- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#17
Surga Kecil. Part 1
"Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
La ilaaha ill-Allah,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
wa Lillah il-hamd"
Ini adalah takbir pertamaku menyambut Hari Raya Idul Adha di tanah seberang yang jatuh pada hari ini tanggal 31 Desember 2006."Ah, tak terasa sudah hampir dua minggu aku tinggal di maumere". Aku pandangi beberapa detik angka 31 yang bercetak warna merah tebal di sebuah kalender yang tergantung agak miring di dinding rumah kakak. Terkadang senyum sendiri heran, perasaan baru kemaren datang kesini sekarang udah mau Sholat Ied aja, mana besok udah tahun 2007 lagi.
Kayaknya benar yang dikatakan William Shakespeare “Kesenangan dan tindakan membuat waktu nampak singkat”. Memang setelah ada kesibukan bikin dokumen tender dan keliling ke area proyek bersama kakak waktu memang serasacepat berlalu.
Tapi ada satu hal yang membuat waktu itu berjalan pelan. Ya, apalagi kalo bukan kebersamaan dengan Rahma yang ternyata tinggal di belakang Rumah. Sosok cewek berkacamata yang belakangan aku ketahui ternyata anaknya Pak Haji Yusuf yang biasa jadi imam Masjid dan kepala sekolah di MTS dan MA di Kampung Beru. "Pantesan dia jomblo akut, lha wong ga ada yang berani deketin dia". Maklum, denger-denger pak haji ini orangnya agak selektif katanya.
Kini setelah dua minggu tinggal di Maumere aku mendapatkan banyak hal yang menjadi pelajaran dalam hidup ini yang aku tidak dapatkan di bangku sekolah. Apalagi kalo bukan kebersamaan sebagai minoritas yang tinggal bersama-sama dalam lingkungan yang terjepit hegemoni penduduk asli.
Dan inilah puncaknya, di hari raya ini terlihat orang-orang berbaju putih berlalu lalang didepanku seperti kapas yang tertiup angin sepoi-sepoi. Tetangga-tetangga non muslim yang ada di lingkungan ini juga ikut menghormati dan semuanya terlihat indah seperti indahnya senyum rahma ketika dia tersenyum simpul sambil mengangkat sedikit kacamatanya. Ah, kenapa jadi mikirin dia.
Ternyata untuk memahami hidup sangat sederhana "Mencoba menjadi minoritas". Ketika kita menjadi minoritas maka sudah pasti kita harus meninggalkan ego untuk bisa memahami satu sama lain yang berbeda latar belakang dan kepercayaan.
Hidup bersama dengan keyakinan yang berbeda-beda dalam satu kota memang membuka mata hatiku kala itu bahwa benar Pluralitas adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada perdamaian tanpa perdamaian antar agama. Bahkan Natal kemarin disini semuanya bisa saling berbagi.
"….............."
"Man Met lebaran bro, ngomong-ngomong nomorku ini udah disimpen belum bro?"
Iseng-iseng aku SMS Herman di pulau seberang sekedar basa-basi setelah beberapa hari yang lalu aku memberitahu dia kalo nomorku ganti.
Memang saat itu BTS I****sat ga bisa mengcover kesemua wilayah, jadi seperti yang mbak yani bilang aku kemudian selingkuh ke operator lain. Ini adalah kasus selingkuh terbesar yang pernah aku alami selama hidup ini, hehe.
Hari ini takbir berkumandang disepanjang jalan kota Beru-Maumere. Banyak orang memakai baju serba putih dan membaca takbir disepanjang jalan.Dan aku masih disini terduduk di depan teras sambil memainkan hp dan cermin kecil yang aku ambil dari dalam.
Entah kapan terakhir aku terlihat alim dengan baju koko yang aku kenakan sekarang. Tapi kalo dipikir sih pantes juga ya aku jadi ustad gini. "Hey cermin apakah pantas aku jadi ustad dan membawa seperangkat alat sholat ke rumah Rahma?" Tiba-tiba saja aku berulah konyol berkata dengan cermin kecil yang biasa buat cabut bulu jenggot. Belum selesai aku berandai-andai tiba-tiba ada suatu benda yang terjatuh dikepalaku.
"Takkk!!"
"woy, ngaca aja kamu ndi, cepet sana jalan Shalat!!" Tiba-tiba saja sebuah sisir plastik mendarat di kepalaku yang kini menggunakan kopyah.
"Eh kak aldi ga berangkat dulu aja??"
"bentaran aku mandi dulu. Nyantai, masih subuh"
"masih subuh?? liat tuh jam!"
"Jam 6, oh iya. Nanti kalo mbak yani kesini suruh nunggu didepan aja ya"
"Oke, ga bakalan dah bilangin habis mancing lagi"
"Nah gitu dong ndi"
"Palingan nanti aku bilang Mancing dikamar mandi, hahaha"
"Euh... dasar kamu ya!"
"udah mandi sana, keburu telat tuh"
Beberapa menit bercanda sama kak aldi tiba-tiba terdengar bunyi hapeku berdering.
"Kayaknya ada sms masuk, pasti herman nih" batinku dalam hati. Aku kemudian membuka sms itu dan ternyata sms dari Rahma.
"Ndi kamu udah berangkat belom?" bales cepet!
Wah kirain herman yang bales smsku ternyata si rahma. Aku kemudian bales dia sambil senyum-senyum seperti orang gila.
"Belom ma, masih duduk diteras. Habis orang-orang belum ada yang ke masjid. Nanti kalo udah agak penuh aku jalan"
Selang beberapa detik dia kembali bales.
"haduh dasar jawa! Sholatnya bukan di masjid tau tapi dilapangan Kota Baru."
Sambil bengong, aku melihat ke depan trotoar jalan yang terlihat mulai sepi dan aku kembali bales rahma.
"yang bener ma? Duh, jauh ga nih dari sini?, aku ga tau lapangannya!. Kamu udah jalan belom sih?"
Satu detik, satu menit dan sudah lima menit kemudian "hening". "Napa nih anak ga ada bales??" gerutuku kesal.
"Woy Andiiiii.....!"
Tiba-tiba saja ada orang yang meneriaku dari belakang. Aku yang terduduk terlena sambil menatap ke layar hape sontak saja kaget. Hampir saja kaca yang aku pegang ini terjatuh ke lantai, untung saja nyangkut di sarungku.
"Rahmaaaa. Duh bikin kaget saja kamu!" aku kemudian berdiri dari kursi dan melihat sosok rahma dibelakang yang memakai baju muslim berwarna putih dan menenteng tas kecil berisi mukena.
"Eh kamu barusan Sms-an sama siapa?" Rahma melanjutkan bicara sambil senyam-senyum. Kini semakin terlihat manis dia dengan jilbab coklat berbordir bunga yang membungkus wajah ovalnya.
"ya sama kamu lah!"
"Padahal aku dari tadi dibelakang kamu lo"
"maksudmu??"
"Aku masuk dari pintu belakang. Habis naruh buras sama coto makasar dari Umi ke dapurnya kak aldi. Tadinya mau balik tapi aku liat kamu sendirian di depan jadi ya aku kesini"
"hm.... tunggu!. Pas kak aldi mandi kamu liat ga?"
"Apa?, kamu pikir aku cewek gatel????"
"Maksudku pas kak aldi mau mandi kamu berpapasan sama dia ga?"
"Ya enggak, lha tadi ga ada siapa-siapa dibelakang. Memang kedengeran ada orang mandi sih"
"Untunglah kalo gitu"
"Kok untung???"
"hm.... apa ya???" Aku kemudian diam.
"Apaan sih ndi? kamu nih suka main tebak-tebakan aja?"
"Untung bukan aku yang mandi, kalo aku yang mandi mungkin kamu ngintip aku, haha"
"haduh,… emang kamu keren gitu?, ya udah ayo jalan!"
"eh, iya tunggu ma!!"
Rahma lalu menarik tanganku dan kemudian kita jalan barengan ke lapangan kota baru. Shalat Idul Adha pertama di rantau terasa berkesan dengan kehadiran Rahma yang kini disebelahku,
berjalan dengan anggun,
dan membuat mataku tak berkedip sedikitpun.
Sebenarnya tadi aku bingung mau menjelaskan apa dalam percakapan dengannya, yang pasti aku seneng karena dia tidak tau kalau aku ngomong sama cermin mau "ngelamar" dia, hehe.
Mentari pagi menyinari pelipis rahma yang tertutupi Jilbab kecoklatan berbordir bunga, hidungnya terlihat mancung membentuk siluet kala itu. Ah, semakin anggun dia. Beda seperti pertama kali aku melihatnya. Namun di sisa lamunanku tentang dia, tiba-tiba aku ingat satu hal.
"Rahma?"
"Apa ndi?"
"Kaca matamu mana?"
"Ta taruh dirumah, emang kenapa?"
"Bisa keliatan jalan emang?" aku lalu berjalan mendahului rahma dan berhenti didepannya.
"Eh, mau ngapain kamu ndi?
"Ini berapa?" aku kemudian mengangkat tanganku membentuk gesture V
"ya dua lah, kamu ini aneh. Kamu pikir aku buta apa?"
"kirain kamu bakal blank, padahal aku sudah siap disini mengandeng tanganmu. Kali aja kesandung nanti, hehe"
"haduh nih anak mulai nyari kesempatan lagi ya? ga di mobil ga di jalan sama aja"
"Ya aku kan cuma memastikan aja, gitu aja marah"
"ya bisa lihat sih cuma kalo buat baca agak burem"
"Oh gitu ya, ngomong-ngomong masih jauh ga lapangan kota baru nya?
"deketlah dari sini ndi, palingan 10 menit nyampe. Udah ayo jalan keburu telat"
"Oke deh. Hm... aku boleh pinjem bahunya ga ma?
"haduh... nih anak mulai lagi ya"
"Aku kan cuma niru gayamu dulu saat dipantai, hehe"
"hm... boleh tapi nanti ya. Lurus di depan sana, di perempatan yang agak sepi"
"hm.... beneran nih???"
"iya beneran ndi.... di perempatan yang agak sepi sono. Soalnya disana ada bahu jalan yang agak gede"
"Aih, dasar Rahmaaaa!"
Matahari pagi semakin terasa hangat menyinari kita berdua yang berjalan membelakangi sinarnya. Bayangan kita berdua perlahan terlihat memanjang dan aku tidak tau seberapa dekat aku berjalan dengan rahma. Yang pasti, kini aku bisa merasakan arloji yang ia kenakan selalu menggores lengan kananku ketika kita berjalan beriringan. Dan, waktu semakin terasa berjalan melambat.
"…..............."
Allahu Akbar,
La ilaaha ill-Allah,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
wa Lillah il-hamd"
Ini adalah takbir pertamaku menyambut Hari Raya Idul Adha di tanah seberang yang jatuh pada hari ini tanggal 31 Desember 2006."Ah, tak terasa sudah hampir dua minggu aku tinggal di maumere". Aku pandangi beberapa detik angka 31 yang bercetak warna merah tebal di sebuah kalender yang tergantung agak miring di dinding rumah kakak. Terkadang senyum sendiri heran, perasaan baru kemaren datang kesini sekarang udah mau Sholat Ied aja, mana besok udah tahun 2007 lagi.
Kayaknya benar yang dikatakan William Shakespeare “Kesenangan dan tindakan membuat waktu nampak singkat”. Memang setelah ada kesibukan bikin dokumen tender dan keliling ke area proyek bersama kakak waktu memang serasacepat berlalu.
Tapi ada satu hal yang membuat waktu itu berjalan pelan. Ya, apalagi kalo bukan kebersamaan dengan Rahma yang ternyata tinggal di belakang Rumah. Sosok cewek berkacamata yang belakangan aku ketahui ternyata anaknya Pak Haji Yusuf yang biasa jadi imam Masjid dan kepala sekolah di MTS dan MA di Kampung Beru. "Pantesan dia jomblo akut, lha wong ga ada yang berani deketin dia". Maklum, denger-denger pak haji ini orangnya agak selektif katanya.
Kini setelah dua minggu tinggal di Maumere aku mendapatkan banyak hal yang menjadi pelajaran dalam hidup ini yang aku tidak dapatkan di bangku sekolah. Apalagi kalo bukan kebersamaan sebagai minoritas yang tinggal bersama-sama dalam lingkungan yang terjepit hegemoni penduduk asli.
Dan inilah puncaknya, di hari raya ini terlihat orang-orang berbaju putih berlalu lalang didepanku seperti kapas yang tertiup angin sepoi-sepoi. Tetangga-tetangga non muslim yang ada di lingkungan ini juga ikut menghormati dan semuanya terlihat indah seperti indahnya senyum rahma ketika dia tersenyum simpul sambil mengangkat sedikit kacamatanya. Ah, kenapa jadi mikirin dia.
Ternyata untuk memahami hidup sangat sederhana "Mencoba menjadi minoritas". Ketika kita menjadi minoritas maka sudah pasti kita harus meninggalkan ego untuk bisa memahami satu sama lain yang berbeda latar belakang dan kepercayaan.
Hidup bersama dengan keyakinan yang berbeda-beda dalam satu kota memang membuka mata hatiku kala itu bahwa benar Pluralitas adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada perdamaian tanpa perdamaian antar agama. Bahkan Natal kemarin disini semuanya bisa saling berbagi.
"….............."
"Man Met lebaran bro, ngomong-ngomong nomorku ini udah disimpen belum bro?"
Iseng-iseng aku SMS Herman di pulau seberang sekedar basa-basi setelah beberapa hari yang lalu aku memberitahu dia kalo nomorku ganti.
Memang saat itu BTS I****sat ga bisa mengcover kesemua wilayah, jadi seperti yang mbak yani bilang aku kemudian selingkuh ke operator lain. Ini adalah kasus selingkuh terbesar yang pernah aku alami selama hidup ini, hehe.
Hari ini takbir berkumandang disepanjang jalan kota Beru-Maumere. Banyak orang memakai baju serba putih dan membaca takbir disepanjang jalan.Dan aku masih disini terduduk di depan teras sambil memainkan hp dan cermin kecil yang aku ambil dari dalam.
Entah kapan terakhir aku terlihat alim dengan baju koko yang aku kenakan sekarang. Tapi kalo dipikir sih pantes juga ya aku jadi ustad gini. "Hey cermin apakah pantas aku jadi ustad dan membawa seperangkat alat sholat ke rumah Rahma?" Tiba-tiba saja aku berulah konyol berkata dengan cermin kecil yang biasa buat cabut bulu jenggot. Belum selesai aku berandai-andai tiba-tiba ada suatu benda yang terjatuh dikepalaku.
"Takkk!!"
"woy, ngaca aja kamu ndi, cepet sana jalan Shalat!!" Tiba-tiba saja sebuah sisir plastik mendarat di kepalaku yang kini menggunakan kopyah.
"Eh kak aldi ga berangkat dulu aja??"
"bentaran aku mandi dulu. Nyantai, masih subuh"
"masih subuh?? liat tuh jam!"
"Jam 6, oh iya. Nanti kalo mbak yani kesini suruh nunggu didepan aja ya"
"Oke, ga bakalan dah bilangin habis mancing lagi"
"Nah gitu dong ndi"
"Palingan nanti aku bilang Mancing dikamar mandi, hahaha"
"Euh... dasar kamu ya!"
"udah mandi sana, keburu telat tuh"
Beberapa menit bercanda sama kak aldi tiba-tiba terdengar bunyi hapeku berdering.
"Kayaknya ada sms masuk, pasti herman nih" batinku dalam hati. Aku kemudian membuka sms itu dan ternyata sms dari Rahma.
"Ndi kamu udah berangkat belom?" bales cepet!
Wah kirain herman yang bales smsku ternyata si rahma. Aku kemudian bales dia sambil senyum-senyum seperti orang gila.
"Belom ma, masih duduk diteras. Habis orang-orang belum ada yang ke masjid. Nanti kalo udah agak penuh aku jalan"
Selang beberapa detik dia kembali bales.
"haduh dasar jawa! Sholatnya bukan di masjid tau tapi dilapangan Kota Baru."
Sambil bengong, aku melihat ke depan trotoar jalan yang terlihat mulai sepi dan aku kembali bales rahma.
"yang bener ma? Duh, jauh ga nih dari sini?, aku ga tau lapangannya!. Kamu udah jalan belom sih?"
Satu detik, satu menit dan sudah lima menit kemudian "hening". "Napa nih anak ga ada bales??" gerutuku kesal.
"Woy Andiiiii.....!"
Tiba-tiba saja ada orang yang meneriaku dari belakang. Aku yang terduduk terlena sambil menatap ke layar hape sontak saja kaget. Hampir saja kaca yang aku pegang ini terjatuh ke lantai, untung saja nyangkut di sarungku.
"Rahmaaaa. Duh bikin kaget saja kamu!" aku kemudian berdiri dari kursi dan melihat sosok rahma dibelakang yang memakai baju muslim berwarna putih dan menenteng tas kecil berisi mukena.
"Eh kamu barusan Sms-an sama siapa?" Rahma melanjutkan bicara sambil senyam-senyum. Kini semakin terlihat manis dia dengan jilbab coklat berbordir bunga yang membungkus wajah ovalnya.
"ya sama kamu lah!"
"Padahal aku dari tadi dibelakang kamu lo"
"maksudmu??"
"Aku masuk dari pintu belakang. Habis naruh buras sama coto makasar dari Umi ke dapurnya kak aldi. Tadinya mau balik tapi aku liat kamu sendirian di depan jadi ya aku kesini"
"hm.... tunggu!. Pas kak aldi mandi kamu liat ga?"
"Apa?, kamu pikir aku cewek gatel????"
"Maksudku pas kak aldi mau mandi kamu berpapasan sama dia ga?"
"Ya enggak, lha tadi ga ada siapa-siapa dibelakang. Memang kedengeran ada orang mandi sih"
"Untunglah kalo gitu"
"Kok untung???"
"hm.... apa ya???" Aku kemudian diam.
"Apaan sih ndi? kamu nih suka main tebak-tebakan aja?"
"Untung bukan aku yang mandi, kalo aku yang mandi mungkin kamu ngintip aku, haha"
"haduh,… emang kamu keren gitu?, ya udah ayo jalan!"
"eh, iya tunggu ma!!"
Rahma lalu menarik tanganku dan kemudian kita jalan barengan ke lapangan kota baru. Shalat Idul Adha pertama di rantau terasa berkesan dengan kehadiran Rahma yang kini disebelahku,
berjalan dengan anggun,
dan membuat mataku tak berkedip sedikitpun.
Sebenarnya tadi aku bingung mau menjelaskan apa dalam percakapan dengannya, yang pasti aku seneng karena dia tidak tau kalau aku ngomong sama cermin mau "ngelamar" dia, hehe.
Mentari pagi menyinari pelipis rahma yang tertutupi Jilbab kecoklatan berbordir bunga, hidungnya terlihat mancung membentuk siluet kala itu. Ah, semakin anggun dia. Beda seperti pertama kali aku melihatnya. Namun di sisa lamunanku tentang dia, tiba-tiba aku ingat satu hal.
"Rahma?"
"Apa ndi?"
"Kaca matamu mana?"
"Ta taruh dirumah, emang kenapa?"
"Bisa keliatan jalan emang?" aku lalu berjalan mendahului rahma dan berhenti didepannya.
"Eh, mau ngapain kamu ndi?
"Ini berapa?" aku kemudian mengangkat tanganku membentuk gesture V
"ya dua lah, kamu ini aneh. Kamu pikir aku buta apa?"
"kirain kamu bakal blank, padahal aku sudah siap disini mengandeng tanganmu. Kali aja kesandung nanti, hehe"
"haduh nih anak mulai nyari kesempatan lagi ya? ga di mobil ga di jalan sama aja"
"Ya aku kan cuma memastikan aja, gitu aja marah"
"ya bisa lihat sih cuma kalo buat baca agak burem"
"Oh gitu ya, ngomong-ngomong masih jauh ga lapangan kota baru nya?
"deketlah dari sini ndi, palingan 10 menit nyampe. Udah ayo jalan keburu telat"
"Oke deh. Hm... aku boleh pinjem bahunya ga ma?
"haduh... nih anak mulai lagi ya"
"Aku kan cuma niru gayamu dulu saat dipantai, hehe"
"hm... boleh tapi nanti ya. Lurus di depan sana, di perempatan yang agak sepi"
"hm.... beneran nih???"
"iya beneran ndi.... di perempatan yang agak sepi sono. Soalnya disana ada bahu jalan yang agak gede"
"Aih, dasar Rahmaaaa!"
Matahari pagi semakin terasa hangat menyinari kita berdua yang berjalan membelakangi sinarnya. Bayangan kita berdua perlahan terlihat memanjang dan aku tidak tau seberapa dekat aku berjalan dengan rahma. Yang pasti, kini aku bisa merasakan arloji yang ia kenakan selalu menggores lengan kananku ketika kita berjalan beriringan. Dan, waktu semakin terasa berjalan melambat.
"…..............."
Diubah oleh andihunt 29-04-2014 15:20
0