- Beranda
- Stories from the Heart
2 CINTA DI NUSA BUNGA
...
TS
andihunt
2 CINTA DI NUSA BUNGA
2 CINTA DI NUSA BUNGA
Sepenggal Kisah Tentang Kacamata Berbingkai Hitam & Kerudung Putih yang Anggun












PROLOG
Dulu....
Sebelum aku meneruskan kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, aku mengambil kursus Bahasa Inggris di Kota Kediri untuk bekal kuliahku nanti. Namun pada kenyataanya aku terpaksa harus mengubur mimpi untuk kuliah di jawa dan pergi sekian mil jauhnya meninggalkan kampung halaman, sahabat bahkan Ibuku sendiri untuk memenuhi keinginanku melanjutkan kuliah.
Saat itu aku sadar kondisi ekonomi keluarga kami di kampung tidak cukup untuk memenuhi ambisiku meneruskan kuliah di kota besar seperti Surabaya. Jadi, aku akhirnya menerima tawaran kakakku untuk meneruskan kuliah di pulau antah berantah. Sebuah pulau yang tak pernah terbayangkan bahwa aku akan terdampar disana.
Dan sekarang aku akan bercerita tentang kisah perjalananku di pulau seberang, salah satu pulau di Nusa Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Bunga, sebagian ada juga yang menyebutnya sebagai Nuca Nepa (Pulau Ular).
Dari sana awal petualanganku dimulai, ketika akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku telah terdampar terlalu jauh dan bertarung dengan kegelisahan yang muncul di setiap saat, kegelisahan tentang nasib kuliahku disana dan juga ketergantungan hidup pada orang lain.
Namun dari kegelisahan ini akhirnya mengajari aku satu hal bahwa dalam perantauan aku harus berani mengambil resiko keluar dari gejolak hati yang sengaja aku ciptakan sendiri dan mencari jati diriku sebenarnya.
Kehidupan memang seperti semangkuk buah ceri, selalu ada rasa asem dan manis. Seperti kisah perjalananku ini yang telah membawaku bertemu dengan dua sosok wanita yang selalu memberi kedamaian dan mengajari aku tentang arti dari sebuah cinta dan persahabatan. Meskipun pada akhirnya, kita tak pernah bertemu lagi dan pulau itu hanya sebagai pulau transit saja. Kita mempunyai tujuan akhir yang berbeda, namun rasa cinta itu selalu ada di masing-masing potongan hati kita, dan selalu ada....selamanya.
And... the story goes.....
"..................."
Surabaya, 22 Maret 2014
Di hari yang kuimpikan, langit biru yang menawan seakan ku terbang melayang.
Kusambut cerahnya mentari, kutinggalkan semua mimpi seakan ku masih berlari.
Malam yang terus membisu, kota yang tampak membeku seakan kau ada didekatku.
Ah, sudah tak terhitung berapa kali aku menyanyikan lagu ini di teras rumah ketika rintik hujan dan malam yang sepi menggoda pikiran untuk membayangkan sosok yang pernah ada mengisi lembaran hati kala itu. Sosok wanita yang memiliki hati seputih salju dan senyum indah seperti bunga sakura yang berguguran di musim semi.
Surabaya terlihat sepi, sunyi dan semua yang terlihat hanya gelap malam dan kerlipan lampu yang nampak samar. Suara rintikan hujan menari nari di genting teras berlari beriringan dengan petikan gitarku yang semakin terdengar lirih. Sebuah malam yang menuntunku kembali ke suatu kisah yang menyisakan senyum kecil direlung hati ketika aku mengingatnya.
Entah kenapa aku menciptakan lagu itu beberapa tahun silam. Sebuah lagu yang kutulis melawan hati nurani untuk memilikinya dengan utuh. Ya, sebuah lagu yang menceritakan tentang seseorang yang mengagumi keindahan bunga mawar tanpa bisa memilikinya.
Di malam yang sunyi ini, sebuah gitar kembali memaksa aku bercerita tentang kisah cinta seorang pemuda di pulau seberang, tentang kacamata berbingkai hitam dan kerudung putih yang anggun.
Di suatu pulau di bagian tenggara Indonesia yang dikenal sebagai Pulau Ular awal cerita ini dimulai. Yah, Pulau Ular yang telah melilit aku dalam cintanya dan membius aku dengan bisanya yang melumpuhkan sendi-sendi tulangku hingga kini. Pulau itu.... adalah Nusa Bunga yang memiliki kota Maumere dengan segala hiruk pikuknya.
Hujan semakin deras menyisakan dingin menyelimuti kalbu. Senar gitarku masih begetar dengan nada yang sumbang. Kesendirian ini bertemankan gitar dan secangkir kopi yang siap mengantarkan aku pada suatu memori yang tersimpan rapi di relung hati terdalam. Dan, asap tipis dari secangkir kopi ini mulai memudar dan bercerita tentang kisah masa lalu. Tentang sebuah Kota yang mempertemukan aku dan mereka, dan dengan segala harapan yang pupus disana.
.........................
--Di suatu tempat di seberang samudera, ada sebuah pulau nan indah, pulau yang dikenal sebagai pulau bunga. Sebuah pulau di Nusa Tenggara yang menjadi dermaga cinta ini berlabuh pada dua hati. Namun, hanya ada satu cinta yang mengajari aku tentang arti dari sebuah perpisahan.--
Soundtrack
INDEX
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh andihunt 05-09-2014 18:50
nona212 dan anasabila memberi reputasi
3
28.3K
210
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
andihunt
#2
Sebuah Perjalanan. Part 2
Pukul 1 malam kapal berangkat dan aku yang sudah merasa bosan sandaran dari tadi dan mau meneruskan tidurpun rasanya susah karena banyak orang bersliweran. Sebenarnya klise sih. Pengap dan ga ada AC mungkin itu alasannya kenapa aku susah tidur. Ah sudahlah.
Setelah sirine kapal berbunyi dan perlahan besi terapung ini meninggalkan dermaga. Akupun berniat naik ke dek paling atas cari angin segar melepaskan lelah dan keringet yang masih tercium bau khasnya.Aku memandangi kerlipan lampu-lampu di dermaga yang kini terlihat semakin mengecil. Tas, aku taruh di ruang informasi dan nampaknya semua aman.
Udaranya begitu dingin, angin laut semakin kencang mengacak rambutku dan aku masih memandangi kerlipan lampu yang perlahan semakin samar dan hilang.Aku tak percaya aku berada disini, di kapal ini dan perlahan menjauh dari pulau yang telah membesarkanku dan memberiku banyak cerita. Tak terasa air mata menetes mengingat sahabat, orang tua dan keluarga yang aku sayangi terpisah sekian mil dariku sekarang. Namun, semangat untuk menjalani hidup yang lebih baik dan pengalaman baru yang lebih menantang perlahan menghilangkan rasa sedih ini.
“This is my life, and I must fight for it” gumamku dalam hati.
"…............"
Sunyi, sepi dan kosong. Semua yang kulihat di sekelilingku sekarang hanya laut yang tak bertepi. Aku masih tersandar di pagar pembatas kapal dan memandangi dengan heran gugusan bintang yang sedikit terkaburkan oleh asap dari cerobong kapal. Sesekali aku membenarkan rambutku yang tersisir lembut oleh angin malam yang semakin dingin. Mungkin saat itu hanya rasi bintang scorpio yang sedikit memahami kegelisahanku, dia tampak terang dan perlahan membuat mataku terpejam sejenak menikmati dinginya malam.
"ehem" tiba-tiba ada seorang berdehem dan kurasakan tangannya menepuk bahu kiriku. Sontak aku terkaget dan menoleh kesamping.
"Ngerokok mas?" seorang berperawakan agak tua, tinggi dengan logat medoknya menawariku sebatang rokok yang mungkin heran sejak dari tadi melihatku termenung.
"mm.. Boleh, mas mau ke maumere ya?" Balesku sambil menyulut rokok yang perlahan menghangatkan tubuhku.
"enggak sih, kalo masnya mau ke maumere ya?
"loh nggak ke maumere? Kok naik kapal ini?" tanyaku keheranan.
"ya ke maumere hanya transit, tujuan akhirnya mau ke lembata" dia menjelaskan sambil kulihat asap tipis keluar dari mulutnya. Rambutnya yang gondrong terurai angin malam yang memang lumayan kencang. Sekilas aku menaruh rasa curiga jangan-jangan dia preman di kapal ini. Namun, masa iya preman menawari sepuntung rokok yang memang aku butuhkan di malam sedingin ini?.
"oh, lembata?" aku masih bingung karena baru denger kota ini.
"herman. Orang asli solo" dia menyodorkan tangannya.
"Andi, orang mojokerto" aku kemudian membalas jabat tangannya.
"aku lihat dari tadi kamu ngelamun terus. Memang mas mau ke maumere?"
"oh, iya aku ke maumere. Ada kerjaan disana. Terus kamu mau ke lembata ngapain?"
"ada tes PNS. Kebetulan pamanku disana jadi adu nasib aja"
"wah asik tuh kalo udah jadi PNS, tapi baliknya ke jawa susah katanya kalo udah jadi PNS"
"Yelah kalo susah baliknya ya nikah aja sekalian disana hehe"
"kamu mau nikah sama orang asli sana?" aku kemudian tertawa skeptis.
"kalo udah jodohnya disana ya mau gimana lagi iya gak. Tapi jangan salah, orang sana banyak keturunan Arab lo, apalagi yang daerah pulau sabu"
"sabu-sabu maksud kamu?" aku menimpali heran.
"Pulau sabu bro, bukan sabu sabu!" kita kemudian tertawa bersama.
"…............"
Yah, hari pertama di kapal terhibur dengan kenalan baru yang ternyata berjarak 10 meter dari kamar aku di dek yang sama. Sejauh ini herman seorang kenalan yang baik meski agak kucel penampilannya. Apalagi usianya yang tergolong lebih tua membuat dia kelihatan kebih dewasa. Kita terkadang ngobrol hal-hal biasa mengenai suasana kuliahnya dulu dan kisah dengan pacarnya yang sempat putus. Sekedar obrolan mengusir kejenuhan di kapal yang terlihat monoton dengan segala aktivitasnya.
Aku dan hermanpun lebih sering menghabiskan waktu sharing, ngopi dan ngerokok di buritan sambil mendengar riuh ombak yang tergulung baling baling kapal. Terkadang mengamati gradiasi senja di sore hari yang membuat laut memerah dan perlahan menjadi hitam kebiruan. Tentu saja, dengan berteman asap yang selalu mengepul disela sela bibirnya. Kalo dipikir sih nih anak mengingatkanku pada seorang penyanyi reggae yang selalu mengisep rokok yang menjadi gimmicknya. Ya, siapa lagi kalo bukan Bob Marley.
Si herman memang agak kocak orangnya. Pernah pada suatu ketika ada cewek cakep jalan-jalan di dek kapal atas dan herman menggodanya. Si herman ngak tau kalo cewek ini sudah ada cowoknya yang ngikut di belakang. Bukan perhatian cewek yang ia dapet malah makian dari cowoknya. Dasar emang.
Hari kedua naik kapal masih berteman bosan kecuali saat jalan bareng Herman. Setelah tidur cukup pulas sehabis menikmati malam yang dingin semalam. Kini kepalaku terasa fresh lagi. Aku lihat jam di layar hapeku masih jam 6 pagi, aku kemudian masih melanjutkan tidur setelah bertarung dengan rasa lapar yang terasa. Perlahan HP Nokia 2600 yang aku pegangi mendadak jatuh kepelukan dan aku tertidur lagi. Rasa capai perjalanan kemaren karena kemacetan di jalan dan sedikit ngeronda bersama herman benar-benar memvonis diriku berhibernasi.
“Plak, sebuah pukulan ringan mendarat di bahu kiriku, dan aku pun terbangun kaget.’
“Eh, kamu man kenapa pagi begini bangunin sih.Ngantuk banget tau”
“Pagi gimana, udah jam 10 ini. Mana tiketmu aku ambilkan sarapan di kantin”
“Ah, masa jam 10.Perasan tadi liat jam masih jam 6 deh. Wah parah banget nih aku sampai vertigo gini.Tunggu Man, barengan aja ambil sarapannya, aku cuci muka dulu”
“Ah ga usah udah ngantri mengular tuh, biar aku aja yang ngambilin biar cepet. Oke”
“Barengan aja dah, takutnya nanti jatah porsiku kamu ambil lagi, haha”
“Hadeh, kamu nyawa belum terkumpul begini masih suuzon aja otak kamu” ya udah cuci muka sana, aku tungguin nih.
“Ga gitu man, bercanda kali. Oke tunggu ya”
Aku kemudian ngeloyong menuju kamar mandi yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat tidurku. Ah bau apa ini? Uhm…. Bau yang sangat menyengat di kamar mandi ini membuatku males melanjutkan langkah satu hasta pun. Akhirnya aku menutup pintu kamar mandi dan berbalik arah kembali ke herman.
"udah cuci muka kamu, perasaan ga ada bedanya sama yang tadi,masih kumel dan kayak pengemis jalanan, haha”
“Anjrit, sial itu di kamar mandi baunya pesing amat. Kamu punya aqua bekas ga”
“ada tuh, bekas diminum nenek tua tadi pagi”
“Yaelah, gitu aja udah ngatain aku kamu man. Ga apalah Cuma buat cuci muka doang kok”
Sehabis cuci muka dengan air mineral Herman, aku kemudian menuju ke kantin kapal dan bersiap ambil antrian. Nampaknya antrian sudah tidak mengular lagi dan kini bisa bergerak. Namun sayangnya, sudah tidak banyak pilihan lagi karena kita ngambil jatah sarapannya paling telat.
“Ini gara gara kamu nih kelamaan jadi Cuma sarapan nasi putih sama sambel” herman menggerutu jengkel.
“Ah biarin lah, lagian kita makan ngantri begini kayak narapidana aja.Kenapa ga sekalian dikasih seragam tersangka aja ya, haha” aku tertawa menghibur herman yang nampak bermuka asem.
“Eh, man makan di cafetaria aja yuk, kan menunya lebih enak tuh. Belum lagi adaceweknya cakep-cakep, kali aja nanti kamu bakal kecantol dan ga jadi ke lambata, hehe” aku melanjutkan pembicaraan dengan nada merayu.
“gini aja Ndi, kamu yang traktir aku gimana. Besok giliran aku dan yang bayar, deal?”
“Oke dah”
Nasi kotak yang kita ambil tadi kemudian kami simpan di meja kamar, kali aja nanti butuh buat kasih makan paus atau buat ngelem duit yang robek, haha. Aku dan herman kemudian bergegas naik ke dek nomor empat dimana dek itu berisi ruangan hiburan seperti tempat karaoke, café dan TV. Kami mengabil duduk paling depan karena alasan ada biduan nyanyi tadi, kebetulan tempatnya belum seramai ketika malam, jadi bisa bebas bersantai mendengarkan lagu dan melihat laut tenang dibalik jendela kapal.
“Man, rokok kamu masih ada”Punyaku udah habis dari kemarin nih”
‘Hm.. sudah habis Ndi,lagian kan sekarang kamu yang teraktir jadi aku tinggal ongkang kaki aja, oke” herman mengrenyitkan dahi sambil mengejek.
“Oke dah, tunggu ya aku pesen makanan dulu. Mau makan apa kamu, gimana kalo bakso aja?. Mantep tuh makan bakso di tengah laut dengan cuaca cerah kayak gini, berasa mandi keringet”
“Terserah lah, kan aku yang ditraktir jadi terima beres aja”
“Oke, sip”
Aku kemudian menggeser kursi plastik dan bergegas memesan dua mangkok bakso dan satu rokok S****na. Mbaknya kemudian segera melayani aku, nampak jari jemarinya yang terbungkus sarung tangan transparan dengan lincah mengambil beberapa buah Pentol dan memasukkan ke mangkok yang kami pesan. Tak lupa satu bungkus Rokok disiapkan disebelah mangkok bakso itu.
“47 ribu mas” mbaknya kemudian meberikan bon kepadaku.
“Adih, mahal bener. Ga keliru mbak?”
“Rokoknya 17.000, baksonya satu porsi 15.000 mas”
“Hadeh, perasan kemaren siang dijalan harga rokok ini 10.900 dan bakso mungkin sekitar 4.000 perak dengan porsi dikit begini” aku menggerutu didalam hati.
“Oke, mbak ini duitnya” Aku kemudian membawa dua mangkok bakso itu dan sebungkus rokok yang aku pesan. Dalam hati masih heran kenapaharganya bisa bengkak begitu, perasaan baru kemaren harganya sepuluh ribuan sekarang udah naik aja.
”Eh, man sekarang tahun berapa”
“Napa sih kamu aneh gini, tahun 2006 lah”
“Presidennya belum ganti kan?” aku melanjutkan.
‘Ya belumlah, emang kamu mau jadi presiden? Herman membalas sambil merobek bungkus rokok yang aku berikan padanya.
“Yah, heran aja kenapa harga disini jadi bengkak begini, Ini masih diperairan jawa kan? Kali aja kita tersesat Australia”
“Mau nyari suaka politik??” selidik dia seraya tertawa konyol
“Ya ga juga, takutnya kebablasan kesono, haha”
“Bodoh amat kamu, kalo yang namanya dikapal ya harganya bisa 3 kali lipet tau” Herman membalas kecut.
“Ah masa sih, besok kamu traktir aku kan?, jadi aku bisa memeloroti kamu nih, haha”
“ya, aku traktir. Tapi traktir makan sarapan antrian aja ya, haha" herman membalas sambil mengaduk bakso yang ada dihadapannya.
“Yelah, kamu gitu ya sama temen, tega”
“Nggak ah. Ga bisa diajak bercanda nih anak.Omong-omong kalo melihat harga disini bisa naik berlipet lipet aku penasaran harga cewek yang nyanyi itu berapa ya? Ya, suara aku kan bagus kali aja bisa magang nyanyi disini dan dibayar berlipet lipet dari pada nyanyi dangdut keliling di kampung” Herman kemudian tertawa yang kususul dengan tawa terbahak bahak pula.
"…................"
Setelah sirine kapal berbunyi dan perlahan besi terapung ini meninggalkan dermaga. Akupun berniat naik ke dek paling atas cari angin segar melepaskan lelah dan keringet yang masih tercium bau khasnya.Aku memandangi kerlipan lampu-lampu di dermaga yang kini terlihat semakin mengecil. Tas, aku taruh di ruang informasi dan nampaknya semua aman.
Udaranya begitu dingin, angin laut semakin kencang mengacak rambutku dan aku masih memandangi kerlipan lampu yang perlahan semakin samar dan hilang.Aku tak percaya aku berada disini, di kapal ini dan perlahan menjauh dari pulau yang telah membesarkanku dan memberiku banyak cerita. Tak terasa air mata menetes mengingat sahabat, orang tua dan keluarga yang aku sayangi terpisah sekian mil dariku sekarang. Namun, semangat untuk menjalani hidup yang lebih baik dan pengalaman baru yang lebih menantang perlahan menghilangkan rasa sedih ini.
“This is my life, and I must fight for it” gumamku dalam hati.
"…............"
Sunyi, sepi dan kosong. Semua yang kulihat di sekelilingku sekarang hanya laut yang tak bertepi. Aku masih tersandar di pagar pembatas kapal dan memandangi dengan heran gugusan bintang yang sedikit terkaburkan oleh asap dari cerobong kapal. Sesekali aku membenarkan rambutku yang tersisir lembut oleh angin malam yang semakin dingin. Mungkin saat itu hanya rasi bintang scorpio yang sedikit memahami kegelisahanku, dia tampak terang dan perlahan membuat mataku terpejam sejenak menikmati dinginya malam.
"ehem" tiba-tiba ada seorang berdehem dan kurasakan tangannya menepuk bahu kiriku. Sontak aku terkaget dan menoleh kesamping.
"Ngerokok mas?" seorang berperawakan agak tua, tinggi dengan logat medoknya menawariku sebatang rokok yang mungkin heran sejak dari tadi melihatku termenung.
"mm.. Boleh, mas mau ke maumere ya?" Balesku sambil menyulut rokok yang perlahan menghangatkan tubuhku.
"enggak sih, kalo masnya mau ke maumere ya?
"loh nggak ke maumere? Kok naik kapal ini?" tanyaku keheranan.
"ya ke maumere hanya transit, tujuan akhirnya mau ke lembata" dia menjelaskan sambil kulihat asap tipis keluar dari mulutnya. Rambutnya yang gondrong terurai angin malam yang memang lumayan kencang. Sekilas aku menaruh rasa curiga jangan-jangan dia preman di kapal ini. Namun, masa iya preman menawari sepuntung rokok yang memang aku butuhkan di malam sedingin ini?.
"oh, lembata?" aku masih bingung karena baru denger kota ini.
"herman. Orang asli solo" dia menyodorkan tangannya.
"Andi, orang mojokerto" aku kemudian membalas jabat tangannya.
"aku lihat dari tadi kamu ngelamun terus. Memang mas mau ke maumere?"
"oh, iya aku ke maumere. Ada kerjaan disana. Terus kamu mau ke lembata ngapain?"
"ada tes PNS. Kebetulan pamanku disana jadi adu nasib aja"
"wah asik tuh kalo udah jadi PNS, tapi baliknya ke jawa susah katanya kalo udah jadi PNS"
"Yelah kalo susah baliknya ya nikah aja sekalian disana hehe"
"kamu mau nikah sama orang asli sana?" aku kemudian tertawa skeptis.
"kalo udah jodohnya disana ya mau gimana lagi iya gak. Tapi jangan salah, orang sana banyak keturunan Arab lo, apalagi yang daerah pulau sabu"
"sabu-sabu maksud kamu?" aku menimpali heran.
"Pulau sabu bro, bukan sabu sabu!" kita kemudian tertawa bersama.
"…............"
Yah, hari pertama di kapal terhibur dengan kenalan baru yang ternyata berjarak 10 meter dari kamar aku di dek yang sama. Sejauh ini herman seorang kenalan yang baik meski agak kucel penampilannya. Apalagi usianya yang tergolong lebih tua membuat dia kelihatan kebih dewasa. Kita terkadang ngobrol hal-hal biasa mengenai suasana kuliahnya dulu dan kisah dengan pacarnya yang sempat putus. Sekedar obrolan mengusir kejenuhan di kapal yang terlihat monoton dengan segala aktivitasnya.
Aku dan hermanpun lebih sering menghabiskan waktu sharing, ngopi dan ngerokok di buritan sambil mendengar riuh ombak yang tergulung baling baling kapal. Terkadang mengamati gradiasi senja di sore hari yang membuat laut memerah dan perlahan menjadi hitam kebiruan. Tentu saja, dengan berteman asap yang selalu mengepul disela sela bibirnya. Kalo dipikir sih nih anak mengingatkanku pada seorang penyanyi reggae yang selalu mengisep rokok yang menjadi gimmicknya. Ya, siapa lagi kalo bukan Bob Marley.
Si herman memang agak kocak orangnya. Pernah pada suatu ketika ada cewek cakep jalan-jalan di dek kapal atas dan herman menggodanya. Si herman ngak tau kalo cewek ini sudah ada cowoknya yang ngikut di belakang. Bukan perhatian cewek yang ia dapet malah makian dari cowoknya. Dasar emang.
Hari kedua naik kapal masih berteman bosan kecuali saat jalan bareng Herman. Setelah tidur cukup pulas sehabis menikmati malam yang dingin semalam. Kini kepalaku terasa fresh lagi. Aku lihat jam di layar hapeku masih jam 6 pagi, aku kemudian masih melanjutkan tidur setelah bertarung dengan rasa lapar yang terasa. Perlahan HP Nokia 2600 yang aku pegangi mendadak jatuh kepelukan dan aku tertidur lagi. Rasa capai perjalanan kemaren karena kemacetan di jalan dan sedikit ngeronda bersama herman benar-benar memvonis diriku berhibernasi.
“Plak, sebuah pukulan ringan mendarat di bahu kiriku, dan aku pun terbangun kaget.’
“Eh, kamu man kenapa pagi begini bangunin sih.Ngantuk banget tau”
“Pagi gimana, udah jam 10 ini. Mana tiketmu aku ambilkan sarapan di kantin”
“Ah, masa jam 10.Perasan tadi liat jam masih jam 6 deh. Wah parah banget nih aku sampai vertigo gini.Tunggu Man, barengan aja ambil sarapannya, aku cuci muka dulu”
“Ah ga usah udah ngantri mengular tuh, biar aku aja yang ngambilin biar cepet. Oke”
“Barengan aja dah, takutnya nanti jatah porsiku kamu ambil lagi, haha”
“Hadeh, kamu nyawa belum terkumpul begini masih suuzon aja otak kamu” ya udah cuci muka sana, aku tungguin nih.
“Ga gitu man, bercanda kali. Oke tunggu ya”
Aku kemudian ngeloyong menuju kamar mandi yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat tidurku. Ah bau apa ini? Uhm…. Bau yang sangat menyengat di kamar mandi ini membuatku males melanjutkan langkah satu hasta pun. Akhirnya aku menutup pintu kamar mandi dan berbalik arah kembali ke herman.
"udah cuci muka kamu, perasaan ga ada bedanya sama yang tadi,masih kumel dan kayak pengemis jalanan, haha”
“Anjrit, sial itu di kamar mandi baunya pesing amat. Kamu punya aqua bekas ga”
“ada tuh, bekas diminum nenek tua tadi pagi”
“Yaelah, gitu aja udah ngatain aku kamu man. Ga apalah Cuma buat cuci muka doang kok”
Sehabis cuci muka dengan air mineral Herman, aku kemudian menuju ke kantin kapal dan bersiap ambil antrian. Nampaknya antrian sudah tidak mengular lagi dan kini bisa bergerak. Namun sayangnya, sudah tidak banyak pilihan lagi karena kita ngambil jatah sarapannya paling telat.
“Ini gara gara kamu nih kelamaan jadi Cuma sarapan nasi putih sama sambel” herman menggerutu jengkel.
“Ah biarin lah, lagian kita makan ngantri begini kayak narapidana aja.Kenapa ga sekalian dikasih seragam tersangka aja ya, haha” aku tertawa menghibur herman yang nampak bermuka asem.
“Eh, man makan di cafetaria aja yuk, kan menunya lebih enak tuh. Belum lagi adaceweknya cakep-cakep, kali aja nanti kamu bakal kecantol dan ga jadi ke lambata, hehe” aku melanjutkan pembicaraan dengan nada merayu.
“gini aja Ndi, kamu yang traktir aku gimana. Besok giliran aku dan yang bayar, deal?”
“Oke dah”
Nasi kotak yang kita ambil tadi kemudian kami simpan di meja kamar, kali aja nanti butuh buat kasih makan paus atau buat ngelem duit yang robek, haha. Aku dan herman kemudian bergegas naik ke dek nomor empat dimana dek itu berisi ruangan hiburan seperti tempat karaoke, café dan TV. Kami mengabil duduk paling depan karena alasan ada biduan nyanyi tadi, kebetulan tempatnya belum seramai ketika malam, jadi bisa bebas bersantai mendengarkan lagu dan melihat laut tenang dibalik jendela kapal.
“Man, rokok kamu masih ada”Punyaku udah habis dari kemarin nih”
‘Hm.. sudah habis Ndi,lagian kan sekarang kamu yang teraktir jadi aku tinggal ongkang kaki aja, oke” herman mengrenyitkan dahi sambil mengejek.
“Oke dah, tunggu ya aku pesen makanan dulu. Mau makan apa kamu, gimana kalo bakso aja?. Mantep tuh makan bakso di tengah laut dengan cuaca cerah kayak gini, berasa mandi keringet”
“Terserah lah, kan aku yang ditraktir jadi terima beres aja”
“Oke, sip”
Aku kemudian menggeser kursi plastik dan bergegas memesan dua mangkok bakso dan satu rokok S****na. Mbaknya kemudian segera melayani aku, nampak jari jemarinya yang terbungkus sarung tangan transparan dengan lincah mengambil beberapa buah Pentol dan memasukkan ke mangkok yang kami pesan. Tak lupa satu bungkus Rokok disiapkan disebelah mangkok bakso itu.
“47 ribu mas” mbaknya kemudian meberikan bon kepadaku.
“Adih, mahal bener. Ga keliru mbak?”
“Rokoknya 17.000, baksonya satu porsi 15.000 mas”
“Hadeh, perasan kemaren siang dijalan harga rokok ini 10.900 dan bakso mungkin sekitar 4.000 perak dengan porsi dikit begini” aku menggerutu didalam hati.
“Oke, mbak ini duitnya” Aku kemudian membawa dua mangkok bakso itu dan sebungkus rokok yang aku pesan. Dalam hati masih heran kenapaharganya bisa bengkak begitu, perasaan baru kemaren harganya sepuluh ribuan sekarang udah naik aja.
”Eh, man sekarang tahun berapa”
“Napa sih kamu aneh gini, tahun 2006 lah”
“Presidennya belum ganti kan?” aku melanjutkan.
‘Ya belumlah, emang kamu mau jadi presiden? Herman membalas sambil merobek bungkus rokok yang aku berikan padanya.
“Yah, heran aja kenapa harga disini jadi bengkak begini, Ini masih diperairan jawa kan? Kali aja kita tersesat Australia”
“Mau nyari suaka politik??” selidik dia seraya tertawa konyol
“Ya ga juga, takutnya kebablasan kesono, haha”
“Bodoh amat kamu, kalo yang namanya dikapal ya harganya bisa 3 kali lipet tau” Herman membalas kecut.
“Ah masa sih, besok kamu traktir aku kan?, jadi aku bisa memeloroti kamu nih, haha”
“ya, aku traktir. Tapi traktir makan sarapan antrian aja ya, haha" herman membalas sambil mengaduk bakso yang ada dihadapannya.
“Yelah, kamu gitu ya sama temen, tega”
“Nggak ah. Ga bisa diajak bercanda nih anak.Omong-omong kalo melihat harga disini bisa naik berlipet lipet aku penasaran harga cewek yang nyanyi itu berapa ya? Ya, suara aku kan bagus kali aja bisa magang nyanyi disini dan dibayar berlipet lipet dari pada nyanyi dangdut keliling di kampung” Herman kemudian tertawa yang kususul dengan tawa terbahak bahak pula.
"…................"
Diubah oleh andihunt 01-05-2014 16:32
0