- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#26
Pada Suatu Ketika. Part 2
"Kenapa mukamu merah gitu ndi? kayak kena gampar aja" Mas Kiki menyapaku ketika aku mulai masuk pintu rumah. Seperti pagi biasanya dia menyeduh kopi diteras dan menikmati matahari yang mulai terasa menyengat.
"hh.. ga kenapa mas? aku lantas membalas sambil kututup sedikit memar dipelipisku yang mulai memerah.
"Aku tadi denger ada ribut-ribut dibelakang. Kamu habis berkelahi sama bapaknya rahma ya? Udah aku bilangin ndi dari kemarin, hehe"
"entahlah mas, kayaknya aku ga bakalan lama lagi tinggal di Maumere." aku lantas mengambil kursi kayu yang tergeletak di pojok teras dan berbincang dengan mas kiki.
"Loh... bukannya kamu mau kuliah disini ndi?" tanya mas kiki sambil meminum kopi yang dipegangnya.
"melihat kejadian barusan kayaknya bertambah rumit. Bahkan kak aldi sampai nyuruh aku balik ke jawa. Ga biasanya dia ngomong gitu"
"Jangan didengerin lah ndi, kalo orang mabok ngomongnya pasti kemana-mana"
"Berarti mas kiki ngomong ngawur juga nih?, ah... mending aku masuk tiduran lagi aja!"
"Aku udah agak segeran ndi, udah ga kelimpungan lagi. Kemarin ga terlalu banyak minum sih. Mau ngopi kamu?"
"gak usah mas, eh udah fresh sekarang?"
"ya lumayan lah, meski ngantuk dikit. Tar molor lagi lah habis sarapan"
"Eh... ssss... ngomong-ngomong ga dimarahi istrinya minum Moke semalam? aku lantas berkata pelan memastikan kalau istrinya mas kiki tidak mendengar.
"Istriku?" mas kiki kembali membales sambil menaruh cangkir kopi diatas meja.
"Lah iya, siapa lagi emang?"
"Kamu ngomongnya ga usah pelan gitulah. Biasa aja. Ga bakal kedengeran istriku kok, soalnya lima hari yang lalu udah aku beliin tiket pesawat ke Jawa."
"Pulang? Sendirian?"
"ya, kan udah mau tua usia kandungannya jadi ya aku suruh pulang, biar ada yang jagain dirumah"
"haishhhh... mangkanya kemarin seperti bebas merdeka gitu ya, haha"
"Kamu udah sarapan ndi?" tanya mas kiki lagi.
"Belum, nanti aja lah beli di warung dekat sekolahan sana"
"Tuh si Aldian kamu siram air aja biar bisa bangun, hehe" mas kiki menoleh kebelakang dan melihat kak aldi yang masih terbaring di atas kasur lipat.
"Nanti malah di gampar lagi aku!"
"Aku beli sarapan dulu ya ndi, ta beliin sekalian kamu sama aldian"
"Eh... ga usah mas, ngerepotin aja"
"Udah ga apa, udah biasa disini ndi, kalau sesama orang rantau itu harus kompak. Nanti kalau kamu di gampar bapaknya rahma lagi bilang aja ke aku"
"Emang mau ngapain mas kiki?"
"Aku bantuin nyulik rahma lagi, hehe"
"Jadi udah tau kalo aku...." sambil menguap berkali kali. Rasanya mulai terserang kantuk.
"Tadi bapaknya rahma teriak kenceng banget ndi, kedengeran sampe sini malah. Katanya kamu kemarin bawa rahma kabur ya?"
"Cuma jalan-jalan aja mas"
"hati-hati ndi belisnya mahal loh dia, udah cakep guru lagi"
"Apaan sih belis mas?" aku lantas menoleh ke dia bertanya keheranan.
"Belis itu mahar, adat sini kalau mau nikahin anak orang terpandang itu bayarnya gede ndi. Kamu ga kuat lah, apalagi masih belum kerja gini"
"Tujuan aku kesini bukan nyari istri mas......" aku lantas membales mas kiki yang mulai berdiri dan berjalan ke motor yang sudah dipanasinya sedari tadi.
"Aku ke warung dulu ya ndi, bangunin tuh Aldian!. Masa minum tiga botol aja udah kelimpungan gitu dia"
"Ok, nanti aku nasinya dikit aja mas"
"Siplah...."
"Oh iya satu lagi...." aku mengacungkan telunjuk ke mas kiki yang mulai pergi membelakangiku.
"Apaan ndi...?" dia lalu menoleh sambil membunyikan persendian tulang lehernya.
"Ga pake lauk cumi!"
"okelah ndi, alergi kamu ya?"
"Ga juga, cuma enek aja kalo makan cumi"
Aku lalu termenung menatap jalan raya di depan yang mulai rame seperti hari biasanya. Terlihat angkot "full musik" berlalu lalang saling sahut menyahut. Seperti dejavu, aku lantas mencoba menghitung setiap angkot "berisik" itu dan berharap ada seorang cewek berkacamata sedang lari kecil menuju angkot yang berhenti mendadak didepan. Tapi itu hanya sebuah khayalan konyol di pagi hari.
Dari banyaknya angkot yang bersliweran bahkan tak satupun yang berhenti di depan rumahku. Namun satu hal yang pasti, semakin aku mendengar bunyi musik yang ngebeat itu, lama-lama aku menikmati juga. Tak terasa kedua tanganku terkepal dan berjoget ria seperti sedang dugem. Saat itu, aku mungkin terlihat aneh dan gila, tapi aku ga perduli. Sepertinya aku mulai tertarik dengan kota maumere dan segala hiruk pikuknya.
"Angkot!!"
"Ke pasar ikan pak!"
Ah, aku kembali berimajinasi liar mengingat suara itu yang kembali mengema berkali kali seolah aku tengah berdiri di dalam gua yang sangat dalam dan gelap. Hanya cahaya lilin yang menerangiku. Dan sudah sejatinya sebuah lilin pasti akan meleleh habis dan mati. Seperti Rahma, mungkin dia sekarang seperti kupu-kupu yang membuat hari-hariku indah, tapi kupu-kupu tak selamanya harus terbang dalam satu tangkai bunga. Ia harus menemukan keindahan bunga lain. Meski bunga itu nanti ada di Makasar, diseberang pulau ini.
Di teras ini pertama kali aku melihat dia mengenakan rok hitam pendek itu, berlari kecil menuju angkot dan kulihat bayanganya semakin pudar. Aku berimajinasi lagi..... entah berapa lama aku menghayal tentang seorang cewek bawel dan berkacamata itu, tiba-tiba saja ada deru motor berhenti didepan dan muncul sosok mas kiki yang mulai memarkir motornya dan membuyarkan semua lamunanku yang mulai kususun seperti bermain tetris.
"Game Over!" aku lantas bergeming yang kemudian membuat mas kiki mengeleng keheranan sambil menenteng tas plastik berisi nasi bungkus."
"Main apa kamu, sampe bilang game over gitu ndi?" mas kiki lalu menaruh bungkusan itu diatas meja kayu.
"Nggak cuma main tebak-tebakan aja"
"Aneh kamu ndi?"
"Aku dari dulu punya kebiasaan aneh mas, menerka plat nomor sepeda motor, kebetulan tebakanku benar "EB 2551 W" aku lantas menunjuk plat motor mas kiki bewarna merah itu.
"Gila kamu ya, baru aja dapet masalah sama bapaknya rahma udah setres! labil kamu ndi!"
"ah... udah ga usah dipikir. Yuk santap makanannya, udah laper nih!" aku kemudian menyahut sambil kubuka tali yang membungkus tas plastik transparan itu.
"Aldian??? udah bangun belom?" mas kiki lantas bengong melihat kedalam rumah yang masih saja gelap, lampunya padam semua"
"Listrik mati mas???" aku ikut menoleh kebelakang
"Mungkin ndi.. sabar aku masuk dulu bangunin aldian!" mas kiki lalu beranjak kedalam rumah dan mulai ada perbincangan kecil dengan kak aldian.
Dua menit kemudian mas kiki keluar ke teras bersama kak aldian yang mengucek kedua matanya.
"Eh ndi.. tadi pagi ada pak haji kesini nanyain kamu lo, udah jalan kamu?" Kak aldi lantas menyapaku dengan suara yang agak berat.
"Kamu coba keruaaaamahnya sana, siapa tau ada hal penting gitu" Kak aldi melanjutkan sambil menguap. Kali ini suaranya aneh dan lucu seperti sapi melenguh.
"Udah tadi kak!" aku lantas membales.
Nampaknya dia memang tak sadar dengan apa yang dilakukannya kepadaku tadi pagi. Kali ini dia seperti kembali menemukan watak aslinya "konyol".
"Emang pak haji perlu apa, kok sampai bilang rahma apa gitu tadi lupa aku...." Kak aldi melanjutkan.
"Cuma perlu suruh nemenin rahma aja kalo dia bosen" aku lantas tersenyum kecil, dan bisa ditebak mas kiki disebelahku langsung mulai tertawa terbahak bahak.
"Ahhhhaaaaa, udah aldi kamu mandi sana cepet. Udah aku siapin nih sarapannya!"
"Oke deh... Tunggu aku ya, kita makan barengan sambil ngopi. Kalo gini kan berasa makan di angkringan di jawa sana. Ah jadi kangen kampung" kak aldi menyahut lantas kembali mengucek kedua matanya dan berlalu pergi kedalam rumah membelakangi kami berdua.
Lima belas menit ngobrol sama mas kiki di teras, akhirnya kak aldi nongol dan menepuk bahuku dari belakang.
"Eh ndi... kamu suka sama rahma ya?"
"Oh.. eh...mmmm" aku lantas bengong.
"Kok bengong ndi?, heran aja itu kenapa di dapur jadi banyak coto makasar gitu ya? apa ga salah liat aku!"
"Ya Tuhan, itu coto makasar kemarin pagi, emang belum ada yang makan?" aku membales keheranan mengingat sesuatu.
"Ya mana tau, lha wong di tutupin rapet gitu dan ada kertas kecil tertulis "untuk andi". Aku mau makan jadi ga enak, kirain khusus buat kamu jadi aku biarin".
"Oh.. ya udah, nanti buang aja, udah basi kali" aku membales kecut.
"Eahhhh Cie... ada yang lagi patah nih?" mas kiki lantas menggoda sambil membuka bungkusan nasi yang ada di depan meja.
"Apaan sih mas, ayolah makan!" aku memotong bicaranya dan mulai grepe-grepe nasi bungkus yang terlihat enak dengan menu ikan tuna baladonya.
"Lupakan Moke sekarang makan!!!!" kak aldi lalu menyahut dan duduk disebelah kiriku. Sekejap saja kita duduk bertiga membentuk barisan dan larut dalam suasana angkringan seperti di jawa.
"Eh ndi... kanapa pipimu merah gitu, habis berkelahi kamu ya?" kak aldi membuka obrolan disela-sela tawa kita.
"Habis terjatuh dikamar mandi tadi pagi!" balesku mencoba meyakinkan.
"Perasaan kamu baru minum moke tiga gelas aja udah sempoyongan gitu ndi!"
"hhhhaaaahaha" Mas kiki lalu tertawa dan kita kemudian kembali menyantap sarapan.
Ternyata memang benar kak aldi tidak sadar dengan ucapannya beberapa jam yang lalu. Mungkin ia merasa seperti sedang bermimpi. Aku lantas tersenyum menatap wajahnya yang mulai serius menggigit ikan tuna itu dengan rakus.
"Kamu sekarang ke rumah rahma atau balik pulang ke Jawa!"
Ucapan itu perlahan memudar dari otakku dan aku sadar ga mungkin kakak yang aku kenal selama ini mengucapkan kalimat itu dengan nada membentak-bentak. Aku tahu siapa dia, karena kita lahir dari rahim yang sama dan mencintai ibu yang sama.
"Ndi.. makan ndi jangan bengong aja!" kak aldi lantas memergokiku yang melihat raut wajahnya berkali-kali.
"Eh... iyyya, lanjut!" aku membales sambil kembali menyantap nasi bungkus yang kupegang diatas piring.
"Eh Ki, coba tadi sekalian kamu bungkus cumi goreng di samping masjid sana, enak banget tuh!" kak aldi bertanya ke mas kiki yang lagi rakusnya makan nasi.
"Oh.... gimana kalo nanti malam kita mancing cumi di tanggul sana!" Mas kiki membales kak aldi.
"Besok kerja noh, aku tiduran aja deh!' aku kemudian memotong pembicaraan diantara mereka.
"Siapa yang ngajak kamu!" mas kiki dan kak aldi lalu membales bersamaan ke arahku. Lalu mereka melanjutkan makan nasi bungkusnya.
"Udah makan gih cepet, lalu tiduran lagi! ngantuk banget!"
"…................."
"hh.. ga kenapa mas? aku lantas membalas sambil kututup sedikit memar dipelipisku yang mulai memerah.
"Aku tadi denger ada ribut-ribut dibelakang. Kamu habis berkelahi sama bapaknya rahma ya? Udah aku bilangin ndi dari kemarin, hehe"
"entahlah mas, kayaknya aku ga bakalan lama lagi tinggal di Maumere." aku lantas mengambil kursi kayu yang tergeletak di pojok teras dan berbincang dengan mas kiki.
"Loh... bukannya kamu mau kuliah disini ndi?" tanya mas kiki sambil meminum kopi yang dipegangnya.
"melihat kejadian barusan kayaknya bertambah rumit. Bahkan kak aldi sampai nyuruh aku balik ke jawa. Ga biasanya dia ngomong gitu"
"Jangan didengerin lah ndi, kalo orang mabok ngomongnya pasti kemana-mana"
"Berarti mas kiki ngomong ngawur juga nih?, ah... mending aku masuk tiduran lagi aja!"
"Aku udah agak segeran ndi, udah ga kelimpungan lagi. Kemarin ga terlalu banyak minum sih. Mau ngopi kamu?"
"gak usah mas, eh udah fresh sekarang?"
"ya lumayan lah, meski ngantuk dikit. Tar molor lagi lah habis sarapan"
"Eh... ssss... ngomong-ngomong ga dimarahi istrinya minum Moke semalam? aku lantas berkata pelan memastikan kalau istrinya mas kiki tidak mendengar.
"Istriku?" mas kiki kembali membales sambil menaruh cangkir kopi diatas meja.
"Lah iya, siapa lagi emang?"
"Kamu ngomongnya ga usah pelan gitulah. Biasa aja. Ga bakal kedengeran istriku kok, soalnya lima hari yang lalu udah aku beliin tiket pesawat ke Jawa."
"Pulang? Sendirian?"
"ya, kan udah mau tua usia kandungannya jadi ya aku suruh pulang, biar ada yang jagain dirumah"
"haishhhh... mangkanya kemarin seperti bebas merdeka gitu ya, haha"
"Kamu udah sarapan ndi?" tanya mas kiki lagi.
"Belum, nanti aja lah beli di warung dekat sekolahan sana"
"Tuh si Aldian kamu siram air aja biar bisa bangun, hehe" mas kiki menoleh kebelakang dan melihat kak aldi yang masih terbaring di atas kasur lipat.
"Nanti malah di gampar lagi aku!"
"Aku beli sarapan dulu ya ndi, ta beliin sekalian kamu sama aldian"
"Eh... ga usah mas, ngerepotin aja"
"Udah ga apa, udah biasa disini ndi, kalau sesama orang rantau itu harus kompak. Nanti kalau kamu di gampar bapaknya rahma lagi bilang aja ke aku"
"Emang mau ngapain mas kiki?"
"Aku bantuin nyulik rahma lagi, hehe"
"Jadi udah tau kalo aku...." sambil menguap berkali kali. Rasanya mulai terserang kantuk.
"Tadi bapaknya rahma teriak kenceng banget ndi, kedengeran sampe sini malah. Katanya kamu kemarin bawa rahma kabur ya?"
"Cuma jalan-jalan aja mas"
"hati-hati ndi belisnya mahal loh dia, udah cakep guru lagi"
"Apaan sih belis mas?" aku lantas menoleh ke dia bertanya keheranan.
"Belis itu mahar, adat sini kalau mau nikahin anak orang terpandang itu bayarnya gede ndi. Kamu ga kuat lah, apalagi masih belum kerja gini"
"Tujuan aku kesini bukan nyari istri mas......" aku lantas membales mas kiki yang mulai berdiri dan berjalan ke motor yang sudah dipanasinya sedari tadi.
"Aku ke warung dulu ya ndi, bangunin tuh Aldian!. Masa minum tiga botol aja udah kelimpungan gitu dia"
"Ok, nanti aku nasinya dikit aja mas"
"Siplah...."
"Oh iya satu lagi...." aku mengacungkan telunjuk ke mas kiki yang mulai pergi membelakangiku.
"Apaan ndi...?" dia lalu menoleh sambil membunyikan persendian tulang lehernya.
"Ga pake lauk cumi!"
"okelah ndi, alergi kamu ya?"
"Ga juga, cuma enek aja kalo makan cumi"
Aku lalu termenung menatap jalan raya di depan yang mulai rame seperti hari biasanya. Terlihat angkot "full musik" berlalu lalang saling sahut menyahut. Seperti dejavu, aku lantas mencoba menghitung setiap angkot "berisik" itu dan berharap ada seorang cewek berkacamata sedang lari kecil menuju angkot yang berhenti mendadak didepan. Tapi itu hanya sebuah khayalan konyol di pagi hari.
Dari banyaknya angkot yang bersliweran bahkan tak satupun yang berhenti di depan rumahku. Namun satu hal yang pasti, semakin aku mendengar bunyi musik yang ngebeat itu, lama-lama aku menikmati juga. Tak terasa kedua tanganku terkepal dan berjoget ria seperti sedang dugem. Saat itu, aku mungkin terlihat aneh dan gila, tapi aku ga perduli. Sepertinya aku mulai tertarik dengan kota maumere dan segala hiruk pikuknya.
"Angkot!!"
"Ke pasar ikan pak!"
Ah, aku kembali berimajinasi liar mengingat suara itu yang kembali mengema berkali kali seolah aku tengah berdiri di dalam gua yang sangat dalam dan gelap. Hanya cahaya lilin yang menerangiku. Dan sudah sejatinya sebuah lilin pasti akan meleleh habis dan mati. Seperti Rahma, mungkin dia sekarang seperti kupu-kupu yang membuat hari-hariku indah, tapi kupu-kupu tak selamanya harus terbang dalam satu tangkai bunga. Ia harus menemukan keindahan bunga lain. Meski bunga itu nanti ada di Makasar, diseberang pulau ini.
Di teras ini pertama kali aku melihat dia mengenakan rok hitam pendek itu, berlari kecil menuju angkot dan kulihat bayanganya semakin pudar. Aku berimajinasi lagi..... entah berapa lama aku menghayal tentang seorang cewek bawel dan berkacamata itu, tiba-tiba saja ada deru motor berhenti didepan dan muncul sosok mas kiki yang mulai memarkir motornya dan membuyarkan semua lamunanku yang mulai kususun seperti bermain tetris.
"Game Over!" aku lantas bergeming yang kemudian membuat mas kiki mengeleng keheranan sambil menenteng tas plastik berisi nasi bungkus."
"Main apa kamu, sampe bilang game over gitu ndi?" mas kiki lalu menaruh bungkusan itu diatas meja kayu.
"Nggak cuma main tebak-tebakan aja"
"Aneh kamu ndi?"
"Aku dari dulu punya kebiasaan aneh mas, menerka plat nomor sepeda motor, kebetulan tebakanku benar "EB 2551 W" aku lantas menunjuk plat motor mas kiki bewarna merah itu.
"Gila kamu ya, baru aja dapet masalah sama bapaknya rahma udah setres! labil kamu ndi!"
"ah... udah ga usah dipikir. Yuk santap makanannya, udah laper nih!" aku kemudian menyahut sambil kubuka tali yang membungkus tas plastik transparan itu.
"Aldian??? udah bangun belom?" mas kiki lantas bengong melihat kedalam rumah yang masih saja gelap, lampunya padam semua"
"Listrik mati mas???" aku ikut menoleh kebelakang
"Mungkin ndi.. sabar aku masuk dulu bangunin aldian!" mas kiki lalu beranjak kedalam rumah dan mulai ada perbincangan kecil dengan kak aldian.
Dua menit kemudian mas kiki keluar ke teras bersama kak aldian yang mengucek kedua matanya.
"Eh ndi.. tadi pagi ada pak haji kesini nanyain kamu lo, udah jalan kamu?" Kak aldi lantas menyapaku dengan suara yang agak berat.
"Kamu coba keruaaaamahnya sana, siapa tau ada hal penting gitu" Kak aldi melanjutkan sambil menguap. Kali ini suaranya aneh dan lucu seperti sapi melenguh.
"Udah tadi kak!" aku lantas membales.
Nampaknya dia memang tak sadar dengan apa yang dilakukannya kepadaku tadi pagi. Kali ini dia seperti kembali menemukan watak aslinya "konyol".
"Emang pak haji perlu apa, kok sampai bilang rahma apa gitu tadi lupa aku...." Kak aldi melanjutkan.
"Cuma perlu suruh nemenin rahma aja kalo dia bosen" aku lantas tersenyum kecil, dan bisa ditebak mas kiki disebelahku langsung mulai tertawa terbahak bahak.
"Ahhhhaaaaa, udah aldi kamu mandi sana cepet. Udah aku siapin nih sarapannya!"
"Oke deh... Tunggu aku ya, kita makan barengan sambil ngopi. Kalo gini kan berasa makan di angkringan di jawa sana. Ah jadi kangen kampung" kak aldi menyahut lantas kembali mengucek kedua matanya dan berlalu pergi kedalam rumah membelakangi kami berdua.
Lima belas menit ngobrol sama mas kiki di teras, akhirnya kak aldi nongol dan menepuk bahuku dari belakang.
"Eh ndi... kamu suka sama rahma ya?"
"Oh.. eh...mmmm" aku lantas bengong.
"Kok bengong ndi?, heran aja itu kenapa di dapur jadi banyak coto makasar gitu ya? apa ga salah liat aku!"
"Ya Tuhan, itu coto makasar kemarin pagi, emang belum ada yang makan?" aku membales keheranan mengingat sesuatu.
"Ya mana tau, lha wong di tutupin rapet gitu dan ada kertas kecil tertulis "untuk andi". Aku mau makan jadi ga enak, kirain khusus buat kamu jadi aku biarin".
"Oh.. ya udah, nanti buang aja, udah basi kali" aku membales kecut.
"Eahhhh Cie... ada yang lagi patah nih?" mas kiki lantas menggoda sambil membuka bungkusan nasi yang ada di depan meja.
"Apaan sih mas, ayolah makan!" aku memotong bicaranya dan mulai grepe-grepe nasi bungkus yang terlihat enak dengan menu ikan tuna baladonya.
"Lupakan Moke sekarang makan!!!!" kak aldi lalu menyahut dan duduk disebelah kiriku. Sekejap saja kita duduk bertiga membentuk barisan dan larut dalam suasana angkringan seperti di jawa.
"Eh ndi... kanapa pipimu merah gitu, habis berkelahi kamu ya?" kak aldi membuka obrolan disela-sela tawa kita.
"Habis terjatuh dikamar mandi tadi pagi!" balesku mencoba meyakinkan.
"Perasaan kamu baru minum moke tiga gelas aja udah sempoyongan gitu ndi!"
"hhhhaaaahaha" Mas kiki lalu tertawa dan kita kemudian kembali menyantap sarapan.
Ternyata memang benar kak aldi tidak sadar dengan ucapannya beberapa jam yang lalu. Mungkin ia merasa seperti sedang bermimpi. Aku lantas tersenyum menatap wajahnya yang mulai serius menggigit ikan tuna itu dengan rakus.
"Kamu sekarang ke rumah rahma atau balik pulang ke Jawa!"
Ucapan itu perlahan memudar dari otakku dan aku sadar ga mungkin kakak yang aku kenal selama ini mengucapkan kalimat itu dengan nada membentak-bentak. Aku tahu siapa dia, karena kita lahir dari rahim yang sama dan mencintai ibu yang sama.
"Ndi.. makan ndi jangan bengong aja!" kak aldi lantas memergokiku yang melihat raut wajahnya berkali-kali.
"Eh... iyyya, lanjut!" aku membales sambil kembali menyantap nasi bungkus yang kupegang diatas piring.
"Eh Ki, coba tadi sekalian kamu bungkus cumi goreng di samping masjid sana, enak banget tuh!" kak aldi bertanya ke mas kiki yang lagi rakusnya makan nasi.
"Oh.... gimana kalo nanti malam kita mancing cumi di tanggul sana!" Mas kiki membales kak aldi.
"Besok kerja noh, aku tiduran aja deh!' aku kemudian memotong pembicaraan diantara mereka.
"Siapa yang ngajak kamu!" mas kiki dan kak aldi lalu membales bersamaan ke arahku. Lalu mereka melanjutkan makan nasi bungkusnya.
"Udah makan gih cepet, lalu tiduran lagi! ngantuk banget!"
"…................."
0