- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#38
Sebuah Awal. Part 2
Di suatu pagi yang cerah...
Aku mandi pagi sekali setelah menunaikan shalat subuh. Ya, aku tahu sekarang tanggal 4 Juni. Sebuah angka empat yang menjadi awal aku mengikuti tes di kampus ini, dan beberapa hari lagi akan ada pesta besar dirumah. Kak aldi akan menikah sama mbak yani dan mereka akan sangat bahagia, tapi tidak aku. Entah kenapa jadi mikir soal ngekos dan hidup mandiri. Memang aku harus mulai berpikir dari sekarang. Aku ga mau tinggal bertiga dan terasa ga enak hati terus-terusan. Meskipun mereka tidak mempermasalahkannya, namun aku ga enak mengganggu privasi mereka.
“aku udah ganteng belum kak aldi?” aku mengoyang kak aldi yang masih nyungsep tiduran
“jam berapa sih udah bagunin aja kamu ndi?” jawab dia sambil mengucek matanya
“jam 6”
“aduh ndi.. mau kemana kamu pagi ini?”
“ada tes di kampus.”
“Ya kamu mandi sana terus berangkat”
“Udah mandi dari tadi kok”
“Terus nungguin apa?” mau bawa mobil kamu?”
“ah.. ga lah. Udah kapok pernah nabrak pagar orang, haha”
“Ya udah kamu jalan aja!” ujarnya sambil memeluk guling erat-erat
“Aku pamitan dulu lah!”
“Aduh kamu ni kayak orang baru aja, biasanya pergi ga pake pamitan”
“ga ngerti kode nih!. Aku pinjem duitnya dulu, ga ada ongkos nih!”
“Yaelah, bilang dong dari tadi. Tuh ambil aja seperlunya di dompet”
“nah gitu dong!!!”
Tak lama setelah gangguin kak aldi aku langsung duduk didepan teras minum kopi sambil menunggu ada angkot datang. Tiba-tiba ada mas kiki sambil membawa koran ikut ngopi disebelahku
“Ndi.. mau kemana udah ganteng aja” ujarnya
“Mau ke kampus mas”
“Oh.. udah ga galau lagi ya?” ujarnya menggoda lagi. Memang suka sekali bikin orang kesel mas kiki nih
“ngapain galau lah?” jawabku nyengir
“udah ndi… galau ya galau aja habis ditingalin rahma, haha”
“duh.. mas kiki nih godain aja ya sukanya”
“hehhe… ndi.. ndi.. mangkanya kalo suka itu ga usah disembunyiin. Nyesel kan?”
“ga ada penyesalan mas, karena aku sudah anggap dia seperti adikku sendiri”
“Adik ketemu gede, ahahah” jawab dia seraya tertawa lepas. Sontak saja ada cipratan kopi mendarat di pelipisku
“Eh.. sorry ndi… kebablasan” ujar dia meminta maaf
“Kalau tertawa jangan deketin ke wajahku dong. Duh.. baru mandi udah bau kopi begini” gerutuku kesal
“ya udah kamu lap sama daun belimbing itu aja”
“Ah ga usah nih aku bawa sapu tangan”
Duang dengg..duang dengg….
Semenit kemudian terdengar sayu-sayup angkot berisik itu menggema ditelingaku, aku lantas beranjak berdiri menuju tepi trotoar mencoba menghentikan angkot itu.
“Ndi… kopimu masih banyak!” teriak mas kiki yang terlihat bengong melihat aku buru-buru
“habisi aja mas, aku mau ke kampus dulu!”
“Oke! Awas ga konsen kebayang rahma lagi!” teriak mas kiki cumiik dan berangsur pudar setelah aku akhirnya duduk didalam angkot full musik ini.
….
Tak lama aku lantas duduk menikmati musik angkot ini
“Ke kampus Nusa Nipa pak!” ujarku ke sopir angkot yang tampak fokus menyetir sambil geleng-geleng kepala menikmati musik
“………….”
Pagi ini udaranya sangat segar dan agak mendung dikit. Tumben awanya agak hitam biasanya jam segini udah mau panas aja. Apa mau masuk musim hujan ya?. Ah, masa bodoh, emang mau jadi pawang!
Di dalam angkot ini aku hanya duduk dengan dua ibu-ibu yang membawa barang danganganya mau dijual ke pasar. Naik angkot ini berasa naik pickup aja, karena banyak sayur-sayuran yang memenuhi tempat duduk. Udah keliatan ganteng gini masa kumpul sama sayur-sayuran. Geruku kesal lantas membuka ransel membaca beberapa buku untuk bekal test nanti.
“Nong.. udah nyampe!” ujar pak sopir menghentikan laju angkotnya
“Oh iya pak, makasih. Tadi lagi enak baca ga sadar udah nyampe ternyata.
Setibanya di kampus suasananya masih sama seperti awal aku daftar kesini, semakin rame dan semakin sesak karena banyak orang berdesak-desak. Saat itu masih ada waktu setengah jam lagi sebelum tes dimulai. Kebetulan tempatku test berada tidak jauh dari ruang sekretariat bahasa inggris jadi aku bisa nyantai sedikit sambil meneruskan membaca buku di bawah pohon bidara.
“kuliah bahasa inggris?” seorang pemuda lantas menyapaku. Dia berkulilit hitam seperti kebanyakan orang flores lainnya, berambut keriting dan agak pendek dari aku.
“Iya, satu jurusan ya sama aku?” jawabku sopan
“iya mas. Kenalin Evan” dia lantas menyodorkan tangannya meminta kenalan
“Andi” balasku sambil tersenyum.
“dari jawa ya?” tanya dia, dan itu adalah pertanyaan kesekian kalinya yang aku harus jawab dengan jawaban yang sama pula
“Iya mas, dari mojokerto, mau kuliah disini dan aku kesini itu ga ada tujuan lain, hanya belajar aja” jawabku panjang lebar mencoba menjelaskan.
Aku sadar nanti dia bakal nanya hal yang sama kayak kenalan yang baru aku jumpai di sini. Jadi aku rangkum aja sekalian.
“Wah.. ngomongnya cepet gitu ya, udah kayak orang flores ga da jedanya” jawab dia tersenyum
“Ya, habis dari kemarin-kemarin banyak yang nanya gitu mas” jawabku seraya tersenyum sopan
“Ah biasa aja kali mas. Ga ada bedanya kamu orang jawa atau orang mana, kita lahir di ibu yang sama kok”
“Ibu yang sama?” tanyaku heran
“iya, ibu pertiwi, haha” dia lantas tertawa lebar
“oh… iya bener, hehe. Bodoh ya aku masih beda-bedain gitu”
“udahlah mas ga usah dipikirin. Kita kesini punya tujuan sama yaitu menimba ilmu, jadi seharusnya kita saling menghormati satu sama lain”
“………..” aku terdiam sejenak. Disaat banyak pikiran negatif tentang orang flores yang katanya kasar ternyata sebenarnya mereka baik. Hanya dari fisiknya saja keliatan kasar, padahal kalo kita bergaul dengan mereka, bahkan orangnya sangat loyal.
“Kok diam mas?, ngomong-ngomong udah mulai tuh testnya. Yuk masuk”
“Oh, iya makasih ya udah ngajak ngobrol”
“Siplah mas”
Sekarang ini aku dan evan duduk bersebelahan di bangku depan di ruangan fakultas keperawatan menghadap dua lembar ujian psikotes.
“Ini mau tes PNS?” batinku lirih
Dari waktu satu setengah jam yang diberikan, hanya butuh waktu kurang dari sejam untukku menyelesaikan soal psikotest itu yang lumayan banyak. Memang ga terlalu sulit karena ada sebagian yang pernah aku pelajari dulu waktu di jawa.
“Kok cepet?” tanya evan disamping
“ah tau lah, ngapain ngoyo lha wong cuma formalitas aja”
“aku lihat jawabanmu boleh ga?” pinta dia sambil menyenggol bahuku
“Ambil aja, tapi hati-hati itu ada pengawas yang matanya kemana mana”
“udah dibilangin tadi duduk dibelakang aja kan enak” gerutu dia kesal
“ya udah, gini aja. Nanti kalo tuh pengaws noleh ke samping sana. Kamu langsung ambil lembar jawabanku”
‘”sip” jawab dia mengangkat jempol
Tak sampai semenit tuh pengawas beneran noleh ke anak yang lain dan si evan lantas menyerobot lembar jawabanku.
“makasih jawa!”
“eh.. iya. Tapi panggil andi aja, oke!”
“emang kenapa?”
“ga kenapa, ga asyik aja kalo di panggil jawa apalagi ada oon-nya”
“jawa oon!” jawab dia kecut lantas membuang muka
Padahal baru kenalan sama ni bocah tapi kok merasa beda ya?, seperti nyaman gitu karena ada teman yang mau ngerti kondisiku.
Karena sudah nggak ada yang dikerjain aku lantas bengong sambil menoleh kekanan, kesamping, keseluruh ruangan ini melihat berapa banyak sih yang ikut test. Aku amati diantara mereka kebanyakan laki-laki berkulit hitam khas orang flores, ada sebagian cewek juga disini yang lagi menunduk mengerjakan soal test ini dengan hikmat. Namun, tiba-tiba pandanganku tak lepas dari salah satu bangku di sudut paling kanan dari ruangan ini. Disana ada seorang gadis berkerudung putih yang terlihat tidak jelas karena tertutupi oleh kepala anak-anak yang ada di ruangan ini.
Aku lantas mencari cara untuk berdiri dari bangku ini mencoba mengamati siapa gadis itu. Yang membuat aku penasaran adalah dia mengenakan kerudung putih, meski tidak jelas dari sini. Dia terlihat sangat beda dengan cewek lainnya di ruangan ini, dia berkulit putih dan semakin anggun dengan kerudung putihnya. Dan sejenak aku teringat akan rahma. Apakah dia rahma? Ah.. ga mungkin, dia sudah berada di Makasar. Rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi lantas memaksa aku mengumpulkan semua keberanian untuk berdiri melihat dengan jelas siapakah gerangan dirinya. Dan saat aku berdiri, semua orang lantas memandangi aku heran. Termasuk pengawas dan gadis berkerudung putih itu yang memang duduk tepat di depan meja pengawas.
“Kamu sudah selesai?” tanya pengawas itu. Namun aku ga mengubrisnya karena tatapan mataku tertuju ke sosok gadis berkerudung putih itu
“Rahma!!!” teriakku cumiik dan membuat seisi ruangan mengumam riuh seperti ombak tergulung baling-baling kapal
“Rahma siapa?” pengawas tadi lantas berdiri dan menghampiriku yang tampak bengong
“oh.. ga pak. Aku Cuma kaget aja soalnya…..” jawabku sambil garuk-garuk kepala
“Kenapa? Tanya pengawas tadi sambil melotot
“Soalnya aku baru putus sama pacarku rahma pak”
“heuuuuuuuu” seisi ruangan lantas serempak mencibir aku sinis
“Ya udah kamu lanjutin ngerjain soalnya. Loh… mana jawabanmu?” pengawas tadi lantas heran melihat mejaku yang terlihat kosong. Kini kelihatan evan salah tingkah
“Anu pak…. Jatuh kebawah kali”
“Oh… ya udah. Kamu duduk lagi. Jangan berisik!”
“Baik pak”
Aku lantas duduk lagi tapi masih mencari kesempatan melihat gadis berkerudung putih itu. Wajahnya, kulitnya yang putih dan perangainya mirip sekali sama rahma. Apa aku berhalusinasi?
“Pletak!!”
Tiba-tiba kepalaku digetok pensil oleh evan yang duduk disebelahku.
“andi… hampir aja aku kena masalah. Kamu itu kenapa sih, galau jangan dibawa kemari lah”
“udah diem kamu van, sekarang kamu duduk disini gantian”
“Apa?”
“iya kamu pindah duduk ditempatku”
“Buat apa??”
“Nggak kepalamu itu menghalangi aku liatin cewek disana”
“yang mana sih?” tanya evan sambil menengok ke sudut kanan
“yang pake kerudung itu!”
“Oh dia… kamu mau PDKT sama dia? Ya memang pantes sih sesama orang jawa” jawab evan ketus sambil melihat-lihat lembar jawabanku
“Udah kamu pindah cepet kesini!!!” pintaku lagi sambil menggoyang bahunya
“ya bentar, nunggu pengawasnya noleh kesana dulu”
Tak sampai lama akhirnya aku berganti posisi sama evan, dan kini aku lebih leluasa memandangi dia. Gadis berkerudung putih itu terlihat anggun. Apakah dia rahma ya? Soalnya mirip banget. Aku saat itu lantas seperti anak ayam yang kebingungan mencari induknya. Aku merasa cemas dan keringat dingin mengucur deras dipelipisku. Aku menengok ke dia berkali-kali dan akhirnya entah sengaja atau tidak dia lantas menatap aku sesaat. Dan saat itu aku menyadari satu hal bahwa itu bukan rahma, ya dia tidak mengenakan kacamata dan dia tidak menulis jawaban itu dengan tangan kirinya. Namun aku masih keheranan, kok sangat mirip banget ya….????
Hampir setengah jam aku pandangi dia, dan selama itu aku terus merekam setiap detik dari gerak-geriknya yang mempesona. Gadis berkerudung putih itu sangat anggun, sejenak kulihat dia nampaknya sudah selesai mengerjakan soalnya. Dia melamun menggigit ujung pensil sambil menatap kosong ke sebuah papan tulis berwarna hitam didepan. Dia tidak menyadari kalau aku masih memperhatikan dia dan menggagumi wajah ayunya. Di sisa kebingunganku aku lantas mencoba sms rahma memastikan kalau dia tidak punya saudara kembar disini.
“Rahma… selain punya mbak bernama zelda apa kamu punya mbak lain, atau adik. Bales cepet, penting”
Sedetik kemudian dia bales
“ga punya ndi! Emang kenapa?”
“Kok aku kayak jumpa kamu ya sekarang, mirip banget!”
“kamu kangen ya? Masa ditinggal belum sebulan udah setres kamu ndi?”
“beneran ma, mirip banget cuma dia ga pake kacamata dan ga kidal!”
“ya udah kamu kenalan aja sama dia. Siapa tau cocok!”
“eh… itu aja? Ga da saran lain selain kenalan langsung. Aku kan canggung dengan cewek baru!”
“Kamu culik aja dia kalo udah pulang, haha! Udah ya ndi.. aku ke mall sama mbak zelda dulu, dada andi!!’
“aduh rahma!!!”
Setelah itu rahma tidak lagi balas smsku dan sepuluh menit kemudian test bubar. Banyak orang berbebut pulang menuju satu pintu yang tidak berukuran besa , jadi mereka berbaris bergantian keluar. Gadis berkerudung putih itu terus melamun di tempat duduknya, padahal sudah tidak ada soal yang harus dikerjakan lagi. Kenapa dia?. Sejurus kemudian ruangan ini berangsur sepi dan kini hanya ada aku, evan disamping, pengawas dan gadis berkerudung putih itu.
“apakah dia datang dari jawa???” gumamku pelan lantas tiba-tiba evan menepuk pipiku berkali kali
“jawa… jawa.. bangun! Jangan ngelamun aja, ayo pulang. Nanti kapan-kapan pi sapu rumah!”
“iya bentaran lagi. Aku masih penasaran sama gadis itu, kenapa ga pulang-pulang dia?. Diem aja kayak patung.”
“ya udah kamu hampiri aja dia. Jangan pengecut lah, kalo suka didatangin dong!!”
“Siapa yang suka? Aku Cuma heran aja, siapa dia? Satu-satunya gadis berjilbab disini!”
“Kalo gitu aku balik dulu ya. Jangan lupa simpan nomorku ini, nanti kalo kamu butuh informasi tentang jadwal kuliah kamu sms aku aja. Aku kenal sama dosenya disini” ujar evan sambil menyodorkan kertas kecil berisi nomornya ke tanganku
“siplah van”
Sesaat kemudian kini hanya tinggal kita bertiga. Pengawas tadi masih sibuk memberesi kertas ujiannya dan gadis berkerudung itu masih duduk bersandar di tembok ruangan ini sambil menatap lurus ke papan tulis hitam di ruangan ini. Aku bahkan ikut gila memandangi papan itu mengikuti gerak matanya. Apa ada sesuatu yang spesial dari papan ini?
“Brummm…..”
Sebuah mobil sedan berplat kepolisian lantas berhenti di samping ruangan ini. Aku bisa melihat jelas siapa yang datang karena aku berada disamping jendela tepat didepan pintu keluar. Tak lama seorang pria bertubuh kekar dengan seragam kepolisian masuk keruangan ini dan menghampiri gadis berkerudung putih itu. Sekejap saja terjadi berpincangan kecil diantara mereka yang aku dengar lirih.
“Ayo pulang!”
“………” gadis itu diam. Dia hanya sibuk mengamati papan hitam itu polos seperti awal aku memperhatikannya
“Ayo pulang!” polisi itu menaikkan intonasi suaranya dan membuat pengawas didepannya terkaget
“………..” gadis itu masih diam, dia masih enggan menjawab ajakan polisi itu
Prakk!!!
Pensil yang dia pegang itu lantas patah menjadi dua setelah di banting sangat keras oleh polisi tadi ke lantai. Pengawas didepan lantas berdiri dan berujar kepolisi itu yang keliatan beringgas
“Bapak kalau mau bertengkar jangan di kelas ini!!”
“Diam!” polisi itu lantas marah dan menarik tangan gadis itu dengan kasar. Kulihat kedua matanya yang indah seperti berkaca-kaca dan benar saja, saat polisi itu menarik tangannya menuju pintu keluar, gadis itu meneteskan air mata, menatap aku sekian detik.
“Pulang sudah!! Aku yang membiayai kuliahmu, jangan melawan!”
Aku dengar polisi itu mengertak gadis itu membuat tubuhnya sedikit bergetar ketakutan. Kenapa polisi itu memperlakukan dia seperti itu? Apakah dia istrinya? Ah… buat apa aku menerka-nerka urusan rumah tangga orang. Tidak menarik! Namun satu hal, tatapan yang penuh kesedihan itu mengingatkan aku akan rahma saat dia mengangis dipelukanku, ketika pak haji memukul pelipisnya beberapa bulan lalu.
“Kamu ga pulang??” tanya pengawas tadi yang memperhatikan aku masih berasandar di dinding sebelah jendela
“Iya bentaran pak. Eh tadi itu siapa ya? Kasar sekali suaminya”
“ga taulah, mungkin ada urusan rumah tangga yang belum selesai. Sudahlah, aku jalan dulu ya”
“Iya pak!”
Sekejap saja aku lantas beranjak pulang meninggalkan kelas ini yang mulai sunyi dan sepi. Aku melangkahkan kaki menuju pintu kelas dan sesekali kulihat kebelakang, ke sebuah kursi dimana gadis berkerudung putih tadi duduk. Aku ingat wajah ayunya, saat itu aku ingat rahma. Dan aku ga mau ada seorang yang seperti rahma menangis sedih. Ah… pikiranku terbang melayang entah kemana. Aku kasihan sama gadis tadi. Air mata itu tidak bisa membohongiku kalau dia merasa sangat tertekan. Mungkin itu salah satu alasan kenapa di melamun terus dari tadi. Mungkin ada banyak masalah yang dia hadapi. Tapi, hey… kenapa aku mikirin dia?? Toh bukan urusanku ikut campur rumah tangga orang.
“…………..”
Aku mandi pagi sekali setelah menunaikan shalat subuh. Ya, aku tahu sekarang tanggal 4 Juni. Sebuah angka empat yang menjadi awal aku mengikuti tes di kampus ini, dan beberapa hari lagi akan ada pesta besar dirumah. Kak aldi akan menikah sama mbak yani dan mereka akan sangat bahagia, tapi tidak aku. Entah kenapa jadi mikir soal ngekos dan hidup mandiri. Memang aku harus mulai berpikir dari sekarang. Aku ga mau tinggal bertiga dan terasa ga enak hati terus-terusan. Meskipun mereka tidak mempermasalahkannya, namun aku ga enak mengganggu privasi mereka.
“aku udah ganteng belum kak aldi?” aku mengoyang kak aldi yang masih nyungsep tiduran
“jam berapa sih udah bagunin aja kamu ndi?” jawab dia sambil mengucek matanya
“jam 6”
“aduh ndi.. mau kemana kamu pagi ini?”
“ada tes di kampus.”
“Ya kamu mandi sana terus berangkat”
“Udah mandi dari tadi kok”
“Terus nungguin apa?” mau bawa mobil kamu?”
“ah.. ga lah. Udah kapok pernah nabrak pagar orang, haha”
“Ya udah kamu jalan aja!” ujarnya sambil memeluk guling erat-erat
“Aku pamitan dulu lah!”
“Aduh kamu ni kayak orang baru aja, biasanya pergi ga pake pamitan”
“ga ngerti kode nih!. Aku pinjem duitnya dulu, ga ada ongkos nih!”
“Yaelah, bilang dong dari tadi. Tuh ambil aja seperlunya di dompet”
“nah gitu dong!!!”
Tak lama setelah gangguin kak aldi aku langsung duduk didepan teras minum kopi sambil menunggu ada angkot datang. Tiba-tiba ada mas kiki sambil membawa koran ikut ngopi disebelahku
“Ndi.. mau kemana udah ganteng aja” ujarnya
“Mau ke kampus mas”
“Oh.. udah ga galau lagi ya?” ujarnya menggoda lagi. Memang suka sekali bikin orang kesel mas kiki nih
“ngapain galau lah?” jawabku nyengir
“udah ndi… galau ya galau aja habis ditingalin rahma, haha”
“duh.. mas kiki nih godain aja ya sukanya”
“hehhe… ndi.. ndi.. mangkanya kalo suka itu ga usah disembunyiin. Nyesel kan?”
“ga ada penyesalan mas, karena aku sudah anggap dia seperti adikku sendiri”
“Adik ketemu gede, ahahah” jawab dia seraya tertawa lepas. Sontak saja ada cipratan kopi mendarat di pelipisku
“Eh.. sorry ndi… kebablasan” ujar dia meminta maaf
“Kalau tertawa jangan deketin ke wajahku dong. Duh.. baru mandi udah bau kopi begini” gerutuku kesal
“ya udah kamu lap sama daun belimbing itu aja”
“Ah ga usah nih aku bawa sapu tangan”
Duang dengg..duang dengg….
Semenit kemudian terdengar sayu-sayup angkot berisik itu menggema ditelingaku, aku lantas beranjak berdiri menuju tepi trotoar mencoba menghentikan angkot itu.
“Ndi… kopimu masih banyak!” teriak mas kiki yang terlihat bengong melihat aku buru-buru
“habisi aja mas, aku mau ke kampus dulu!”
“Oke! Awas ga konsen kebayang rahma lagi!” teriak mas kiki cumiik dan berangsur pudar setelah aku akhirnya duduk didalam angkot full musik ini.
….
Tak lama aku lantas duduk menikmati musik angkot ini
“Ke kampus Nusa Nipa pak!” ujarku ke sopir angkot yang tampak fokus menyetir sambil geleng-geleng kepala menikmati musik
“………….”
Pagi ini udaranya sangat segar dan agak mendung dikit. Tumben awanya agak hitam biasanya jam segini udah mau panas aja. Apa mau masuk musim hujan ya?. Ah, masa bodoh, emang mau jadi pawang!
Di dalam angkot ini aku hanya duduk dengan dua ibu-ibu yang membawa barang danganganya mau dijual ke pasar. Naik angkot ini berasa naik pickup aja, karena banyak sayur-sayuran yang memenuhi tempat duduk. Udah keliatan ganteng gini masa kumpul sama sayur-sayuran. Geruku kesal lantas membuka ransel membaca beberapa buku untuk bekal test nanti.
“Nong.. udah nyampe!” ujar pak sopir menghentikan laju angkotnya
“Oh iya pak, makasih. Tadi lagi enak baca ga sadar udah nyampe ternyata.
Setibanya di kampus suasananya masih sama seperti awal aku daftar kesini, semakin rame dan semakin sesak karena banyak orang berdesak-desak. Saat itu masih ada waktu setengah jam lagi sebelum tes dimulai. Kebetulan tempatku test berada tidak jauh dari ruang sekretariat bahasa inggris jadi aku bisa nyantai sedikit sambil meneruskan membaca buku di bawah pohon bidara.
“kuliah bahasa inggris?” seorang pemuda lantas menyapaku. Dia berkulilit hitam seperti kebanyakan orang flores lainnya, berambut keriting dan agak pendek dari aku.
“Iya, satu jurusan ya sama aku?” jawabku sopan
“iya mas. Kenalin Evan” dia lantas menyodorkan tangannya meminta kenalan
“Andi” balasku sambil tersenyum.
“dari jawa ya?” tanya dia, dan itu adalah pertanyaan kesekian kalinya yang aku harus jawab dengan jawaban yang sama pula
“Iya mas, dari mojokerto, mau kuliah disini dan aku kesini itu ga ada tujuan lain, hanya belajar aja” jawabku panjang lebar mencoba menjelaskan.
Aku sadar nanti dia bakal nanya hal yang sama kayak kenalan yang baru aku jumpai di sini. Jadi aku rangkum aja sekalian.
“Wah.. ngomongnya cepet gitu ya, udah kayak orang flores ga da jedanya” jawab dia tersenyum
“Ya, habis dari kemarin-kemarin banyak yang nanya gitu mas” jawabku seraya tersenyum sopan
“Ah biasa aja kali mas. Ga ada bedanya kamu orang jawa atau orang mana, kita lahir di ibu yang sama kok”
“Ibu yang sama?” tanyaku heran
“iya, ibu pertiwi, haha” dia lantas tertawa lebar
“oh… iya bener, hehe. Bodoh ya aku masih beda-bedain gitu”
“udahlah mas ga usah dipikirin. Kita kesini punya tujuan sama yaitu menimba ilmu, jadi seharusnya kita saling menghormati satu sama lain”
“………..” aku terdiam sejenak. Disaat banyak pikiran negatif tentang orang flores yang katanya kasar ternyata sebenarnya mereka baik. Hanya dari fisiknya saja keliatan kasar, padahal kalo kita bergaul dengan mereka, bahkan orangnya sangat loyal.
“Kok diam mas?, ngomong-ngomong udah mulai tuh testnya. Yuk masuk”
“Oh, iya makasih ya udah ngajak ngobrol”
“Siplah mas”
Sekarang ini aku dan evan duduk bersebelahan di bangku depan di ruangan fakultas keperawatan menghadap dua lembar ujian psikotes.
“Ini mau tes PNS?” batinku lirih
Dari waktu satu setengah jam yang diberikan, hanya butuh waktu kurang dari sejam untukku menyelesaikan soal psikotest itu yang lumayan banyak. Memang ga terlalu sulit karena ada sebagian yang pernah aku pelajari dulu waktu di jawa.
“Kok cepet?” tanya evan disamping
“ah tau lah, ngapain ngoyo lha wong cuma formalitas aja”
“aku lihat jawabanmu boleh ga?” pinta dia sambil menyenggol bahuku
“Ambil aja, tapi hati-hati itu ada pengawas yang matanya kemana mana”
“udah dibilangin tadi duduk dibelakang aja kan enak” gerutu dia kesal
“ya udah, gini aja. Nanti kalo tuh pengaws noleh ke samping sana. Kamu langsung ambil lembar jawabanku”
‘”sip” jawab dia mengangkat jempol
Tak sampai semenit tuh pengawas beneran noleh ke anak yang lain dan si evan lantas menyerobot lembar jawabanku.
“makasih jawa!”
“eh.. iya. Tapi panggil andi aja, oke!”
“emang kenapa?”
“ga kenapa, ga asyik aja kalo di panggil jawa apalagi ada oon-nya”
“jawa oon!” jawab dia kecut lantas membuang muka
Padahal baru kenalan sama ni bocah tapi kok merasa beda ya?, seperti nyaman gitu karena ada teman yang mau ngerti kondisiku.
Karena sudah nggak ada yang dikerjain aku lantas bengong sambil menoleh kekanan, kesamping, keseluruh ruangan ini melihat berapa banyak sih yang ikut test. Aku amati diantara mereka kebanyakan laki-laki berkulit hitam khas orang flores, ada sebagian cewek juga disini yang lagi menunduk mengerjakan soal test ini dengan hikmat. Namun, tiba-tiba pandanganku tak lepas dari salah satu bangku di sudut paling kanan dari ruangan ini. Disana ada seorang gadis berkerudung putih yang terlihat tidak jelas karena tertutupi oleh kepala anak-anak yang ada di ruangan ini.
Aku lantas mencari cara untuk berdiri dari bangku ini mencoba mengamati siapa gadis itu. Yang membuat aku penasaran adalah dia mengenakan kerudung putih, meski tidak jelas dari sini. Dia terlihat sangat beda dengan cewek lainnya di ruangan ini, dia berkulit putih dan semakin anggun dengan kerudung putihnya. Dan sejenak aku teringat akan rahma. Apakah dia rahma? Ah.. ga mungkin, dia sudah berada di Makasar. Rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi lantas memaksa aku mengumpulkan semua keberanian untuk berdiri melihat dengan jelas siapakah gerangan dirinya. Dan saat aku berdiri, semua orang lantas memandangi aku heran. Termasuk pengawas dan gadis berkerudung putih itu yang memang duduk tepat di depan meja pengawas.
“Kamu sudah selesai?” tanya pengawas itu. Namun aku ga mengubrisnya karena tatapan mataku tertuju ke sosok gadis berkerudung putih itu
“Rahma!!!” teriakku cumiik dan membuat seisi ruangan mengumam riuh seperti ombak tergulung baling-baling kapal
“Rahma siapa?” pengawas tadi lantas berdiri dan menghampiriku yang tampak bengong
“oh.. ga pak. Aku Cuma kaget aja soalnya…..” jawabku sambil garuk-garuk kepala
“Kenapa? Tanya pengawas tadi sambil melotot
“Soalnya aku baru putus sama pacarku rahma pak”
“heuuuuuuuu” seisi ruangan lantas serempak mencibir aku sinis
“Ya udah kamu lanjutin ngerjain soalnya. Loh… mana jawabanmu?” pengawas tadi lantas heran melihat mejaku yang terlihat kosong. Kini kelihatan evan salah tingkah
“Anu pak…. Jatuh kebawah kali”
“Oh… ya udah. Kamu duduk lagi. Jangan berisik!”
“Baik pak”
Aku lantas duduk lagi tapi masih mencari kesempatan melihat gadis berkerudung putih itu. Wajahnya, kulitnya yang putih dan perangainya mirip sekali sama rahma. Apa aku berhalusinasi?
“Pletak!!”
Tiba-tiba kepalaku digetok pensil oleh evan yang duduk disebelahku.
“andi… hampir aja aku kena masalah. Kamu itu kenapa sih, galau jangan dibawa kemari lah”
“udah diem kamu van, sekarang kamu duduk disini gantian”
“Apa?”
“iya kamu pindah duduk ditempatku”
“Buat apa??”
“Nggak kepalamu itu menghalangi aku liatin cewek disana”
“yang mana sih?” tanya evan sambil menengok ke sudut kanan
“yang pake kerudung itu!”
“Oh dia… kamu mau PDKT sama dia? Ya memang pantes sih sesama orang jawa” jawab evan ketus sambil melihat-lihat lembar jawabanku
“Udah kamu pindah cepet kesini!!!” pintaku lagi sambil menggoyang bahunya
“ya bentar, nunggu pengawasnya noleh kesana dulu”
Tak sampai lama akhirnya aku berganti posisi sama evan, dan kini aku lebih leluasa memandangi dia. Gadis berkerudung putih itu terlihat anggun. Apakah dia rahma ya? Soalnya mirip banget. Aku saat itu lantas seperti anak ayam yang kebingungan mencari induknya. Aku merasa cemas dan keringat dingin mengucur deras dipelipisku. Aku menengok ke dia berkali-kali dan akhirnya entah sengaja atau tidak dia lantas menatap aku sesaat. Dan saat itu aku menyadari satu hal bahwa itu bukan rahma, ya dia tidak mengenakan kacamata dan dia tidak menulis jawaban itu dengan tangan kirinya. Namun aku masih keheranan, kok sangat mirip banget ya….????
Hampir setengah jam aku pandangi dia, dan selama itu aku terus merekam setiap detik dari gerak-geriknya yang mempesona. Gadis berkerudung putih itu sangat anggun, sejenak kulihat dia nampaknya sudah selesai mengerjakan soalnya. Dia melamun menggigit ujung pensil sambil menatap kosong ke sebuah papan tulis berwarna hitam didepan. Dia tidak menyadari kalau aku masih memperhatikan dia dan menggagumi wajah ayunya. Di sisa kebingunganku aku lantas mencoba sms rahma memastikan kalau dia tidak punya saudara kembar disini.
“Rahma… selain punya mbak bernama zelda apa kamu punya mbak lain, atau adik. Bales cepet, penting”
Sedetik kemudian dia bales
“ga punya ndi! Emang kenapa?”
“Kok aku kayak jumpa kamu ya sekarang, mirip banget!”
“kamu kangen ya? Masa ditinggal belum sebulan udah setres kamu ndi?”
“beneran ma, mirip banget cuma dia ga pake kacamata dan ga kidal!”
“ya udah kamu kenalan aja sama dia. Siapa tau cocok!”
“eh… itu aja? Ga da saran lain selain kenalan langsung. Aku kan canggung dengan cewek baru!”
“Kamu culik aja dia kalo udah pulang, haha! Udah ya ndi.. aku ke mall sama mbak zelda dulu, dada andi!!’
“aduh rahma!!!”
Setelah itu rahma tidak lagi balas smsku dan sepuluh menit kemudian test bubar. Banyak orang berbebut pulang menuju satu pintu yang tidak berukuran besa , jadi mereka berbaris bergantian keluar. Gadis berkerudung putih itu terus melamun di tempat duduknya, padahal sudah tidak ada soal yang harus dikerjakan lagi. Kenapa dia?. Sejurus kemudian ruangan ini berangsur sepi dan kini hanya ada aku, evan disamping, pengawas dan gadis berkerudung putih itu.
“apakah dia datang dari jawa???” gumamku pelan lantas tiba-tiba evan menepuk pipiku berkali kali
“jawa… jawa.. bangun! Jangan ngelamun aja, ayo pulang. Nanti kapan-kapan pi sapu rumah!”
“iya bentaran lagi. Aku masih penasaran sama gadis itu, kenapa ga pulang-pulang dia?. Diem aja kayak patung.”
“ya udah kamu hampiri aja dia. Jangan pengecut lah, kalo suka didatangin dong!!”
“Siapa yang suka? Aku Cuma heran aja, siapa dia? Satu-satunya gadis berjilbab disini!”
“Kalo gitu aku balik dulu ya. Jangan lupa simpan nomorku ini, nanti kalo kamu butuh informasi tentang jadwal kuliah kamu sms aku aja. Aku kenal sama dosenya disini” ujar evan sambil menyodorkan kertas kecil berisi nomornya ke tanganku
“siplah van”
Sesaat kemudian kini hanya tinggal kita bertiga. Pengawas tadi masih sibuk memberesi kertas ujiannya dan gadis berkerudung itu masih duduk bersandar di tembok ruangan ini sambil menatap lurus ke papan tulis hitam di ruangan ini. Aku bahkan ikut gila memandangi papan itu mengikuti gerak matanya. Apa ada sesuatu yang spesial dari papan ini?
“Brummm…..”
Sebuah mobil sedan berplat kepolisian lantas berhenti di samping ruangan ini. Aku bisa melihat jelas siapa yang datang karena aku berada disamping jendela tepat didepan pintu keluar. Tak lama seorang pria bertubuh kekar dengan seragam kepolisian masuk keruangan ini dan menghampiri gadis berkerudung putih itu. Sekejap saja terjadi berpincangan kecil diantara mereka yang aku dengar lirih.
“Ayo pulang!”
“………” gadis itu diam. Dia hanya sibuk mengamati papan hitam itu polos seperti awal aku memperhatikannya
“Ayo pulang!” polisi itu menaikkan intonasi suaranya dan membuat pengawas didepannya terkaget
“………..” gadis itu masih diam, dia masih enggan menjawab ajakan polisi itu
Prakk!!!
Pensil yang dia pegang itu lantas patah menjadi dua setelah di banting sangat keras oleh polisi tadi ke lantai. Pengawas didepan lantas berdiri dan berujar kepolisi itu yang keliatan beringgas
“Bapak kalau mau bertengkar jangan di kelas ini!!”
“Diam!” polisi itu lantas marah dan menarik tangan gadis itu dengan kasar. Kulihat kedua matanya yang indah seperti berkaca-kaca dan benar saja, saat polisi itu menarik tangannya menuju pintu keluar, gadis itu meneteskan air mata, menatap aku sekian detik.
“Pulang sudah!! Aku yang membiayai kuliahmu, jangan melawan!”
Aku dengar polisi itu mengertak gadis itu membuat tubuhnya sedikit bergetar ketakutan. Kenapa polisi itu memperlakukan dia seperti itu? Apakah dia istrinya? Ah… buat apa aku menerka-nerka urusan rumah tangga orang. Tidak menarik! Namun satu hal, tatapan yang penuh kesedihan itu mengingatkan aku akan rahma saat dia mengangis dipelukanku, ketika pak haji memukul pelipisnya beberapa bulan lalu.
“Kamu ga pulang??” tanya pengawas tadi yang memperhatikan aku masih berasandar di dinding sebelah jendela
“Iya bentaran pak. Eh tadi itu siapa ya? Kasar sekali suaminya”
“ga taulah, mungkin ada urusan rumah tangga yang belum selesai. Sudahlah, aku jalan dulu ya”
“Iya pak!”
Sekejap saja aku lantas beranjak pulang meninggalkan kelas ini yang mulai sunyi dan sepi. Aku melangkahkan kaki menuju pintu kelas dan sesekali kulihat kebelakang, ke sebuah kursi dimana gadis berkerudung putih tadi duduk. Aku ingat wajah ayunya, saat itu aku ingat rahma. Dan aku ga mau ada seorang yang seperti rahma menangis sedih. Ah… pikiranku terbang melayang entah kemana. Aku kasihan sama gadis tadi. Air mata itu tidak bisa membohongiku kalau dia merasa sangat tertekan. Mungkin itu salah satu alasan kenapa di melamun terus dari tadi. Mungkin ada banyak masalah yang dia hadapi. Tapi, hey… kenapa aku mikirin dia?? Toh bukan urusanku ikut campur rumah tangga orang.
“…………..”
0