- Beranda
- Stories from the Heart
1998 [cerpen ane gan]
...
TS
moneyengineer
1998 [cerpen ane gan]
Halo Man teman, agan-agan dan agan wati sekalian,
kenalin ane anak cupu namanya Jikun.


Ane punya cerpen dan, mudah-mudahan suka.
Cerpennya ada yang pake bahasa daerah gan. Maklum ane orang udik.
Tapi ane terjemahin ko. Kalau suka minta cendolnya ya

Hullabaloo
Di dalam GOR beratapkan asbes itu suara berisik terdengar. GOR indoor sebesar lapangan volley dengan ubin untuk penonton dudukini sudah dibangun panggung di tengahnya. Dengan ventilasi seadanya dan banyaknya penonton suasananya sangat panas sekali. Setiap dijadwalkan band lokal terkenal yang bealiran punk seperti Turtle jr, Runtah, Keparat, band Hardcore seperti Sick of it all, and ska seperti Noin bullet dan band grind core yang saya kurang tahu namanya. Gor ini dipastikan penuh sesak. Semuanya akan turun ke gor dari bangku penonton untuk melakukan moshing setiap band kesukaannya dipanggung. Tapi biasanya akan diam dibangku penonton waktu band lainnya manggung. Dengan sound sistem yang seadanya ini terdengar suara kencang yang tidak beraturan tapi masih enak untuk dinikmati dengan suasana riuh seperti ini.
“Ieu lagu keur kabeh jawara, aparat, jeung barudak nu pikaanjingeun (ini lagu untuk semua jagoan, aparat dan anak-anak yang menyebalkan)”. Kata vokalis band Turtle Jr diatas panggung. Dalam hitungan detik suara drum berbunyi memulai lagu. “Aya hiji kuya rea duitna. Awakna bau, da siga tai.hirupna oge, geus pi anjingeun Kuya ngora. Anjing (ada satu kura-kura, badannya bau, seperti kotoran, hidupnya juga, sudah menyebalkan.kuya muda)”. Lantun vokalis tersebut disertai teriakan penonton saat kata Anjing.
Dalam keramaian ini saya menggerakan kaki dan dangan saya ke kiri-dan kekanan, sambil berterial keras-keras “Anjing”, waktu reff lagunya. tentu saja bertubrukan dengan yang lain (moshing). Hampir seperti pukul pukulan. Ada beberapa orang yang meloncat dari panggung (stage diving). Setelah lagu selesai ga ada yang berkelahi karena tersenggol, atau kena pukul. Karena memang begitu lah moshing.
Selesai band tampil akan ada waktu break untuk menunggu band selanjutnya tampil, saat persiapan ini biasanya penonton kembali ke bangku penonton.
“Njing, rame pisan heeuh, si Niko tadi luncat ti panggung. Kumaha tadi Ko (seru sekali, tadi Niko loncat dari panggung, gimana rasanya Ko?)”kata Diki. “ Anjing aing tadi palalaur eweuh no nyepengan, karek keudeung urang geus menta turun (tadi saya takut ga ada yang megangin, baru bentar udah minta turun).” Ujar niko.
Dengan berpakaian kompak kami berempat berpakaian kompak, saya dan teman-teman mengenakan Celana jeans, gesper di pinggang, sepatu boot atau converse yang selutut dan baju kaos dan rambut botak. Cukup untuk berdandan ala skin head. Niko memakai jaket jeans yang ditambal tambalan seperti gambar tengkorak eksploited, logo nofx dan tutle jr. Diki mengenakan jaket parasut dengan emblem Oi di lengannya. Dani penggemar hardcore mengunakan celana sontok dan kaos Pupen. Ogi dan saya memakai pakaian skin head biasa.
“Aing tadi ti WC, njing marake kabeh tah, geus bau cimeng, obat , sagala lah.Garila (tadi saya ke wc, duh pada mabuk semua).” Kata dani. “Jreng”. Suara gitar keras terdengar lagi. “Anjing, Rotten to the core euy, turun yu ah.( Wow, rotten to the core tampil, turun yu)” Kata Niko. Tanpa komando kamipun berdiri mendekati panggung. “Police, police on my back” riuh penonton di panggung saat penyanyi menyanyikan reffnya.
Waktu berlalu cepatnya saat kamu merasa senang. Begitupun hari ini. Setelah band penutup tadi kami keluar gor beramai-ramai. Udara dingin bandung mulai terasa. Sudah jam 9 malam. Kami kemudian memasuki mobil niko.
Hijet tahun 80 an. Karena bapaknya udah ga pake, Niko sekarang bebas bawa kemana-mana. Hijet ini udah jadi kendaraan kami setiap ada acara. Ga ada AC. Kaca bisa ditarik kaya angkot. Tapi bisa jalan, dan itu udah cukup.
Sambil melihat jalanan bandung dimaam hari, tiba-tiba Niko yang menyetir mengeluarkan sesuatu dari jaketnya.“ Aing tadi meuli paket 20 rebu yeuh, barang aceh, masih aya dahan jeung bijina. Manteb ieu mah. Aya nu boga masbram teu. Maraneh nu ngalinting urang keur nyopiran?. (saya tadi beli paket 20 ribu, Asli aceh, manteb loh, ada yang unya pahpir ga? Kalian aja yang ngelinting ya, saya nyetir.). “ Semua yang dimobil bersorak gembira.
“Dieu urang aya (sini saya ada)”, kata Diki sambil mengeluarkan pahpir dari sakunya. Dengan khusuk sambil memakai lampu kaca depan diki melinting, seperti berdoa kataku dalam hati. Dari semua yang sudah kami coba, cimeng yang paling oke. Membuat ketawa-ketiwi kalau rame-rame.
Setelah jadi 4 linting, Diki mulai menyalakan lintingan pertama, asap denga bau khas mulai tercium. Dalam satu hisap Diki terbatuk-batuk, “Njing , heuras pisan ieu, langsung najong kieu (wow keras sekali, langsung terasa).” Katanya.
“Mana dieu mana (mana sini)”, kata yang lainnya, setelah mencoba beberapa hisap, yang lainnya pun mulai terlihat sayu matanya. “Jing, eta aya bencong di dekeut rel kareta, hereuyan yu ( itu ada bencong dideket kereta becandain yu.”Kata Niko, “Njing,Ulah Ko, baradag eta (jangan ko, gede –gede itu”. Kata Dani dan Ogi. Tapi Niko sudah mulai menepi, Waktu sudah mendekati bencong yang berada disisi setelah lajur kereta api jalan sumatra, Niko memelankan kendaraan, lalu berteriak, “Kang resep ** SENSOR **, yeuh didieu loba Njing (Sensor).”
“Gooblook, sia (sialan)”, bencong tersebut berteriak dengan suara laki-laki yang sangar, “Njing ko tarik ko tarik, mawa bata eta (Ko, buruan kabur, bawa bata itu)”, kata Diki. Bencong tersebut melemparkan bata sekeras-kerasnya kearah mobil. Karena mobil sudah keburu melaju, bata tersebut hanya mengenai pintu belakang mobil. “Plak”. Suara terdengar.
“Whahahaha, Gooblok sia Ko,Anjing sia( Hahaha, Sialan kamu Ko)”, serempak anak anak didalam mobil tertawa terbahak-bahak dan memukuli pelan-pelan Niko. “Hahahaha”, Niko tertawa, sambil membelokan mobil kekiri dan kekanan. Kendaraan jadi berjalan zig zag, tanpa sengaja, Cimeng yang belum dilinting tumpah ke bawah mobi;l. “Jing Ko, gelo siah, tarumpah eiu, euuuh Kampret sia (Duh Ko kadi tumpah ini)”. Kata Diki sambil memunguti tumpahan yang jatuh sebisanya.
“Hahahaha, Njing gelo pisan (Sensor), Garilaaaaa ”, teriak Niko, saya mulai melihat sepertinya Nio sudah mulai mabuk. “ Geus Ko Urang wae nu nyupir dieulah, jeprut maneh ( Udah ko, saya aja yang nyetir lah. Bahaya)”, kataku.
“Waah, teu nanaon, urang ngan hereuy Njing (ga papa , saya Cuma bercanda), Kata Niko.
Niko memang paling gampang tinggi. Kalau udah mabuk matanya sayu, Bibirnya yang lebar bergerak-gerak aneh, dan dengan kepala botak yang nongnong semakin memperjelas kesannya yang urakan. Seperti Mick Jagger. True Metal dari orok.
Teman dari SD, kami besar bersama. Kami tetangga, Niko di komplek A, saya dan Diki di Blok G, Dani dan Ogi di blok D. Masing-masing cuma terpisah 500 meteran rumahnya dari blok yang lain. Samar-samar saya teringat bagaimana kami bertemu di persewaan playstation saat naik sepeda. Kami bertemu disana dan mengobrol, dan langsung cocok. Sama-sama hobi bola, boy-boyan, dan kami biasa main kartu Remi menunggu Magib waktu bulan puasa di rumah Niko.
Waktu SMP Diki dengan memegang gitarnya dikamarnya menyanyikan lagu kuya ngora turtle jr dirumahnya. Sambil mendengarkan kaset band-band underground sperti Pupen, pas band, dan lainya. Kami menghabiskan banyak waktu juga ke semua Bazar-bazar sekolah dimana band ini tampil.
Kalau tidak naik F1ZR nya Diki dan RX-kingnya Dani, ya naik mobilnya Niko. Dengan menyisihkan uang saku sehari-hari, setiap minggu kami bisa datang ke semua bazar dan acara di saparua dibawah sepuluh ribuan, sambil beli pernak pernik seperti spike, stiker, kaos, kaset, sampai pisau lipat.
Hidup tidak pernah sesantai ini, Kita ga pernah berpikir tentang masa depan. Fuck it. Di Jaman Suharto, kita sudah dikelompokan menjadi kelas-kelas, kamu miskin kalau orang-tua dan nenek mu miskin. Jadi kenapa susah payah. Relaks, santai aja. Memang apa sih yang akan terjadi dihidupmu.
Orang biasa kayak saya ga akan jadi istimewa juga seberat-apapun mencoba. Sistem sudah terbentuk.. Harus ada golongan kecil dan pekerja. Untuk melayani orang sukses dan kaya. Mau jadi orang sukses. Mimpiii. Dari kecil kami sekolah di sekolah jelek dekat rumah. Sampai kelas tiga saya belum bisa baca tulis. Sampai dilesin ke guru tua yang tinggal deket rumah untuk bisa nulis. Ya gimana. SPPnya juga Cuma 3000.
Waktu SMP kami sekolah di pinggiran, yang disekitarannya banyak premannya. Jadinya sering nongkrong sama preman. Untung premannya baik ga pernah malakin. (Ini Bandung bukan Jakarta, preman malakin toko ama sopir angkot bukan anak sekolahan).
Dan SMA, dengan SPP 6 ribu perak, guru ogah-ogahan ngajar, dan Cuma nulis dipapan tulis yang harus dicatat (saya tentu saja ga pernah nyatat). Kita sudah direncanakan oleh negara untuk jadi pekerja kelas bawah. Itu terlihat jelas oleh saya. Ah sekolah, apa itu? Basi.
Jadi kami mulai ikut-ikutan audisi musik, latihan band di studio murah. Dengerin dan mainin musik kesukaan kita. Kami ingin jadi anak band, tampil di Saparua, dimana fans meneriakan nama band kami disana. Lihat saja nanti. Nanti tapinya. Nyimeng dulu ah. hehee
Sesampainya di Rumah Niko, kami pun turun untuk jalan kaki kerumah.
Sambil melihat punggung Diki saya melihat bagaimana teman kecil saya ini sudah berubah. Diki yang dulu culun sekarang sudah jadi seram seperti skin head. Diki teman dekat saya. Rumah kami bersebelahan dan kami sudah kenal dari umur satu tahun. Gila kan, 15 tahun temenan. Ya itu dia, kami kenal sifat-sifat masing-masing, kekurangan dan kelebihan masing-masing, ya teman. Saya anggap teman sejati. Walaupun Skin head. Diki , Niko , dan Saya diam-diam suka britpop. Kalau Dani dan Ogi metal asli, senengnya Spultura, metalica. Diki, niko dan saya senang lagu Morrisey, James, Blur,Stone Roses dan kami senang memainkan musik bersama. Diam-diam kami terpukau dengan Brit-pop. Baju ngetatnya yang warna-warna cerah, gelang karetnya. Diam-diam saja, soalnya malu kalau ketahuan.
“Kun, Isuk mabal yu, urang luncat wae. Trus maen biliard nyak (Kun besok main biliard yu).” Kata diki Pelan. “Hayu”, Jawabku. Tak terasa kami sudah sampai dirumah, “Kun, ti heulanya (Kun, duluan ya)”, kata Diki. Dia lalu masuk ke kamarnya yang tepat disamping Rumahnya.Begitu pula kamarku, sama persis, soalnya bawaan developernya begitu. Maklum kami tinggal di komplek terpadat dibandung. Jadi bentuk rumahnya mirip.
Begitu masuk rumah aku langung merebahkan badan dikasur.Sambil termenung tiduran melihat atap rumahku didalam kamar. Aku melihat sekeliling kamar ku. Kamar ku dindingnya dipenuhi stiker dan Poster-poster punk dan bedera Inggris. Kamar 3 x 3 ini kusulap menjadi mini studio. Ada radio dan tumpukan kaset. Radio Sonny ini juga isa disambung dengan mikrophone yang juga bisa dipakai merekam. Seakan sudah ditakdirkan menjadi untuk musisi, saya juga mempunyai buku belajar not balok, majalah Hai yang banyak berisi kunci-kunci lagu. Aku ingin menjadi musisi, itu saja, Cuma itu saja di pikiranku.
Sudah jam 12. Aku mulai tutup mata ku. Lalu tertidur.
Minta Komentarnya ya gan
1998 Part 1 Hullabaloo
1998 Part 2 Too Cool For School
1998 Part 3 Binatang Jalang
1998 Part 4 Mr Good For Nothing
1998, part 5 Gorilla must Die
1998 Part 6 Energetic Drummer
1998 Part 7 Underacheiver
1998 Part 8 Love is in the Air
1998 Part 9 Teenage Angst
1998 Part 10, What's in a name
1998 Part 11 First show
1998 Part 12 Professional
1998 Part 13 College girls are easy
kenalin ane anak cupu namanya Jikun.


Ane punya cerpen dan, mudah-mudahan suka.
Cerpennya ada yang pake bahasa daerah gan. Maklum ane orang udik.
Tapi ane terjemahin ko. Kalau suka minta cendolnya ya


Quote:
Hullabaloo
Di dalam GOR beratapkan asbes itu suara berisik terdengar. GOR indoor sebesar lapangan volley dengan ubin untuk penonton dudukini sudah dibangun panggung di tengahnya. Dengan ventilasi seadanya dan banyaknya penonton suasananya sangat panas sekali. Setiap dijadwalkan band lokal terkenal yang bealiran punk seperti Turtle jr, Runtah, Keparat, band Hardcore seperti Sick of it all, and ska seperti Noin bullet dan band grind core yang saya kurang tahu namanya. Gor ini dipastikan penuh sesak. Semuanya akan turun ke gor dari bangku penonton untuk melakukan moshing setiap band kesukaannya dipanggung. Tapi biasanya akan diam dibangku penonton waktu band lainnya manggung. Dengan sound sistem yang seadanya ini terdengar suara kencang yang tidak beraturan tapi masih enak untuk dinikmati dengan suasana riuh seperti ini.
“Ieu lagu keur kabeh jawara, aparat, jeung barudak nu pikaanjingeun (ini lagu untuk semua jagoan, aparat dan anak-anak yang menyebalkan)”. Kata vokalis band Turtle Jr diatas panggung. Dalam hitungan detik suara drum berbunyi memulai lagu. “Aya hiji kuya rea duitna. Awakna bau, da siga tai.hirupna oge, geus pi anjingeun Kuya ngora. Anjing (ada satu kura-kura, badannya bau, seperti kotoran, hidupnya juga, sudah menyebalkan.kuya muda)”. Lantun vokalis tersebut disertai teriakan penonton saat kata Anjing.
Dalam keramaian ini saya menggerakan kaki dan dangan saya ke kiri-dan kekanan, sambil berterial keras-keras “Anjing”, waktu reff lagunya. tentu saja bertubrukan dengan yang lain (moshing). Hampir seperti pukul pukulan. Ada beberapa orang yang meloncat dari panggung (stage diving). Setelah lagu selesai ga ada yang berkelahi karena tersenggol, atau kena pukul. Karena memang begitu lah moshing.
Selesai band tampil akan ada waktu break untuk menunggu band selanjutnya tampil, saat persiapan ini biasanya penonton kembali ke bangku penonton.
“Njing, rame pisan heeuh, si Niko tadi luncat ti panggung. Kumaha tadi Ko (seru sekali, tadi Niko loncat dari panggung, gimana rasanya Ko?)”kata Diki. “ Anjing aing tadi palalaur eweuh no nyepengan, karek keudeung urang geus menta turun (tadi saya takut ga ada yang megangin, baru bentar udah minta turun).” Ujar niko.
Dengan berpakaian kompak kami berempat berpakaian kompak, saya dan teman-teman mengenakan Celana jeans, gesper di pinggang, sepatu boot atau converse yang selutut dan baju kaos dan rambut botak. Cukup untuk berdandan ala skin head. Niko memakai jaket jeans yang ditambal tambalan seperti gambar tengkorak eksploited, logo nofx dan tutle jr. Diki mengenakan jaket parasut dengan emblem Oi di lengannya. Dani penggemar hardcore mengunakan celana sontok dan kaos Pupen. Ogi dan saya memakai pakaian skin head biasa.
“Aing tadi ti WC, njing marake kabeh tah, geus bau cimeng, obat , sagala lah.Garila (tadi saya ke wc, duh pada mabuk semua).” Kata dani. “Jreng”. Suara gitar keras terdengar lagi. “Anjing, Rotten to the core euy, turun yu ah.( Wow, rotten to the core tampil, turun yu)” Kata Niko. Tanpa komando kamipun berdiri mendekati panggung. “Police, police on my back” riuh penonton di panggung saat penyanyi menyanyikan reffnya.
Waktu berlalu cepatnya saat kamu merasa senang. Begitupun hari ini. Setelah band penutup tadi kami keluar gor beramai-ramai. Udara dingin bandung mulai terasa. Sudah jam 9 malam. Kami kemudian memasuki mobil niko.
Hijet tahun 80 an. Karena bapaknya udah ga pake, Niko sekarang bebas bawa kemana-mana. Hijet ini udah jadi kendaraan kami setiap ada acara. Ga ada AC. Kaca bisa ditarik kaya angkot. Tapi bisa jalan, dan itu udah cukup.
Sambil melihat jalanan bandung dimaam hari, tiba-tiba Niko yang menyetir mengeluarkan sesuatu dari jaketnya.“ Aing tadi meuli paket 20 rebu yeuh, barang aceh, masih aya dahan jeung bijina. Manteb ieu mah. Aya nu boga masbram teu. Maraneh nu ngalinting urang keur nyopiran?. (saya tadi beli paket 20 ribu, Asli aceh, manteb loh, ada yang unya pahpir ga? Kalian aja yang ngelinting ya, saya nyetir.). “ Semua yang dimobil bersorak gembira.
“Dieu urang aya (sini saya ada)”, kata Diki sambil mengeluarkan pahpir dari sakunya. Dengan khusuk sambil memakai lampu kaca depan diki melinting, seperti berdoa kataku dalam hati. Dari semua yang sudah kami coba, cimeng yang paling oke. Membuat ketawa-ketiwi kalau rame-rame.
Setelah jadi 4 linting, Diki mulai menyalakan lintingan pertama, asap denga bau khas mulai tercium. Dalam satu hisap Diki terbatuk-batuk, “Njing , heuras pisan ieu, langsung najong kieu (wow keras sekali, langsung terasa).” Katanya.
“Mana dieu mana (mana sini)”, kata yang lainnya, setelah mencoba beberapa hisap, yang lainnya pun mulai terlihat sayu matanya. “Jing, eta aya bencong di dekeut rel kareta, hereuyan yu ( itu ada bencong dideket kereta becandain yu.”Kata Niko, “Njing,Ulah Ko, baradag eta (jangan ko, gede –gede itu”. Kata Dani dan Ogi. Tapi Niko sudah mulai menepi, Waktu sudah mendekati bencong yang berada disisi setelah lajur kereta api jalan sumatra, Niko memelankan kendaraan, lalu berteriak, “Kang resep ** SENSOR **, yeuh didieu loba Njing (Sensor).”
“Gooblook, sia (sialan)”, bencong tersebut berteriak dengan suara laki-laki yang sangar, “Njing ko tarik ko tarik, mawa bata eta (Ko, buruan kabur, bawa bata itu)”, kata Diki. Bencong tersebut melemparkan bata sekeras-kerasnya kearah mobil. Karena mobil sudah keburu melaju, bata tersebut hanya mengenai pintu belakang mobil. “Plak”. Suara terdengar.
“Whahahaha, Gooblok sia Ko,Anjing sia( Hahaha, Sialan kamu Ko)”, serempak anak anak didalam mobil tertawa terbahak-bahak dan memukuli pelan-pelan Niko. “Hahahaha”, Niko tertawa, sambil membelokan mobil kekiri dan kekanan. Kendaraan jadi berjalan zig zag, tanpa sengaja, Cimeng yang belum dilinting tumpah ke bawah mobi;l. “Jing Ko, gelo siah, tarumpah eiu, euuuh Kampret sia (Duh Ko kadi tumpah ini)”. Kata Diki sambil memunguti tumpahan yang jatuh sebisanya.
“Hahahaha, Njing gelo pisan (Sensor), Garilaaaaa ”, teriak Niko, saya mulai melihat sepertinya Nio sudah mulai mabuk. “ Geus Ko Urang wae nu nyupir dieulah, jeprut maneh ( Udah ko, saya aja yang nyetir lah. Bahaya)”, kataku.
“Waah, teu nanaon, urang ngan hereuy Njing (ga papa , saya Cuma bercanda), Kata Niko.
Niko memang paling gampang tinggi. Kalau udah mabuk matanya sayu, Bibirnya yang lebar bergerak-gerak aneh, dan dengan kepala botak yang nongnong semakin memperjelas kesannya yang urakan. Seperti Mick Jagger. True Metal dari orok.
Teman dari SD, kami besar bersama. Kami tetangga, Niko di komplek A, saya dan Diki di Blok G, Dani dan Ogi di blok D. Masing-masing cuma terpisah 500 meteran rumahnya dari blok yang lain. Samar-samar saya teringat bagaimana kami bertemu di persewaan playstation saat naik sepeda. Kami bertemu disana dan mengobrol, dan langsung cocok. Sama-sama hobi bola, boy-boyan, dan kami biasa main kartu Remi menunggu Magib waktu bulan puasa di rumah Niko.
Waktu SMP Diki dengan memegang gitarnya dikamarnya menyanyikan lagu kuya ngora turtle jr dirumahnya. Sambil mendengarkan kaset band-band underground sperti Pupen, pas band, dan lainya. Kami menghabiskan banyak waktu juga ke semua Bazar-bazar sekolah dimana band ini tampil.
Kalau tidak naik F1ZR nya Diki dan RX-kingnya Dani, ya naik mobilnya Niko. Dengan menyisihkan uang saku sehari-hari, setiap minggu kami bisa datang ke semua bazar dan acara di saparua dibawah sepuluh ribuan, sambil beli pernak pernik seperti spike, stiker, kaos, kaset, sampai pisau lipat.
Hidup tidak pernah sesantai ini, Kita ga pernah berpikir tentang masa depan. Fuck it. Di Jaman Suharto, kita sudah dikelompokan menjadi kelas-kelas, kamu miskin kalau orang-tua dan nenek mu miskin. Jadi kenapa susah payah. Relaks, santai aja. Memang apa sih yang akan terjadi dihidupmu.
Orang biasa kayak saya ga akan jadi istimewa juga seberat-apapun mencoba. Sistem sudah terbentuk.. Harus ada golongan kecil dan pekerja. Untuk melayani orang sukses dan kaya. Mau jadi orang sukses. Mimpiii. Dari kecil kami sekolah di sekolah jelek dekat rumah. Sampai kelas tiga saya belum bisa baca tulis. Sampai dilesin ke guru tua yang tinggal deket rumah untuk bisa nulis. Ya gimana. SPPnya juga Cuma 3000.
Waktu SMP kami sekolah di pinggiran, yang disekitarannya banyak premannya. Jadinya sering nongkrong sama preman. Untung premannya baik ga pernah malakin. (Ini Bandung bukan Jakarta, preman malakin toko ama sopir angkot bukan anak sekolahan).
Dan SMA, dengan SPP 6 ribu perak, guru ogah-ogahan ngajar, dan Cuma nulis dipapan tulis yang harus dicatat (saya tentu saja ga pernah nyatat). Kita sudah direncanakan oleh negara untuk jadi pekerja kelas bawah. Itu terlihat jelas oleh saya. Ah sekolah, apa itu? Basi.
Jadi kami mulai ikut-ikutan audisi musik, latihan band di studio murah. Dengerin dan mainin musik kesukaan kita. Kami ingin jadi anak band, tampil di Saparua, dimana fans meneriakan nama band kami disana. Lihat saja nanti. Nanti tapinya. Nyimeng dulu ah. hehee
Sesampainya di Rumah Niko, kami pun turun untuk jalan kaki kerumah.
Sambil melihat punggung Diki saya melihat bagaimana teman kecil saya ini sudah berubah. Diki yang dulu culun sekarang sudah jadi seram seperti skin head. Diki teman dekat saya. Rumah kami bersebelahan dan kami sudah kenal dari umur satu tahun. Gila kan, 15 tahun temenan. Ya itu dia, kami kenal sifat-sifat masing-masing, kekurangan dan kelebihan masing-masing, ya teman. Saya anggap teman sejati. Walaupun Skin head. Diki , Niko , dan Saya diam-diam suka britpop. Kalau Dani dan Ogi metal asli, senengnya Spultura, metalica. Diki, niko dan saya senang lagu Morrisey, James, Blur,Stone Roses dan kami senang memainkan musik bersama. Diam-diam kami terpukau dengan Brit-pop. Baju ngetatnya yang warna-warna cerah, gelang karetnya. Diam-diam saja, soalnya malu kalau ketahuan.
“Kun, Isuk mabal yu, urang luncat wae. Trus maen biliard nyak (Kun besok main biliard yu).” Kata diki Pelan. “Hayu”, Jawabku. Tak terasa kami sudah sampai dirumah, “Kun, ti heulanya (Kun, duluan ya)”, kata Diki. Dia lalu masuk ke kamarnya yang tepat disamping Rumahnya.Begitu pula kamarku, sama persis, soalnya bawaan developernya begitu. Maklum kami tinggal di komplek terpadat dibandung. Jadi bentuk rumahnya mirip.
Begitu masuk rumah aku langung merebahkan badan dikasur.Sambil termenung tiduran melihat atap rumahku didalam kamar. Aku melihat sekeliling kamar ku. Kamar ku dindingnya dipenuhi stiker dan Poster-poster punk dan bedera Inggris. Kamar 3 x 3 ini kusulap menjadi mini studio. Ada radio dan tumpukan kaset. Radio Sonny ini juga isa disambung dengan mikrophone yang juga bisa dipakai merekam. Seakan sudah ditakdirkan menjadi untuk musisi, saya juga mempunyai buku belajar not balok, majalah Hai yang banyak berisi kunci-kunci lagu. Aku ingin menjadi musisi, itu saja, Cuma itu saja di pikiranku.
Sudah jam 12. Aku mulai tutup mata ku. Lalu tertidur.
Minta Komentarnya ya gan

Quote:
1998 Part 1 Hullabaloo
1998 Part 2 Too Cool For School
1998 Part 3 Binatang Jalang
1998 Part 4 Mr Good For Nothing
1998, part 5 Gorilla must Die
1998 Part 6 Energetic Drummer
1998 Part 7 Underacheiver
1998 Part 8 Love is in the Air
1998 Part 9 Teenage Angst
1998 Part 10, What's in a name
1998 Part 11 First show
1998 Part 12 Professional
1998 Part 13 College girls are easy
Diubah oleh moneyengineer 21-08-2014 10:33
anasabila memberi reputasi
1
6.5K
Kutip
36
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
moneyengineer
#13
Halo Man teman
Agan dan Aganwati sekalian,
hai ini ane ada lanjutan ceritanya. Mudah-mudahan agan suka.
Bantu rate dan komen ya kalau suka

Underachiever
Setelah latihan selama 2 jam-an, kami pun keluar dari studionya Fajar. Sambil berjalan Fajar mulai berbicara,” Njrit, tadi 2 jam ngeunah pisan, geus lila teu mukulan drum keras-keras, nepika mua baju, ngesang (Wow, 2 jam tadi asik banget, udah lama ga mukul drum sekeras tadi terus-tersan, sampai buka baju gara-gara kecapaian).”
Tak ada yang menjawab, Fajar pun melanjutkan,” Kumaha urang bisa gabung teu, mun meunang maraneh bisa latihan didieu (Gimana saya bisa gabung ga? kalau bisa, kalian bisa latihan disini terus).”
Sejenak emosiku mulai naik. Satu lagi negosiasi win-win solution nya anak anak orang kaya. Saya diterima kalian bisa numpang main disini, kalau saya bosen kalian pergi.
“Jar.” Kataku keras. “Urang teu utang nanaon ka maneh, nu ngajakan urang-urang kadieu kan maneh (Saya utang apa-apa ke kamu, yang ngajakin kesini kan kamu),”kataku. Seketika muka Fajar, Niko dan Diki berubah kaget.
“Urang, Niko, jeung Diki ieu baturan ti leutik, Urang main musik pedah resep we. Urang lain alat pemuas maneh. Ngan pedah maneh boga alat wae make balaga. Mun rek milu band ieu ulah make syarat-syaratan. Ngomong we rek ngilu. Lagian kunaon sih maneh rek gabung jeung urang-urang? Teangan we band nu lain ditu. (Saya, Niko sama Diki ini udah temenan dari kecil, kita main musik karena suka aja.Cuma karena kamu punya alat aja belaga. Kalo mau ikut band kami ga usah pake syarat-syaratan, ngomong aja mau ikut. Lagian kenapa sih kamu harus ikut band ini. Cari aja band yang lain sana.” Bentakku.
Tiba-tiba Fajar merengek, dia Nangis.
Hah, Gorila segede itu nangis dibentak doank, ujarku dalam hati.
“Hampura, Kun, urang memang salah, urang hayang pisan ngilu band maraneh. Urang can pernah nempo band dengan bakat sempurna kieu saumur hirup urang. Urang hayang gabung jeung maraneh, Plis (Ampun Kun, saya memang salah, saya ingin banget gabung band kalian. Saya belum pernah band dengan bakat sempurna kayak kalian seumur hidup saya. Saya pengen gabung dengan kalian, Plis),” kata Fajar. Kita semua ga ada yang jawab.
“ Urang hayang jadi drummer ti leutik, pisan. Ngan babeh urang hayangna urang kuliah di Amerika sanggeus lulus Sma, Plis, barudak. Jaung maraneh urang yakin band ieu baka sukses. Ieu hiji-hijina kesempatan urang jadi drummer. Lulus SMA urang geus teu bisa deui (Saya ingin jadi drummer dari kecil, banget. Tapi bapak saya ingin saya kuliah di Amerika waktu saya udah lulus SMA. Tolonglah, dengan kalian band ini bakal sukses. Ini satu-satunya kesempatan saya jadi drummer, lulus SMA saya ga bisa lagi).” Kata Fajar.
Setelah diam beberapa saat, saya mulai bicara,” Jar, maneh bisa ngilu band ieu, tapi aya syarat na (jar, kamu boleh ikut band ini, tapi ada syaratnya).”
Fajar diam mendengarkan.
“Hiji, ngan pedah maneh nu boga alat ulah ngarasa maneh bosna, sagala kaputusan kudu disetujui anggota nu sejen. Dua, urang bebas nentukeun rek tamil dimana wae, mun berudak teu hayang main ulah dipaksa. Tilu, mun salah sahiji anggota band ieu kalur, band ieu bubar. (satu, jangan gara-gara kamu punya alat kamu merasa kamu bosnya, semua keputusan harus disetujui anggota yang lain. Dua, kami bebas nentukan kita mau tampil atau engga, kalau kita ga mau ya jangan dipaksa. Tiga, kalau salah satu anggota ini keluar, kita bubar,” kataku.
“Fajar melihat mataku sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabatan.”Satuju (setuju).” Katanya.
Niko dan Diki pun mengangguk setuju. Akhirnya kami resmi jadi band. Tanpa bos, tanpa manajer, dan ga ada yang ngatur-ngatur.
Kami pun keluar dari rumahnya Fajar untuk pulang kerumah.
Hmm, Band ya. Kataku dalam hati sambil diam berjalan dengan Niko dan Diki.
Apa kita akan sukses dengan band ini? Naif sekali, sampai saat ini kita punya rekor tak terpecahkan untuk tidak mencapai apapun dalam hidup ini. Kita ini pemalas profesional. Underachiever. Diluar sana ada banyak band yang jauh lebih hebat, banyak latihan dan bakat dibanding kita ini.
Di kota ini setiap menit ada 1 band terbentuk. Lebih besar kemungkinan sukses jadi pelawak daripada jadi musisi.tapi gimana, kita suka maininnya. Duh, kataku dalam hati. Nambah lagi beban untuk ku buat sukses.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, kamipun pulang kerumah masing-masing.
Sesampainya dikamarku aku mulai menyetel kaset kaset lamaku dari lemari. Aku akan dengarkan lagu-lagu kesukaanku untuk ambil suara atau kunci yang enak didengar.
Selain kaset band band punk, saya pun mendengarkan lagu-lagu pop seperti morrisey, the Smith, dan beberapa band britpop lainnya. Terutama the smith, suara gitar yang sangat melodic dengan suara baritone nya morrisey memperkuat irama musiknya. Saya mendengarkan morrisey karena suara dan gaya Niko yang paling mirip dengan ini. Saya heran gimana penyanyi macam ini bisa membuat irama ga beraturan bisa enak dinyanyikan. Tadinya saya berfikir band ini akan bermain dengan tempo lambat dengan tekanan di gitar melodi yang Diki mainkan. Tapi tempo dan kencangnya drum yang fajar mainkan merubah tempo dan laju iramanya.
Saya pun mulai mendengarkan nirvana lagi untuk tahu bagaimana tipe permainan dave ghorl, drummer tipe ini pasti akan merasa tersiksa kalau memainkan drum dengan tempo lambat seperti the smith.
Aku mulai mencari-cari bagaimana suara band ini akan dibuat nantinya. Untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun dalam hidupku. Aku serius melakukan sesuatu. Dengan semua kekurangan band ini di teknis dan bakat. Yang dibutuhkan ini adalah suara yang unik.Ciri khas band ini.
“Kun,ada telepon,” sahut adik ku dari luar kamar.
“Dari siapa?,” tanyaku sambil keluar kamar, menuju ruang tengah tempat telepon berada.
“Dari Anita,” kata ku sambil tersenyum.
Wow, Anita? Nelpon kerumah ku. Ada apa ya?
Agan dan Aganwati sekalian,
hai ini ane ada lanjutan ceritanya. Mudah-mudahan agan suka.
Bantu rate dan komen ya kalau suka

Quote:
Underachiever
Setelah latihan selama 2 jam-an, kami pun keluar dari studionya Fajar. Sambil berjalan Fajar mulai berbicara,” Njrit, tadi 2 jam ngeunah pisan, geus lila teu mukulan drum keras-keras, nepika mua baju, ngesang (Wow, 2 jam tadi asik banget, udah lama ga mukul drum sekeras tadi terus-tersan, sampai buka baju gara-gara kecapaian).”
Tak ada yang menjawab, Fajar pun melanjutkan,” Kumaha urang bisa gabung teu, mun meunang maraneh bisa latihan didieu (Gimana saya bisa gabung ga? kalau bisa, kalian bisa latihan disini terus).”
Sejenak emosiku mulai naik. Satu lagi negosiasi win-win solution nya anak anak orang kaya. Saya diterima kalian bisa numpang main disini, kalau saya bosen kalian pergi.
“Jar.” Kataku keras. “Urang teu utang nanaon ka maneh, nu ngajakan urang-urang kadieu kan maneh (Saya utang apa-apa ke kamu, yang ngajakin kesini kan kamu),”kataku. Seketika muka Fajar, Niko dan Diki berubah kaget.
“Urang, Niko, jeung Diki ieu baturan ti leutik, Urang main musik pedah resep we. Urang lain alat pemuas maneh. Ngan pedah maneh boga alat wae make balaga. Mun rek milu band ieu ulah make syarat-syaratan. Ngomong we rek ngilu. Lagian kunaon sih maneh rek gabung jeung urang-urang? Teangan we band nu lain ditu. (Saya, Niko sama Diki ini udah temenan dari kecil, kita main musik karena suka aja.Cuma karena kamu punya alat aja belaga. Kalo mau ikut band kami ga usah pake syarat-syaratan, ngomong aja mau ikut. Lagian kenapa sih kamu harus ikut band ini. Cari aja band yang lain sana.” Bentakku.
Tiba-tiba Fajar merengek, dia Nangis.
Hah, Gorila segede itu nangis dibentak doank, ujarku dalam hati.
“Hampura, Kun, urang memang salah, urang hayang pisan ngilu band maraneh. Urang can pernah nempo band dengan bakat sempurna kieu saumur hirup urang. Urang hayang gabung jeung maraneh, Plis (Ampun Kun, saya memang salah, saya ingin banget gabung band kalian. Saya belum pernah band dengan bakat sempurna kayak kalian seumur hidup saya. Saya pengen gabung dengan kalian, Plis),” kata Fajar. Kita semua ga ada yang jawab.
“ Urang hayang jadi drummer ti leutik, pisan. Ngan babeh urang hayangna urang kuliah di Amerika sanggeus lulus Sma, Plis, barudak. Jaung maraneh urang yakin band ieu baka sukses. Ieu hiji-hijina kesempatan urang jadi drummer. Lulus SMA urang geus teu bisa deui (Saya ingin jadi drummer dari kecil, banget. Tapi bapak saya ingin saya kuliah di Amerika waktu saya udah lulus SMA. Tolonglah, dengan kalian band ini bakal sukses. Ini satu-satunya kesempatan saya jadi drummer, lulus SMA saya ga bisa lagi).” Kata Fajar.
Setelah diam beberapa saat, saya mulai bicara,” Jar, maneh bisa ngilu band ieu, tapi aya syarat na (jar, kamu boleh ikut band ini, tapi ada syaratnya).”
Fajar diam mendengarkan.
“Hiji, ngan pedah maneh nu boga alat ulah ngarasa maneh bosna, sagala kaputusan kudu disetujui anggota nu sejen. Dua, urang bebas nentukeun rek tamil dimana wae, mun berudak teu hayang main ulah dipaksa. Tilu, mun salah sahiji anggota band ieu kalur, band ieu bubar. (satu, jangan gara-gara kamu punya alat kamu merasa kamu bosnya, semua keputusan harus disetujui anggota yang lain. Dua, kami bebas nentukan kita mau tampil atau engga, kalau kita ga mau ya jangan dipaksa. Tiga, kalau salah satu anggota ini keluar, kita bubar,” kataku.
“Fajar melihat mataku sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabatan.”Satuju (setuju).” Katanya.
Niko dan Diki pun mengangguk setuju. Akhirnya kami resmi jadi band. Tanpa bos, tanpa manajer, dan ga ada yang ngatur-ngatur.
Kami pun keluar dari rumahnya Fajar untuk pulang kerumah.
Hmm, Band ya. Kataku dalam hati sambil diam berjalan dengan Niko dan Diki.
Apa kita akan sukses dengan band ini? Naif sekali, sampai saat ini kita punya rekor tak terpecahkan untuk tidak mencapai apapun dalam hidup ini. Kita ini pemalas profesional. Underachiever. Diluar sana ada banyak band yang jauh lebih hebat, banyak latihan dan bakat dibanding kita ini.
Di kota ini setiap menit ada 1 band terbentuk. Lebih besar kemungkinan sukses jadi pelawak daripada jadi musisi.tapi gimana, kita suka maininnya. Duh, kataku dalam hati. Nambah lagi beban untuk ku buat sukses.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, kamipun pulang kerumah masing-masing.
Sesampainya dikamarku aku mulai menyetel kaset kaset lamaku dari lemari. Aku akan dengarkan lagu-lagu kesukaanku untuk ambil suara atau kunci yang enak didengar.
Selain kaset band band punk, saya pun mendengarkan lagu-lagu pop seperti morrisey, the Smith, dan beberapa band britpop lainnya. Terutama the smith, suara gitar yang sangat melodic dengan suara baritone nya morrisey memperkuat irama musiknya. Saya mendengarkan morrisey karena suara dan gaya Niko yang paling mirip dengan ini. Saya heran gimana penyanyi macam ini bisa membuat irama ga beraturan bisa enak dinyanyikan. Tadinya saya berfikir band ini akan bermain dengan tempo lambat dengan tekanan di gitar melodi yang Diki mainkan. Tapi tempo dan kencangnya drum yang fajar mainkan merubah tempo dan laju iramanya.
Saya pun mulai mendengarkan nirvana lagi untuk tahu bagaimana tipe permainan dave ghorl, drummer tipe ini pasti akan merasa tersiksa kalau memainkan drum dengan tempo lambat seperti the smith.
Aku mulai mencari-cari bagaimana suara band ini akan dibuat nantinya. Untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun dalam hidupku. Aku serius melakukan sesuatu. Dengan semua kekurangan band ini di teknis dan bakat. Yang dibutuhkan ini adalah suara yang unik.Ciri khas band ini.
“Kun,ada telepon,” sahut adik ku dari luar kamar.
“Dari siapa?,” tanyaku sambil keluar kamar, menuju ruang tengah tempat telepon berada.
“Dari Anita,” kata ku sambil tersenyum.
Wow, Anita? Nelpon kerumah ku. Ada apa ya?
0
Kutip
Balas