- Beranda
- Stories from the Heart
Close X Cross
...
TS
Travestron
Close X Cross
Chapter 1
The Club
Le GanBaTei Cafe
Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.
“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.
“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.
“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.
“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.
“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.
“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.
“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”
“Heh perempuan....”
“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.
“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.
“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.
“Thanks my lovely mommy, myaw”
“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”
“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”
“Nyebong[1]?”
“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.
“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily
“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”
“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.
“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.
“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.
“Temen apa temen?” introgasi Lily.
“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.
“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.
“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.
“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.
“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".
“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.
“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.
“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.
“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”
“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.
“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.
“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.
“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.
“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.
“Mau kerja Mbak”
“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”
“Ia, m... Mam.”
“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”
“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.
“Ia, teteh hubungin aja”
“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.
“Siapa say?” tanya Sera.
“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”
“kamu besok jadi ke Bandung?”
“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”
“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.
“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.
“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.
“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.
Lily
Bandung, 2009
Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.
“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya
“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.
Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”
Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”
“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”
“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”
“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”
“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””
Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”
Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”
Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.
“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.
Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.
BERSAMBUNG
Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu
INDEX
Deskripsi para Tokoh utama.
The Club
Le GanBaTei Cafe
Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.
“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.
“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.
“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.
“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.
“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.
“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.
“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”
“Heh perempuan....”
“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.
“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.
“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.
“Thanks my lovely mommy, myaw”
“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”
“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”
“Nyebong[1]?”
“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.
“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily
“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”
“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.
“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.
“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.
“Temen apa temen?” introgasi Lily.
“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.
“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.
“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.
“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.
“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".
“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.
“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.
“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.
“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”
“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.
“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.
“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.
“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.
“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.
“Mau kerja Mbak”
“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”
“Ia, m... Mam.”
“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”
“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.
“Ia, teteh hubungin aja”
“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.
“Siapa say?” tanya Sera.
“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”
“kamu besok jadi ke Bandung?”
“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”
“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.
“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.
“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.
“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.
Lily
Bandung, 2009
Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.
“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya
“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.
Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”
Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”
“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”
“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”
“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”
“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””
Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”
Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”
Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.
“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.
Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.
BERSAMBUNG
Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu
INDEX
Spoiler for Index:
Deskripsi para Tokoh utama.
Spoiler for CHAR:
Diubah oleh Travestron 13-09-2014 13:56
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
42
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Travestron
#24
Chapter 11
Dilla, Medan 2012
Untuk sebuah sesi pemotretan dengannya mungkin ini yang paling ribet, bayangkan aku harus menghadapi dua orang wanita dengan segala peralatan yang tidak kebanyakan pria tau. Hari itu Shella membawa satu orang temannya. Dia Aulia, teman Shela yang juga bekerja di sebuah salon. Jika Shella datang dengan membawa seabrek pakaian yang akan aku pakai, maka Auli membawa sebuah kotak hitam besar yang belakangan aku baru tau kotak hitam tersebut berisi peralatan make-up yang cukup lengkap, walau awalnya aku kira itu benda yang sering dicari dari pesawat hilang.
“oh jadi ini, banci yang pengen kamu dandanin?” kata Auli mencoba menggoda ku.
“Enak aja banci, aku bukan banci” balas ku sewot yang masih belum iklas denga ide gila Shella ini.
“Udah deh mir, woles aja kenapa” shella mencoba menenangkan aku. Shella kemudian mendekati aku “mir, buka baju kamu”.
“hah buat apa?” aku penasaran dengan segala instruksi aneh ini.
“Udah buka aja, banyak nanya deh” entah kenapa aku menuruti begitu saja. Aku membuka kaos oblong ku di depan mereka berdua. Kini kedua wanita ini melihat badanku yang kata kebayakan orang terlalu kurus. Shella lalu mengeluarkan sebuah kotak berisi sesuatu yang bentuknya seperti bra, tetapi bentuknya lebih terlihat seperti kulit.
“wah... badan kamu tu mulus banget, engga berbulu lagi, beneran deh kamu engga cocok jadi cowok” ucap Aulia masih mencoba menggoda ku. Aku diam sambil melihatnya, membalas mulutnya hanya akan membuatnya senang.
Shella lalu mengambil handuk dan membersihkan dadaku. “buat apa?” tanyaku pada Shella.
“ini bra silicon, biar dada kamu kliatan alami” katanya sambil mencoba menempelkan sebuah bra tersebut ditempelkan ke dadaku, agak aneh rasanya ketika benda tersebut lengket di kulit ku, dan kini dada ku serasa berat seperti ada beban tambahan. Mungkin ini rasanya jika punya timbunan lemak berlebih di dada. Lalu shella mengeluarkan sebuah bra. “nih kamu pakai coba”.
“Kok beda?” kataku pada melihat bra yang diberikan. Bra yang diberikan Shella ini terbuat dari busa. Sedikit berbeda dengan bra yang biasa di jemur Ibu dan adikku, bahkan terkadang aku yang menganggkat dari jemuran.
“oh, yang ini khusus biar dadamu terlihat lebih berisi, udah jangan banyak tanya. Pake aja”
Aku lalu memperhatikan bra yang diberi oleh shella, dan mencari pengaitnya. Lalu mencoba memasangkannya ke dada ku dari depan, kemudian memutarnya sampai cupnya berada di depan. Tehnik memasang bra seperti ini aku pelajari dari pacarku. Jangan tanyakan saat apa aku melihat dia melakukanya.
Shella lalu mengeluarkan sebuah celana “nih kamu pake celana ini”.
“Shel, engga salah? Ini legging shel”
“ia aku tau itu legging, trus ada masalah? Apa mau aku minta pake stocking aja? Atau pantyhose kalo kamu beneran pengen?”.
Aku memandang celana legging hitam yang diberikan. Terfikir olehku bagaimana nasib “dedek” yang bakal terjepit dengan celana sempit itu. Lalu aku masuk ke toilet kantor untuk mengganti celana tersebut. hmm.... sedikit berbeda dari yang kufikirkan, walaupun terasa sempit tapi celana ini cukup elastis dan harus ku akui lebih nyaman dari skinny jeans.
Aku lalu keluar dari ruang tunggu dan kembali menuju shela. “great, Aulia, skarang tugas kau” ucap shella menyunggingkan senyum penuh arti. Sepertinya semua berjalan sesuai kemauannya.
“Sini kamu duduk” kali ini aulia yang mulai mengambil alih ku, dia memintaku duduk di salah satu bangku. Dengan hanya menggunakan bra dan legging kini mungkin wajahku akan di make over oleh cewek resek yang satu ini. Aulia mendekati ku sambil membongkar peralatan perang yang telah dibawanya. Kemudian dia memperhatikan wajah ku.
“wajah kamu sedikit berminyak, sebentar”. Auli kemudian mengambil sedikit pembersih wajah dan kapas wajah lalu membersihkan wajahku. Kemudian dia mengoleskan sedikit cream yang disebutnya alas bedak, foundation, dan menjelaskan banyak hal tentang fungsi dari tiap benda yang dioleskannya. Sedangkan aku hanya bisa diam sambil merasa bahwa kini aku menjadi kanvas bagi semua kuas dan sponge kosmetik miliknya.
Beberapa kali dia mengomeli ku karena sikap ku yang kurang bisa di atur menurutnya, “Mata kamu bisa engga sih engga kelilipan”, saat pensil alisnya mulai mewarnai alisku. Atau “kamu bisa diam engga sih”. “oh ya alis kamu terlalu tebal, alis kamu mau ku cukur engga?”
“gila, engga, enak aja. Aku suka alis ku!”
“okey” Auli kemudian mengambil sebuah lem kertas “kalau begitu akan ku tutup aja” dia mengolesi lem kertas di alisku dan menggambarnya kembali. Walaupun sepajang pekerjaanya Auli banyak mengoceh paling engga aku tau beberapa tehnik dalam make up. Hampir setengah jam Auli mempermak wajah ku. Hingga akhirnya selesai dan dia mempersilahkan aku untuk menatap wajahku kini.
“Gila, itu muka ku? Itu aku?” untuk pertama kali aku bisa kagum dengan wajahku sendiri. wajah ku yang dulu kusam kini disulap oleh kotak hitam Auli. Aku sekarang terlihat seperti model itali anoreksia dada kecil dengan pose nude di depan cermin.
“Okey, Mir, sekarang kamu coba pakaian ini”. Shella memberikan sebuah kotak besar pakaian yang akan aku pakai. Aku lalu membongkar pakaian yang sudah disiapkan, kebanyakan merupakan dengan model lengan panjang. Aku rasa cukup cocok untuk mnutupi bahuku yang sedikit lebar. Aku memilih satu dengan motif horizontal hitam, dan memakainya di depan Shella dan Auli. Setelah memakainya aku menunjukkan ke shella.
“perfect” dia lalu memberikan sebuah rok chiffon selutut berwarna hitam untuk aku pakai.
“Shell, aku lupa bawa wig nya” wajah Auli tiba-tiba berubah jadi panik.
“Hah, masak mau gini aja? Udah capek-capek di makeover juga”
Aku memperhatikan wajah kedua wanita yang sepertinya sangat antusias untuk proyek ini. sebuah kesempatan bagiku untuk mengatakan lebih baik untuk membatalkan proyek yang memalukan bagiku ini. tapi ku urungkan.
“Shel, ambilkan koleksi Paris atau Pasmina”.
“hah, kamu bisa pakai itu rupanya?” shella dan Aulia terus terang bukan tipe wanita yang suka atau bahkan seumur hidup mereka belum pernah memakai Hijab, kalaupun pernah menggunakan pasmina itu hanya di selempangkan, walau shella mengaku dia beragama Islam.
“Udah ambil aja” Shella lalu cepat-cepat mengambil koleksi pasmina di gallery butik nya dan kembali ke ruangan kami. Aku lalu mengambil salah satu, mengambil jarum dan langsung berdiri di depan cermin. Tak lebih dari sepuluh menit aku sudah menyelesaikan sebuah bentuk hijab modis. Yang aku pelajari dari adik dan Ibu. Diam-diam aku sering memperhatikan mereka yang memang jilbaber dari masa mudanya. Sedangkan Shella dan Auli hanya bisa terdiam menyaksikan keahlian terpendam ku ini.
Setelah selesai memakai pasmina shella lalu mengambil DSLR-nya, hari itu di butik miliknya aku menjalani foto sessio untuk empat model pakaian dengan hijab. Sejak hari itu aku menjadi model untu
Jakarta , 2014
Sehari setelah kunjungan keluarga kakaknya Dea. Dilla, Sera, Maya, Anna, Dea, dan Lily malam nanti akan berkumpul seperti biasa sambil menghabiskan malam. Hari itu Lily yang baru sampai siang ini langsung mengunjungi kamar Anna, dia langsung mengetuk pintu kamarnya
“tok...tok...tok...”
Anna membuka pintu kamarnya “Lily...” Anna memeluk lalu mempersilakan Lily masuk sambil melihat keadaan sekitar.
Di dalam kamar tanpa disuruh Lily langsung duduk di sofa sementara anna mempersiapkan minuman untuk Lily “gimana kabar papi, Ly?”
“Masih cukup baik mom,paling gak dengan ini dia masih bisa ngasih uang buat aku, sebagian aku pake buat beliin oleh-oleh buat yang lain”
“Sip, berarti kebeneran”
“Iya, kebeneran aku beliin buat mommy juga nih” sambil menunjukkan bungkusan kepada Anna
“Bukan itu maksud mommy, sayang” sambil membawakan minuman dan selembar dokumen dan menaruhnya di meja dekat sofa.
Tampang Lily yang tadinya ceria berubah menjadi serius “Ada masalah apa lagi mom? Kalo ormas atau individu tertentu yang mau meras kita biar aku tanganin langsung, kalo emang mereka gak bisa dipersuasi, biar aku bawa ke ruang VIP di dasar Kali Ciliwung” Lily meminum minuman yang dibawakan Anna.
Anna menghembuskan nafas “udah banyak mayat yang kamu buang ke situ Lily sayang, gak semua permasalahan bisa diselesaiin dengan cara begitu,terutama yang ini, coba deh kamu liat dokumennya dulu”
Lily membuka dokumennya, dan mulai membaca beberapa lembar informasi & berita yang ada di dalamnya, Anna menjelaskan situasinya “Dari beberapa kasus itu, semua korbannya mengalami hal yang sama, alat kelamin mereka dipotong, walau gak sampe putus, tapi yang unik di sini mereka semua mengalami sejenis trauma kejiwaan di saat diminta keterangan mereka gemeteran dan Cuma bisa ngucapin kata ‘merah’.Terus berdasarkan tanggal kejadiannya yang paling awal,peristiwa ini baru terjadi persis 1 hari setelah penghuni baru kita tiba, yaitu si Maya-”
Lily langsung memotong “Wow... masa mom langsung ngambil kesimpulan kalo tersangkanya itu Maya cuma karena dia kebeneran dateng di hari itu? Paling juga cuma kebetulan...”
Anna langsung sedikit membentak Lily “Dengerin dulu! mommy belum selesai.”
“okay, sorry mom”
“Gak cuma waktu kejadian aja, mommy nemuin senjata tajam di kamar dia, karambit lebih tepatnya, dari selisih waktu kejadian sama alibi waktu dia yang tiba beberapa jam mommy menaruh kecurigaan di situ, lagipula kejadian yang sama pernah terjadi sekali di Padang. Kampung halaman Maya. Belum lagi, bentuk mata pisau cocok dengan bentuk sayatan yang ada pada korban”
“Jadi sekarang mommy minta aku buat nyelidikin ini?”
“Betul, jadi kamu terima ini, di dalemnya udah ada sejenis chip, aplikasinya udah dikirim ke e mail kamu,tinggal kamu install aja ke smartphone kamu, kamu kasih ini ke dia, terus mulai dari situ” Anna memberikan Lily sebuah gantungan kunci berbentuk tengkorak kecil.
“Hmph.. ini semua pasti rancangan si Arkan ya? Jenius bener tuh anak”
Arkan adalah seorang sarjana cum laude lulusan Sistem Informasi, dia adalah keponakannya Anna, dia lulus pada usia 20 tahun. Dia juga yang merancang smartphone khusus untuk Lily yang bisa digunakan untuk mengacaukan sinyal, membobol jaringan data, melumpuhkan atau mengendalikan perangkat elektronik, dan beberapa fitur lainnya yang sangat membantu lily dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh Anna. Dan berkat rekomendasi anna dengan petinggi kepolisan dia kini bekerja di BIN (Badan Intelijen Negara).
Beberapa jam setelah briefing, Anna mengajak Maya, dan Dilla untuk hangout disana malam itu sambil mengendarai mobil yang sudah dikembalikan Lily,mereka pun tiba di kafe dan mulai bersosialisasi seperti biasa.
“hahaha......, jadi Dil, kamu mau aja ya di minta jadi model buat temen kamu?” ucap Lily. Sambil tertawa mendengar cerita Dilla pertama kali memakai pakaian wanita.
“Trus perasaan kamu tiap make pakaian wanita gimana?” tanya Dea.
“Hmm, biasa aja sih, Cuma merasa jadi cantik aja, sampe jatuh cintrong sama diri sendiri” kata Dilla sambil bercanda.
“Tapi mami suka kok make up kamu disini, cocok dengan wajah kamu, kamu keliatan kayak gadis timur tengah” ucap Anna, sambil melihat koleksi fotoku di page butik.
“Kamu emang punya bakat jadi girly ya myaw, bahkan kamu bisa make hijab tanpa kesulitan. Kami aja belum tentu bisa” ucap Sera.
“Hehe... yang jelas sejak itu, aku engga bakal protes kalo ada cewek yang dandan aja lama. Karena untuk jadi cantik itu juga engga singkat”. Ucap dilla.
“Bener banget, oh ya nih Dill buat kamu, oleh-oleh dari bandung” sambil menyerahkan sebuah sepatu wedges dengan ukuran cukup besar untuk ukuran wanita asia. “Mungkin cocok buat kamu, asli buatan Cibaduyut”
Dilla menerima sambil tersenyum heran atas kado teman barunya ini. “Trims Ly”
“Masa’ Dilla aja, kami mana?” ucap dea protes.
“Nih, buat kalian berdua” sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepada dea dan Sera yang berdiri di balik meja bartender. Lalu Lily mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk tengkorak “Nih may. Buat kamu” ucap lily, sebuah oleh-oleh yang sedikit berbeda untuk temannya yang menggemari motif-motif gothic.
BERSAMBUNG
Dilla, Medan 2012
Untuk sebuah sesi pemotretan dengannya mungkin ini yang paling ribet, bayangkan aku harus menghadapi dua orang wanita dengan segala peralatan yang tidak kebanyakan pria tau. Hari itu Shella membawa satu orang temannya. Dia Aulia, teman Shela yang juga bekerja di sebuah salon. Jika Shella datang dengan membawa seabrek pakaian yang akan aku pakai, maka Auli membawa sebuah kotak hitam besar yang belakangan aku baru tau kotak hitam tersebut berisi peralatan make-up yang cukup lengkap, walau awalnya aku kira itu benda yang sering dicari dari pesawat hilang.
“oh jadi ini, banci yang pengen kamu dandanin?” kata Auli mencoba menggoda ku.
“Enak aja banci, aku bukan banci” balas ku sewot yang masih belum iklas denga ide gila Shella ini.
“Udah deh mir, woles aja kenapa” shella mencoba menenangkan aku. Shella kemudian mendekati aku “mir, buka baju kamu”.
“hah buat apa?” aku penasaran dengan segala instruksi aneh ini.
“Udah buka aja, banyak nanya deh” entah kenapa aku menuruti begitu saja. Aku membuka kaos oblong ku di depan mereka berdua. Kini kedua wanita ini melihat badanku yang kata kebayakan orang terlalu kurus. Shella lalu mengeluarkan sebuah kotak berisi sesuatu yang bentuknya seperti bra, tetapi bentuknya lebih terlihat seperti kulit.
“wah... badan kamu tu mulus banget, engga berbulu lagi, beneran deh kamu engga cocok jadi cowok” ucap Aulia masih mencoba menggoda ku. Aku diam sambil melihatnya, membalas mulutnya hanya akan membuatnya senang.
Shella lalu mengambil handuk dan membersihkan dadaku. “buat apa?” tanyaku pada Shella.
“ini bra silicon, biar dada kamu kliatan alami” katanya sambil mencoba menempelkan sebuah bra tersebut ditempelkan ke dadaku, agak aneh rasanya ketika benda tersebut lengket di kulit ku, dan kini dada ku serasa berat seperti ada beban tambahan. Mungkin ini rasanya jika punya timbunan lemak berlebih di dada. Lalu shella mengeluarkan sebuah bra. “nih kamu pakai coba”.
“Kok beda?” kataku pada melihat bra yang diberikan. Bra yang diberikan Shella ini terbuat dari busa. Sedikit berbeda dengan bra yang biasa di jemur Ibu dan adikku, bahkan terkadang aku yang menganggkat dari jemuran.
“oh, yang ini khusus biar dadamu terlihat lebih berisi, udah jangan banyak tanya. Pake aja”
Aku lalu memperhatikan bra yang diberi oleh shella, dan mencari pengaitnya. Lalu mencoba memasangkannya ke dada ku dari depan, kemudian memutarnya sampai cupnya berada di depan. Tehnik memasang bra seperti ini aku pelajari dari pacarku. Jangan tanyakan saat apa aku melihat dia melakukanya.
Shella lalu mengeluarkan sebuah celana “nih kamu pake celana ini”.
“Shel, engga salah? Ini legging shel”
“ia aku tau itu legging, trus ada masalah? Apa mau aku minta pake stocking aja? Atau pantyhose kalo kamu beneran pengen?”.
Aku memandang celana legging hitam yang diberikan. Terfikir olehku bagaimana nasib “dedek” yang bakal terjepit dengan celana sempit itu. Lalu aku masuk ke toilet kantor untuk mengganti celana tersebut. hmm.... sedikit berbeda dari yang kufikirkan, walaupun terasa sempit tapi celana ini cukup elastis dan harus ku akui lebih nyaman dari skinny jeans.
Aku lalu keluar dari ruang tunggu dan kembali menuju shela. “great, Aulia, skarang tugas kau” ucap shella menyunggingkan senyum penuh arti. Sepertinya semua berjalan sesuai kemauannya.
“Sini kamu duduk” kali ini aulia yang mulai mengambil alih ku, dia memintaku duduk di salah satu bangku. Dengan hanya menggunakan bra dan legging kini mungkin wajahku akan di make over oleh cewek resek yang satu ini. Aulia mendekati ku sambil membongkar peralatan perang yang telah dibawanya. Kemudian dia memperhatikan wajah ku.
“wajah kamu sedikit berminyak, sebentar”. Auli kemudian mengambil sedikit pembersih wajah dan kapas wajah lalu membersihkan wajahku. Kemudian dia mengoleskan sedikit cream yang disebutnya alas bedak, foundation, dan menjelaskan banyak hal tentang fungsi dari tiap benda yang dioleskannya. Sedangkan aku hanya bisa diam sambil merasa bahwa kini aku menjadi kanvas bagi semua kuas dan sponge kosmetik miliknya.
Beberapa kali dia mengomeli ku karena sikap ku yang kurang bisa di atur menurutnya, “Mata kamu bisa engga sih engga kelilipan”, saat pensil alisnya mulai mewarnai alisku. Atau “kamu bisa diam engga sih”. “oh ya alis kamu terlalu tebal, alis kamu mau ku cukur engga?”
“gila, engga, enak aja. Aku suka alis ku!”
“okey” Auli kemudian mengambil sebuah lem kertas “kalau begitu akan ku tutup aja” dia mengolesi lem kertas di alisku dan menggambarnya kembali. Walaupun sepajang pekerjaanya Auli banyak mengoceh paling engga aku tau beberapa tehnik dalam make up. Hampir setengah jam Auli mempermak wajah ku. Hingga akhirnya selesai dan dia mempersilahkan aku untuk menatap wajahku kini.
“Gila, itu muka ku? Itu aku?” untuk pertama kali aku bisa kagum dengan wajahku sendiri. wajah ku yang dulu kusam kini disulap oleh kotak hitam Auli. Aku sekarang terlihat seperti model itali anoreksia dada kecil dengan pose nude di depan cermin.
“Okey, Mir, sekarang kamu coba pakaian ini”. Shella memberikan sebuah kotak besar pakaian yang akan aku pakai. Aku lalu membongkar pakaian yang sudah disiapkan, kebanyakan merupakan dengan model lengan panjang. Aku rasa cukup cocok untuk mnutupi bahuku yang sedikit lebar. Aku memilih satu dengan motif horizontal hitam, dan memakainya di depan Shella dan Auli. Setelah memakainya aku menunjukkan ke shella.
“perfect” dia lalu memberikan sebuah rok chiffon selutut berwarna hitam untuk aku pakai.
“Shell, aku lupa bawa wig nya” wajah Auli tiba-tiba berubah jadi panik.
“Hah, masak mau gini aja? Udah capek-capek di makeover juga”
Aku memperhatikan wajah kedua wanita yang sepertinya sangat antusias untuk proyek ini. sebuah kesempatan bagiku untuk mengatakan lebih baik untuk membatalkan proyek yang memalukan bagiku ini. tapi ku urungkan.
“Shel, ambilkan koleksi Paris atau Pasmina”.
“hah, kamu bisa pakai itu rupanya?” shella dan Aulia terus terang bukan tipe wanita yang suka atau bahkan seumur hidup mereka belum pernah memakai Hijab, kalaupun pernah menggunakan pasmina itu hanya di selempangkan, walau shella mengaku dia beragama Islam.
“Udah ambil aja” Shella lalu cepat-cepat mengambil koleksi pasmina di gallery butik nya dan kembali ke ruangan kami. Aku lalu mengambil salah satu, mengambil jarum dan langsung berdiri di depan cermin. Tak lebih dari sepuluh menit aku sudah menyelesaikan sebuah bentuk hijab modis. Yang aku pelajari dari adik dan Ibu. Diam-diam aku sering memperhatikan mereka yang memang jilbaber dari masa mudanya. Sedangkan Shella dan Auli hanya bisa terdiam menyaksikan keahlian terpendam ku ini.
Setelah selesai memakai pasmina shella lalu mengambil DSLR-nya, hari itu di butik miliknya aku menjalani foto sessio untuk empat model pakaian dengan hijab. Sejak hari itu aku menjadi model untu
Jakarta , 2014
Sehari setelah kunjungan keluarga kakaknya Dea. Dilla, Sera, Maya, Anna, Dea, dan Lily malam nanti akan berkumpul seperti biasa sambil menghabiskan malam. Hari itu Lily yang baru sampai siang ini langsung mengunjungi kamar Anna, dia langsung mengetuk pintu kamarnya
“tok...tok...tok...”
Anna membuka pintu kamarnya “Lily...” Anna memeluk lalu mempersilakan Lily masuk sambil melihat keadaan sekitar.
Di dalam kamar tanpa disuruh Lily langsung duduk di sofa sementara anna mempersiapkan minuman untuk Lily “gimana kabar papi, Ly?”
“Masih cukup baik mom,paling gak dengan ini dia masih bisa ngasih uang buat aku, sebagian aku pake buat beliin oleh-oleh buat yang lain”
“Sip, berarti kebeneran”
“Iya, kebeneran aku beliin buat mommy juga nih” sambil menunjukkan bungkusan kepada Anna
“Bukan itu maksud mommy, sayang” sambil membawakan minuman dan selembar dokumen dan menaruhnya di meja dekat sofa.
Tampang Lily yang tadinya ceria berubah menjadi serius “Ada masalah apa lagi mom? Kalo ormas atau individu tertentu yang mau meras kita biar aku tanganin langsung, kalo emang mereka gak bisa dipersuasi, biar aku bawa ke ruang VIP di dasar Kali Ciliwung” Lily meminum minuman yang dibawakan Anna.
Anna menghembuskan nafas “udah banyak mayat yang kamu buang ke situ Lily sayang, gak semua permasalahan bisa diselesaiin dengan cara begitu,terutama yang ini, coba deh kamu liat dokumennya dulu”
Lily membuka dokumennya, dan mulai membaca beberapa lembar informasi & berita yang ada di dalamnya, Anna menjelaskan situasinya “Dari beberapa kasus itu, semua korbannya mengalami hal yang sama, alat kelamin mereka dipotong, walau gak sampe putus, tapi yang unik di sini mereka semua mengalami sejenis trauma kejiwaan di saat diminta keterangan mereka gemeteran dan Cuma bisa ngucapin kata ‘merah’.Terus berdasarkan tanggal kejadiannya yang paling awal,peristiwa ini baru terjadi persis 1 hari setelah penghuni baru kita tiba, yaitu si Maya-”
Lily langsung memotong “Wow... masa mom langsung ngambil kesimpulan kalo tersangkanya itu Maya cuma karena dia kebeneran dateng di hari itu? Paling juga cuma kebetulan...”
Anna langsung sedikit membentak Lily “Dengerin dulu! mommy belum selesai.”
“okay, sorry mom”
“Gak cuma waktu kejadian aja, mommy nemuin senjata tajam di kamar dia, karambit lebih tepatnya, dari selisih waktu kejadian sama alibi waktu dia yang tiba beberapa jam mommy menaruh kecurigaan di situ, lagipula kejadian yang sama pernah terjadi sekali di Padang. Kampung halaman Maya. Belum lagi, bentuk mata pisau cocok dengan bentuk sayatan yang ada pada korban”
“Jadi sekarang mommy minta aku buat nyelidikin ini?”
“Betul, jadi kamu terima ini, di dalemnya udah ada sejenis chip, aplikasinya udah dikirim ke e mail kamu,tinggal kamu install aja ke smartphone kamu, kamu kasih ini ke dia, terus mulai dari situ” Anna memberikan Lily sebuah gantungan kunci berbentuk tengkorak kecil.
“Hmph.. ini semua pasti rancangan si Arkan ya? Jenius bener tuh anak”
Arkan adalah seorang sarjana cum laude lulusan Sistem Informasi, dia adalah keponakannya Anna, dia lulus pada usia 20 tahun. Dia juga yang merancang smartphone khusus untuk Lily yang bisa digunakan untuk mengacaukan sinyal, membobol jaringan data, melumpuhkan atau mengendalikan perangkat elektronik, dan beberapa fitur lainnya yang sangat membantu lily dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh Anna. Dan berkat rekomendasi anna dengan petinggi kepolisan dia kini bekerja di BIN (Badan Intelijen Negara).
Beberapa jam setelah briefing, Anna mengajak Maya, dan Dilla untuk hangout disana malam itu sambil mengendarai mobil yang sudah dikembalikan Lily,mereka pun tiba di kafe dan mulai bersosialisasi seperti biasa.
“hahaha......, jadi Dil, kamu mau aja ya di minta jadi model buat temen kamu?” ucap Lily. Sambil tertawa mendengar cerita Dilla pertama kali memakai pakaian wanita.
“Trus perasaan kamu tiap make pakaian wanita gimana?” tanya Dea.
“Hmm, biasa aja sih, Cuma merasa jadi cantik aja, sampe jatuh cintrong sama diri sendiri” kata Dilla sambil bercanda.
“Tapi mami suka kok make up kamu disini, cocok dengan wajah kamu, kamu keliatan kayak gadis timur tengah” ucap Anna, sambil melihat koleksi fotoku di page butik.
“Kamu emang punya bakat jadi girly ya myaw, bahkan kamu bisa make hijab tanpa kesulitan. Kami aja belum tentu bisa” ucap Sera.
“Hehe... yang jelas sejak itu, aku engga bakal protes kalo ada cewek yang dandan aja lama. Karena untuk jadi cantik itu juga engga singkat”. Ucap dilla.
“Bener banget, oh ya nih Dill buat kamu, oleh-oleh dari bandung” sambil menyerahkan sebuah sepatu wedges dengan ukuran cukup besar untuk ukuran wanita asia. “Mungkin cocok buat kamu, asli buatan Cibaduyut”
Dilla menerima sambil tersenyum heran atas kado teman barunya ini. “Trims Ly”
“Masa’ Dilla aja, kami mana?” ucap dea protes.
“Nih, buat kalian berdua” sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepada dea dan Sera yang berdiri di balik meja bartender. Lalu Lily mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk tengkorak “Nih may. Buat kamu” ucap lily, sebuah oleh-oleh yang sedikit berbeda untuk temannya yang menggemari motif-motif gothic.
BERSAMBUNG
Diubah oleh Travestron 20-04-2014 00:11
0