- Beranda
- Stories from the Heart
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
...
TS
reloaded0101
CEREBRO : KUMPULAN CERITA CINTA PAKAI OTAK
Judul thread ini ane ganti, sekarang tidak semua cerpennya mengisahkan cinta. Tetapi temanya lebih umum, ada detektif,sci-fi,horor,thriller,drama dan lain-lain yang tidak selalu melibatkan percintaan antar karakternya.
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
INDEX BARU:
CERITA 2020
AZAB ILMU PELET
MUDIK 2020
Terima kasih untuk Agan Gauq yang sudah membuatkan index cerita ini.
Index by Gauq:
INDEX
INDEX lanjutan
Cerita baru 2019:
KISAH-KISAH MANTAN DETEKTIF CILIK di postingan terakhir halaman terakhir
Spoiler for :
Quote:
INDEX
RUMAH SERIBU JENDELA DI POST INI
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
SETIA
DEAD OR ALIVE
MAKAN TUH CINTA
KALAU JODOH TAK LARI KEMANA
OUTLIER
MAKAN BATU
TA'ARUF
INDEX PART 3
INDEX PART 4-new
Langsung saja cerpen pertama
Apa yang akan kau lakukan ketika dia yang kaucinta meminta syarat berupa rumah dengan 1000 jendela sebelum menerima cintamu?
Spoiler for :
RUMAH SERIBU JENDELA
Leo merogoh saku belakang celana hitam barunya. Sebuah sisir kecil diambilnya dari kantong itu. Sambil melihat spion, ia merapikan kembali rambut yang sempat dipermainkan angin selama dalam perjalanan, maklum saja kaca pintu depan mobilnya rusak dan hanya bisa ditutup setengahnya saja. Setelah dirasa sudah rapi, Leo dan rambutnya keluar dari roda empatnya kemudian berjalan dengan jantung berdegup kencang menuju rumah nomor 2011 dan menekan belnya. Sang pembantu rumah keluar dan menyapanya
“Oh Mas Leo ”
“Riska-nyaada Bi?”
“Oh ada, sebentar saya panggilkan.”
Beberapa menit kemudian seorang wanita muda cantik berusia 20 tahunan awal keluar, mendapati Leo yang sedang menghirup teh celup panas buatan Bibi.
“Mau pergi ke pestanya siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang ulang tahun atau nikah hari ini.”
Tanya Riska.
“Memang tidak ada.”
“Kalau nggak ke kondangan, mengapa pakai baju serapi ini? Sok formal banget. ”
“ Harus formal, kan mau melamar.”
“Ngelamar kerja?”
Leo menggeleng. Jantungnya berdegup makin kencang.
“Bukan.”
“Lalu melamar apa?”
“Kamu.”
Kata Leo sambil bersimpuh dan mengeluarkan sebuah kotak merah berisi cincin emas dengan sebuah berlian berukuran mini di tengahnya. Sementara itu Riska mundur beberapa langkah ke belakang.
“Aku? kita kan nggak pernah pacaran?”
“Tetapi kita sudah saling mengenal belasan tahun Ris. Aku tahu apa yang kamu suka, aku tahu apa yang kamu tidak suka, aku tahu bagaimana kamu selalu menghentakkan kaki kirimu ke tanah ketika mendengar kabar gembira,
aku tahu bagaimana kau selalu mencengkeram erat kertas tisu di tanganmu waktu kau sedang gugup, dan aku tahu aku mencintaimu. ”
“Tapi kamu kan nggak tahu apakah aku juga cinta kamu?
“Karena aku tidak tahu, bagaimana kalau kamu beritahukan padaku sekarang.”
“Mmm, gimana ya? Untuk urusan cinta, apalagi orientasinya nikah. Tentu aku maunya sama pria yang sungguh-sungguh.”
“Cintaku kepadamu sungguhan Ris, bukan bohongan atau tren musiman.”
“Sejak kapan lidah punya tulang?”
“Kau tidak percaya pada kata-kataku?”
“Aku butuh bukti Yo, bukan janji.”
“Baik, bukti seperti apa yang kauminta Ris?”
“Tidak ada yang mustahil untuk orang yang sungguh-sungguh. Demi cinta Shah Jehan mampu menciptakan Taj Mahal untuk istrinya.”
“Lalu apa yang kau inginkan agar mau menjadi istriku Ris?”
“Buatkan aku rumah dengan 1000 jendela.”
“Baik”
“Jika kau mampu menyelesaikannya dalam waktu 24 jam aku akan menerimamu tetapi jika tidak ya kita temenan saja ya Yo.”
“Buat rumah 1000 jendela dalam waktu 24 jam. Sudah itu saja?”
“Memangnya kamu bisa?”
“Akan kucoba semampuku.”
“Baik aku tunggu hasilnya besok. Good luck.”
Leo pun pergi dari halaman rumah itu dan menuju mobilnya sambil mengambil nafas panjang. Ia memacu kendaraannya dan pergi ke beberapa toko kelontong dan toko bangunan. Banyak hal yang dibelinya. Setelah selesai berbelanja, benda-benda itu dibungkus dalam beberapa kantong kresek dan kardus yang dijejalkan ke bagasi mobil.
Pulang ke rumah Ia langsung menuju ke halaman belakang yang luas dan masih berupa lahan kosong yang hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
Leo mengambil nafas panjang lalu menghelanya dan mulai bekerja. Ia menurunkan semua barang yang ia beli. Tak lama kemudian suara gaduh dari palu bertemu paku terdengar berulang-ulang hingga malam tiba.
Malam harinya halilintar menyambar, disusul hujan yang turun sederas-derasnya. Air membanjiri halaman belakang yang masih tetap kosong dan hanya dihuni oleh rimbun ilalang dan satu dua pohon nangka.
“Ris bisa mampir kerumah sekarang? ada sesuatu yang mau kuperlihatkan padamu.”
Kata Leo keesokan harinya lewat ponsel yang dijawab dengan gugup oleh Riska.
“I...iya.”
Dalam hati gadis itu berpikir, bagaimana ini? Apa Leo bisa menyelesaikan permintaan yang mustahil itu? Memang sih dia itu baik, cerdas dan tidak sombong tapi Riska tidak mencintainya. Ia memberikan syarat itu dengan tujuan agar Leo gagal dan mereka berdua bisa kembali happily everafter...meskipun hanya di friend zone saja.
Riska sampai di depan rumah Leo dan heran mendapati mobil ayahnya terparkir di halaman. Ketika masuk ke dalam ia mendapati ayahnya sednag bercakap-cakap di beranda bersama Leo.
“Kok Papi bisa ada di sini?”
“Aneh kamu ini Ris, Masak Papi nggak boleh sowan ke rumah calon suamimu?”
“Calon suami? Calon suami apa?”
“Kan kamu sendiri yang mengajukan syarat, kalau Nak Leo bisa membuat rumah yang memiliki 1000 jendela dalam waktu 24 jam, kau akan menikahinya?”
“Memangnya bisa?”
“Nak Leo tunjukkan!”
Leo masuk ke dalam dan mengambil sebuah benda yang ditutup taplak meja.
“Apaan nih?”
Tanya Riska dengan tanda tanya menggantung di atas kepalanya.
“Yang kau minta.”
Kata Leo sambil membuka taplak meja itu dan memperlihatkan sebuah rumah berukuran sedikit lebih besar dari telapak tangan yang terbuat dari ribuan tusuk gigi.
“Papi sudah hitung sendiri jendelanya ada 1000 pas.”
“Tapi ini kan kecil sekali.”
“Di syaratmu tidak disebutkan ukurannya harus besar.”
“Tapi ini...definisi rumah kan tempat tinggal, siapa yang bisa tinggal di rumah sekecil ini. Paling-paling juga semut.”
“Di syarat yang kamu ajukan tidak ada keterangan kalau harus rumah manusia. Rumah semut kan juga termasuk dalam kategori rumah.”
Riska serasa disambar geledek. Ia menyesal mengapa tidak jelas dan detail ketika meminta syarat itu kemarin.
“Papi say something dong, belain Riska?”
“Menurut Papi rumah buatan Nak leo ini sudah memenuhi syarat.”
“Jadi Papi setuju punya menantu seperti dia ini?”
“Tentu saja setuju, kalian sudah kenal dari kecil, Papi juga kenal Nak Leo dari kecil. dia juga cerdas dan pernah magang di kantor kita jadi tahu kultur organisasi kita kayak gimana. Nanti kan bisa bantuin kamu waktu gantiin Papi megang perusahaan.”
“Tidaaaaak!!!!”
Riska pun pingsan karena shock. Otak kanannya seolah mengejek, melakukan bullying bawah sadar terhadapnya sambil terus-menerus berkata.
“Makanya Ris, kalau minta sesuatu itu yang jelas.”
end
Diubah oleh reloaded0101 15-05-2020 07:17
indrag057 dan 37 lainnya memberi reputasi
34
189.4K
Kutip
1.1K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.3KAnggota
Tampilkan semua post
TS
reloaded0101
#62
THE GAME OF CAT AND MICE
Spoiler for :
Arwan keluar dari taksi dan masuk ke halaman rumah nomor 13 itu dengan berjalan kaki. Di tangannya tertenteng map berisi tumpukan lembar jawaban UAS yang harus ia koreksi. Sebuah ransel berisi pakaian tersandang di punggungnya. Setelah masuk ke ruang tamu ia merebahkan diri di kursi.
“Tumben pulang?” Tanya Sa'id kakaknya
“Atap kontrakanku jebol, kalau hujan bocor sampai banjir.”
Ibunya datang dari dalam ruang tengah sambil membawa sepiring pisnag molen. Tanpa basa-basi wanita setengah baya itu bertanya
“Jomblo, masih?”
“Masih Bu.”
“Coba kalau kamu sudah punya istri kan bisa pulang ke rumah istri kamu.”
“Itu kalau istriku punya rumah, kalau tidak bagaimana?”
“Memangnya kamu nikahnya sama tunawisma?”
“Siapa tahu, yang nentukan jodoh kan bukan saya Bu.”
“Jangan suudzonsama Allah, nggak baik. Berpikir positif saja. Berharaplah kamu dapat pasangan hidup yang beriman, cantik,kaya dan punya rumah lebih dari satu.”
“Kalau kita bicarakan topik lain bagaimana Bu? Kayak novel religi dalam negeri saja, yang dibahas cuma jodoh,nikah,jodoh,nikah terus.”
“Topik lain banyak tetapi terlebih dahulu kita bicarakan urusan jodoh buat kamu.”
“Memangnya apa lagi yang perlu dibicarakan?”
“Masak tidak tahu?”
“Lagi?”
“Iya, ta'aruf lagi. Ibu nemu beberapa calon yang tepat buat kamu ”
Sa'id menimpali.
“Tenang Wan, kali ini kandidatnya banyak, jadi kamu bisa milih mau ta'aruf sama cewek atau selain cewek.”
“Yang selain cewek buat Mas Sa'id saja. Katanya mau buka usaha jasa di taman lawang.”
“Ihh...kakak ipar kamu bisa kejang-kejang, amit-amit deh.”
“Ya sudah soal ini dibahas nanti saja, Arwan capek mau tidur dulu.”
Kata Arwan sambil masuk ke kamar dan meletakkan ranselnya begitu saja. Belum terlalu lama ia berada di dalam kamar tiba-tiba bel pintu pagar berbunyi. Arwan keluar kamar
“Inem mana?”
“Kemarin dapat surat katanya ibunya sakit jadi harus pulang kampung.”
“Biar Arwan saja Bu yang buka,”
Kata Arwan sambil bergegas menuju pagar. Perjalanan singkat dari ruang tamu ke halaman terasa lama karena hujan yang turun deras. Di bulan Januari itu air dari langit seperti kain grosiran yang sedang diobral murah, turun kapan saja dimana saja dan selalu setia setiap saat.
“Assalamu'alaikum.”
Kata seorang gadis berhijab batik yang berdiri di depan pagar.
“Waalaikum Salam. Masuk saja Mbak.”
“Terima kasih Mas.”
Mereka masuk ke ruang tamu.
“Mas Sa'id, tolong ambilkan handuk.”
“Nggak usah Mas, saya tidak mau merepotkan.”
“Mbak ini siapa ya?”
Kata Arwan yang melihat gadis itu mengelap wajahnya yang basah oleh air.
“Nama saya Nirmala. Saya mau tanya apa disini ada kamar kosong yang bisa saya sewa. Saya sudah jalan jauh mencari rumah kost tapi penuh semua. Jadi tolong kalau boleh saya mau kost disini. 1 Kamar saja.”
Arwan mengamati sepatu Nirmala yang ada di halaman setelah itu ia memandang Ibu dan kakaknya lalu berkata.
“Kamar tamu di lantai atas kan kosong Bu?”
“Ya tapi, kami belum pernah terima tamu kost sebelumnya.”
“Tolonglah Bu, kalau tarifnya 500 ribu saya bisa bayar di muka. Urusan makan dan mencuci baju biar saya sendiri .”
“Ini bukan soal uang.”
“Oh ya Dik Nirmala ini kuliah,kerja atau?”
“Saya salesgirl busana muslimah. Hari ini kerja sambil cari rumah kost juga”
“Jualan apa saja ?” Tanya Sa'id
“Kebanyakan sih jilbab,” Kata perempuan bernama Nirmala itu sambil menunjuk kerudung yang dipakainya.
“Bagaimana Wan?”
“Ijinkan saja Bu.”
“Ya sudah kalau begitu silahkan tempati kamar di lantai 2.”
“Biar Arwan saja yang tunjukkan kamarnya Bu. Ayo Dik Nirmala kita ke kamar barumu.”
Keduanya bangkit dan menuju ke lantai atas. Setelah itu Arwan turun ke bawah dan mendpaati ibunya dan Sa'id masih duduk terbengong-bengong.
“Tumben baik sama tamu?”
“Biasanya dideduksi dulu, tetapi kali ini kok dari awal sepertinya kamu ingin banget tuh cewek kost disini.”
“Ibu tenang saja soal ini biar Arwan yang urus, oh ya Mas Sa'id handuk yang dipakai Nirmala tadi mana ya.”
“Nih.”
Arwan memeriksa handuk yang basah tetapi bersih tanpa noda itu lalu tersenyum.
“Ih serem, buat apaan Wan? Mau dibawa ke dukun pelet?”
“Menurut Mas, Nirmala itu cantik tidak?”
“Ya cantik,menurutmu?”
“Sangat menarik.”
“Wan,kamu kenapa Wan kok mendadak aneh?
“Kalau kata Didi Kempot, anak ini sedang ketaman asmoro”, Sa'id melanjutkan dengan menyanyikan lagu “opo iki sing jenenge wong kang lagi....adaw
Arwan melempar Sa'id dengan handuknya dan masuk ke kamar. Keesokan harinya Arwan terlihat semakin sering berbicara dengan Nirmala. Demikian juga dengan keesokan harinya lagi. Tanpa terasa sudah satu bulan Nirmala berada di rumah itu.
“Mengapa nomornya 13?”
“Panjang ceritanya, tapi intinya almarhum ayah berusaha membuktikan bahwa angka 13 bukan angka sial.”
“Lalu?”
“Ternyata memang bukan angka sial. Hasilnya kita lihat di garasi, ayo.”
“Bukannya tadi kita sudah ke garasi?
“Bukan yang itu.”
Jalan lagi? capek habis rumah Mas besar banget.”
“Apa perlu aku gendong?”
“Ih...nakal.”
Arwan dan Nirmala menuju garasi
“Alhamdulillah kami dikaruniai rejeki dan berhasil menabung hingga mampu membeli mobil ini.”
“Supercar? Berlapis emas?”
“Hanya ada 3 buah di dunia.”
“Maaf ya Mas Arwan, setahuku Mas Arwan orangnya tidak suka pamer. Tetapi mengapa memamerkan mobil ini kepadaku?”
“Karena aku harus menunjukkannya kepadamu.”
“Iya, alasannya apa?”
“Dari dulu aku ingin waktu menikah, sehabis resepsi aku dan istriku akan menaiki mobil ini berdua saja menuju ke tempat bulan madu.”
“Kalau begitu tunjukinnya ke calon istri Mas.”
“Sekarang kan sudah.”
“Maksud Mas?”
“Kamu mau kan jadi calon istriku ?”
“Soal itu Nirmala serahkan pada Abi dan Umi.”
“Rumah orangtua kamu di mana?”
“Jauh Mas Arwan, di luar kota.”
“Masalah ini lebih penting dari sekedar jarak. Kalau buat kamu ribuan tahun cahaya pun akan aku datangi.”
“Mas Arwan bisa saja.”
Keesokan harinya Nirmala, Arwan dan ibunya berkunjung ke rumah orangtua Nirmala di kota sebelah. Sebenarnya kurang tepat kalau disebut kota karena daerah tempat rumah orangtua Nirmala berada, sebagian masih dikelilingi sawah, tanah lapang dan hutan-hutan bambu kecil. Seperti yang sudah diduga, orangtua Nirmala tidak keberatan kalau anaknya akan diperistri Arwan.
Satu hari mereka ada di rumah itu. Keesokan paginya hanya Arwan dan ibunya yang pulang ke rumah nomor 13. Nirmala tetap tinggal di rumah orangtuanya hingga hari senin, katanya sudah kangen dan lama tidak ketemu, selain itu ada detail-detail terkait pernikahan yang harus dibahas dengan para kerabat di kota kecil itu.
Ketika sampai di halaman rumah, Arwan menemukan pintu dalam keadaan tidak terkunci. Iapun bergegas masuk. Lebih kaget lagi ketika di dekat garasi ditemukan Sa'id yang terikat dengan mulut disumpal kain. Dengan tenang Arwan melepaskan ikatan dan sumpal mulut itu. Sa'id langsung berteriak.
“Mobilnya hilang. Kita dirampok!”
Nun jauh dipinggir pantai, lima orang sedang bercengkerama sambil minum tequila.Tampak sedang merayakan sesuatu.
“Supercar Man,gila bener lapis emas” Teriak Devi alias Nirmala sambil menyesap isi gelasnya
“Mobil cnaggih apa nggak dipasangi tracker ?”
“Sudah kami urus.”
“Katanya Si Arwan itu pinter banget, ternyata cemen.” Kata pemeran Arifin sambil merebahkan diri di kursi malas.
“Jenius pun pemikirannya akan cemen kalau dibutakan cinta.”
“Jadi beneran dia cinta kamu Dev?”
“Beneran”
Tiba-tiba seorang pelayan membawa nampan berisi beberapa gelas teh hijau dan meletakkannya di meja.
“Promo minuman gratis ?”
Tanya Devi
“Bukan, minuman ini dari Tuan yang disana, pesanan Tuan dan Nona juga sudah dibayar oleh Tuan itu”
5 orang itu menatap seorang pria bertopi lebar yang berjalan mendekat ke arah mereka.
“Arwan?”
“kenapa, kaget ya?”
Ternyata tidak hanya Arwan saja yang mendekat. 5 orang polisi berpakaian preman tiba-tiba sudah berdiri di belakang orang-orang itu sambil menodongkan pistol.
“Kok bisa tahu?”
“Pakai penyadap.”
“Jangan bohong, di mobil sama sekali tidak ada penyadap selain GPS tracker yang sudah kami buang.”
“Bukan di mobil.”
“Lalu di mana?”
“Di baju Nirmala”
“jadi kamu sudah mencurigai aku?”
“Karena sejak pertama kali datang ke rumah kamu sudah sangat mencurigakan. Katanya habis berjalan jauh mencari kontrakan tetapi sepatu kamu bersih tanpa lumpur, hanya basah oleh air hujan. Kedua, sebagai penjual busana muslimah kau pasti tahu apa beda jilbab,hijab dan khimar atau kerudung tetapi
kau malah menyebut kerudung sebagai jilbab. Selendang atau penutup kepala itu namanya khimar, sedangkan jilbab adalah baju lebar penutup leher dada hingga tubuh bagian bawah. Satus et pakaian gabungan antara jilbab dan kerudung itu namanya hijab.”
“Selain itu, di kau juga terlalu keras untuk menimbulkan kesan pertama agar diingat sebagai wanita cantik. Ingat handuk yang kupinjamkan untuk menyeka wajahmu? Bersih tidak ada noda make-up sedikitpun, ini aneh karena setahuku wanita yang sedang bepergian dan menjual barang keluar rumah pasti memakai make-up, tetapi kau tidak. Mengapa?
Itu karena kau yang sudah menunggu dan mengawasi di dekat rumah takut kalau menekan bel pagar dibawah guyuran hujan akan menyebabkan riasan wajahmu luntur, kalau makeup luntur pasti buruk sekali seperti badut aggal dirias dan kau takut kalau aku yang membuka pintu pagar akan melihat penampilan buruk rupamu itu pada pertemuan pertama kita. Kau takut aku tidak akan tekesan sehingga tidak jatuh cinta kepadamu. Kalau aku tidak jatuh cinta, maka rencana mengambil mobil ketika aku dan Ibu mengunjungi rumah orangtuamu juga tidak mungkin terjadi.”
“Ayo jalan.”
“Tunggu, lepaskan! Lepaskan!”
“** SENSOR **! Anjing! Ini belum selesai Arwan!”
“Tumben pulang?” Tanya Sa'id kakaknya
“Atap kontrakanku jebol, kalau hujan bocor sampai banjir.”
Ibunya datang dari dalam ruang tengah sambil membawa sepiring pisnag molen. Tanpa basa-basi wanita setengah baya itu bertanya
“Jomblo, masih?”
“Masih Bu.”
“Coba kalau kamu sudah punya istri kan bisa pulang ke rumah istri kamu.”
“Itu kalau istriku punya rumah, kalau tidak bagaimana?”
“Memangnya kamu nikahnya sama tunawisma?”
“Siapa tahu, yang nentukan jodoh kan bukan saya Bu.”
“Jangan suudzonsama Allah, nggak baik. Berpikir positif saja. Berharaplah kamu dapat pasangan hidup yang beriman, cantik,kaya dan punya rumah lebih dari satu.”
“Kalau kita bicarakan topik lain bagaimana Bu? Kayak novel religi dalam negeri saja, yang dibahas cuma jodoh,nikah,jodoh,nikah terus.”
“Topik lain banyak tetapi terlebih dahulu kita bicarakan urusan jodoh buat kamu.”
“Memangnya apa lagi yang perlu dibicarakan?”
“Masak tidak tahu?”
“Lagi?”
“Iya, ta'aruf lagi. Ibu nemu beberapa calon yang tepat buat kamu ”
Sa'id menimpali.
“Tenang Wan, kali ini kandidatnya banyak, jadi kamu bisa milih mau ta'aruf sama cewek atau selain cewek.”
“Yang selain cewek buat Mas Sa'id saja. Katanya mau buka usaha jasa di taman lawang.”
“Ihh...kakak ipar kamu bisa kejang-kejang, amit-amit deh.”
“Ya sudah soal ini dibahas nanti saja, Arwan capek mau tidur dulu.”
Kata Arwan sambil masuk ke kamar dan meletakkan ranselnya begitu saja. Belum terlalu lama ia berada di dalam kamar tiba-tiba bel pintu pagar berbunyi. Arwan keluar kamar
“Inem mana?”
“Kemarin dapat surat katanya ibunya sakit jadi harus pulang kampung.”
“Biar Arwan saja Bu yang buka,”
Kata Arwan sambil bergegas menuju pagar. Perjalanan singkat dari ruang tamu ke halaman terasa lama karena hujan yang turun deras. Di bulan Januari itu air dari langit seperti kain grosiran yang sedang diobral murah, turun kapan saja dimana saja dan selalu setia setiap saat.
“Assalamu'alaikum.”
Kata seorang gadis berhijab batik yang berdiri di depan pagar.
“Waalaikum Salam. Masuk saja Mbak.”
“Terima kasih Mas.”
Mereka masuk ke ruang tamu.
“Mas Sa'id, tolong ambilkan handuk.”
“Nggak usah Mas, saya tidak mau merepotkan.”
“Mbak ini siapa ya?”
Kata Arwan yang melihat gadis itu mengelap wajahnya yang basah oleh air.
“Nama saya Nirmala. Saya mau tanya apa disini ada kamar kosong yang bisa saya sewa. Saya sudah jalan jauh mencari rumah kost tapi penuh semua. Jadi tolong kalau boleh saya mau kost disini. 1 Kamar saja.”
Arwan mengamati sepatu Nirmala yang ada di halaman setelah itu ia memandang Ibu dan kakaknya lalu berkata.
“Kamar tamu di lantai atas kan kosong Bu?”
“Ya tapi, kami belum pernah terima tamu kost sebelumnya.”
“Tolonglah Bu, kalau tarifnya 500 ribu saya bisa bayar di muka. Urusan makan dan mencuci baju biar saya sendiri .”
“Ini bukan soal uang.”
“Oh ya Dik Nirmala ini kuliah,kerja atau?”
“Saya salesgirl busana muslimah. Hari ini kerja sambil cari rumah kost juga”
“Jualan apa saja ?” Tanya Sa'id
“Kebanyakan sih jilbab,” Kata perempuan bernama Nirmala itu sambil menunjuk kerudung yang dipakainya.
“Bagaimana Wan?”
“Ijinkan saja Bu.”
“Ya sudah kalau begitu silahkan tempati kamar di lantai 2.”
“Biar Arwan saja yang tunjukkan kamarnya Bu. Ayo Dik Nirmala kita ke kamar barumu.”
Keduanya bangkit dan menuju ke lantai atas. Setelah itu Arwan turun ke bawah dan mendpaati ibunya dan Sa'id masih duduk terbengong-bengong.
“Tumben baik sama tamu?”
“Biasanya dideduksi dulu, tetapi kali ini kok dari awal sepertinya kamu ingin banget tuh cewek kost disini.”
“Ibu tenang saja soal ini biar Arwan yang urus, oh ya Mas Sa'id handuk yang dipakai Nirmala tadi mana ya.”
“Nih.”
Arwan memeriksa handuk yang basah tetapi bersih tanpa noda itu lalu tersenyum.
“Ih serem, buat apaan Wan? Mau dibawa ke dukun pelet?”
“Menurut Mas, Nirmala itu cantik tidak?”
“Ya cantik,menurutmu?”
“Sangat menarik.”
“Wan,kamu kenapa Wan kok mendadak aneh?
“Kalau kata Didi Kempot, anak ini sedang ketaman asmoro”, Sa'id melanjutkan dengan menyanyikan lagu “opo iki sing jenenge wong kang lagi....adaw
Arwan melempar Sa'id dengan handuknya dan masuk ke kamar. Keesokan harinya Arwan terlihat semakin sering berbicara dengan Nirmala. Demikian juga dengan keesokan harinya lagi. Tanpa terasa sudah satu bulan Nirmala berada di rumah itu.
“Mengapa nomornya 13?”
“Panjang ceritanya, tapi intinya almarhum ayah berusaha membuktikan bahwa angka 13 bukan angka sial.”
“Lalu?”
“Ternyata memang bukan angka sial. Hasilnya kita lihat di garasi, ayo.”
“Bukannya tadi kita sudah ke garasi?
“Bukan yang itu.”
Jalan lagi? capek habis rumah Mas besar banget.”
“Apa perlu aku gendong?”
“Ih...nakal.”
Arwan dan Nirmala menuju garasi
“Alhamdulillah kami dikaruniai rejeki dan berhasil menabung hingga mampu membeli mobil ini.”
“Supercar? Berlapis emas?”
“Hanya ada 3 buah di dunia.”
“Maaf ya Mas Arwan, setahuku Mas Arwan orangnya tidak suka pamer. Tetapi mengapa memamerkan mobil ini kepadaku?”
“Karena aku harus menunjukkannya kepadamu.”
“Iya, alasannya apa?”
“Dari dulu aku ingin waktu menikah, sehabis resepsi aku dan istriku akan menaiki mobil ini berdua saja menuju ke tempat bulan madu.”
“Kalau begitu tunjukinnya ke calon istri Mas.”
“Sekarang kan sudah.”
“Maksud Mas?”
“Kamu mau kan jadi calon istriku ?”
“Soal itu Nirmala serahkan pada Abi dan Umi.”
“Rumah orangtua kamu di mana?”
“Jauh Mas Arwan, di luar kota.”
“Masalah ini lebih penting dari sekedar jarak. Kalau buat kamu ribuan tahun cahaya pun akan aku datangi.”
“Mas Arwan bisa saja.”
Keesokan harinya Nirmala, Arwan dan ibunya berkunjung ke rumah orangtua Nirmala di kota sebelah. Sebenarnya kurang tepat kalau disebut kota karena daerah tempat rumah orangtua Nirmala berada, sebagian masih dikelilingi sawah, tanah lapang dan hutan-hutan bambu kecil. Seperti yang sudah diduga, orangtua Nirmala tidak keberatan kalau anaknya akan diperistri Arwan.
Satu hari mereka ada di rumah itu. Keesokan paginya hanya Arwan dan ibunya yang pulang ke rumah nomor 13. Nirmala tetap tinggal di rumah orangtuanya hingga hari senin, katanya sudah kangen dan lama tidak ketemu, selain itu ada detail-detail terkait pernikahan yang harus dibahas dengan para kerabat di kota kecil itu.
Ketika sampai di halaman rumah, Arwan menemukan pintu dalam keadaan tidak terkunci. Iapun bergegas masuk. Lebih kaget lagi ketika di dekat garasi ditemukan Sa'id yang terikat dengan mulut disumpal kain. Dengan tenang Arwan melepaskan ikatan dan sumpal mulut itu. Sa'id langsung berteriak.
“Mobilnya hilang. Kita dirampok!”
Nun jauh dipinggir pantai, lima orang sedang bercengkerama sambil minum tequila.Tampak sedang merayakan sesuatu.
“Supercar Man,gila bener lapis emas” Teriak Devi alias Nirmala sambil menyesap isi gelasnya
“Mobil cnaggih apa nggak dipasangi tracker ?”
“Sudah kami urus.”
“Katanya Si Arwan itu pinter banget, ternyata cemen.” Kata pemeran Arifin sambil merebahkan diri di kursi malas.
“Jenius pun pemikirannya akan cemen kalau dibutakan cinta.”
“Jadi beneran dia cinta kamu Dev?”
“Beneran”
Tiba-tiba seorang pelayan membawa nampan berisi beberapa gelas teh hijau dan meletakkannya di meja.
“Promo minuman gratis ?”
Tanya Devi
“Bukan, minuman ini dari Tuan yang disana, pesanan Tuan dan Nona juga sudah dibayar oleh Tuan itu”
5 orang itu menatap seorang pria bertopi lebar yang berjalan mendekat ke arah mereka.
“Arwan?”
“kenapa, kaget ya?”
Ternyata tidak hanya Arwan saja yang mendekat. 5 orang polisi berpakaian preman tiba-tiba sudah berdiri di belakang orang-orang itu sambil menodongkan pistol.
“Kok bisa tahu?”
“Pakai penyadap.”
“Jangan bohong, di mobil sama sekali tidak ada penyadap selain GPS tracker yang sudah kami buang.”
“Bukan di mobil.”
“Lalu di mana?”
“Di baju Nirmala”
“jadi kamu sudah mencurigai aku?”
“Karena sejak pertama kali datang ke rumah kamu sudah sangat mencurigakan. Katanya habis berjalan jauh mencari kontrakan tetapi sepatu kamu bersih tanpa lumpur, hanya basah oleh air hujan. Kedua, sebagai penjual busana muslimah kau pasti tahu apa beda jilbab,hijab dan khimar atau kerudung tetapi
Quote:
“Jualan apa saja ?” Tanya Sa'id
“Kebanyakan sih jilbab,” Kata perempuan bernama Nirmala itu sambil menunjuk kerudung yang dipakainya.
“Kebanyakan sih jilbab,” Kata perempuan bernama Nirmala itu sambil menunjuk kerudung yang dipakainya.
kau malah menyebut kerudung sebagai jilbab. Selendang atau penutup kepala itu namanya khimar, sedangkan jilbab adalah baju lebar penutup leher dada hingga tubuh bagian bawah. Satus et pakaian gabungan antara jilbab dan kerudung itu namanya hijab.”
“Selain itu, di kau juga terlalu keras untuk menimbulkan kesan pertama agar diingat sebagai wanita cantik. Ingat handuk yang kupinjamkan untuk menyeka wajahmu? Bersih tidak ada noda make-up sedikitpun, ini aneh karena setahuku wanita yang sedang bepergian dan menjual barang keluar rumah pasti memakai make-up, tetapi kau tidak. Mengapa?
Itu karena kau yang sudah menunggu dan mengawasi di dekat rumah takut kalau menekan bel pagar dibawah guyuran hujan akan menyebabkan riasan wajahmu luntur, kalau makeup luntur pasti buruk sekali seperti badut aggal dirias dan kau takut kalau aku yang membuka pintu pagar akan melihat penampilan buruk rupamu itu pada pertemuan pertama kita. Kau takut aku tidak akan tekesan sehingga tidak jatuh cinta kepadamu. Kalau aku tidak jatuh cinta, maka rencana mengambil mobil ketika aku dan Ibu mengunjungi rumah orangtuamu juga tidak mungkin terjadi.”
“Ayo jalan.”
“Tunggu, lepaskan! Lepaskan!”
“** SENSOR **! Anjing! Ini belum selesai Arwan!”
THE END
jwbali memberi reputasi
1
Kutip
Balas