- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#31
Pada Suatu Ketika. Part 7
Tik... tak.. tik.. tak...
Malam ini aku seperti orang yang terlihat bodoh bersandar di dinding rumah dan memandangi jarum jam yang terus berputar.
Datang,
tidak,
datang,
tidak,
atau besok???
lusa???
Bulan depan???
Duh bodohnya aku! aku lantas menepok jidatku dan mengaruk kepala seraya memandangi jarum jam berputar untuk kesekian kalinya. Kenapa jadi gugup gini ya mau kerumah rahma??
Kugesek kedua telapak tanganku yang terasa basah mencoba membuat diriku tenang.
"kalo ga sekarang kapan lagi ndi!!! kamu udah di kasih lampu hijau masak mau berhenti di zebra cross. Tar dibalap orang gimana???" aku mengumam sambil terus menatap jam di dinding berharap dia menjawabku.
"Datanglah ndi.... rahma disana menunggumu!"
"tapi... sudah hampir dua bulan aku jarang ngomong sama dia? kok jadi gugup ya"
"Percuma kamu cemas ndi... ini kesempatanmu melihat senyumannya. Nanti dua bulan kedepan kamu bakal ditinggal dia"
"Tapi jam.... kamu bergeser mundur selangkah lagi lah ke pukul 7!"
"Andi...... tidak ada bedanya pukul 7 atau 8. Kamu tidak bisa memutar waktu mundur atau kebelakang. Tapi kamu bisa memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin, buatlah itu lebih berarti"
"Iya jam.... aku akan kesana sekarang ya!"
"Sip lah ndi!!!"
Hm.... udah kayak orang bego ngomong sendiri sama jam bulet bergambar mickey mouse di dinding rumah ini. Memang kalau sudah berbunga bunga logika terasa logila, haha.... Iya, lo gila jam!!
"dasar karet!" Aku membatin lagi pada jam tadi.
Setelah mengumpulkan semua keberanian dalam diri ini dan mendengar petuah dari jam dinding dirumah, aku lantas berjalan penuh harap ke rumah rahma. Di gang yang gak terlalu lebar aku mendapati orang berkumpul, aku masih ingat salah satu diantara mereka. Ibu-ibu yang pernah melihat aku ditampar abinya rahma. Aku lihat mereka ada yang tersenyum sinis, dan ada beberapa anak yang mengikuti aku dari belakang.
"Emang dikiranya mau adegan ulang apa???" batinku lirih melihat dua anak kecil yang membuntuti aku.
"mas mau ke mbak rahma ya?" anak kecil berpeci lantas tiba-tiba menyapaku seraya senyum malu-malu.
"Nggak!! mau ke pak haji!" balesku kecut, dan kedua anak ini lantas mengejek
"Awas lo mas ditabok lagi, haha... lari!!!!" ejek kedua anak itu
Dua anak tadi lantas berlari menemui orang tua mereka yang sedang asyik melihat kerlipan bintang di langit maumere. Ya memang suatu malam cerah, secerah hatiku saat ini menanti bulan yang sempat redup sinarnya selama dua bulan belakangan.
"aduh.... anak anak kecil disini ada aja kelakuannya, bikin grogi aja!"
Tak berapa lama mengayunkan kaki ini yang semakin cepat, aku berada di balik bonsai rimbun seperti biasanya. Menikmati gigitan nyamuk sambil melihat bayangan seseorang di balik kaca jendelanya.
"kok rahma sendirian?" gumamku kecil melihat bayangan siluet yang muncul dibalik gorden tipis jendela itu
"Jangan-jangan ibunya ya? biasanya kan beliau suka baca buku di ruangan itu?"
"Duh... mau nelpon rahma juga ga bisa lagi, nomornya ga aktif!"
Berani masuk??? ketuk pintu,
lompat,
atau pinjam tangga tetangga.
Aku lagi-lagi memulai perdebatan dengan diriku sendiri seolah-olah ada dua andi yang sedang berdiri disebelahku.
"Assalamualaikum mas" tiba-tiba ada seseorang menepuk bahuku dari belakang. Mungkin kelihatan curiga aku ngintip rumah orang dibalik bonsai ini.
"Waalaikum salam pak" jawabku sopan
"mau kerumah pak haji?" bapak tua paruh baya itu lantas berujar padaku yang nampak bengong
"Eh iya pak, mau ketemu rahma"
"Oh.... pacarnya??" tanya bapak tadi sambil mengembuskan asap rokoknya
"Temennya pak"
"masuk aja mas, ga dikunci kok gerbangnya. Pak haji lagi keluar tadi sama dai di masjid, ada jaulah ke tetangga"
"iya makasih pak" jawabku sopan dan kemudian si bapak berlalu dari tempatku bengong
Srek.....
Aku buka gerbang ini pelan-pelan meski terdengar juga bunyi ciutan engsel besi yang agak berkarat. Kutegakkan kepalaku dan berjalan seperti orang yang hendak menjemput tuan putrinya, sebenarnya ini hanya salah satu kuda-kuda seandainya nanti yang bukain pintu Uminya rahma, kalao ada buku yang melayang aku jadi mudah mengambil langkah lari, ah.... ada ada aja khayalanku.
"tok"
"tok"
"tok"
Assalamualaikum
Aku lantas mengetuk pintu itu berkali kali dan tak sampai sekian menit ada seseorang yang membuka pintu, seseorang di balik gorden jedela yang kulihat tadi.
"Andi..............!!!!"
Aku lantas kaget mendengar suara itu, iya ternyata dia rahma, bukan Umi.
"Ngapain kamu kesini??? udah bosen hidup?" ujar rahma seraya kembali menutup pintunya
"Eh... tunggu ma!"
"Kenapa lagi kamu kesini?? ada umi di dalam!" ujar rahma sambil berbisik pelan
"aku... cuma silaturahmi aja, ga boleh?"
"Nanti kalau ketauan abi bisa gawat! mending kamu balik aja pulang ndi!" rahma lantas menutup pintunya kembali.
"Brakkk!!'
Aku kembali berdiri mematung dan sekarang yang ku lihat hanya ukiran kayu di hadapanku, mengajak aku ngomong lagi. "Apakah aku harus pulang atau nggak." Aku bergeser dari depan pintu ini dan berjalan kesamping, ke kaca jendela yang tertutup gorden warna putih. Aku lihat dia disana, membaca buku agak tebal. Aku bahkan bisa melihat tulisan buku itu dari balik lensa kacamatanya.
"Rahma... bukain pintunya!" pintaku sambil mengetuk kaca jendela ini lirih
"Rahma...."
"Rahma...." dia lantas terus membisu tidak mengubris aku yang mendadak gelisah.
Ga biasanya dia jutek gini, apa gara-gara dinasehatin ayahnya ya? tapi bukannya pak haji sudah mengijinkan aku main kesini? kuputar otakku mencoba meyakinkan dia untuk membuka pintu, dan tiba-tiba aku seolah mendapat angin segar, aku ingat sesuatu yang membuat dia kangen, ya setidaknya tertawa.
"Ingat pacarku herman ma...! iya aku suka cowok! ujarku setengah teriak mengajak dia bicara dibalik kaca jendela ini
"…........." rahma kembali diam dan saat itu sudah mulai pupus kembali harapanku bertemu rahma.
"Ah sudahlah memang seharusnya aku pulang aja ya?" batinku geram
"Eh... tunggu ndi! ingat petuah jam? ya, bahkan jam pun mendukung kamu ndi!"
Semangatku lalu bangkit lagi, aku tengok jam di dindingnya rahma sudah lewat 5 menit, itu artinya sudah hampri 10 menit aku dicuekin rahma di balkon rumahnya. Diserang nyamuk dan juga diliatin orang-orang yang bersliweran di depan. Mungkin agak heran melihat ada orang ganteng penunggu rumah kosong, haha.
Menit berganti menit dan aku masih duduk di kursi rotan mendengar jangkrik bernyanyi nyanyi seperti mengejek aku yang duduk sendirian. Ah... dari pada bengong aku nyanyi aja. Lagu yang sempet ngehits di Maumere saat itu, ya... satu lagu yang menjadi pengantar momen indah bersama rahma beberapa bulan lalu.
Ombak Pecah di bibir pante
Torang kewesa cumin mentadi
Tuli nama data pase oa yang suru
Biar tambah mesra oa sandar di kita pung bahu
Burung elang terbang melayang
Singgah datang cabang bidara
Walau banyak cinta yang datang
Singgah di hati
Me kita pung cinta
te mungkin becabang no e….
"Brakkkk!!!"
Pintu rumah ini lantas kebuka, dan kulihat rahma berdiri disana mengenakan piyama putih. Seperti pertama yang ia kenakan dulu saat aku "menculiknya".
"ternyata dia teringat juga lagu itu?" batinku dalam hati seraya tersenyum menyeringai
"Berisik ndiiiiii!!! udah malam nyanyi ga jelas gitu, salah pula logatnya!" rahma lantas membales dengan nada agak melengking.
"kamu sih suruh bukain pintu malah cuekin aku!" sini duduk disampingku
"Ogah!!!'
"kenapa jadi jutek gini sih??"
"Kenapa ya?" dia lalu bersandar menahan pintu ke dinding. Mungkin mencegah pintu itu tertutup kembali.
"aneh kamu ma, ngomong-ngomong jarang ketemu tambah cantik aja kamu, apa gara-gara pakai baju gituan ya, hihi" aku tertawa kecil mengejek dia
"ah.... andiiii!!! dasar kamu!"
"Brakkk!!!"
Pintu itu lantas tertutup kembali dan hanya dinding yang aku lihat. Rahma kembali masuk rumah dan meninggalkan bayangnya yang tersimpan sekian detik di otakku.
"apa aku salah ngomong ya??" batinku kesal
Srek.....
Gorden tipis jendela rumah ini lalu kebuka dan kuliat rahma berkomat-kamit seperti mengucapkan serangkaian kata yang tak bisa ku dengar. Aku beranjak dari kursi dan menghampiri dia.
"Kenapa ma??'
"...&^&%%&" bibir tipisnya masih komat-kamit kayak dukun, tapi ini dukun seksi, hehe
"aku ga bisa dengar tau!!!"
"brakkkk"
Pintu kembali terbuka separo, dan saat itu hanya kepalanya rahma yang nongol dengan rambut lurusnya yang sudah dipotonng sebahu.
"Kamu diem disana!!! aku ganti baju dulu!!" ujar rahma lalu beranjak masuk ke kamarnya.
"sip lah tuan putri!!"
Suasana kembali hening, suara jangkrik kembali terdengar dan aku tidak tau sudah berapa liter aku mendonorkan darahku ke nyamuk yang mulai nakal mengigitku. Aku tak merasakan suntikannya, aku hanya merasa deg-deg an. Ya seperti kena bius, dan sekarang, beberapa menit lagi aku bakal menemui dia setelah sekian lama tidak bertemu.
"Ah.... nyamuk nyamuk, kalo perlu ga usah pake suntik lah untuk menghisap darahku. Pake silet juga ga kerasa, udah ada obat penenang disini, yaitu rahma" entah aku kembali gila ngobrol ga jelas malam itu.
"Andi.....!!!'
Disaat aku terlamun di kursi rotan sekian menit akhirnya rahma nongol disampingku dan mulai duduk berdekatan.
"udah lama disini ndi? ujar rahma
"Kan udah dari tadi disini, gimana sih!"
"Oh... iya ya... mmmm.."
"Kok malah diem ma?" tanyaku ke rahma yang tersipu malu
Sekian lama ga ketemu dia, rasanya panggling juga. Selama ini lihat dia hanya saat berpapasan di sekolah sebelah masjid, itu juga paka kerudung item. Penampilannya beda sekarang. Tapi tetap masih suka pake baju kasual. Sekarang aja dia pake rok pendek selutut dengan kemeja merah kotak-kotak.
"Eh rambutmu kamu potong ya ma? aku melanjutkan obrolan mencoba mencairkan suasana
"Ya dua minggu yang lalu ndi. Eh... kamu kesini ga takut sama abi apa? cari kesempatan lagi kamu ya, mentang-mentang abi belum pulang"
"Nggak ma, malahan abimu nyuruh aku main kesini"
"Beneran??"
"Iya rahma... bawel"
"oh... syukurlah. Takutnya kamu bakal di tabok lagi sama abi, haha. Aku ga ngebayangin ndi kamu sampe nyungsep seperti dulu, haha"
Dia lalu tertawa lebar seperti biasanya. Ya, rahma yang pendiem akhir-akhir ini mulai terlihat ceria dan jengkelin lagi kawan.
Saat itu aku hanya diem, mencoba menjadi pendengar setianya. Dia ngomong ngalor ngidul tentang barang belanjaanya, anak sekolahan sampai hal-hal feminim lainnya. Dan saat itu aku hanya menganguk mengiyakan tiap bicaranya. Seperti mendengar siaran radio favorit, ya seperti itulah aku saat itu. Karena aku menikmati tiap aksen suara yang keluar dari bibir tipisnya.
"Ndi... ngomong dong. Masa diem aja dari tadi"
"heh..... aku cuma kagum aja"
"Loh? kagum apa?"
"Ya kamu itu cocoknya jadi penyiar radio, atau news anchor di televisi sana biar bisa nyalurin bakat bawelmu itu!' ujarku kecut ke dia
"Emang aku bawel buanget ya ndi??"
"ya seperti itu, masa ngomong aja sampai ga ada jedanya, pokoknya cocoklah jadi news anchor. Minimal jadi reporter di Taliban sana, hhehe. '
"Uh.. dasar kamu ndi!!!" dia lalu memukul bahuku dengan kedua tangannya berkali kali
"Sudah lama ya?" ujarku pelan sambil menatap bintang yang bertaburan di langit malam itu
"Apanya ndi?"
"Ya lama kita ga bertemu?? padahal dulu saat aku..."
"Saat apa?" rahma mengrenyitakan dahinya mencoba memahami perkataanku
"Saat aku menghitung jarimu, tak terasa sekarang udah akhir februari. Tiga bulan lagi kamu bakal ke makasar ya"
"............." rahma lantas terdiam sesaat dan mengikuti aku melihat ke langit-langit.
"Ndi..... kenapa kamu selalu terkesan dengan bintang di langit sana? aku selalu melihat ekspresi yang berbeda saat kamu melihatnya" tanya rahma berbisik ke telingaku sedikit mendesah
"Kamu tau nggak ma? ketika aku melihat bintang, entah aku seperti melihat masa lalu. Dulu kenalanku dikapal juga pernah mengatakan tentang ini padaku.
"Herman???"
"iya ma, dan sepertinya aku membenarkan prinsipnya. Melihat bintang adalah salah satu cara kita bisa melihat ke masa lalu. Kita tahu ma, dibutuhkan berjuta-juta tahun cahaya untuk sinar bintang nun jauh disana sampai ke bumi, sampai ke jangkauan jarak pandang kita. Mungkin, sinar bintang yang kita lihat saat ini adalah bintang yang sudah mati jutaan tahun lalu. Dan kamu tahu ma...."
"tahu apa ndi....." tanya rahma kembali berbisik
"Semakin aku melihat bintang itu bersinar terang, seolah aku melihat kolase memori kita terpampang dengan jelas di awang-awang. Seperti saat kita menikmati dinginya malam di atas sampan dulu.
"........."
Rahma terdiam, aku menengok wajahnya yang ayu diterangi lampu balkon ini yang menguning. Kedua mata yang indah itu berkaca-kaca dan sedetik kemudian kulihat ada bulir air mata menetes ke pipinya.
"Kenapa malah cengeng gini sih ma??" tanyaku ke rahma yang mulai sesungukan menahan tangisnya
"Ga ndi... kamu sih melow gini" dia lalu mencoba tertawa disela-sela tangisnya dan memukul pungunggku berkali-kali.
"Aku kan cuma bercerita, tadi katanya aku disuruh ngomong gimana sih" jawabku jutek mencoba membuat suasana ini tidak terasa aneh.
"Ya... yaa.... ya... aku bahkan dulu pernah kepikiran dorong kamu ke laut beneran ndi" jawab dia seraya nangis sesungukan.
"saat lomba mancing cumi itu? jadi emang udah niat ya kamu ma?"
"Bukan ndi??"
"Lantas?"
"saat kamu mencium bibirku dulu. Baru pertama kali aku dicium seorang cowok yang bahkan aku belum pernah mengenal jauh tentang dirinya"
"........."
Aku lalu diam, aku bingung apakah memang dia terganggu dengan perasaan reflekku dulu. Bahkan aku sudah meminta maaf atas kelancanganku saat itu.
"sekali lagi aku minta maaf ma, aku ga bermaksud...."
"Sudah cukup ndi... aku memang risih saat itu, tapi aku ga bisa membohongi perasaanku juga ndi. Entah kenapa aku membiarkan kamu mencium bibirku, aku hanya merasa nyaman denganmu"
"eh.... hhhh..." keringet dingin tiba-tiba mengucur deras di pelipisku
"Loh.... kamu ko kayak gugup gini ndi?" tanya dia melihat ekpsresiku
"Ga ma.... kalau aku mengingat momen itu aku jadi takut"
"Takut??? Takut apa ndi???" tanya rahma keheranan
"Aku takut........... takut... takuuut, ah.... aku cuma takut aja ma" entah kenapa aku ga bisa ngomong dengan benar, rasanya rangkaian kata yang hendak keluar tertahan di tenggorokan.
Aku ingat perkataan Abimu ma, aku takut mencintaimu berlebihan. Karena aku sadar jika saat itu melampau batas, maka semuanya akan menjadi nafsu. Biarlah aku hanya mengagumimu ma. Saat ini aku hanya ingin kamu tersenyum, membuatmu bahagia sebelum berangkat ke Makasar. Aku ga mau menjadi capela yang mengahalangi kamu berenang menyelami samudera masa depanmu yang luas. Kamu harus menjadi seperti cumi cumi yang selalu mencari cahaya di tengah-tengah kegelapan lautan yang tak bertepi. Biarlah aku menjadi capela yang tergantung di dinding,
berantakan
dan usang.
"andi... ndi... kok bengong lagi sih?" tanya rahma keheranan melihat aku terdiam sesaat
"nggak ma... ngomong-ngomong biasanya Abimu jam berapa pulangnya"
"Jam sembilan biasanya ndi" sambil melihat arloji keemasan yang biasa ia pake
"Eh... arlojimu tetap sama ya?'
"ya ndi, ini oleh-oleh dari mbak ku Zelda, hadiah ulang tahunku."
"Kamu sayang banget ya ma sama Mbakmu?"
"Ya begitulah ndi, dari kecil main bareng. Bahkan aku masih punya bonekanya dia disini, dan sampai sekarang ga pernah aku cuci. Aku ga mau tiap keringat yang pernah menetes di boneka itu hilang"
"Sepetinya berkesan banget boneka itu ya ma?" ujarku seraya membelai rambut lurusnya
"Ya, ada ceritanya ndi" rahma lantas menatap ke langit-langit mencoba menerawang masa lalunya
"Tau ga ndi, aku sama mbakku dulu ga bisa diem, bertengkar terus. Abi sudah membelikan kita boneka masing masing tapi masih berebut satu boneka panda besar warna putih. Boneka dari pakdeku di makasar. Kita berebut sampai jambak-jambakan ndi, sampai salah satu diantara kita menangis."
"terus ma? tanyaku meminta dia bercerita lagi
"Dan pada suatu ketika saat kita bertengkar, aku ga sengaja mendorong mbakku terlalu keras dan kepalanya membentur tembok. Dia luka, berdarah dan saat itu aku menangis ketakutan. Abi lantas menghampiri kita berdua dan membuang boneka itu ke tong sampah"
"Udah jangan main boneka ini lagi, biar ga bertengkar terus kalian!!"
Saat itu aku menangis sejadi jadinya, aku menyesal. Aku lihat abi mengendong mbak zelda, menahan tetesan darah yang keluar dari kepalanya, mbak zelda pingsan dan dibawa ke rumah sakit tidak jauh dari komplek ini. Untunglah ndi, lukanya ga parah. Saat mbak zelda sadar, aku memeluk dia, aku menangis minta maaf dan berjanji ga akan pernah meminta boneka panda itu lagi.
"Ga usah rahma, boneka itu untuk kamu aja. Kamu tetep adikku yang paling cantik, melebihi boneka itu"
Saat kejadian itu, aku mengambil boneka yang dibuang Abi di tong sampah dan menaruhnya di atas meja belajarku. Aku bersumpah ga akan pernah mencuci boneka lusuh itu, karena disana ada tangis dan keringat kita berdua. aku sayang mbak zelda ndi....
"........." rahma terdiam sejenak dan menangis sesungukan. Saat itu aku hanya bisa mendengar ceritanya dan membelai rambut lurusnya yang indah. Ga sampai lama dia melanjutkan lagi.....
Pada suatu ketika kita beranjak dewasa bersama ndi, ketika mbak zelda kuliah di Makasar. Dia terpaksa harus menikah sama pacarnya sesama teman kampus di Universitas Hasanudin. Dia hamil ndi, aku kasihan sama dia. Abi marah-marah, dan itu kenapa dia melarang aku kenal sama laki-laki, bahkan aku sadar akan resiko yang aku dapat saat mengenalmu. Aku kangen dia ndi...
"Kamu akan bertemu dia ma, secepatnya!" aku lantas mengangkat dagunya yang mulai terlihat basah oleh air mata
"Terus kita??" rahma sontak kaget mendengar ucapanku dan berkata lirih...
"Terus kamu gimana? kamu ga bakal ketemu aku, dan aku ga bakal ketemu kamu. Kita terpisah lautan yang luas, aku ga bisa lagi ngomel-ngomel ke kamu ndi!!!"
"Aku bahkan ga mengerti perasaanku padamu ma......!!!" Aku memotong bicaranya yang mulai terisak-isak.
"Aku hanya merasa senang melihatmu tersenyum, tidak lebih!" aku melanjutkan bicaraku dan rahma kembali menangis sesungukan
"Sudahlah.... ndi"
Rahma terus terisak pelan, kudengar dia bernyanyi lirih suatu lagu yang aku ga tahu siapa yang nyanyi. Nada suaranya terdengar berat berkejar-kejaran dengan isakan tangisnya yang menderu-deru. Suaranya semakin jelas terdengar di telinga kiriku yang berjarak dekat dengan bibirnya, aksen suara itu,
terdengar,
lirih,
membuat hatiku gundah menikmati malam yang kian larut.
Turn down the lights;
Turn down the bed.
Turn down these voices
Inside my head.
Lay down with me;
Tell me no lies.
Just hold me close;
Don't patronize.
Don't patronize me.
'Cuz I can't make you love me
If you don't.
You can't make your heart feel
Something it won't.
Here in the dark
In these final hours,
I will lay down my heart
And I'll feel the power;
But you won't.
No, you won't.
'Cuz I can't make you love me
If you don't.
I'll close my eyes,
Then I won't see
The love you don't feel
When you're holding me.
Morning will come,
And I'll do what's right;
Just give me till then
To give up this fight.
And I will give up this fight.
"..............."
Malam ini aku seperti orang yang terlihat bodoh bersandar di dinding rumah dan memandangi jarum jam yang terus berputar.
Datang,
tidak,
datang,
tidak,
atau besok???
lusa???
Bulan depan???
Duh bodohnya aku! aku lantas menepok jidatku dan mengaruk kepala seraya memandangi jarum jam berputar untuk kesekian kalinya. Kenapa jadi gugup gini ya mau kerumah rahma??
Kugesek kedua telapak tanganku yang terasa basah mencoba membuat diriku tenang.
"kalo ga sekarang kapan lagi ndi!!! kamu udah di kasih lampu hijau masak mau berhenti di zebra cross. Tar dibalap orang gimana???" aku mengumam sambil terus menatap jam di dinding berharap dia menjawabku.
"Datanglah ndi.... rahma disana menunggumu!"
"tapi... sudah hampir dua bulan aku jarang ngomong sama dia? kok jadi gugup ya"
"Percuma kamu cemas ndi... ini kesempatanmu melihat senyumannya. Nanti dua bulan kedepan kamu bakal ditinggal dia"
"Tapi jam.... kamu bergeser mundur selangkah lagi lah ke pukul 7!"
"Andi...... tidak ada bedanya pukul 7 atau 8. Kamu tidak bisa memutar waktu mundur atau kebelakang. Tapi kamu bisa memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin, buatlah itu lebih berarti"
"Iya jam.... aku akan kesana sekarang ya!"
"Sip lah ndi!!!"
Hm.... udah kayak orang bego ngomong sendiri sama jam bulet bergambar mickey mouse di dinding rumah ini. Memang kalau sudah berbunga bunga logika terasa logila, haha.... Iya, lo gila jam!!
"dasar karet!" Aku membatin lagi pada jam tadi.
Setelah mengumpulkan semua keberanian dalam diri ini dan mendengar petuah dari jam dinding dirumah, aku lantas berjalan penuh harap ke rumah rahma. Di gang yang gak terlalu lebar aku mendapati orang berkumpul, aku masih ingat salah satu diantara mereka. Ibu-ibu yang pernah melihat aku ditampar abinya rahma. Aku lihat mereka ada yang tersenyum sinis, dan ada beberapa anak yang mengikuti aku dari belakang.
"Emang dikiranya mau adegan ulang apa???" batinku lirih melihat dua anak kecil yang membuntuti aku.
"mas mau ke mbak rahma ya?" anak kecil berpeci lantas tiba-tiba menyapaku seraya senyum malu-malu.
"Nggak!! mau ke pak haji!" balesku kecut, dan kedua anak ini lantas mengejek
"Awas lo mas ditabok lagi, haha... lari!!!!" ejek kedua anak itu
Dua anak tadi lantas berlari menemui orang tua mereka yang sedang asyik melihat kerlipan bintang di langit maumere. Ya memang suatu malam cerah, secerah hatiku saat ini menanti bulan yang sempat redup sinarnya selama dua bulan belakangan.
"aduh.... anak anak kecil disini ada aja kelakuannya, bikin grogi aja!"
Tak berapa lama mengayunkan kaki ini yang semakin cepat, aku berada di balik bonsai rimbun seperti biasanya. Menikmati gigitan nyamuk sambil melihat bayangan seseorang di balik kaca jendelanya.
"kok rahma sendirian?" gumamku kecil melihat bayangan siluet yang muncul dibalik gorden tipis jendela itu
"Jangan-jangan ibunya ya? biasanya kan beliau suka baca buku di ruangan itu?"
"Duh... mau nelpon rahma juga ga bisa lagi, nomornya ga aktif!"
Berani masuk??? ketuk pintu,
lompat,
atau pinjam tangga tetangga.
Aku lagi-lagi memulai perdebatan dengan diriku sendiri seolah-olah ada dua andi yang sedang berdiri disebelahku.
"Assalamualaikum mas" tiba-tiba ada seseorang menepuk bahuku dari belakang. Mungkin kelihatan curiga aku ngintip rumah orang dibalik bonsai ini.
"Waalaikum salam pak" jawabku sopan
"mau kerumah pak haji?" bapak tua paruh baya itu lantas berujar padaku yang nampak bengong
"Eh iya pak, mau ketemu rahma"
"Oh.... pacarnya??" tanya bapak tadi sambil mengembuskan asap rokoknya
"Temennya pak"
"masuk aja mas, ga dikunci kok gerbangnya. Pak haji lagi keluar tadi sama dai di masjid, ada jaulah ke tetangga"
"iya makasih pak" jawabku sopan dan kemudian si bapak berlalu dari tempatku bengong
Srek.....
Aku buka gerbang ini pelan-pelan meski terdengar juga bunyi ciutan engsel besi yang agak berkarat. Kutegakkan kepalaku dan berjalan seperti orang yang hendak menjemput tuan putrinya, sebenarnya ini hanya salah satu kuda-kuda seandainya nanti yang bukain pintu Uminya rahma, kalao ada buku yang melayang aku jadi mudah mengambil langkah lari, ah.... ada ada aja khayalanku.
"tok"
"tok"
"tok"
Assalamualaikum
Aku lantas mengetuk pintu itu berkali kali dan tak sampai sekian menit ada seseorang yang membuka pintu, seseorang di balik gorden jedela yang kulihat tadi.
"Andi..............!!!!"
Aku lantas kaget mendengar suara itu, iya ternyata dia rahma, bukan Umi.
"Ngapain kamu kesini??? udah bosen hidup?" ujar rahma seraya kembali menutup pintunya
"Eh... tunggu ma!"
"Kenapa lagi kamu kesini?? ada umi di dalam!" ujar rahma sambil berbisik pelan
"aku... cuma silaturahmi aja, ga boleh?"
"Nanti kalau ketauan abi bisa gawat! mending kamu balik aja pulang ndi!" rahma lantas menutup pintunya kembali.
"Brakkk!!'
Aku kembali berdiri mematung dan sekarang yang ku lihat hanya ukiran kayu di hadapanku, mengajak aku ngomong lagi. "Apakah aku harus pulang atau nggak." Aku bergeser dari depan pintu ini dan berjalan kesamping, ke kaca jendela yang tertutup gorden warna putih. Aku lihat dia disana, membaca buku agak tebal. Aku bahkan bisa melihat tulisan buku itu dari balik lensa kacamatanya.
"Rahma... bukain pintunya!" pintaku sambil mengetuk kaca jendela ini lirih
"Rahma...."
"Rahma...." dia lantas terus membisu tidak mengubris aku yang mendadak gelisah.
Ga biasanya dia jutek gini, apa gara-gara dinasehatin ayahnya ya? tapi bukannya pak haji sudah mengijinkan aku main kesini? kuputar otakku mencoba meyakinkan dia untuk membuka pintu, dan tiba-tiba aku seolah mendapat angin segar, aku ingat sesuatu yang membuat dia kangen, ya setidaknya tertawa.
"Ingat pacarku herman ma...! iya aku suka cowok! ujarku setengah teriak mengajak dia bicara dibalik kaca jendela ini
"…........." rahma kembali diam dan saat itu sudah mulai pupus kembali harapanku bertemu rahma.
"Ah sudahlah memang seharusnya aku pulang aja ya?" batinku geram
"Eh... tunggu ndi! ingat petuah jam? ya, bahkan jam pun mendukung kamu ndi!"
Semangatku lalu bangkit lagi, aku tengok jam di dindingnya rahma sudah lewat 5 menit, itu artinya sudah hampri 10 menit aku dicuekin rahma di balkon rumahnya. Diserang nyamuk dan juga diliatin orang-orang yang bersliweran di depan. Mungkin agak heran melihat ada orang ganteng penunggu rumah kosong, haha.
Menit berganti menit dan aku masih duduk di kursi rotan mendengar jangkrik bernyanyi nyanyi seperti mengejek aku yang duduk sendirian. Ah... dari pada bengong aku nyanyi aja. Lagu yang sempet ngehits di Maumere saat itu, ya... satu lagu yang menjadi pengantar momen indah bersama rahma beberapa bulan lalu.
Ombak Pecah di bibir pante
Torang kewesa cumin mentadi
Tuli nama data pase oa yang suru
Biar tambah mesra oa sandar di kita pung bahu
Burung elang terbang melayang
Singgah datang cabang bidara
Walau banyak cinta yang datang
Singgah di hati
Me kita pung cinta
te mungkin becabang no e….
"Brakkkk!!!"
Pintu rumah ini lantas kebuka, dan kulihat rahma berdiri disana mengenakan piyama putih. Seperti pertama yang ia kenakan dulu saat aku "menculiknya".
"ternyata dia teringat juga lagu itu?" batinku dalam hati seraya tersenyum menyeringai
"Berisik ndiiiiii!!! udah malam nyanyi ga jelas gitu, salah pula logatnya!" rahma lantas membales dengan nada agak melengking.
"kamu sih suruh bukain pintu malah cuekin aku!" sini duduk disampingku
"Ogah!!!'
"kenapa jadi jutek gini sih??"
"Kenapa ya?" dia lalu bersandar menahan pintu ke dinding. Mungkin mencegah pintu itu tertutup kembali.
"aneh kamu ma, ngomong-ngomong jarang ketemu tambah cantik aja kamu, apa gara-gara pakai baju gituan ya, hihi" aku tertawa kecil mengejek dia
"ah.... andiiii!!! dasar kamu!"
"Brakkk!!!"
Pintu itu lantas tertutup kembali dan hanya dinding yang aku lihat. Rahma kembali masuk rumah dan meninggalkan bayangnya yang tersimpan sekian detik di otakku.
"apa aku salah ngomong ya??" batinku kesal
Srek.....
Gorden tipis jendela rumah ini lalu kebuka dan kuliat rahma berkomat-kamit seperti mengucapkan serangkaian kata yang tak bisa ku dengar. Aku beranjak dari kursi dan menghampiri dia.
"Kenapa ma??'
"...&^&%%&" bibir tipisnya masih komat-kamit kayak dukun, tapi ini dukun seksi, hehe
"aku ga bisa dengar tau!!!"
"brakkkk"
Pintu kembali terbuka separo, dan saat itu hanya kepalanya rahma yang nongol dengan rambut lurusnya yang sudah dipotonng sebahu.
"Kamu diem disana!!! aku ganti baju dulu!!" ujar rahma lalu beranjak masuk ke kamarnya.
"sip lah tuan putri!!"
Suasana kembali hening, suara jangkrik kembali terdengar dan aku tidak tau sudah berapa liter aku mendonorkan darahku ke nyamuk yang mulai nakal mengigitku. Aku tak merasakan suntikannya, aku hanya merasa deg-deg an. Ya seperti kena bius, dan sekarang, beberapa menit lagi aku bakal menemui dia setelah sekian lama tidak bertemu.
"Ah.... nyamuk nyamuk, kalo perlu ga usah pake suntik lah untuk menghisap darahku. Pake silet juga ga kerasa, udah ada obat penenang disini, yaitu rahma" entah aku kembali gila ngobrol ga jelas malam itu.
"Andi.....!!!'
Disaat aku terlamun di kursi rotan sekian menit akhirnya rahma nongol disampingku dan mulai duduk berdekatan.
"udah lama disini ndi? ujar rahma
"Kan udah dari tadi disini, gimana sih!"
"Oh... iya ya... mmmm.."
"Kok malah diem ma?" tanyaku ke rahma yang tersipu malu
Sekian lama ga ketemu dia, rasanya panggling juga. Selama ini lihat dia hanya saat berpapasan di sekolah sebelah masjid, itu juga paka kerudung item. Penampilannya beda sekarang. Tapi tetap masih suka pake baju kasual. Sekarang aja dia pake rok pendek selutut dengan kemeja merah kotak-kotak.
"Eh rambutmu kamu potong ya ma? aku melanjutkan obrolan mencoba mencairkan suasana
"Ya dua minggu yang lalu ndi. Eh... kamu kesini ga takut sama abi apa? cari kesempatan lagi kamu ya, mentang-mentang abi belum pulang"
"Nggak ma, malahan abimu nyuruh aku main kesini"
"Beneran??"
"Iya rahma... bawel"
"oh... syukurlah. Takutnya kamu bakal di tabok lagi sama abi, haha. Aku ga ngebayangin ndi kamu sampe nyungsep seperti dulu, haha"
Dia lalu tertawa lebar seperti biasanya. Ya, rahma yang pendiem akhir-akhir ini mulai terlihat ceria dan jengkelin lagi kawan.
Saat itu aku hanya diem, mencoba menjadi pendengar setianya. Dia ngomong ngalor ngidul tentang barang belanjaanya, anak sekolahan sampai hal-hal feminim lainnya. Dan saat itu aku hanya menganguk mengiyakan tiap bicaranya. Seperti mendengar siaran radio favorit, ya seperti itulah aku saat itu. Karena aku menikmati tiap aksen suara yang keluar dari bibir tipisnya.
"Ndi... ngomong dong. Masa diem aja dari tadi"
"heh..... aku cuma kagum aja"
"Loh? kagum apa?"
"Ya kamu itu cocoknya jadi penyiar radio, atau news anchor di televisi sana biar bisa nyalurin bakat bawelmu itu!' ujarku kecut ke dia
"Emang aku bawel buanget ya ndi??"
"ya seperti itu, masa ngomong aja sampai ga ada jedanya, pokoknya cocoklah jadi news anchor. Minimal jadi reporter di Taliban sana, hhehe. '
"Uh.. dasar kamu ndi!!!" dia lalu memukul bahuku dengan kedua tangannya berkali kali
"Sudah lama ya?" ujarku pelan sambil menatap bintang yang bertaburan di langit malam itu
"Apanya ndi?"
"Ya lama kita ga bertemu?? padahal dulu saat aku..."
"Saat apa?" rahma mengrenyitakan dahinya mencoba memahami perkataanku
"Saat aku menghitung jarimu, tak terasa sekarang udah akhir februari. Tiga bulan lagi kamu bakal ke makasar ya"
"............." rahma lantas terdiam sesaat dan mengikuti aku melihat ke langit-langit.
"Ndi..... kenapa kamu selalu terkesan dengan bintang di langit sana? aku selalu melihat ekspresi yang berbeda saat kamu melihatnya" tanya rahma berbisik ke telingaku sedikit mendesah
"Kamu tau nggak ma? ketika aku melihat bintang, entah aku seperti melihat masa lalu. Dulu kenalanku dikapal juga pernah mengatakan tentang ini padaku.
"Herman???"
"iya ma, dan sepertinya aku membenarkan prinsipnya. Melihat bintang adalah salah satu cara kita bisa melihat ke masa lalu. Kita tahu ma, dibutuhkan berjuta-juta tahun cahaya untuk sinar bintang nun jauh disana sampai ke bumi, sampai ke jangkauan jarak pandang kita. Mungkin, sinar bintang yang kita lihat saat ini adalah bintang yang sudah mati jutaan tahun lalu. Dan kamu tahu ma...."
"tahu apa ndi....." tanya rahma kembali berbisik
"Semakin aku melihat bintang itu bersinar terang, seolah aku melihat kolase memori kita terpampang dengan jelas di awang-awang. Seperti saat kita menikmati dinginya malam di atas sampan dulu.
"........."
Rahma terdiam, aku menengok wajahnya yang ayu diterangi lampu balkon ini yang menguning. Kedua mata yang indah itu berkaca-kaca dan sedetik kemudian kulihat ada bulir air mata menetes ke pipinya.
"Kenapa malah cengeng gini sih ma??" tanyaku ke rahma yang mulai sesungukan menahan tangisnya
"Ga ndi... kamu sih melow gini" dia lalu mencoba tertawa disela-sela tangisnya dan memukul pungunggku berkali-kali.
"Aku kan cuma bercerita, tadi katanya aku disuruh ngomong gimana sih" jawabku jutek mencoba membuat suasana ini tidak terasa aneh.
"Ya... yaa.... ya... aku bahkan dulu pernah kepikiran dorong kamu ke laut beneran ndi" jawab dia seraya nangis sesungukan.
"saat lomba mancing cumi itu? jadi emang udah niat ya kamu ma?"
"Bukan ndi??"
"Lantas?"
"saat kamu mencium bibirku dulu. Baru pertama kali aku dicium seorang cowok yang bahkan aku belum pernah mengenal jauh tentang dirinya"
"........."
Aku lalu diam, aku bingung apakah memang dia terganggu dengan perasaan reflekku dulu. Bahkan aku sudah meminta maaf atas kelancanganku saat itu.
"sekali lagi aku minta maaf ma, aku ga bermaksud...."
"Sudah cukup ndi... aku memang risih saat itu, tapi aku ga bisa membohongi perasaanku juga ndi. Entah kenapa aku membiarkan kamu mencium bibirku, aku hanya merasa nyaman denganmu"
"eh.... hhhh..." keringet dingin tiba-tiba mengucur deras di pelipisku
"Loh.... kamu ko kayak gugup gini ndi?" tanya dia melihat ekpsresiku
"Ga ma.... kalau aku mengingat momen itu aku jadi takut"
"Takut??? Takut apa ndi???" tanya rahma keheranan
"Aku takut........... takut... takuuut, ah.... aku cuma takut aja ma" entah kenapa aku ga bisa ngomong dengan benar, rasanya rangkaian kata yang hendak keluar tertahan di tenggorokan.
Aku ingat perkataan Abimu ma, aku takut mencintaimu berlebihan. Karena aku sadar jika saat itu melampau batas, maka semuanya akan menjadi nafsu. Biarlah aku hanya mengagumimu ma. Saat ini aku hanya ingin kamu tersenyum, membuatmu bahagia sebelum berangkat ke Makasar. Aku ga mau menjadi capela yang mengahalangi kamu berenang menyelami samudera masa depanmu yang luas. Kamu harus menjadi seperti cumi cumi yang selalu mencari cahaya di tengah-tengah kegelapan lautan yang tak bertepi. Biarlah aku menjadi capela yang tergantung di dinding,
berantakan
dan usang.
"andi... ndi... kok bengong lagi sih?" tanya rahma keheranan melihat aku terdiam sesaat
"nggak ma... ngomong-ngomong biasanya Abimu jam berapa pulangnya"
"Jam sembilan biasanya ndi" sambil melihat arloji keemasan yang biasa ia pake
"Eh... arlojimu tetap sama ya?'
"ya ndi, ini oleh-oleh dari mbak ku Zelda, hadiah ulang tahunku."
"Kamu sayang banget ya ma sama Mbakmu?"
"Ya begitulah ndi, dari kecil main bareng. Bahkan aku masih punya bonekanya dia disini, dan sampai sekarang ga pernah aku cuci. Aku ga mau tiap keringat yang pernah menetes di boneka itu hilang"
"Sepetinya berkesan banget boneka itu ya ma?" ujarku seraya membelai rambut lurusnya
"Ya, ada ceritanya ndi" rahma lantas menatap ke langit-langit mencoba menerawang masa lalunya
"Tau ga ndi, aku sama mbakku dulu ga bisa diem, bertengkar terus. Abi sudah membelikan kita boneka masing masing tapi masih berebut satu boneka panda besar warna putih. Boneka dari pakdeku di makasar. Kita berebut sampai jambak-jambakan ndi, sampai salah satu diantara kita menangis."
"terus ma? tanyaku meminta dia bercerita lagi
"Dan pada suatu ketika saat kita bertengkar, aku ga sengaja mendorong mbakku terlalu keras dan kepalanya membentur tembok. Dia luka, berdarah dan saat itu aku menangis ketakutan. Abi lantas menghampiri kita berdua dan membuang boneka itu ke tong sampah"
"Udah jangan main boneka ini lagi, biar ga bertengkar terus kalian!!"
Saat itu aku menangis sejadi jadinya, aku menyesal. Aku lihat abi mengendong mbak zelda, menahan tetesan darah yang keluar dari kepalanya, mbak zelda pingsan dan dibawa ke rumah sakit tidak jauh dari komplek ini. Untunglah ndi, lukanya ga parah. Saat mbak zelda sadar, aku memeluk dia, aku menangis minta maaf dan berjanji ga akan pernah meminta boneka panda itu lagi.
"Ga usah rahma, boneka itu untuk kamu aja. Kamu tetep adikku yang paling cantik, melebihi boneka itu"
Saat kejadian itu, aku mengambil boneka yang dibuang Abi di tong sampah dan menaruhnya di atas meja belajarku. Aku bersumpah ga akan pernah mencuci boneka lusuh itu, karena disana ada tangis dan keringat kita berdua. aku sayang mbak zelda ndi....
"........." rahma terdiam sejenak dan menangis sesungukan. Saat itu aku hanya bisa mendengar ceritanya dan membelai rambut lurusnya yang indah. Ga sampai lama dia melanjutkan lagi.....
Pada suatu ketika kita beranjak dewasa bersama ndi, ketika mbak zelda kuliah di Makasar. Dia terpaksa harus menikah sama pacarnya sesama teman kampus di Universitas Hasanudin. Dia hamil ndi, aku kasihan sama dia. Abi marah-marah, dan itu kenapa dia melarang aku kenal sama laki-laki, bahkan aku sadar akan resiko yang aku dapat saat mengenalmu. Aku kangen dia ndi...
"Kamu akan bertemu dia ma, secepatnya!" aku lantas mengangkat dagunya yang mulai terlihat basah oleh air mata
"Terus kita??" rahma sontak kaget mendengar ucapanku dan berkata lirih...
"Terus kamu gimana? kamu ga bakal ketemu aku, dan aku ga bakal ketemu kamu. Kita terpisah lautan yang luas, aku ga bisa lagi ngomel-ngomel ke kamu ndi!!!"
"Aku bahkan ga mengerti perasaanku padamu ma......!!!" Aku memotong bicaranya yang mulai terisak-isak.
"Aku hanya merasa senang melihatmu tersenyum, tidak lebih!" aku melanjutkan bicaraku dan rahma kembali menangis sesungukan
"Sudahlah.... ndi"
Rahma terus terisak pelan, kudengar dia bernyanyi lirih suatu lagu yang aku ga tahu siapa yang nyanyi. Nada suaranya terdengar berat berkejar-kejaran dengan isakan tangisnya yang menderu-deru. Suaranya semakin jelas terdengar di telinga kiriku yang berjarak dekat dengan bibirnya, aksen suara itu,
terdengar,
lirih,
membuat hatiku gundah menikmati malam yang kian larut.
Turn down the lights;
Turn down the bed.
Turn down these voices
Inside my head.
Lay down with me;
Tell me no lies.
Just hold me close;
Don't patronize.
Don't patronize me.
'Cuz I can't make you love me
If you don't.
You can't make your heart feel
Something it won't.
Here in the dark
In these final hours,
I will lay down my heart
And I'll feel the power;
But you won't.
No, you won't.
'Cuz I can't make you love me
If you don't.
I'll close my eyes,
Then I won't see
The love you don't feel
When you're holding me.
Morning will come,
And I'll do what's right;
Just give me till then
To give up this fight.
And I will give up this fight.
"..............."
Diubah oleh andihunt 05-05-2014 07:51
0