- Beranda
- Stories from the Heart
Accidentally In Love [True Story]
...
TS
robotpintar
Accidentally In Love [True Story]
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214023854.png)
Spoiler for Cover:
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214024411.png)
So she said what's the problem baby
What's the problem I don't know
Well maybe I'm in love (love)
Think about it every time
I think about it
Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this
Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love)
Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on
Turn a little faster
Come on, come on
The world will follow after
Come on, come on
Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love
Melting under blue skies
Belting out sunlight
Shimmering love
Well baby I surrender
To the strawberry ice cream
Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it
But there's no escaping your love
These lines of lightning
Mean we're never alone,
Never alone, no, no
We're accidentally in love
Accidentally in love [x7]
Accidentally I'm In Love
Spoiler for Bagian 1:
#1
Quote:
“Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!”
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
DAFTAR ISI
Quote:
CHAPTER 1
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
Quote:
CHAPTER 2
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
Quote:
CHAPTER 3
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
Quote:
CHAPTER 4 The Prekuel
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
Quote:
CHAPTER 5!!
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
Quote:
CHAPTER 6
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
Quote:
Quote:
Diubah oleh robotpintar 10-04-2014 08:46
namakuag dan 119 lainnya memberi reputasi
118
1.3M
Kutip
2.3K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
robotpintar
#2223
Spoiler for End:
SEKAPUR BARUS
Quote:
Setelah hampir lebih dari satu bulan lebih gua bercerita tentang penggalan hidup gua disebuah forum internet (yang katanya terbesar di Indonesia). Setelah lebih dari 60 part, 7 Chapter dan lebih dari 112.000 kata gua rangkai, akhirnya sampai disebuah frase dimana gua harus mengakhiri-nya. Bukannya enggan untuk terus menulis, bukannya malas untuk terus bercerita, tapi gua Cuma mau kisah ini tetap pada koridor-nya, tetap pada benang merah yang menjadi kerangka cerita ini. Gua bisa saja terus bercerita tentang detail-detail yang mungkin terlewat, adegan-adegan yang dengan sengaja atau tidak sengaja ter-lupakan atau mungkin sebuah pre-kuel lagi dimana gua duduk dibangku SMA dan Kuliah, yang tentunya menurut hemat gua bakal mengurangi esensi dari kisah ini.
Kita; gua, elu dan kalian semua pasti sadar akan hadirnya ‘akhir’ pada sebuah ‘awal’, hanya ada satu zat didunia ini yang memiliki infinitas; bukan angka nol, bukan luasnya laut, bukan tinggi-nya langit, bukan usia, bukan pula semesta, melainkan Tuhan, Dia yang tanpa awal dan tak punya akhir, The Real Infinity. Tapi terlalu jauh rasanya jika gua membawa-bawa infinitas tuhan dalam kisah konyol ini.
Seperti yang pernah gua tulis dalam salah satu bagian cerita, ‘This is not The End, Its just a Beginning’.
Dan disetiap akhir dari sesuatu merupakan sebuah awal buat sesuatu yang lain. Mungkin dengan berakhirnya cerita gua ini, gua bisa menulis cerita lain, yang mungkin nggak ‘based on true story’ suatu saat nanti, mungkin bisa menginspirasi teman-teman yang lain untuk ikut menulis atau mungkin ada beberapa orang yang terinspirasi dari kisah ini sehingga akhirnya bisa memulai sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil.
Bisa jadi?
Harus Bisa!
Gua pernah mendapat sebuah pertanyaan dari salah seorang readers;
“Bang, enak banget ya jadi elu, bisa kerja di inggris, gimana sih caranya?”
Jangan selalu mengikuti jalan yang sudah gua tapaki, cobalah menggunakan sepatu yang sama dengan gua.
Ada beberapa hal unik terjadi selama gua menulis cerita ini; hal pertama tentu saja tentang respon istri gua, yang terkadang sering mendapati gua duduk di kursi meja makan tengah malam buta hanya untuk menyelesaikan part dalam cerita ini. Dan sampai saat ini dia masih berfikir saat itu gua tengah bekerja menyelesaikan tugas kantor.
Hal berikutnya adalah terkuaknya kembali potongan-potongan memori tentang masa-lalu yang beberapa diantaranya sudah gua bungkus rapat-rapat dengan kelambu kenangan agar tidak lagi menghantui tidur malam gua.
Berkat cerita ini pula, sebuah kebenaran berdiri tegas. Ines mengetahui tentang siapa Resti dan gua semakin terbuai dalam kebesaran hati Ines. Dan bukan demi sebuah pembelaan, saat suatu malam gua berkata ke Ines;
“Kebenaran yang belum dikatakan bukanlah sebuah kebohongan, nes..”
Kemudian Ines menjawab;
“Kebohongan berasal dari kebenaran yang nggak dikatakan, kemudian diselewengkan, you just millimeter away from that shit, liar!”
Dalam kurun waktu gua menulis dan memposting cerita ini dalam sebuah forum, ada kalanya gua sempat dibilang kurang aktif dalam menjawab beberapa pertanyaan yang terlontar dari beberapa member, bukannya pelit berkomentar atau malah terkesan sombong, bukan, sama sekali bukan. Gua berlaku seperti itu (pelit komentar dan kurang aktif) hanya demi melindungi isi dari benang merah cerita dan tetap mencoba berada di balik layar agar ke-misterius-an gua tetap terjaga.
Ditambah ada beberapa orang yang mungkin penasaran tentang bagaimana rupa Ines, cantikkah Resti, semirip apakah Heru dengan beruk atau mungkin sesangar apakah si komeng. Untuk hal yang satu ini, dengan berat hati gua selalu mengabaikanya, tentu saja tujuannya sama; hanya urutannya yang sedikit berbeda; Untuk menjaga privasi mereka yang menjadi tanggung jawab gua setelah cerita ini di publish dan (tetap) melindungi isi dari benang merah cerita ditambah sebuah psikologi teori ekspektasi yang bakal diterima pembaca, menurut gua justru dengan menebak-nebak, mencoba menerka dan tenggelam oleh rasa penasaran tersebut lah para pembaca justru berimajinasi semakin luas, semakin merajalela dan pada akhirnya mendapat kepuasan tersendiri dengan Ines versi imajinasinya, dengan Resti versi khayalannya atau mungkin Heru versi bayangan pembaca masing-masing; The Power Of Imagination. Gua hanya membimbing pembaca untuk membangun tokoh lewat penggambaran yang gua tuliskan.
Ada yang sempat bertanya: “Bang elo penulis ya?”
Bukan!, sama sekali bukan. Menulis merupakan hobi, menulis merupakan sebuah kesenangan tanpa henti, menulis merupakan sebuah cara membunuh waktu, buat gua menulis adalah belajar, menulis untuk menggambarkan kesedihan, menulis adalah cara meluapkan kegembiraan. Sejak kecil gua sudah menulis, entah menulis indah di buku bergaris lima (buku wajib SD jaman dulu), menulis kata mutiara di diari teman, menulis cerpen tentang pekerjaan bokap bahkan gua sempat menulis surat ijin sakit untuk diri gua sendiri #eh (maksudnya memalsukan surat). Intinya, gua bukan penulis professional dan nggak pernah mengenyam pendidikan formal sebagai penulis.
Ada satu ‘saran’ dari salah satu tokoh paling berpengaruh dari gaya menulis gua; Charles Dickens dan Oliver Twist adalah salah satu novel favorit gua. Dia pernah bilang;
“Untuk mulai menulis, banyak-lah membaca”.
Dan Charles Dickens bukanlah satu-satunya penulis yang menginspirasi gua, Dan Brown dengan Digital Fortress-nya juga pada akhirnya malah merubah arah gaya menulis gua dari banyaknya penggunaan prosa negatif menjadi lebih kaya dengan penggunaan prosa positif. Tapi, keunggulan Charles Dickens dengan kalimat-kalimat sederhana-nya terkadang masih terasa ‘terlalu sederhana’ dibanding Dan Brown yang lebih punya banyak kemajemukan dalam penggunaan kalimat dan penggambaran lokasi yang sempurna dimana sampai saat ini gua masih mencoba mempelajari gaya-nya.
Oke sedikit tips buat teman-teman yang lain, bukan bermaksud untuk menggurui, bukan pula sok ber-jago-ria, hanya sekedar tips, boleh digunakan jika berguna dan boleh diabaikan jika kurang berkenan;
Contoh-1
Andi bangun tidur, makan, pergi kewarung untuk membeli rokok, dijalan bertemu soraya yang cantik, mereka pun berkenalan.
Contoh-2
Terbangun dari tidur, rasa lapar menghantui-nya. Andi menyambut sepiring nasi penuh lauk yang sudah siap diatas meja makan kemudian mulai melahapnya. Selesai makan, Andi berjalan menyusuri gang kecil menuju ke warung untuk membeli rokok, ditengah perjalanan dia bertemu dengan perempuan cantik dengan rambut panjang, andi terpesona. Kemudian mereka pun berkenalan, nama perempuan itu; soraya.
Contoh-3
Andi merasakan rasa lapar yang amat sangat, dia terjaga dari tidur-nya. Di meja makan Andi disambut oleh sepiring nasi penuh lauk yang seakan memanggilnya, sekejap kemudian Andi sudah larut, bergumul dengan peluh dan nasi penuh lauk dihadapannya.Setelah rasa laparnya terpuaskan, ia bergegas meninggalkan rumahnya yang terletak di gang sempit menuju ke sebuah warung yang berada di ujung jalan. Disalah satu sudut jalan dia melihat sosok wanita cantik, tinggi semampai dengan rambut yang sebagian menutupi wajahnya. Andi diam tak bergerak, tertegun dan terpesona. Tanpa menunggu lama, takut kesempatan terbuang, Andi menghampiri wanita itu kemudian menjulurkan tangan;
“Hai,.. boleh kenalan?”
“Boleh..”
Wanita itu menjawab sambil tersipu.
“Nama gue soraya, panggil aja aya..”
“Halo aya.. nama gue.. sayang”
Andi menjawab sambil berkelakar
“Eh.. halo sayang..”
dan mereka pun berkenalan.
Dari ketiga contoh yang gua jabarkan diatas tentu saja tidak ada yang salah, hanya saja berbeda dari tingkat penjabaran dan penggambaran lokasi dan karakter. Buat gua tentu saja contoh nomor dua sudah cukup mumpuni untuk memuaskan pembaca menyelami cerita. Tapi, contoh terakhir adalah yang paling mendekati penggambaran karakter dan lokasi. Karakter Andi pada contoh ketiga lebih dapat mengeluarkan sisi dirinya yang spontan juga sedikit lucu dan penggambaran lokasi rumahnya juga lebih ter-eksploitasi.
Dari segi editorial gua juga ada sedikit tips;
Usahakan jangan pernah melakukan editing saat tengah menulis, biarkan jari-jari lo terus menulis tanpa terinterupsi oleh grammar, missing symbol atau bahkan salah ketik. Setelah selesai menulis satu bagian barulah lakukan koreksi. Untuk menulis dengan dasar sebuah pengalaman pribadi hendaknya kita buat semacam timeline atau timetable tersendiri kemudian diisi dengan kata kunci dari kejadian-kejadian paling diingat kemudian mundur kebelakang, hal itu akan membantu menemukan missing link pada memori kita. Kemudian berdasar dari ‘kata kunci’ yang sudah dibuat tadi, bisa dikembangkan menjadi sebuah kalimat yang akan menjadi kerangka sebuah cerita.
Misal;
TIMELINE
Dari timeline diatas bisa dikembangkan lagi menjadi sub-sub bagian yang punya porsi cerita sendiri, kemudian dibuat sebuah kalimat kerangka ditambah beberapa kalimat pendukung, penyelaman karakter, isi dialog yang tepat dan penggambaran setting lokasi. Dari situ akan tercipta sebuah benang merah yang akan membentuk alur yang nyaman untuk dibaca. Perihal penggunaan dan penyusunan kata, ada baiknya menggunakan saran dari Charles Dickens; ‘Banyak-banyaklah membaca’.
Untuk yang punya diary atau semacam catatan hidup, mungkin akan sangat membantu. Apalagi (konon katanya) ada sebuah fitur ‘timeline’ di Facebook dan Path. Buat yang menggunakannya akan sangat-sangat membantu membentuk kerangka cerita.
Oke, itu tadi secuil tips yang mudah-mudahan bermanfaat.
Dan pada akhirnya (karena setiap awal pasti ada akhir), gua mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk para readers yang setia menunggu ‘update’-an cerita, saran jenius, kritik membangun ataupun pertanyaan-pertanyaan Kepo yang secara tidak langsung memberi suntikan semangat gua untuk terus menulis, menyelesaikan cerita yang sudah gua mulai.
Terima kasih banyak juga;
Buat Heru ‘beruk’ bajingan buduk yang mudah-mudahan sukses menikahi cewek bule, pirang yang selalu jadi mimpinya.
Buat Komeng yang saat ini mungkin sedang asik dengan hobi barunya mengasah golok.
Buat Bokap, Nyokap, Ika (beserta calon baby-nya), kalian luar biasa (dengan gaya bicara Ariel ‘Noah’)
Buat Resti, dimanapun kamu berada, kamu adalah salah satu motivasi gua untuk menyelesaikan kisah ini, berhentilah merokok dan tetaplah isi dunia dengan kecerianmu.
Buat Ines dan Fatih; Takkan habis isi semesta dengan milyaran kata untuk menuliskan kebahagian memiliki kalian.
Ah.. finally (sambil menyeka airmata dengan tissue)
Semoga penggalan kisah ini bisa menginspirasi semua orang, ya paling tidak mudah-mudahan bisa menjadi hiburan dikala senggang dalam kesibukan para readers semua.
Keep Dreamin’
Jangan pernah berhenti Bermimpi, karena mimpi-lah yang membuat kita termotivasi.
Jangan pernah berorientasi pada hasil, nikmati proses-nya.
Sampai jumpa lagi di tulisan-tulisan gua berikutnya,
Salam kecup basah dari Fatih yang dari tadi ngusel dipangkuan gua saat menulis ini,
God Bless You,
Assalamualaikum,
_Alboni_
Kita; gua, elu dan kalian semua pasti sadar akan hadirnya ‘akhir’ pada sebuah ‘awal’, hanya ada satu zat didunia ini yang memiliki infinitas; bukan angka nol, bukan luasnya laut, bukan tinggi-nya langit, bukan usia, bukan pula semesta, melainkan Tuhan, Dia yang tanpa awal dan tak punya akhir, The Real Infinity. Tapi terlalu jauh rasanya jika gua membawa-bawa infinitas tuhan dalam kisah konyol ini.
Seperti yang pernah gua tulis dalam salah satu bagian cerita, ‘This is not The End, Its just a Beginning’.
Dan disetiap akhir dari sesuatu merupakan sebuah awal buat sesuatu yang lain. Mungkin dengan berakhirnya cerita gua ini, gua bisa menulis cerita lain, yang mungkin nggak ‘based on true story’ suatu saat nanti, mungkin bisa menginspirasi teman-teman yang lain untuk ikut menulis atau mungkin ada beberapa orang yang terinspirasi dari kisah ini sehingga akhirnya bisa memulai sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil.
Bisa jadi?
Harus Bisa!
Gua pernah mendapat sebuah pertanyaan dari salah seorang readers;
“Bang, enak banget ya jadi elu, bisa kerja di inggris, gimana sih caranya?”
Jangan selalu mengikuti jalan yang sudah gua tapaki, cobalah menggunakan sepatu yang sama dengan gua.
Ada beberapa hal unik terjadi selama gua menulis cerita ini; hal pertama tentu saja tentang respon istri gua, yang terkadang sering mendapati gua duduk di kursi meja makan tengah malam buta hanya untuk menyelesaikan part dalam cerita ini. Dan sampai saat ini dia masih berfikir saat itu gua tengah bekerja menyelesaikan tugas kantor.
Hal berikutnya adalah terkuaknya kembali potongan-potongan memori tentang masa-lalu yang beberapa diantaranya sudah gua bungkus rapat-rapat dengan kelambu kenangan agar tidak lagi menghantui tidur malam gua.
Berkat cerita ini pula, sebuah kebenaran berdiri tegas. Ines mengetahui tentang siapa Resti dan gua semakin terbuai dalam kebesaran hati Ines. Dan bukan demi sebuah pembelaan, saat suatu malam gua berkata ke Ines;
“Kebenaran yang belum dikatakan bukanlah sebuah kebohongan, nes..”
Kemudian Ines menjawab;
“Kebohongan berasal dari kebenaran yang nggak dikatakan, kemudian diselewengkan, you just millimeter away from that shit, liar!”
Dalam kurun waktu gua menulis dan memposting cerita ini dalam sebuah forum, ada kalanya gua sempat dibilang kurang aktif dalam menjawab beberapa pertanyaan yang terlontar dari beberapa member, bukannya pelit berkomentar atau malah terkesan sombong, bukan, sama sekali bukan. Gua berlaku seperti itu (pelit komentar dan kurang aktif) hanya demi melindungi isi dari benang merah cerita dan tetap mencoba berada di balik layar agar ke-misterius-an gua tetap terjaga.
Ditambah ada beberapa orang yang mungkin penasaran tentang bagaimana rupa Ines, cantikkah Resti, semirip apakah Heru dengan beruk atau mungkin sesangar apakah si komeng. Untuk hal yang satu ini, dengan berat hati gua selalu mengabaikanya, tentu saja tujuannya sama; hanya urutannya yang sedikit berbeda; Untuk menjaga privasi mereka yang menjadi tanggung jawab gua setelah cerita ini di publish dan (tetap) melindungi isi dari benang merah cerita ditambah sebuah psikologi teori ekspektasi yang bakal diterima pembaca, menurut gua justru dengan menebak-nebak, mencoba menerka dan tenggelam oleh rasa penasaran tersebut lah para pembaca justru berimajinasi semakin luas, semakin merajalela dan pada akhirnya mendapat kepuasan tersendiri dengan Ines versi imajinasinya, dengan Resti versi khayalannya atau mungkin Heru versi bayangan pembaca masing-masing; The Power Of Imagination. Gua hanya membimbing pembaca untuk membangun tokoh lewat penggambaran yang gua tuliskan.
Ada yang sempat bertanya: “Bang elo penulis ya?”
Bukan!, sama sekali bukan. Menulis merupakan hobi, menulis merupakan sebuah kesenangan tanpa henti, menulis merupakan sebuah cara membunuh waktu, buat gua menulis adalah belajar, menulis untuk menggambarkan kesedihan, menulis adalah cara meluapkan kegembiraan. Sejak kecil gua sudah menulis, entah menulis indah di buku bergaris lima (buku wajib SD jaman dulu), menulis kata mutiara di diari teman, menulis cerpen tentang pekerjaan bokap bahkan gua sempat menulis surat ijin sakit untuk diri gua sendiri #eh (maksudnya memalsukan surat). Intinya, gua bukan penulis professional dan nggak pernah mengenyam pendidikan formal sebagai penulis.
Ada satu ‘saran’ dari salah satu tokoh paling berpengaruh dari gaya menulis gua; Charles Dickens dan Oliver Twist adalah salah satu novel favorit gua. Dia pernah bilang;
“Untuk mulai menulis, banyak-lah membaca”.
Dan Charles Dickens bukanlah satu-satunya penulis yang menginspirasi gua, Dan Brown dengan Digital Fortress-nya juga pada akhirnya malah merubah arah gaya menulis gua dari banyaknya penggunaan prosa negatif menjadi lebih kaya dengan penggunaan prosa positif. Tapi, keunggulan Charles Dickens dengan kalimat-kalimat sederhana-nya terkadang masih terasa ‘terlalu sederhana’ dibanding Dan Brown yang lebih punya banyak kemajemukan dalam penggunaan kalimat dan penggambaran lokasi yang sempurna dimana sampai saat ini gua masih mencoba mempelajari gaya-nya.
Oke sedikit tips buat teman-teman yang lain, bukan bermaksud untuk menggurui, bukan pula sok ber-jago-ria, hanya sekedar tips, boleh digunakan jika berguna dan boleh diabaikan jika kurang berkenan;
Contoh-1
Andi bangun tidur, makan, pergi kewarung untuk membeli rokok, dijalan bertemu soraya yang cantik, mereka pun berkenalan.
Contoh-2
Terbangun dari tidur, rasa lapar menghantui-nya. Andi menyambut sepiring nasi penuh lauk yang sudah siap diatas meja makan kemudian mulai melahapnya. Selesai makan, Andi berjalan menyusuri gang kecil menuju ke warung untuk membeli rokok, ditengah perjalanan dia bertemu dengan perempuan cantik dengan rambut panjang, andi terpesona. Kemudian mereka pun berkenalan, nama perempuan itu; soraya.
Contoh-3
Andi merasakan rasa lapar yang amat sangat, dia terjaga dari tidur-nya. Di meja makan Andi disambut oleh sepiring nasi penuh lauk yang seakan memanggilnya, sekejap kemudian Andi sudah larut, bergumul dengan peluh dan nasi penuh lauk dihadapannya.Setelah rasa laparnya terpuaskan, ia bergegas meninggalkan rumahnya yang terletak di gang sempit menuju ke sebuah warung yang berada di ujung jalan. Disalah satu sudut jalan dia melihat sosok wanita cantik, tinggi semampai dengan rambut yang sebagian menutupi wajahnya. Andi diam tak bergerak, tertegun dan terpesona. Tanpa menunggu lama, takut kesempatan terbuang, Andi menghampiri wanita itu kemudian menjulurkan tangan;
“Hai,.. boleh kenalan?”
“Boleh..”
Wanita itu menjawab sambil tersipu.
“Nama gue soraya, panggil aja aya..”
“Halo aya.. nama gue.. sayang”
Andi menjawab sambil berkelakar
“Eh.. halo sayang..”
dan mereka pun berkenalan.
Dari ketiga contoh yang gua jabarkan diatas tentu saja tidak ada yang salah, hanya saja berbeda dari tingkat penjabaran dan penggambaran lokasi dan karakter. Buat gua tentu saja contoh nomor dua sudah cukup mumpuni untuk memuaskan pembaca menyelami cerita. Tapi, contoh terakhir adalah yang paling mendekati penggambaran karakter dan lokasi. Karakter Andi pada contoh ketiga lebih dapat mengeluarkan sisi dirinya yang spontan juga sedikit lucu dan penggambaran lokasi rumahnya juga lebih ter-eksploitasi.
Dari segi editorial gua juga ada sedikit tips;
Usahakan jangan pernah melakukan editing saat tengah menulis, biarkan jari-jari lo terus menulis tanpa terinterupsi oleh grammar, missing symbol atau bahkan salah ketik. Setelah selesai menulis satu bagian barulah lakukan koreksi. Untuk menulis dengan dasar sebuah pengalaman pribadi hendaknya kita buat semacam timeline atau timetable tersendiri kemudian diisi dengan kata kunci dari kejadian-kejadian paling diingat kemudian mundur kebelakang, hal itu akan membantu menemukan missing link pada memori kita. Kemudian berdasar dari ‘kata kunci’ yang sudah dibuat tadi, bisa dikembangkan menjadi sebuah kalimat yang akan menjadi kerangka sebuah cerita.
Misal;
TIMELINE
- Bejo anak Andi lahir
- Soraya mengandung
- Andi menikah dengan Soraya
- Mulai bertunangan dengan Soraya
- Berpacaran dengan Soraya
- Menyatakan cinta kepada Soraya
- PDKT dengan Soraya
- Berkenalan dengan Soraya
Dari timeline diatas bisa dikembangkan lagi menjadi sub-sub bagian yang punya porsi cerita sendiri, kemudian dibuat sebuah kalimat kerangka ditambah beberapa kalimat pendukung, penyelaman karakter, isi dialog yang tepat dan penggambaran setting lokasi. Dari situ akan tercipta sebuah benang merah yang akan membentuk alur yang nyaman untuk dibaca. Perihal penggunaan dan penyusunan kata, ada baiknya menggunakan saran dari Charles Dickens; ‘Banyak-banyaklah membaca’.
Untuk yang punya diary atau semacam catatan hidup, mungkin akan sangat membantu. Apalagi (konon katanya) ada sebuah fitur ‘timeline’ di Facebook dan Path. Buat yang menggunakannya akan sangat-sangat membantu membentuk kerangka cerita.
Oke, itu tadi secuil tips yang mudah-mudahan bermanfaat.
Dan pada akhirnya (karena setiap awal pasti ada akhir), gua mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk para readers yang setia menunggu ‘update’-an cerita, saran jenius, kritik membangun ataupun pertanyaan-pertanyaan Kepo yang secara tidak langsung memberi suntikan semangat gua untuk terus menulis, menyelesaikan cerita yang sudah gua mulai.
Terima kasih banyak juga;
Buat Heru ‘beruk’ bajingan buduk yang mudah-mudahan sukses menikahi cewek bule, pirang yang selalu jadi mimpinya.
Buat Komeng yang saat ini mungkin sedang asik dengan hobi barunya mengasah golok.
Buat Bokap, Nyokap, Ika (beserta calon baby-nya), kalian luar biasa (dengan gaya bicara Ariel ‘Noah’)
Buat Resti, dimanapun kamu berada, kamu adalah salah satu motivasi gua untuk menyelesaikan kisah ini, berhentilah merokok dan tetaplah isi dunia dengan kecerianmu.
Buat Ines dan Fatih; Takkan habis isi semesta dengan milyaran kata untuk menuliskan kebahagian memiliki kalian.
Ah.. finally (sambil menyeka airmata dengan tissue)
Semoga penggalan kisah ini bisa menginspirasi semua orang, ya paling tidak mudah-mudahan bisa menjadi hiburan dikala senggang dalam kesibukan para readers semua.
Keep Dreamin’
Jangan pernah berhenti Bermimpi, karena mimpi-lah yang membuat kita termotivasi.
Jangan pernah berorientasi pada hasil, nikmati proses-nya.
Sampai jumpa lagi di tulisan-tulisan gua berikutnya,
Salam kecup basah dari Fatih yang dari tadi ngusel dipangkuan gua saat menulis ini,
God Bless You,
Assalamualaikum,
_Alboni_
junti27 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
Kutip
Balas
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/04/07/6448808_20140407033338.jpg)