- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#50
Sebuah Awal. Part 8
Matahari pagi semakin menampakkan diri di ujung timur, mengintip dari balik barisan pohon cemara yang berjejer rapi di pinggir kampus. Dan disinilah aku sekarang, berdiri di tengah kumpulan mahasiswa baru yang berdatangan dari berbagai pelosok daerah di NTT, berjalan bersikutan diantara mereka seperti menyerobot tumpukan jerami yang menghalangi langkahku menuju barisan mahasiswa D3 Bahasa Inggris yang ada di depan kelas kami.
Aku dengar teriakan menggema dari pengeras suara yang bersahutan diseluruh penjuru kampus ini, menyuruh kami berkumpul dan mendengarkan "ocehan" sambutan dari rektor, dosen dan para senior yang akan berlangsung beberapa saat.
Saat itu tak kuhiraukan suara itu yang cumiik telinga bak terompet tahun baru dan menggiring kami seperti ternak yang kelaparan. Aku hanya fokus memperhatikan seluruh mahasiswa disini, memperhatikan setiap gerak-gerik mereka yang entah seakan mengaburkan mataku, dan mendadak linglung dibuatnya.
"hanya aku orang jawa disini" aku menunduk lesu sambil memperhatikan orang disekelilingku yang nampak berbeda
"Ndi.... kita berpisah dulu ya, aku gabung ke barisan fakultasku sana" ujar habib disebelahku
"Iya bib, thanks ya"
"sama-sama kawan"
Habib lantas melangkah pergi menuju barisan lain disudut lapangan dekat air mancur. Semakin jauh aku melangkah menembus tumpukan mahasiswa di lapangan ini, akhirnya aku sampai di depan kelas tempat aku tes dahulu. Aku lihat ada seorang berkulit gelap agak pendek melambaikan tangannya kearahku. Yah, aku kenal dia. Dia adalah evan, sahabat non-muslim pertama yang aku kenal di pulau ini. Sejenak tak kuhiraukan lambaian tangannya karena mataku masih sibuk memandang barisan mahasiswa keperawatan yang berada tepat disampingku saat ini. Kulihat ada banyak gadis berkerudung putih disana, namun kebanyakan adalah para suster yang memakai kalung salib besar tergantung di lehernya.
"Dimakanah engkau gadis berkerudung putih dulu?" batinku lesu sambil tetap kutengok kesamping.
"Kamu mahasiswa D3 bahasa? jalan cepat sudah!"
Lantas tiba-tiba seoarang senior menyahut, membuatku sedikit gugup karena tatapan matanya memerah seolah hendak menyemprot aku dengan kata-kata kasar. Meskipun dia seorang wanita, tapi tatapan penuh amarah itu seakan membuatku berpikir entah.
"Cepat su!!! orang jawa lemot emang!!!" ujar dia sekali lagi sambil menunjuk potongan kertas kardus yang tergantung dileherku. Disitu tertulis "Andi... Maba D3 Bahasa Inggris"
"Baik mbak?" ujarku lirih namun dia ga mau kalah seakan mencari keasalahan lain
"kenapa rambutmu tidak dipotong??? ga dikasih tau sama seniormu, hah!"
"Aku ga tau mbak!" ujarku singkat. Perdebatan ini membuatku mati kutu, dan terhenti tepat disamping barisan maba S1 Keperawatan. Padahal tak seharusnya aku berdiri di samping barisan ini. Kulihat samar dari sela-sela rambut lurus cewek itu evan melambai lagi, memanggil diriku untuk segera datang menemuinya. Namun, si cewek ini masih enggan pergi menghalangi langkahku berjalan.
"Kamu muter-muter di sini aja dari tadi? ada yang dicari?" tanya dia sekali lagi
"Ga ada, aku harus kesana. Kayaknya udah mulai acaranya nih" jawabku singkat sambil kugeser langkahku kesamping, berdusel dengan langkah lain yang berlari terburu-buru.
"Jangan kabur! kamu harus dihukum!" jawab dia seraya memegang tas karungku.
"Aku ga salah apa-apa kenapa dihukum!" belaku sedikit kesal, dan si cewek ini kembali beringas.
Aku ga tau pasti berasal dari mana nih cewek, tapi kulitnya yang agak putih seperti menguatkan opiniku kalau dia bukan orang flores.
"Margaretha!!" batinku dalam hati setelah melihat sekilas name tag yang terjepit di saku kemejanya.
"Kamu liatin dadaku kenapa?" bales dia kecut menyadari aku nampak bengong melihat name tagnya
"Nggak!!! aku kira itu nama samaran
PLAKKKK
Sekejap saja dia lantas menampar tepat di pelipisku, sontak saja beberapa senior lain datang menghampiri kami berdua yang masih berdiri berhadapan seperti sedang berduel.
"Ada apa retha??" tanya senior lain yang dengan gagah memegang pengeras suara. Dia tak sadar meneriaki kami dengan pengeras suara itu sampai-sampai barisan mahasiswa keperawatan ini menoleh ke kami berdua.
"gadis itu......!!!" sejenak aku lihat dia dari barisan suster yang juga memakai kerdudung putih seperti dia
"ternyata dia disana, dan melihat aku yang nampak bingung seperti ini" gumamku dalam hati seraya tersenyum melihatnya
"Kamu kenapa senyam-senyum sendiri!!! baru aja jadi Maba udah buat masalah!" ujar cewek tadi lantas menyuruhku menghadap senior di depan barisan anak keperawatan ini
"Aku bukan anak keperawatan mbak, aku ga buat masalah sama mbaknya!" jawabku menjelaskan
Cewek itu masih enggan menerima penjelasanku dan menggeret tanganku menuju kumpulan cowok berkulit agak gelap yang berkumpul di depan barisan maba Keperawatan.
"Nih cowok udah gangguin aku dari tadi!" ujar cewek itu lantas mendorongku ke dua orang pria yang sedang memberi aba-aba ke barisan maba didepannya
"jadi ini maba baru yang sudah berani gangguin senior, cewek lagi!" ujar salah satu pria berkulit agak gelap tinggi
"Ga... aku ga ngapa-nagapain dia kak" ujarku menunduk
"Kamu dari jawa.... wah, keren!" tanya senior lain yang kemudian mengerumuni aku
"Kamu harus dihukum bersujud mencium sepatu retha!" jawab cowok itu lantas mendorong punggungku, membuatku jatuh membungkuk di bawah kaki cewek tadi.
"Cium cepetan!" jawab cewek itu seraya tertawa sinis
"........" aku masih terdiam memandangi kedua sepatu itu yang nampak agak kotor berdebu. Sejenak aku menoleh ke samping, ke barisan gadis berkerudung putih itu yang berdiri diantara suster-suster berkalung salib, aku semakin melihat jelas dia dari bawah sini, dia berada tepat di barisan kedua didepanku.
"Cium, ayo!!! atau kamu bakalan kena hukuman keliling lapangan seharian!" ujar cewek itu lantang
"........" aku terus menunduk terdiam memandangi sepatu kotornya. Tak bisa kubayangakan betapa rendahnya diriku mencium sepatu itu, padahal aku tak salah apa-apa. Aku hanya mau mencium kaki ibuku, bukan kamu!. Aku terus membatin menatap kosong kedua sepatunya, lantas tiba tiba...
BUK!!!
Sepatu kanannya terangkat keras, menendang daguku yang berada tepat kurang dari sepuluh senti di atasnya. Dia menendang sedikit keras sampai aku bisa merasakan lidahku tergigit perih. Rambut lurusku lantas terurai sedikit kebawah, menutupi dahiku yang mulai berkeringat basah. Cewek itu menghentakkan kakinya di hadapanku, menyuruhku mencium lagi sepatunya.
"Kalau kamu ga mau ditendang kayak tadi, cepetan cium!!" ujarnya seraya berteriak dan sontak kulihat ada seorang suster yang berdiri disamping gadis berkerudung putih itu datang menghampiriku dan nampaknya hendak menengahi masalah.
"Apa kamu di ajari menyiksa orang yang tidak berbuat kesalahan?" jawab suster itu seraya menarik tanganku, membuatku berdiri tegak memandang cewek itu yang mulai mengalihkan pandangannya ke maba lain.
"Seharusnya kamu malu sama Tuhan Yesus!!! Dia rela di salib untuk menebus dosamu, tapi tidak dengan dosa menyiksa orang lain seperti ini. Apalagi dia tidak berbuat kesalahan apa-apa" ujar suster itu bersungut sungut. Kulihat dia menepuk bahuku dan mengamati namaku berkali-kali
"Andi... kamu balik kesana kebarisan fakultasmu!" ujar suster itu seraya tersenyum simpul.
"Terimakasih suster" jawabku sopan lantas meneruskan langkahku menuju evan yang sudah cemas dari tadi.
Kulangkahkan kaki semakin menjauh dari cewek "kejam" tadi yang masih berdiri menunduk dinasehati seorang suster didepannya. Sesekali kualihkan pandanganku ke sosok gadis berkerudung putih itu, kulihat dia menatap aku sesaat lalu mengalihkan pandangannya ke jendela kelas tempat kita pernah mengikuti tes di kampus ini. Mungkin dia mencoba mengingat diriku yang setia melihatnya menatap kosong ke sebuah papan hitam di kelasnya.
Entah... hari ini motivasiku untuk kuliah dikampus ini seakan berangsur pudar setelah menerima perlakuan tadi, aku benci perkataan "jawa" yang selalu terlontar dari mulut mereka. Aku memang orang jawa, tapi tak seharusnya diperlakukan semena-mena seperti itu. Jika ada satu hal yang membuatku bahagia hari ini adalah semata-mata karena kehadiran gadis berkerudung itu, aku baru sadar dia ternyata kuliah S1 Keperawatan, dan kelasnya berada tepat di samping kelasku. Ah.... Tuhan, semoga dia seperti oase yang selalu memberiku keteduhan di tengah-tengah ketandusan hidupku selama di perantauan ini.
"Andi... kau itu TOLOL!!!" hardik evan disampingku ketika aku mulai berdiri disebelahnya
"Tolol???" tanyaku bingung
"Kau memang orang asing Tolol!! kenapa kau buat masalah dengan senior tadi? aku sudah memanggilmu berlari tapi kamu masih enak sendiri melihat kebarisan anak keperawatan itu"
"Aku ingin melihat cewek itu!"
"Cewek berkerudung itu?" tanya evan lagi
"Iya van!"
"Kamu memang sudah buta ndi!"
"Aku ga buta van, justru aku penasaran sama cewek itu!"
"Ya sudah kamu diem disini, jangan aneh-aneh lagi. Kamu tau ini Flores, bukan jawa!"
"Iya, thanks sudah jadi teman yang baik van" ujarku lirih menatap wajahnya.
Tak pernah aku melihat orang setulus dia di perantauan ini, bahkan menghawatirkan keselamatanku sendiri. Dibalik kulitnya yang gelap ternyata hatinya sangat putih, meski aku tak bisa melihatnya secara kasat mata tapi setidaknya aku bisa merasakannya. Memang benar kita terlahir di ibu yang sama van "Ibu pertiwi".
"Hei... jawa nanti kamu ikuti aja apa kata senior. Kamu tenang aja, aku kenal baik sama mereka. Pokoknya kamu jangan aneh-aneh lagi!" ujar evan pelan
"Oke kawan."
"Nanti aku kenalin ke teman-teman yang lain biar semakin akrab sama orang flores kamu!" ujarnya sekali lagi
Saat ini, aku berdiri dibarisan depan bersama maba lain di fakultas D3 bahasa. Nampaknya maba yang ada di kelasku nanti tak sebanyak yang aku pikirkan. Aku menengok kesamping tak lebih dari lima baris. Kupandangi sesaat kebelakang hanya sampai tiga barisan. Itu artinya teman sekelasku nanti mungkin kurang dari 20 orang.
"Van... kok cuma sedikit ya yang ngambil D3 Bahasa?" tanyaku ke evan setengah berbisik karena acara penyambutan oleh rektor sudah dimulai
"Sstttt... diem ndi!" ujar evan cemas
"Iya... aku tau. Aku diem nih"
Aku dengar teriakan menggema dari pengeras suara yang bersahutan diseluruh penjuru kampus ini, menyuruh kami berkumpul dan mendengarkan "ocehan" sambutan dari rektor, dosen dan para senior yang akan berlangsung beberapa saat.
Saat itu tak kuhiraukan suara itu yang cumiik telinga bak terompet tahun baru dan menggiring kami seperti ternak yang kelaparan. Aku hanya fokus memperhatikan seluruh mahasiswa disini, memperhatikan setiap gerak-gerik mereka yang entah seakan mengaburkan mataku, dan mendadak linglung dibuatnya.
"hanya aku orang jawa disini" aku menunduk lesu sambil memperhatikan orang disekelilingku yang nampak berbeda
"Ndi.... kita berpisah dulu ya, aku gabung ke barisan fakultasku sana" ujar habib disebelahku
"Iya bib, thanks ya"
"sama-sama kawan"
Habib lantas melangkah pergi menuju barisan lain disudut lapangan dekat air mancur. Semakin jauh aku melangkah menembus tumpukan mahasiswa di lapangan ini, akhirnya aku sampai di depan kelas tempat aku tes dahulu. Aku lihat ada seorang berkulit gelap agak pendek melambaikan tangannya kearahku. Yah, aku kenal dia. Dia adalah evan, sahabat non-muslim pertama yang aku kenal di pulau ini. Sejenak tak kuhiraukan lambaian tangannya karena mataku masih sibuk memandang barisan mahasiswa keperawatan yang berada tepat disampingku saat ini. Kulihat ada banyak gadis berkerudung putih disana, namun kebanyakan adalah para suster yang memakai kalung salib besar tergantung di lehernya.
"Dimakanah engkau gadis berkerudung putih dulu?" batinku lesu sambil tetap kutengok kesamping.
"Kamu mahasiswa D3 bahasa? jalan cepat sudah!"
Lantas tiba-tiba seoarang senior menyahut, membuatku sedikit gugup karena tatapan matanya memerah seolah hendak menyemprot aku dengan kata-kata kasar. Meskipun dia seorang wanita, tapi tatapan penuh amarah itu seakan membuatku berpikir entah.
"Cepat su!!! orang jawa lemot emang!!!" ujar dia sekali lagi sambil menunjuk potongan kertas kardus yang tergantung dileherku. Disitu tertulis "Andi... Maba D3 Bahasa Inggris"
"Baik mbak?" ujarku lirih namun dia ga mau kalah seakan mencari keasalahan lain
"kenapa rambutmu tidak dipotong??? ga dikasih tau sama seniormu, hah!"
"Aku ga tau mbak!" ujarku singkat. Perdebatan ini membuatku mati kutu, dan terhenti tepat disamping barisan maba S1 Keperawatan. Padahal tak seharusnya aku berdiri di samping barisan ini. Kulihat samar dari sela-sela rambut lurus cewek itu evan melambai lagi, memanggil diriku untuk segera datang menemuinya. Namun, si cewek ini masih enggan pergi menghalangi langkahku berjalan.
"Kamu muter-muter di sini aja dari tadi? ada yang dicari?" tanya dia sekali lagi
"Ga ada, aku harus kesana. Kayaknya udah mulai acaranya nih" jawabku singkat sambil kugeser langkahku kesamping, berdusel dengan langkah lain yang berlari terburu-buru.
"Jangan kabur! kamu harus dihukum!" jawab dia seraya memegang tas karungku.
"Aku ga salah apa-apa kenapa dihukum!" belaku sedikit kesal, dan si cewek ini kembali beringas.
Aku ga tau pasti berasal dari mana nih cewek, tapi kulitnya yang agak putih seperti menguatkan opiniku kalau dia bukan orang flores.
"Margaretha!!" batinku dalam hati setelah melihat sekilas name tag yang terjepit di saku kemejanya.
"Kamu liatin dadaku kenapa?" bales dia kecut menyadari aku nampak bengong melihat name tagnya
"Nggak!!! aku kira itu nama samaran
PLAKKKK
Sekejap saja dia lantas menampar tepat di pelipisku, sontak saja beberapa senior lain datang menghampiri kami berdua yang masih berdiri berhadapan seperti sedang berduel.
"Ada apa retha??" tanya senior lain yang dengan gagah memegang pengeras suara. Dia tak sadar meneriaki kami dengan pengeras suara itu sampai-sampai barisan mahasiswa keperawatan ini menoleh ke kami berdua.
"gadis itu......!!!" sejenak aku lihat dia dari barisan suster yang juga memakai kerdudung putih seperti dia
"ternyata dia disana, dan melihat aku yang nampak bingung seperti ini" gumamku dalam hati seraya tersenyum melihatnya
"Kamu kenapa senyam-senyum sendiri!!! baru aja jadi Maba udah buat masalah!" ujar cewek tadi lantas menyuruhku menghadap senior di depan barisan anak keperawatan ini
"Aku bukan anak keperawatan mbak, aku ga buat masalah sama mbaknya!" jawabku menjelaskan
Cewek itu masih enggan menerima penjelasanku dan menggeret tanganku menuju kumpulan cowok berkulit agak gelap yang berkumpul di depan barisan maba Keperawatan.
"Nih cowok udah gangguin aku dari tadi!" ujar cewek itu lantas mendorongku ke dua orang pria yang sedang memberi aba-aba ke barisan maba didepannya
"jadi ini maba baru yang sudah berani gangguin senior, cewek lagi!" ujar salah satu pria berkulit agak gelap tinggi
"Ga... aku ga ngapa-nagapain dia kak" ujarku menunduk
"Kamu dari jawa.... wah, keren!" tanya senior lain yang kemudian mengerumuni aku
"Kamu harus dihukum bersujud mencium sepatu retha!" jawab cowok itu lantas mendorong punggungku, membuatku jatuh membungkuk di bawah kaki cewek tadi.
"Cium cepetan!" jawab cewek itu seraya tertawa sinis
"........" aku masih terdiam memandangi kedua sepatu itu yang nampak agak kotor berdebu. Sejenak aku menoleh ke samping, ke barisan gadis berkerudung putih itu yang berdiri diantara suster-suster berkalung salib, aku semakin melihat jelas dia dari bawah sini, dia berada tepat di barisan kedua didepanku.
"Cium, ayo!!! atau kamu bakalan kena hukuman keliling lapangan seharian!" ujar cewek itu lantang
"........" aku terus menunduk terdiam memandangi sepatu kotornya. Tak bisa kubayangakan betapa rendahnya diriku mencium sepatu itu, padahal aku tak salah apa-apa. Aku hanya mau mencium kaki ibuku, bukan kamu!. Aku terus membatin menatap kosong kedua sepatunya, lantas tiba tiba...
BUK!!!
Sepatu kanannya terangkat keras, menendang daguku yang berada tepat kurang dari sepuluh senti di atasnya. Dia menendang sedikit keras sampai aku bisa merasakan lidahku tergigit perih. Rambut lurusku lantas terurai sedikit kebawah, menutupi dahiku yang mulai berkeringat basah. Cewek itu menghentakkan kakinya di hadapanku, menyuruhku mencium lagi sepatunya.
"Kalau kamu ga mau ditendang kayak tadi, cepetan cium!!" ujarnya seraya berteriak dan sontak kulihat ada seorang suster yang berdiri disamping gadis berkerudung putih itu datang menghampiriku dan nampaknya hendak menengahi masalah.
"Apa kamu di ajari menyiksa orang yang tidak berbuat kesalahan?" jawab suster itu seraya menarik tanganku, membuatku berdiri tegak memandang cewek itu yang mulai mengalihkan pandangannya ke maba lain.
"Seharusnya kamu malu sama Tuhan Yesus!!! Dia rela di salib untuk menebus dosamu, tapi tidak dengan dosa menyiksa orang lain seperti ini. Apalagi dia tidak berbuat kesalahan apa-apa" ujar suster itu bersungut sungut. Kulihat dia menepuk bahuku dan mengamati namaku berkali-kali
"Andi... kamu balik kesana kebarisan fakultasmu!" ujar suster itu seraya tersenyum simpul.
"Terimakasih suster" jawabku sopan lantas meneruskan langkahku menuju evan yang sudah cemas dari tadi.
Kulangkahkan kaki semakin menjauh dari cewek "kejam" tadi yang masih berdiri menunduk dinasehati seorang suster didepannya. Sesekali kualihkan pandanganku ke sosok gadis berkerudung putih itu, kulihat dia menatap aku sesaat lalu mengalihkan pandangannya ke jendela kelas tempat kita pernah mengikuti tes di kampus ini. Mungkin dia mencoba mengingat diriku yang setia melihatnya menatap kosong ke sebuah papan hitam di kelasnya.
Entah... hari ini motivasiku untuk kuliah dikampus ini seakan berangsur pudar setelah menerima perlakuan tadi, aku benci perkataan "jawa" yang selalu terlontar dari mulut mereka. Aku memang orang jawa, tapi tak seharusnya diperlakukan semena-mena seperti itu. Jika ada satu hal yang membuatku bahagia hari ini adalah semata-mata karena kehadiran gadis berkerudung itu, aku baru sadar dia ternyata kuliah S1 Keperawatan, dan kelasnya berada tepat di samping kelasku. Ah.... Tuhan, semoga dia seperti oase yang selalu memberiku keteduhan di tengah-tengah ketandusan hidupku selama di perantauan ini.
"Andi... kau itu TOLOL!!!" hardik evan disampingku ketika aku mulai berdiri disebelahnya
"Tolol???" tanyaku bingung
"Kau memang orang asing Tolol!! kenapa kau buat masalah dengan senior tadi? aku sudah memanggilmu berlari tapi kamu masih enak sendiri melihat kebarisan anak keperawatan itu"
"Aku ingin melihat cewek itu!"
"Cewek berkerudung itu?" tanya evan lagi
"Iya van!"
"Kamu memang sudah buta ndi!"
"Aku ga buta van, justru aku penasaran sama cewek itu!"
"Ya sudah kamu diem disini, jangan aneh-aneh lagi. Kamu tau ini Flores, bukan jawa!"
"Iya, thanks sudah jadi teman yang baik van" ujarku lirih menatap wajahnya.
Tak pernah aku melihat orang setulus dia di perantauan ini, bahkan menghawatirkan keselamatanku sendiri. Dibalik kulitnya yang gelap ternyata hatinya sangat putih, meski aku tak bisa melihatnya secara kasat mata tapi setidaknya aku bisa merasakannya. Memang benar kita terlahir di ibu yang sama van "Ibu pertiwi".
"Hei... jawa nanti kamu ikuti aja apa kata senior. Kamu tenang aja, aku kenal baik sama mereka. Pokoknya kamu jangan aneh-aneh lagi!" ujar evan pelan
"Oke kawan."
"Nanti aku kenalin ke teman-teman yang lain biar semakin akrab sama orang flores kamu!" ujarnya sekali lagi
Saat ini, aku berdiri dibarisan depan bersama maba lain di fakultas D3 bahasa. Nampaknya maba yang ada di kelasku nanti tak sebanyak yang aku pikirkan. Aku menengok kesamping tak lebih dari lima baris. Kupandangi sesaat kebelakang hanya sampai tiga barisan. Itu artinya teman sekelasku nanti mungkin kurang dari 20 orang.
"Van... kok cuma sedikit ya yang ngambil D3 Bahasa?" tanyaku ke evan setengah berbisik karena acara penyambutan oleh rektor sudah dimulai
"Sstttt... diem ndi!" ujar evan cemas
"Iya... aku tau. Aku diem nih"
Diubah oleh andihunt 01-05-2014 15:07
0