- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#34
Pada Suatu Ketika. Part 10
Di suatu pagi yang mengalaukan…
Maumere, 23 Mei 2007 Pukul 6.05
“tok”
“tok”
“tok!!!’
“ndi bangun ndi!!!
Pagi itu aku mendengar pintu kamarku terketuk dengan keras berkali kali. Ya, siapa lagi kalau bukan kak aldi yang hendak membangunkan aku untuk mengantar Rahma ke bandara Waioti Maumere pagi ini. Padahal dari kemarin malam aku masih terjaga memandang ke atap kamar ini, membayangkan diriku disini tanpa kehadirannya. Aku sadar keesokan harinya di kota ini tidak akan ada lagi seorang gadis yang akan mengajak aku bercanda, menikmati angin laut di maumere seperti biasanya. Dia akan terbang ke Makasar sekarang dan itu artinya aku akan kehilangan sosok bawel yang selalu menghiburku dalam kesendirian yang membosankan di kota ini.
Jantungku terasa sesak seakan memaksa aku untuk menahan nafas sekian menit, memberikan otakku waktu untuk berpikir seperti apa nantinya tanpa canda dan tawanya. Tapi ya sudahlah, bukankah ini yang aku inginkan? Melihat rahma disana bahagia dengan mbaknya.
“buka aja pintunya kak, aku udah ga tidur kok?” aku berteriak dengan nada yang agak berat setelah menghabiskan malam tanpa tidur sama sekali.
“Krekkk!”
Pintu kamar ini lantas terbuka dan sosok kekar itu kini berdiri di depanku. Memegang kunci mobil dan mengajak aku beranjak dari kasur lusuhku.
“Kamu kok kayaknya pucat gitu ndi?” tanya kak aldi sambil mematikan kipas angin yang memutar dengan kencang di kamarku
“Ga kedinginan kamu ya? Semalaman nyalain kipas angin segini kenceng?” tanya dia melanjutkan
“Ah…. Aku bahkan ga bisa tidur dari kemarin!”
“Terus kenapa kipas anginnya masih muter kenceng gini? Gerah? Padahal dingin banget semalam”
“yah dingin sekali. Aku sengaja membiarkan diriku kedinginan kak, aku hanya ingin mengulang waktu saat aku kedinginan sama rahma di tengah laut” ujarku spontan
“ditengah laut??” tanya kak aldi keheranan
“Oh.. sorry salah, ga tau kenapa jadi linglung gini ya aku? Mungkin gara-gara ga tidur semalaman” aku lantas beralibi
“Ah kamu ndi, mau ditinggal rahma aja udah setres. Nanti kan bakal balik kesini dia”
“iya juga sih, lagian aku kan ga ada rasa suka ke dia. Ngapain dipikirin ya”
“beneran ga suka?” tanya kak aldi seraya menarik tanganku meminta bangkit
“Aku sudah bilang ke dia kalau aku hanya bisa jadi sahabatnya kak” ujarku lantas berjalan menuju kaca lemari yang berada disudut kamar
“Bagus ndi, kamu harus fokus sama belajarmu. Aku ga ngelarang kamu pacaran ndi, tapi lebih baik kamu pentingkan belajarmu dulu”
“Ya memang tujuan awal aku kesini kan belajar kak”
“Okelah, kamu cuci muka aja di kamar mandi sana, udah ditungguin rahma di depan.”
“baiklah, duluan aja nanti aku nyusul”
Sekejap saja kak aldi lantas pergi kedepan memanasi mobilnya. Kupandangi bayanganku sendiri yang memantul dari kaca lemari ini dan mengajaknya bicara.
“Ndi…. Kamu harus merelakan dia”
……..
Tik.. tik… tik…
Tetesan keran di kamar mandi ini bernyanyi merdu mencoba menghibur aku yang terlihat sedih kehilangan sahabat terbaiknya selama ini. Persahabatan yang menyimpan secuil cerita “cinta” didalamnya.
“Andi…. Buruan! Sejam lagi berangkat nih pesawatnya!!!”
Tiba-tiba ada suara wanita yang berteriak lantang sambil mengedor pintu kamar mandiku berkali kali. Suara itu terdengar tidak asing ditelingaku. Ya, itu suara rahma si bawel.
“Tungguin, nih aku telanjang mau mandi!!”
“Bukain pintunya!!” pinta dia sambil teriak
“Gila kamu ya, mau merkosa aku??”
“Siapa juga mau merkosa kamu, aku liat kamu masih pake baju itu!”
“Kok tau kamu, ngintip ya? Tanyaku kebingungan
Tak kuhiraukan gedoran pintunya, aku lantas menggosok gigi sambil nyanyi-nyanyi ga jelas menghadap cermin kamar mandi ini.
“Dokkk… dokkkk”
“bukain ndi!” rahma lantas teriak lagi
“Aku udah lepas baju nih!” ujarku ga jelas sambil menggosok gigi
“Aku lihat kamu dari lubang kunci nih ndi, kamu ga telanjang!”
“duh.. rahma ya udah tunggu, aku berkumur dulu!”
Sedetik kemudian setelah berkumur aku membuka pintunya dan tiba-tiba rahma lantas menarik tanganku.
“Eh berangkat sekarang? Aku masih kumel gini!”
“Udah ayo jalan, ga usah ganti baju tetep cakep kamu!”
“Tapi nih ga liat mukaku pucet gini?”
Tib-tiba kita berhenti dan dia menatap wajahku sekian detik.
“kok kamu kayak vampire ndi?”
“Udah dibilangin aku mau cuci muka dulu, kemarin ga bisa tidur aku”
“Kenapa ga tidur?”
“Ya kamu ga tidur sama aku sih”
“aduh….. andi udah jangan menghayal lagi. Cepetan cuci muka sana, aku tungguin di mobil ya. Barang bawaanku banyak soalnya, nanti kamu bantuin angkat. Oke!”
“Iya bawel!”
Rahma lalu pergi ke teras depan menuju kak aldi yang duduk menikmati kopinya. Dia terlihat sangat bahagia dengan senyumnya yang tersungging manis.
“Aku tahu ma kamu akan ketemu mbakmu disana, ketemu pakdemu dan keluarga besarmu di Makasar. Aku akan menikmati kesepian ini ma, ya kesepian tidak ada kamu di hari-hariku.” Aku menggumam dalam hati menikmati cara berjalannya yang anggun.
Sekian menit setelah cuci muka dan ganti baju aku lantas pergi menyusul mereka dan siap mengantar rahma ke bandara.
“udah siap berangkat nih?” tanyaku ke rahma yang duduk bersebelahan sama kak aldi
“Ya nih udah siap ndi, kamu angkat gih barang bawaanku disana” rahma menunjuk koper yang tergeletak di samping mobil.
“Okelah tuan putri!”
Sejurus kemudian barang bawaan rahma sudah berada dalam mobil, dan kita kemudian duduk bersebelahan di jok belakang seperti pertama dulu saat kita ketemu. Seolah memutar roll filem kebelakang, aku lantas memejamkan mata dan bersandar di jok mobil seraya mengingat saat pertama kali aku di tampar rahma disini. Tepat disini!
“Ndi… kamu kok diem, masih ngantuk ya? Pucat gitu?” tanya rahma sambil membuka tas jinjingnya mengambil sesuatu
“eh… ga ma, kayaknya lagi demam aku”
“Kok panas ndi?” rahma lantas memegang dahiku memastikan kondisiku yang terlihat pucat pasi
“iya, aku lagi demam mungkin ma. Kemarin kena angin terus!”
“beneran semalam ga tidur kamu ndi?” tanya rahma sambil menatap wajahku curiga
“Gak bisa tidur ma, ga tau kenapa. Udahlah ga apa kok aku”
“Oh begitu ya, dijaga ndi kesehatannya”
“eh thanks ma, ngomong-ngomong orang tuamu ga ikut ngantar?” tanyaku sambil melihat dia nulis sesuatu di buku diary kecil
“Sebentar ndi, nih kita lagi nunggu Umi kesini. Abi ada rapat disekolah jadi ga ikut”
“oh… nulis apaan kamu, kayak penting aja. Surat wasiat?, haha”
“Enak aja, emang aku lagi sekarat apa. Ini buat kamu ndi” ujar dia sambil masih menulis rangkaian kata yang belum jelas aku lihat
“loh kamu kidal ya ma, nulisnya pake tangan kiri?”
“baru tahu ya ndi? Kemana aja kamu?”
“ga sadar aku ma, habis jarang liat kamu nulis sih”
Tak lama dia menulis langsung merobek kertasnya dan memberikan kepadaku
“ini surat apa ma?” tanyaku keheranan setelah membacanya
“Itu surat perjanjian untuk kita berdua ndi, kalau kita bertemu lagi nanti kamu harus ngalahin aku mancing cumi. Oke, buruan tanda tangan. Nih aku udah punya satunya lagi.” jawab rahma sambil menggoda aku seperti biasanya
“Kenapa ga sekalian di kasih materai aja biar terkesan resmi. Ada ada aja kamu!”
“Buruan cepet tanda tangan, terus simpan di dompetmu. Oh ya, jangan lupa tanda tangan punyaku juga yang ini. Jadi kita punya masing-masing ndi!”
“haduh kamu itu ya, cewek aneh yang pernah aku temuin!”
“ahahah…. Andi andi… buruan tanda tangan cepet!”
“Ah iya nih, udah!” aku lantas menandatangani kedua surat itu dan menyimpan satunya di dompetku.
Saat itu kita masih duduk di mobil sambil menunggu uminya rahma yang belum juga datang. Satu hal yang membuatku keheranan adalah apa maksudnya rahma membuat surat seperti itu? Apakah dia berharap akan bertemu aku lagi suatu saat? Yah, semoga dia masih ingat aku kelak ketika aku tidak bertemu dia lagi.
“Kak aldi ayok jalan!” teriak rahma ke kak aldi yang masih asyik minum kopi di teras.
“udah datang umi mu ma?” jawab kak aldi
“Udah nih, udah duduk di depan!”
“Oh ya udah, yuk berangkat!”
Sepuluh menit setelah menunggu uminya rahma akhirnya kita berangkat pagi itu menuju bandara waioti maumere yang tidak terlalu jauh dari sini. Tak lama kemudian kita nyampai di bandara dan aku nurunin semua barang bawaan rahma yang aneh-aneh.
“ma… ga ditaruh di koper aja itu bonekanya, ga berat?” tanyaku ke rahma yang memeluk boneka panda putih pemberian mbaknya.
“ga usah ndi, boneka ini yang nemenin aku ketemu mbak zelda nanti”
“oke lah”
Waktu itu rahma berjalan masuk ke bandara menggeret ranselnya ditemani uminya yang memeluk dan mencium pipinya berkali kali. Aku dengar ada perbincangan kecil diantara mereka yang diselingi tangisan haru dari Umi rahma.
“Ndi kamu ga kesana ngantar rahma?” tanya kak aldi yang menemaniku berdiri di parkiran mobil di depan bandara
“Ga usah kak, nanti aku sedih lagi.”
“Kenapa emang? Nanti nyesel kamu ga liatin senyumannya untuk terakhir kalinya”
“Justru itu, kalau aku melihat senyuman itu lagi aku akan kangen terus dan tambah setress!”
“yaelah ndi, ndi!”
“Kak… ingat saat ibu bertengkar sama ayah dulu, saat mereka lantas memutuskan bercerai” tanyaku ke kak aldi dan sontak saja dia langsung menatap wajahku
“Kenapa emang ndi?”
“aku berharap seandainya mereka tidak bercerai aku ingin punya seorang adik perempuan yang cantik dan bisa aku ajak bercanda tiap hari”
“Terus?” tanya kak aldi sambil merangkul erat pundakku
“Sepertinya kita punya seorang adik yang cantik kak, meski bukan dari ibu kita”
‘”rahma???”
“Bener kak, aku bersyukur kenal dia di pulau ini.”
“Aku bangga sama kamu ndi, aku kira kamu bakal buta oleh cintamu ndi”
“Emang kakak tahu aku cinta dia?”
“Sorot matamu tidak bisa membohongiku ndi. Kakak pernah jatuh cinta ndi, jadi kakak tahu apa yang ada dihatimu saat itu, saat pak haji memukulmu gara-gara kamu bawa pergi rahma”
“jadi kak aldi sadar waktu itu?” tanyaku keheranan
“bahkan aku mendengar ucapanmu saat berbisik padaku ketika aku mabok”
Sejenak kita lantas terdiam menikmati sorot mentari pagi yang mengintip dari balik bukit di samping bandara ini. Kak aldi semakin mendekap erat pundakku dan kurasakan kini dia meneteskan air mata
“Kok malah nangis kak?” tanyaku ke kak aldi yang berkaca kaca
“ndi…. Aku ingat saat menarik kerah bajumu sampai kamu tercekik. Aku ingat itu ndi, kakak macam apa aku ini?”
“ga usah dipikirin lah kak, anggap aja itu guyonan!” jawabku lantas mengajak dia duduk di kursi parkiran ini.
Aku pandangi sekitar bandara ini semakin rame, aku menengok kebelakang dan kulihat rahma disana dengan uminya masih saling berbincang menunggu keberangkatan pesawat. Kualihkan pandanganku ke depan dan melihat pohon cemara menjulang tinggi yang meneduhkan aku dan kak aldi. Pagi ini semua perasaan bercampur aduk menjadi satu, tentang persabatan, cinta dan kekeluargaan. Aku dan kak aldi terdiam sejenak seraya mengamati tiap burung yang berterbangan ke timur. Suasana kembali sunyi seperti biasanya, hanya terdengan orbrolan kecil dari berbagai orang yang lewat disamping kita. Lantas tiba-tiba aku mendengar aksen suara wanita yang tak asing memang…..
“Andi aku berangkat dulu ya?”
Tiba-tiba rahma menepuk bahuku dari belakang dan sempet membuatku kaget
“Ah.. kamu kesini ma?”
“iya, aku mau lihat kamu untuk terakhir kalinya ndi. Kamu ga ngantar aku masuk ke bandara?”
“ga usah ma, aku disini aja sama kak aldi”
“aku akan kangen kamu ndi” rahma lantas memelukku sesaat dan kemudian berjalan kembali ke uminya
“Iya, aku juga akan ka……..ngen kamu ma” jawabku lirih dan mungkin gak kedengeran oleh dia yang pergi melangkah menjauhiku
“sudahlah ndi…., bukannya seorang kakak selalu kangen pada adiknya?” kak aldi lantas menyahut diriku yang nampak sedih melihat rahma menjauh menghampiri ibunya lagi
“Iya kak, aku akan selalu merindukan kehadirannya”
Sekian menit berlalu akhirnya rahma benar-benar menghilang dari pandanganku, dia sudah berangkat menaiki pesawat menuju Makasar via Denpasar. Kini yang kulihat hanya uminya rahma yang berjalan menuju kami dan semakin mendekat.
“Sudah nak andi jangan sedih, nanti kalau rahma libur bakal pulang kok” uminya rahma kemudian menghibur aku yang terlihat murung
“Iya umi!”
Tak lama kemudian kita beranjak pulang. Dalam perjalanan aku mengelus jok mobil tempat ia pernah duduk disebelahku dan melamun untuk kesekian kalinya, mengingat saat dia ngamuk dan menamparku.
"Eh matamu liat apa?"
"Anu,…. kakiku kamu injek"
"Mana??? aduh, dasar cowok!! pantesan kamu nyengir-nyengir dari tadi ya! pasti kamu liatin pahaku ya?? Nih aku tutupin pake rantang biar kamu ga liatin terus!"
PANASSS!!
"Ga apa kan Ma"?
PLAKKKKK!!
Saat itu aku langsung memegang pipiku yang pernah dia tampar didalam mobil ini. Aku lantas tersenyum kecil sambil memejamkan mata menikmati perjalanan pulang
“hm…. Masih terasa panas tamparanmu ma”
“………………”
Maumere, 23 Mei 2007 Pukul 6.05
“tok”
“tok”
“tok!!!’
“ndi bangun ndi!!!
Pagi itu aku mendengar pintu kamarku terketuk dengan keras berkali kali. Ya, siapa lagi kalau bukan kak aldi yang hendak membangunkan aku untuk mengantar Rahma ke bandara Waioti Maumere pagi ini. Padahal dari kemarin malam aku masih terjaga memandang ke atap kamar ini, membayangkan diriku disini tanpa kehadirannya. Aku sadar keesokan harinya di kota ini tidak akan ada lagi seorang gadis yang akan mengajak aku bercanda, menikmati angin laut di maumere seperti biasanya. Dia akan terbang ke Makasar sekarang dan itu artinya aku akan kehilangan sosok bawel yang selalu menghiburku dalam kesendirian yang membosankan di kota ini.
Jantungku terasa sesak seakan memaksa aku untuk menahan nafas sekian menit, memberikan otakku waktu untuk berpikir seperti apa nantinya tanpa canda dan tawanya. Tapi ya sudahlah, bukankah ini yang aku inginkan? Melihat rahma disana bahagia dengan mbaknya.
“buka aja pintunya kak, aku udah ga tidur kok?” aku berteriak dengan nada yang agak berat setelah menghabiskan malam tanpa tidur sama sekali.
“Krekkk!”
Pintu kamar ini lantas terbuka dan sosok kekar itu kini berdiri di depanku. Memegang kunci mobil dan mengajak aku beranjak dari kasur lusuhku.
“Kamu kok kayaknya pucat gitu ndi?” tanya kak aldi sambil mematikan kipas angin yang memutar dengan kencang di kamarku
“Ga kedinginan kamu ya? Semalaman nyalain kipas angin segini kenceng?” tanya dia melanjutkan
“Ah…. Aku bahkan ga bisa tidur dari kemarin!”
“Terus kenapa kipas anginnya masih muter kenceng gini? Gerah? Padahal dingin banget semalam”
“yah dingin sekali. Aku sengaja membiarkan diriku kedinginan kak, aku hanya ingin mengulang waktu saat aku kedinginan sama rahma di tengah laut” ujarku spontan
“ditengah laut??” tanya kak aldi keheranan
“Oh.. sorry salah, ga tau kenapa jadi linglung gini ya aku? Mungkin gara-gara ga tidur semalaman” aku lantas beralibi
“Ah kamu ndi, mau ditinggal rahma aja udah setres. Nanti kan bakal balik kesini dia”
“iya juga sih, lagian aku kan ga ada rasa suka ke dia. Ngapain dipikirin ya”
“beneran ga suka?” tanya kak aldi seraya menarik tanganku meminta bangkit
“Aku sudah bilang ke dia kalau aku hanya bisa jadi sahabatnya kak” ujarku lantas berjalan menuju kaca lemari yang berada disudut kamar
“Bagus ndi, kamu harus fokus sama belajarmu. Aku ga ngelarang kamu pacaran ndi, tapi lebih baik kamu pentingkan belajarmu dulu”
“Ya memang tujuan awal aku kesini kan belajar kak”
“Okelah, kamu cuci muka aja di kamar mandi sana, udah ditungguin rahma di depan.”
“baiklah, duluan aja nanti aku nyusul”
Sekejap saja kak aldi lantas pergi kedepan memanasi mobilnya. Kupandangi bayanganku sendiri yang memantul dari kaca lemari ini dan mengajaknya bicara.
“Ndi…. Kamu harus merelakan dia”
……..
Tik.. tik… tik…
Tetesan keran di kamar mandi ini bernyanyi merdu mencoba menghibur aku yang terlihat sedih kehilangan sahabat terbaiknya selama ini. Persahabatan yang menyimpan secuil cerita “cinta” didalamnya.
“Andi…. Buruan! Sejam lagi berangkat nih pesawatnya!!!”
Tiba-tiba ada suara wanita yang berteriak lantang sambil mengedor pintu kamar mandiku berkali kali. Suara itu terdengar tidak asing ditelingaku. Ya, itu suara rahma si bawel.
“Tungguin, nih aku telanjang mau mandi!!”
“Bukain pintunya!!” pinta dia sambil teriak
“Gila kamu ya, mau merkosa aku??”
“Siapa juga mau merkosa kamu, aku liat kamu masih pake baju itu!”
“Kok tau kamu, ngintip ya? Tanyaku kebingungan
Tak kuhiraukan gedoran pintunya, aku lantas menggosok gigi sambil nyanyi-nyanyi ga jelas menghadap cermin kamar mandi ini.
“Dokkk… dokkkk”
“bukain ndi!” rahma lantas teriak lagi
“Aku udah lepas baju nih!” ujarku ga jelas sambil menggosok gigi
“Aku lihat kamu dari lubang kunci nih ndi, kamu ga telanjang!”
“duh.. rahma ya udah tunggu, aku berkumur dulu!”
Sedetik kemudian setelah berkumur aku membuka pintunya dan tiba-tiba rahma lantas menarik tanganku.
“Eh berangkat sekarang? Aku masih kumel gini!”
“Udah ayo jalan, ga usah ganti baju tetep cakep kamu!”
“Tapi nih ga liat mukaku pucet gini?”
Tib-tiba kita berhenti dan dia menatap wajahku sekian detik.
“kok kamu kayak vampire ndi?”
“Udah dibilangin aku mau cuci muka dulu, kemarin ga bisa tidur aku”
“Kenapa ga tidur?”
“Ya kamu ga tidur sama aku sih”
“aduh….. andi udah jangan menghayal lagi. Cepetan cuci muka sana, aku tungguin di mobil ya. Barang bawaanku banyak soalnya, nanti kamu bantuin angkat. Oke!”
“Iya bawel!”
Rahma lalu pergi ke teras depan menuju kak aldi yang duduk menikmati kopinya. Dia terlihat sangat bahagia dengan senyumnya yang tersungging manis.
“Aku tahu ma kamu akan ketemu mbakmu disana, ketemu pakdemu dan keluarga besarmu di Makasar. Aku akan menikmati kesepian ini ma, ya kesepian tidak ada kamu di hari-hariku.” Aku menggumam dalam hati menikmati cara berjalannya yang anggun.
Sekian menit setelah cuci muka dan ganti baju aku lantas pergi menyusul mereka dan siap mengantar rahma ke bandara.
“udah siap berangkat nih?” tanyaku ke rahma yang duduk bersebelahan sama kak aldi
“Ya nih udah siap ndi, kamu angkat gih barang bawaanku disana” rahma menunjuk koper yang tergeletak di samping mobil.
“Okelah tuan putri!”
Sejurus kemudian barang bawaan rahma sudah berada dalam mobil, dan kita kemudian duduk bersebelahan di jok belakang seperti pertama dulu saat kita ketemu. Seolah memutar roll filem kebelakang, aku lantas memejamkan mata dan bersandar di jok mobil seraya mengingat saat pertama kali aku di tampar rahma disini. Tepat disini!
“Ndi… kamu kok diem, masih ngantuk ya? Pucat gitu?” tanya rahma sambil membuka tas jinjingnya mengambil sesuatu
“eh… ga ma, kayaknya lagi demam aku”
“Kok panas ndi?” rahma lantas memegang dahiku memastikan kondisiku yang terlihat pucat pasi
“iya, aku lagi demam mungkin ma. Kemarin kena angin terus!”
“beneran semalam ga tidur kamu ndi?” tanya rahma sambil menatap wajahku curiga
“Gak bisa tidur ma, ga tau kenapa. Udahlah ga apa kok aku”
“Oh begitu ya, dijaga ndi kesehatannya”
“eh thanks ma, ngomong-ngomong orang tuamu ga ikut ngantar?” tanyaku sambil melihat dia nulis sesuatu di buku diary kecil
“Sebentar ndi, nih kita lagi nunggu Umi kesini. Abi ada rapat disekolah jadi ga ikut”
“oh… nulis apaan kamu, kayak penting aja. Surat wasiat?, haha”
“Enak aja, emang aku lagi sekarat apa. Ini buat kamu ndi” ujar dia sambil masih menulis rangkaian kata yang belum jelas aku lihat
“loh kamu kidal ya ma, nulisnya pake tangan kiri?”
“baru tahu ya ndi? Kemana aja kamu?”
“ga sadar aku ma, habis jarang liat kamu nulis sih”
Tak lama dia menulis langsung merobek kertasnya dan memberikan kepadaku
Quote:
“ini surat apa ma?” tanyaku keheranan setelah membacanya
“Itu surat perjanjian untuk kita berdua ndi, kalau kita bertemu lagi nanti kamu harus ngalahin aku mancing cumi. Oke, buruan tanda tangan. Nih aku udah punya satunya lagi.” jawab rahma sambil menggoda aku seperti biasanya
“Kenapa ga sekalian di kasih materai aja biar terkesan resmi. Ada ada aja kamu!”
“Buruan cepet tanda tangan, terus simpan di dompetmu. Oh ya, jangan lupa tanda tangan punyaku juga yang ini. Jadi kita punya masing-masing ndi!”
“haduh kamu itu ya, cewek aneh yang pernah aku temuin!”
“ahahah…. Andi andi… buruan tanda tangan cepet!”
“Ah iya nih, udah!” aku lantas menandatangani kedua surat itu dan menyimpan satunya di dompetku.
Saat itu kita masih duduk di mobil sambil menunggu uminya rahma yang belum juga datang. Satu hal yang membuatku keheranan adalah apa maksudnya rahma membuat surat seperti itu? Apakah dia berharap akan bertemu aku lagi suatu saat? Yah, semoga dia masih ingat aku kelak ketika aku tidak bertemu dia lagi.
“Kak aldi ayok jalan!” teriak rahma ke kak aldi yang masih asyik minum kopi di teras.
“udah datang umi mu ma?” jawab kak aldi
“Udah nih, udah duduk di depan!”
“Oh ya udah, yuk berangkat!”
Sepuluh menit setelah menunggu uminya rahma akhirnya kita berangkat pagi itu menuju bandara waioti maumere yang tidak terlalu jauh dari sini. Tak lama kemudian kita nyampai di bandara dan aku nurunin semua barang bawaan rahma yang aneh-aneh.
“ma… ga ditaruh di koper aja itu bonekanya, ga berat?” tanyaku ke rahma yang memeluk boneka panda putih pemberian mbaknya.
“ga usah ndi, boneka ini yang nemenin aku ketemu mbak zelda nanti”
“oke lah”
Waktu itu rahma berjalan masuk ke bandara menggeret ranselnya ditemani uminya yang memeluk dan mencium pipinya berkali kali. Aku dengar ada perbincangan kecil diantara mereka yang diselingi tangisan haru dari Umi rahma.
“Ndi kamu ga kesana ngantar rahma?” tanya kak aldi yang menemaniku berdiri di parkiran mobil di depan bandara
“Ga usah kak, nanti aku sedih lagi.”
“Kenapa emang? Nanti nyesel kamu ga liatin senyumannya untuk terakhir kalinya”
“Justru itu, kalau aku melihat senyuman itu lagi aku akan kangen terus dan tambah setress!”
“yaelah ndi, ndi!”
“Kak… ingat saat ibu bertengkar sama ayah dulu, saat mereka lantas memutuskan bercerai” tanyaku ke kak aldi dan sontak saja dia langsung menatap wajahku
“Kenapa emang ndi?”
“aku berharap seandainya mereka tidak bercerai aku ingin punya seorang adik perempuan yang cantik dan bisa aku ajak bercanda tiap hari”
“Terus?” tanya kak aldi sambil merangkul erat pundakku
“Sepertinya kita punya seorang adik yang cantik kak, meski bukan dari ibu kita”
‘”rahma???”
“Bener kak, aku bersyukur kenal dia di pulau ini.”
“Aku bangga sama kamu ndi, aku kira kamu bakal buta oleh cintamu ndi”
“Emang kakak tahu aku cinta dia?”
“Sorot matamu tidak bisa membohongiku ndi. Kakak pernah jatuh cinta ndi, jadi kakak tahu apa yang ada dihatimu saat itu, saat pak haji memukulmu gara-gara kamu bawa pergi rahma”
“jadi kak aldi sadar waktu itu?” tanyaku keheranan
“bahkan aku mendengar ucapanmu saat berbisik padaku ketika aku mabok”
Sejenak kita lantas terdiam menikmati sorot mentari pagi yang mengintip dari balik bukit di samping bandara ini. Kak aldi semakin mendekap erat pundakku dan kurasakan kini dia meneteskan air mata
“Kok malah nangis kak?” tanyaku ke kak aldi yang berkaca kaca
“ndi…. Aku ingat saat menarik kerah bajumu sampai kamu tercekik. Aku ingat itu ndi, kakak macam apa aku ini?”
“ga usah dipikirin lah kak, anggap aja itu guyonan!” jawabku lantas mengajak dia duduk di kursi parkiran ini.
Aku pandangi sekitar bandara ini semakin rame, aku menengok kebelakang dan kulihat rahma disana dengan uminya masih saling berbincang menunggu keberangkatan pesawat. Kualihkan pandanganku ke depan dan melihat pohon cemara menjulang tinggi yang meneduhkan aku dan kak aldi. Pagi ini semua perasaan bercampur aduk menjadi satu, tentang persabatan, cinta dan kekeluargaan. Aku dan kak aldi terdiam sejenak seraya mengamati tiap burung yang berterbangan ke timur. Suasana kembali sunyi seperti biasanya, hanya terdengan orbrolan kecil dari berbagai orang yang lewat disamping kita. Lantas tiba-tiba aku mendengar aksen suara wanita yang tak asing memang…..
“Andi aku berangkat dulu ya?”
Tiba-tiba rahma menepuk bahuku dari belakang dan sempet membuatku kaget
“Ah.. kamu kesini ma?”
“iya, aku mau lihat kamu untuk terakhir kalinya ndi. Kamu ga ngantar aku masuk ke bandara?”
“ga usah ma, aku disini aja sama kak aldi”
“aku akan kangen kamu ndi” rahma lantas memelukku sesaat dan kemudian berjalan kembali ke uminya
“Iya, aku juga akan ka……..ngen kamu ma” jawabku lirih dan mungkin gak kedengeran oleh dia yang pergi melangkah menjauhiku
“sudahlah ndi…., bukannya seorang kakak selalu kangen pada adiknya?” kak aldi lantas menyahut diriku yang nampak sedih melihat rahma menjauh menghampiri ibunya lagi
“Iya kak, aku akan selalu merindukan kehadirannya”
Sekian menit berlalu akhirnya rahma benar-benar menghilang dari pandanganku, dia sudah berangkat menaiki pesawat menuju Makasar via Denpasar. Kini yang kulihat hanya uminya rahma yang berjalan menuju kami dan semakin mendekat.
“Sudah nak andi jangan sedih, nanti kalau rahma libur bakal pulang kok” uminya rahma kemudian menghibur aku yang terlihat murung
“Iya umi!”
Tak lama kemudian kita beranjak pulang. Dalam perjalanan aku mengelus jok mobil tempat ia pernah duduk disebelahku dan melamun untuk kesekian kalinya, mengingat saat dia ngamuk dan menamparku.
"Eh matamu liat apa?"
"Anu,…. kakiku kamu injek"
"Mana??? aduh, dasar cowok!! pantesan kamu nyengir-nyengir dari tadi ya! pasti kamu liatin pahaku ya?? Nih aku tutupin pake rantang biar kamu ga liatin terus!"
PANASSS!!
"Ga apa kan Ma"?
PLAKKKKK!!
Saat itu aku langsung memegang pipiku yang pernah dia tampar didalam mobil ini. Aku lantas tersenyum kecil sambil memejamkan mata menikmati perjalanan pulang
“hm…. Masih terasa panas tamparanmu ma”
“………………”
0