- Beranda
- Stories from the Heart
U Know That I Love U, D [Ditulis berdasarkan kisah nyata]
...
TS
freakking
U Know That I Love U, D [Ditulis berdasarkan kisah nyata]
Baiklah kawan, sebelum cerita ini saya mulai, saya peringatkan ada beberapa hal yang harus saudara prhatikan dalam membaca cerita ini;
point 1, cerita ini berdasarkan kisah nyata, tokoh dalam cerita ini masih hidup semua, jadi saya mohon apabila ada yang mengenal tokoh-tokoh dalam cerita saya, mohon jangan beritahukan bahwa saya memasukkan mereka dalam cerita saya. ini bukan berarti saya membuat cerita ilegal, tapi saya cuman tidak suka kalau mereka nanti minta hak penalti dari saya.
point 2, saya bukan orang yang romantis, jadi saya harap tidak ada nanti yang protes atau mengatai saya dengan sebutan tidak romantis
point 3, saya mengaku bahwa betul saya ini berotak mesum, seperti kebanyakan laki-laki lainnya, tapi saya tegaskan disini, ini cerita bukan stensilan, jadi tidak ada itu adegan-adegan panas dalam cerita ini.
point 4, kalau saya dalam cerita ini membuat saudara tersinggung dengan kata-kata saya, maka saya dengan ini memohon maaf terlebih dahulu.
Baiklah, saya akan mulai cerita ini dengan sedikit perkenalan diri dari saya sendiri.
Nama saya Arham, cukuplah dipanggil Arham walaupun nama saya bukan hanya sekedar Arham, tapi Said Muhibi Arham, hanya saja, saudara tidak perlulah tahu sedetail itu, jadi cukuplah saya dipanggil Arham.
Latar belakang keluarga, ayah saya adalah seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan dini pula. dan seperti juga ejakulasi dini atau pernikahan dini, maka pensiun dini pun sama halnya, nikmat di awal menyesal dibelakang.
ibu saya, jelas beliau adalah emak-emak, dan beliau perempuan, maka tidak usah dijelaskan bahwa beliau itu cerewet bukan buatan, komentar sana komentar sini, lebih minat berburu barang murah dari pada bergosip, tapi tidak ketinggalan ikut bergunjing kalau tidak ada uang untuk berburu barang murah
saya empat bersaudara, saudara-saudara saya cukuplah disebut dengan kakak, adik cowo dan adik cewe.
kami adalah keluarga yang cukup harmonis dan tidak berkekurangan saat kami masih di kampung halaman, Ayah dengan gajinya sebagai Pegawai Negeri, tidak banyak namun selalu senantiasa cukup, penghasilan ibu pun tidak jelek, karena beliau adalah penjahit yang sudah kondang namanya. Penjahit lain, kalau ketemu pelanggan itu yang punya selera baju aneh-aneh, pasti menyebut nama Ibu, tidak lain tidak bukan.
Namun semua berubah ketika kami berpindah ke Bogor, pidah pun karena masalah sepele, kakak saya diterima masuk perguruan tinggi di Bogor, dia mau ambil itu kesempatan dengan syarat ibu harus ikut temani dia di sana, ayah tentu saja tidak mau ditinggal ibu, jadi ayah juga mau ikut.
Di Bogor, kami hidup dengan mengandalkan mobil angkutan kota yang dibeli Ayah dari hasil pinjaman kredit lunak nan mencekik dari bank, bayarnya? tentu saja potong itu uang pensiun tiap bulan. ibu tetap mencoba buka usaha jahitannya, namun sayang perempuam bogor lebih suka membeli baju yang ada di mall, ada mereknya, ada diskonnya, didalam mall ada ac pula. daripada harus menjahit baju, sudah beli kain untuk bahan, tambah beli poring, kancing, resleting, sudah itu harus bayar penjahitnya pula, aih repot betul itu, sungguh.
Mengandalkan angkutan kota itulah kami sekeluarga mencoba hidup dan bertahan di Bogor. Hanya saja sungguh, manusia itu kalau tidak dikasih cobaan sama Tuhan nampaknya hidupnya belum cukup dikatakan sebagai hidup. Berulang kali kami harus ditipu oleh supir sewaan yang menyewa mobil kami, ayah bukan orang yang tegas, beliau lebih memilih pasrah dari pada harus berdebat dengan supir. Maka senanglah hidup kami ditipu terus dan selalu.
bikin indeks dulu ya...
point 1, cerita ini berdasarkan kisah nyata, tokoh dalam cerita ini masih hidup semua, jadi saya mohon apabila ada yang mengenal tokoh-tokoh dalam cerita saya, mohon jangan beritahukan bahwa saya memasukkan mereka dalam cerita saya. ini bukan berarti saya membuat cerita ilegal, tapi saya cuman tidak suka kalau mereka nanti minta hak penalti dari saya.
point 2, saya bukan orang yang romantis, jadi saya harap tidak ada nanti yang protes atau mengatai saya dengan sebutan tidak romantis
point 3, saya mengaku bahwa betul saya ini berotak mesum, seperti kebanyakan laki-laki lainnya, tapi saya tegaskan disini, ini cerita bukan stensilan, jadi tidak ada itu adegan-adegan panas dalam cerita ini.
point 4, kalau saya dalam cerita ini membuat saudara tersinggung dengan kata-kata saya, maka saya dengan ini memohon maaf terlebih dahulu.
Baiklah, saya akan mulai cerita ini dengan sedikit perkenalan diri dari saya sendiri.
Nama saya Arham, cukuplah dipanggil Arham walaupun nama saya bukan hanya sekedar Arham, tapi Said Muhibi Arham, hanya saja, saudara tidak perlulah tahu sedetail itu, jadi cukuplah saya dipanggil Arham.
Latar belakang keluarga, ayah saya adalah seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan dini pula. dan seperti juga ejakulasi dini atau pernikahan dini, maka pensiun dini pun sama halnya, nikmat di awal menyesal dibelakang.
ibu saya, jelas beliau adalah emak-emak, dan beliau perempuan, maka tidak usah dijelaskan bahwa beliau itu cerewet bukan buatan, komentar sana komentar sini, lebih minat berburu barang murah dari pada bergosip, tapi tidak ketinggalan ikut bergunjing kalau tidak ada uang untuk berburu barang murah
saya empat bersaudara, saudara-saudara saya cukuplah disebut dengan kakak, adik cowo dan adik cewe.
kami adalah keluarga yang cukup harmonis dan tidak berkekurangan saat kami masih di kampung halaman, Ayah dengan gajinya sebagai Pegawai Negeri, tidak banyak namun selalu senantiasa cukup, penghasilan ibu pun tidak jelek, karena beliau adalah penjahit yang sudah kondang namanya. Penjahit lain, kalau ketemu pelanggan itu yang punya selera baju aneh-aneh, pasti menyebut nama Ibu, tidak lain tidak bukan.
Namun semua berubah ketika kami berpindah ke Bogor, pidah pun karena masalah sepele, kakak saya diterima masuk perguruan tinggi di Bogor, dia mau ambil itu kesempatan dengan syarat ibu harus ikut temani dia di sana, ayah tentu saja tidak mau ditinggal ibu, jadi ayah juga mau ikut.
Di Bogor, kami hidup dengan mengandalkan mobil angkutan kota yang dibeli Ayah dari hasil pinjaman kredit lunak nan mencekik dari bank, bayarnya? tentu saja potong itu uang pensiun tiap bulan. ibu tetap mencoba buka usaha jahitannya, namun sayang perempuam bogor lebih suka membeli baju yang ada di mall, ada mereknya, ada diskonnya, didalam mall ada ac pula. daripada harus menjahit baju, sudah beli kain untuk bahan, tambah beli poring, kancing, resleting, sudah itu harus bayar penjahitnya pula, aih repot betul itu, sungguh.
Mengandalkan angkutan kota itulah kami sekeluarga mencoba hidup dan bertahan di Bogor. Hanya saja sungguh, manusia itu kalau tidak dikasih cobaan sama Tuhan nampaknya hidupnya belum cukup dikatakan sebagai hidup. Berulang kali kami harus ditipu oleh supir sewaan yang menyewa mobil kami, ayah bukan orang yang tegas, beliau lebih memilih pasrah dari pada harus berdebat dengan supir. Maka senanglah hidup kami ditipu terus dan selalu.
bikin indeks dulu ya...
Spoiler for indeks nih ceritanya di cerita saya:
Diubah oleh freakking 24-05-2014 10:28
khodzimzz dan 11 lainnya memberi reputasi
12
163.2K
714
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
freakking
#553
---bahagian dua---
Cerita Seratus Satu – Saat Siang Berpulang dan Malam Menjelang
Jumat sore, teduh nan bersahaja. Esok saya akan kembali ke Bogor, lalu hari minggu nanti akan saya tunaikan satu perbuatan menyenangkan, tak lain tak bukan menonton bioskop. Indah nian kalimat tersebut, silahkan iri kawan, karena saya tidak perduli.
“ntar malem nonton yok” satu suara bergema diruangan kami, mas Galih, salah seorang senior di kantor tempat saya magang membuka suara
“emang ada film bagus apaan lih?” ujar mas Budi menyambut
“ga tau liat ntar aja”
Mas Galih dan Mas Budi adalah dua sahabat yang bertemu di Pustekkom saat mereka magang disaat yang bersamaan. Sungguhpun dari universitas yang berbeda, dari daerah yang tak sama, namun nasib mempertemukan mereka di Pustekkom hingga nasib menggariskan mereka menjadi sahabat.
Seorang lagi, namanya Agus. Kami sering menyebutnya dengan sebutan mesra “Kaisar Ming” karena sungguhpun bukan tulen keturunan Tionghoa, namun matanya sungguh teramat pelit untuk dibuka, sedikit belaka.
“boleh, gw ikut” mas Agus menyanggupi
Kami selaku penganut mazhab “senior selalu benar” juga mengikuti, lagi pula tak ada salahnya bukan melepas kepenatan sejenak.
Maka malam itu, dengan beralaskan roda-roda mobil mas Galih kami melaju kesebuah mall yang cukup terpandang di daerah Ciputat. Sesampainya disana, kami memilih untuk menonton satu lakon, yang diperankan oleh artis lawas dari negeri Mandarin sana, Andy Lau. Judul lakon nya elegan betul “Three Kingdom”
Musik berdentum-dentum, cahaya berpantul-pantul, seperti selalu, bioskop memang begitu. Lelakon dimulai, kami, yang dapat saya urutkan : Mas Galih, Mas Budi, Mas Agus, Saya, Fajar dan Dion duduk dengan rapi dan tertib serupa murid Sekolah Dasar menghadapi EBTANAS.
Selang tak lama, badan saya diguncang-guncang sembari ditelinga saya menyambar suara sumbang nan tak sopan berteriak “Sahuuur… Sahuurrrr…”
Aih, ternyata, tanpa saya sadari saya telah terlelap sepanjang film berlangsung. Fajar yang tingkat kejahilannya melebihi tingkat dosa nabi Adam yang mengguncang serta meneriaki saya tadi.
“gila lw ya, pules banget tidur lw” mas Galih melihat takjub kepada saya yang hanya bisa tersenyum pasrah
“keren banget lw tadi, banyak yang minta poto bareng loh” mas Budi sebagai Sunda tulen yang tentu tak bisa mengucap huruf F dalam kosakata yang baik dan benar menimpali ucapan mas Galih
“masa sih mas?” saya percaya tak percaya mendengarnya, bukan saya tak percaya saya keren, itu sudah takdir, tapi saya tidak percaya kalau ada yang berfoto bareng saya
“nih, lw liat nih” Dion tampaknya tak mau ketinggalan menimpali, sembari memperlihatkan beberapa deret foto yang menampilkan saya beserta beberapa orang yang tidak saya kenal dalam foto tersebut. Ada wanita hamil, ada bapak-bapak setengah botak, bahkan cleaning service juga tak mau ketinggalan.
Ah, sungguh malu bukan buatan, kawan.
Cerita Seratus Satu – Saat Siang Berpulang dan Malam Menjelang
Jumat sore, teduh nan bersahaja. Esok saya akan kembali ke Bogor, lalu hari minggu nanti akan saya tunaikan satu perbuatan menyenangkan, tak lain tak bukan menonton bioskop. Indah nian kalimat tersebut, silahkan iri kawan, karena saya tidak perduli.
“ntar malem nonton yok” satu suara bergema diruangan kami, mas Galih, salah seorang senior di kantor tempat saya magang membuka suara
“emang ada film bagus apaan lih?” ujar mas Budi menyambut
“ga tau liat ntar aja”
Mas Galih dan Mas Budi adalah dua sahabat yang bertemu di Pustekkom saat mereka magang disaat yang bersamaan. Sungguhpun dari universitas yang berbeda, dari daerah yang tak sama, namun nasib mempertemukan mereka di Pustekkom hingga nasib menggariskan mereka menjadi sahabat.
Seorang lagi, namanya Agus. Kami sering menyebutnya dengan sebutan mesra “Kaisar Ming” karena sungguhpun bukan tulen keturunan Tionghoa, namun matanya sungguh teramat pelit untuk dibuka, sedikit belaka.
“boleh, gw ikut” mas Agus menyanggupi
Kami selaku penganut mazhab “senior selalu benar” juga mengikuti, lagi pula tak ada salahnya bukan melepas kepenatan sejenak.
Maka malam itu, dengan beralaskan roda-roda mobil mas Galih kami melaju kesebuah mall yang cukup terpandang di daerah Ciputat. Sesampainya disana, kami memilih untuk menonton satu lakon, yang diperankan oleh artis lawas dari negeri Mandarin sana, Andy Lau. Judul lakon nya elegan betul “Three Kingdom”
Musik berdentum-dentum, cahaya berpantul-pantul, seperti selalu, bioskop memang begitu. Lelakon dimulai, kami, yang dapat saya urutkan : Mas Galih, Mas Budi, Mas Agus, Saya, Fajar dan Dion duduk dengan rapi dan tertib serupa murid Sekolah Dasar menghadapi EBTANAS.
Selang tak lama, badan saya diguncang-guncang sembari ditelinga saya menyambar suara sumbang nan tak sopan berteriak “Sahuuur… Sahuurrrr…”
Aih, ternyata, tanpa saya sadari saya telah terlelap sepanjang film berlangsung. Fajar yang tingkat kejahilannya melebihi tingkat dosa nabi Adam yang mengguncang serta meneriaki saya tadi.
“gila lw ya, pules banget tidur lw” mas Galih melihat takjub kepada saya yang hanya bisa tersenyum pasrah
“keren banget lw tadi, banyak yang minta poto bareng loh” mas Budi sebagai Sunda tulen yang tentu tak bisa mengucap huruf F dalam kosakata yang baik dan benar menimpali ucapan mas Galih
“masa sih mas?” saya percaya tak percaya mendengarnya, bukan saya tak percaya saya keren, itu sudah takdir, tapi saya tidak percaya kalau ada yang berfoto bareng saya
“nih, lw liat nih” Dion tampaknya tak mau ketinggalan menimpali, sembari memperlihatkan beberapa deret foto yang menampilkan saya beserta beberapa orang yang tidak saya kenal dalam foto tersebut. Ada wanita hamil, ada bapak-bapak setengah botak, bahkan cleaning service juga tak mau ketinggalan.
Ah, sungguh malu bukan buatan, kawan.
khodzimzz dan i4munited memberi reputasi
2