Kaskus

Story

TravestronAvatar border
TS
Travestron
Close X Cross
Chapter 1

The Club

Le GanBaTei Cafe

Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.

“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.

“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.

“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.


“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.

“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.

“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.

“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”

“Heh perempuan....”

“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.

“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.

“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.

“Thanks my lovely mommy, myaw”

“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”

“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”

“Nyebong[1]?”

“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.

“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily

“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”

“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.


“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.

“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.

“Temen apa temen?” introgasi Lily.

“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.


“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.

“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.

“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.

“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".

“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.

“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.

“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.

“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”

“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.

“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.

“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.

“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.


“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.

“Mau kerja Mbak”

“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”

“Ia, m... Mam.”

“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”

“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.

“Ia, teteh hubungin aja”

“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.

“Siapa say?” tanya Sera.

“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”

“kamu besok jadi ke Bandung?”

“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”

“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.

“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.

“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.

“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.


Lily
Bandung, 2009

Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.


“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya

“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.

Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”

Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”

“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”

“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”

“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”

“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””

Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”

Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”


Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.

“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.

Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.


Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.

BERSAMBUNG

Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu

INDEX
Spoiler for Index:


Deskripsi para Tokoh utama.
Spoiler for CHAR:
Diubah oleh Travestron 13-09-2014 13:56
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
42
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
TravestronAvatar border
TS
Travestron
#31
CHAPTER 13

Pesta sera malam itu membuat semua larut, Lily dan Maya mencari pasangan kencan mereka di pesta malam itu, sementara Dilla dan Dea masih berdiri berpasangan di stage. Hampir dua jam dea dan Dilla melakukan aksi dengan contoller, Laptop dan keyboard. Dilla akhirnya memutuskan untuk menset beberapa lagu secara otomatis selama setengah jam kedepan, dan menuju ke meja bartender. Itupun atas usul Dea.


“Thanks ya, udah mau bantu di pesta kami Dill”

“Engga masalah, lagian aku sekalian salurin hobi aku juga sih”. Sambil melihat ke tamu-tamu yang menikmati musik malam itu. “teman-teman mu mana semua de? kok udah pada ilang?”

“Biasalah, tu banci-banci kalo udah party ya gitu, selesainya ya nyari laki-laki”

“Kamu engga ikutan?”

“Males ah, mending aku nemenin kamu disini, sambil beresin kafe sebelum tutup. lagian aku engga suka cowok” sambil menyerahkan segelas soda float kepada Dilla.

“Hahaha.... gila kau, aku kan masih cowok”

“Emang penampilan begini masih bisa di bilang cowok ya?” jawab dea singkat sambil melihat penampilanku yang di sulap Maya khusus untuk malam ini.


Pontianak 2011
Dea


Setelah kabur dari rumah malam itu, aku sempat bingung untuk pergi kmana. Hingga aku memutuskan untuk menginap sementara di tempat Roni, teman satu band ku. Diantara member-member band yang lain memang aku paling dekat dengan dia. Dia juga yang mengajakku untuk bergabung dengan band ini. setelah memastikan Roni ada dirumah aku langsung meluncur ke kosan milik Roni.


“Kamu beneran mutusin untuk engga kembali ke rumah?”

“Iya, aku merasa begini lebih baik, aku lebih bisa bebas ngelakuin apa yang aku mau. Engga jadi robot papa lagi.”

“Trus, kuliah kamu? Mau kamu tinggalin gitu aja?”

“Udah aku putusin tadi, aku mau kerja aja?”

“Trus kamu mau kerja dengan pakaian begini?” kata Roni yang melihatku masih dengan kostum wanita dengan rok panjang.

“Yah, selama bukan kriminal, dan mereka mau trima kau dan kemampuan aku, bukan dari penampilan aku, sebagai cowok tomboy”. Rasanya pingin tetawa melihat penampilanku yang seperti ini, tapi harus ku akui aku sangat nyaman dengan diriku yang berpenampilan seperti ini.


Aku dan Roni tertawa melihat penampilanku sendiri. “Gila kamu ya. Ya udah aku mau tidur, kamu mau tidur dengan baju beginian, atau kamu bawa daster?” goda Roni.

“Enak aja, aku bawa kaos kok buat tidur” tapi tidak kukatakan bahwa kaos yang kumaksud adalah kaos cewek.

“Okey, oh ya kalo kamu mau tidur di balik lemari ada kasur lipat, pakai aja..” ucap Roni sambil menyerahkan satu bantalnya. Aku melihat ke arah lemari yang dimaksud. Banyak tumpikan pakaian dan buku yang menutupi lemari tersebut. berbeda dengan kamar ku yang serba tertata, maka penggambaran kamar Roni bagiku adalah musibah. Tapi ini satu-satunya tempat berteduh sementara untuk saat ini.


Kesokan harinya aku lebih banyak menghabiskan waktu di kamar sendiri sambil mencari beberapa pekerjaan dengan menghubungi teman-temanku yang bisa menerima penampilanku sekarang, dan kebanyakan dari mereka merupakan anggota komunitas cosplay. Roni sendiri lebih banyak menghabiskan waktu di kampus. Selain itu waktu untuk latihan band kami pun semakin banyak dengan kaburnya aku dari rumah.


Tak sampai satu minggu, aku mendapat sebuah pekerjaan di sebuah salon milik keluarga temanku. Namanya Rina, salah seorang cosplayer pontianak yang cukup dekat denganku. Salon itu sendiri milik Tantenya, dan juga merupakan salon dan spa yang cukup besar. Berkat referensi dari Rina aku diterima sebagai kasir dan diperbolehkan berpenampilan wanita disalon tersebut. Hal trsebut tidak mengherankan karena ada dua orang waria juga yang bekerja disana. Sehingga penampilanku tidak terlalu mencolok. Yang sedikit mencolok hanya gaya bicaraku yang berbeda dari mereka. Sedikit berbeda dengan di panggung, di salon aku memakai nama Dea, agar terdengar lebih girly dan normal, karena menurut Rina nama Yuki sedikit aneh untuk telinga diluar komunitas cosplay.


Dengan bekerjanya aku di salon maka waktukupun untuk band mulai disesuaikan. Hari-hari ku disibukkan dengan bekerja. Sedangkan saat off, aku latihan atau manggung bersama Candy crusher. Walau aku bekerja sebagai kasir tapi aku belajar banyak hal lain tentang make-up, hair stylish, termaksud fashion dari penghuni salon, bahkan setelah enam bulan bekerja aku juga mulai membantu diluar bagianku.


Hubungan keluargaku hanya berlangsung dengan saudari-saudariku. Mereka sering datang ke salon untuk melihat kabarku, sambil merawat diri. Tak lupa mereka mengabarkan kabar ayah, yang sering kambuh sakit serta Ibu. Terkadang Ci Fani membawa pacarnya saat itu koh Alim untuk di perkenalkan kepada ku. Sampai setahun kemudian mereka menikah. Tapi aku tidak akan datang karena disana akan ada ayah, ibu dan semua keluarga besar. Aku tau mereka akan malu kalau melihat anak laki-laki satu-satunya menjadi seperti ini. Belakangan kedua saudariku makin sering datang sejak aku memberi diskon khusus untuk mereka berdua.


Sejak kabur dan tinggal dengan Roni hubunganku dengan dia juga semakin dekat. Untuk biaya kamar kami bagi berdua, walau untuk kebersihan aku lebih sering kebagian jatah membabu. Harus ku akui Roni sedikit jorok. Bahkan saat pertama kali tinggal aku sedikit pangling bagaimana orang bisa hidup dengan konsdisi kamar seperti habis perang. Satu hal yang aku salut dengannya ialah, dia tak pernah malu untuk jalan dengan ku walau bagaimanapun penampilanku.


Sering dia pulangmenjemputku dari Salon, atau mengantarku saat dia libur kuliah. Bahkan diluar jadwal manggung pun aku dan Roni sering hangout berdua, bahkan banyak yang curiga pada kami karena hubungan kami terlihat seperti sepasang kekasih. Jika Roni datang ke salon maka Mbak Julia salah satu waria di salon ku akan berkata. “Tuh, Lakik mu jemput nak” yang hanya kutanggagapi dengan senyum.


Jika kalian bertanya apa aku menyukainya secara pribadi? Tidak, aku tidak memiliki getar khusus itu terhadap lelaki. Lalu bagaimana dengan Roni? Aku rasa dia juga tidak, dia sendiri memiliki Pacar. Walau harus ku akui hubungan mereka kurang harmonis.
Aku sering menjadi tempat Roni mencurahkan cerita sedihnya dengan sang pacar, bahkan terkadang juga saran jika dia ingin menanyakan sesuatu tentang wanita. Walau aku sering bilang “Aku kan bukan cewek? Kok kamu tanya ke aku?”


Maka dia akan menjawab dengan bercanda “Mau gimana lagi, abis kamu keliatan cewek banget. Kadang aja aku salah sangka sama kamu, kadang kamu juga napsuin tau engga”. Yah, ku rasa itu yang membuat sikapnya berbeda dengan member band atau cosplayer lain.
Suatu hari saat pulang kerja, aku menemukan Roni duduk lemas di kamarnya. “Ron, kamu kenapa?” pemandangan yang tidak biasa bagiku. Bahkan segalau apapun Roni tidak pernah menagis, paling tidak selama aku kenal dengannya.
“Vika, vika selingkuh Ki” tiba-tiba air mata Roni tumpah di depan mataku. Dia menumpah kan kesedihannya malam itu, baginya malam malam paling menyakitkan sepanjang hidupnya. Roni menceritakan malam itu dia sedang pergi ke sebuah mall untuk mencari buku, tapi tiba-tiba dia bertemu Vika, dengan seorang pria. Yang lebih menyayat menurutnya adalah saat vika memperkenalkannya sebagai teman kampusnya.


“Sabar ya Ron, Ntar kamu juga bakalan dapat obatnya.” Aku memeluk Roni untuk memberinya semangat. Beberapa menit Roni diam di pelukanku sampai akhirnynya tangisannya reda, dan dia melepaskan pelukannnya.
Mata Roni kini menatapku dalam, wajahnya kini tampak lebih tenang, walau matanya kini sedikit bengkak. Tiba-tiba Roni mencium bibirku, dan entah kenapa aku hanya diam karena kaget. “Yuki, kamu temeni aku malam ini ya, aku butuh kamu”. Tiba-tiba kini Roni memelukku erat.


“Kamu gila ya Ron!!” aku berusaha mendorong Ron, tapi entah kenapa aku merasa kekuatan tubuh Roni lebih dari aku.tubuhku langsung ditindih olehnya,dia mulai meraba badanku.Aku berusaha melawan,tapi seperti sebelumnya, kekuatan tubuhku lebih lemah dibanding Roni. Roni menciumi leherku, pipi,kemudian bibirku. Ugh... rasanya menjijikan sekali, sayangnya perlawananku sangat sia-sia menghadapi ‘makhluk buas’ ini. Setelah puas mencumbuku dengan paksa, dia kemudian membuka celananya sambil tangannya yang satu lagi menahan kedua tanganku,aku berusaha memohon kepadanya dengan isak tangis “Roni.... jangan....” tapi dia sama sekali tidak memedulikannya.


Dia justru malah berkata dengan nafas penuh nafsu “Selama ini aku ngizinin kamu tinggal sama aku,aku jemput kamu, biar aku bisa main sama kamu,tau gak? Jadi gak usah naif begini, aku tau kamu nikmatin juga” Roni pun mulai melakukan hal yang tidak pernah kuduga sebelumnya, dia memaksaku untuk mengoralnya, aku sama sekali tidak bisa melawan saat kepalaku didorong dengan paksa olehnya. Aku belum pernah merasakan sesuatu yang membuatku sangat mual seperti ini, selama beberapa menit aku dipaksa memuaskan birahinya, sampai akhirnya dia mengeluarkan cairan hangat yang membuatku tersedak, rasanya sangat pahit, aku langsung memuntahkannya. Roni pun melepaskan cengkeramannya,dan langsung berbaring dengan nafas yang terngah-engah,paling tidak dengan ini dia sudah berhenti menodaiku, walau sekarang tubuhku terasa sangat kotor & lemas, aku langsung berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhku beberapa kali,aku keluar kamar mandi melihat Roni sudah tertidur lelap.


Hampir pukul dua, setelah Roni tertidur kelelahan aku aku bangun secara perlahan dan membereskan seluruh pakaian dan barangku ke dalam koper. Aku menatap Roni kembali, rasa sakit yang dia berikan malam ini akan ku ingat selamanya. Tiba-tiba terbayang kembali masa kecilku, dimana aku dicium oleh seorang teman laki-laki, teman-teman yang menjahiliku karena kelemahanku dulu, keegoisan ayah, dan kini teman yang sangat aku percaya. Cukup sudah, aku menerima perlakuan kaum Adam di hidupku. Malam itu aku diam-diam kabur, seperti dua tahun lalu.


Aku menelepon beberapa teman salon, berharap ada yang tinggal disana malam itu dan mau membuka pintu untukku, tapi sepertinya mereka sudah tidur terlelap, atau sibuk berkencan dengan tamu-tamu tambahan. Malam itu aku berdiri dipinggir jalan menunggu taksi yang lewat, aku berencana menginap dihotel untuk malam ini, tapi sebelum taksi datang dua sepeda motor datang menghampiriku.


“Hai mbak, bisa servis kita engga?” sapa salah satu dari mereka.

“Berapa?” kata temannya yang lain yang ikut mencoba menawar harga.

“Heh, kamu kira aku pramuria apa?” aku membentak mereka agar mereka menjauhiku. Semakin aku melihat mereka semakin aku membenci pria-pria ini. Mereka yang selalu menganggap rendah orang dari penampilannya.

“Halah, banci aja sombong......” kata pria yang menawar hargaku tadi. “gua tusuk bokong pasrah juga lho” disertai tawa temannya dan mereka pergi meninggalkanku. Rasanya aku ingin menangis atas perlakuan mereka, bahkan ingin sekali meludahi muka mereka.


Tak lama setelah mereka pergi kali ini sebuah mobil avanza silver singgah menghampiri. “Dea? Kamu ngapain malam-malam bawa koper gini?” aku melihat kedalam mobil, ternyata Mbak Monik. Salah seorang waria yang menjadi langganan di salon. Waria yang sangat ramah dan cerdas yang dia kenal.
“Mbak? Alhamdulillah ya Allah” aku bersyukur. Mungkin ini pertolongan dari-Nya untukku. “Mbak mau kemana malam-malam gini?”
“Aku baru jemput temanku dari Jakarta, Oh ya kenalin ini Anna” kata mbak Monik yang memperkenalkan temannya yang sepertinya juga waria. Aku menjulurkan tangan untuk berkenalan dan disambut ramah oleh mbak Anna. “Oh ya? Kamu ngapain bawa koper segala? Kamu diusir?”.


Entah kenapa air mata ku langsung mengalir mendengar pertanyaannya. Terbayang kembali sakitnya hal yang Roni lakukan. Rasa sakit yang tidak hanya tubuhku rasa, tapi juga hati dan harga diri. “Mbak, aku bisa nginap tempat Mbak engga malam ini?”
“Ya udah, kamu naik gih di belakang” Mbak Monik mempersilahkan aku naik. Aku bersyukur bahwa Allah masih menolongku malam ini.

BERSAMBUNG
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.