pintu rumah, ada sebuah pertanyaan yang tiba tiba melintas di benak ku.
Mau aku kemanakan barang laknat ini?
Ah aku begitu bingung, kemana kira kira barang yang ada di dalam tasku ini? Aku mulai memikirkan beberapa opsi.
Ke polisi: ah tidak mungkin, aku takut akan justru dituduh karena membawa barang ini, apa lagi aku belum pernah berurusan dengan barang ini sebelumnya, dan aku pun tak pandai bersaksi
Ke rumah: ah nanti akan sama saja jadinya, orang tuaku tak akan percaya, pasti mereka akan shock, apa lagi di desa, orang tuaku termasuk orang yang terpandang.
Ku buang: ah ini juga tidak mungkin, jika aku buang, pasti akan ada seseorang yang menemukannya, aku takut jika nantinya sesosok merah memenangkan pendapatnya pada orang yang menemukan barang ini, dan pasti aku lah yang celaka nantinya.
Ku bakar: hmmmm.. aku pikir ini ide bagus, memusnahkan barang ini tidak akan merugikan siapapun.
Ke rumah: ah nanti akan sama saja jadinya, orang tuaku tak akan percaya, pasti mereka akan shock, apa lagi di desa, orang tuaku termasuk orang yang terpandang.
Ku buang: ah ini juga tidak mungkin, jika aku buang, pasti akan ada seseorang yang menemukannya, aku takut jika nantinya sesosok merah memenangkan pendapatnya pada orang yang menemukan barang ini, dan pasti aku lah yang celaka nantinya.
Ku bakar: hmmmm.. aku pikir ini ide bagus, memusnahkan barang ini tidak akan merugikan siapapun.
Di opsi yang terakhir itu aku tersenyum, dan aku pun masuk kembali kerumah dan mengambil peralatan yang sekiranya bisa untuk membakar barang ini. Lantas aku menuju ke hutan dekat desa, agak jauh agar tak ada yang tau. Aku pun menyiapkan tempat pembakaran, dan menyalakan api.
Agaknya api itu sedikit agak besar, aku pun melemparkan barang itu. Aku mlihatnya menghangus bersama api, menghangus bersama setan yang telah menggelayut sejak tadi.
Matilah kau..
by: arxpratama
Diubah oleh arxpratama 15-06-2014 21:00
0
Kutip
Balas