Kaskus

Story

TravestronAvatar border
TS
Travestron
Close X Cross
Chapter 1

The Club

Le GanBaTei Cafe

Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.

“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.

“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.

“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.


“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.

“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.

“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.

“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”

“Heh perempuan....”

“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.

“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.

“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.

“Thanks my lovely mommy, myaw”

“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”

“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”

“Nyebong[1]?”

“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.

“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily

“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”

“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.


“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.

“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.

“Temen apa temen?” introgasi Lily.

“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.


“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.

“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.

“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.

“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".

“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.

“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.

“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.

“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”

“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.

“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.

“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.

“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.


“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.

“Mau kerja Mbak”

“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”

“Ia, m... Mam.”

“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”

“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.

“Ia, teteh hubungin aja”

“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.

“Siapa say?” tanya Sera.

“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”

“kamu besok jadi ke Bandung?”

“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”

“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.

“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.

“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.

“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.


Lily
Bandung, 2009

Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.


“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya

“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.

Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”

Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”

“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”

“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”

“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”

“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””

Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”

Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”


Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.

“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.

Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.


Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.

BERSAMBUNG

Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu

INDEX
Spoiler for Index:


Deskripsi para Tokoh utama.
Spoiler for CHAR:
Diubah oleh Travestron 13-09-2014 13:56
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
42
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
TravestronAvatar border
TS
Travestron
#20
Chapter 9

Dea sedikit sibuk hari itu, setelah cutinya slama satu hari, hari ini dia harus mengerjakan pembukuan dan suply barang yang keluar dan masuk untuk semalam dan hari ini. Sebagai staf accounting dan admin di Le GanBaTei dia bisa menggunakan ilmu Accountingnya yang sempat di tinggalkan beberapa semester trakhir karena masalah dengan keluarganya. Biasa di ruangan ini sedikit ramai dengan adanya Lily sebagai owner Cafe tersebut, tapi menurut Sera lily akan kembali pada esok hari. Jika Sera kepercayaan Lily di bagian pelayanan, maka di bagian keuangan Dea menjadi kepercayannya.


Keberadaan dea di cafe lily berkat rekomendasi dari Anna. Empat bulan lalu saat anna ke pontianak untuk seminar komunitas LGBT, dea hadir atas undangan waria temannya. Berkat rekomendasi dari temannya yang mengetahui pengalaman dan pendidikan dea akhirnya dea dibawa ke Jakarta untuk bekerja di LSM tempat Anna. Ketika dua bulan lalu Lily mulai merekrut pegawai cafenya dia meminta Dea sebagai admin keuangannya.


“De, Ada yang nyariin Yusuf!” Sera tiba-tiba masuk menyerobot ruangan.
Nama itu, nama yang sudah hampir setahun terakhir tidak lagi dipakai Dea, kecuali untuk urusan yang berhubungan dengan administrasi kenegaraan. Hanya sedikit orang yang tau nama tersebut, bahkan Lily pun tidak tau. Hanya Sera, Anna dan tante Meisya yang mengetahui nama tersebut dari KTP identitas Dea.


“Siapa yang nyari?” tanya dea penasaran.

“Gua kurang tau, cewek chinese, bawa anak satu tahun, oh ya, wajahnya mirip elu” ucap Sera singkat sambil tersenyum dan meninggalkan Dea.
Dea merasa mengenal orang tersebut, tapi sedang apa dia di Jakarta? Rasa penasaran Dea membawanya meninggalkan ruangan kantor dan menuju keluar. Pandangannya menuju Sera yang kini tengah bermain dan menggendong anak usia satu tahun. Di dekatnya duduk satu pasangan berwajah oriental pria, dan wanita. Keduanya sangat Dea kenal. Yang pertama, Koh Alim, seorang chinese mualaf yang kemudian menikah dengan wanita berdarah Chinese Melayu. Disebelahnya adalah istrinya, salah satu orang yang sangat Dea Rindukan. Orang pertama juga di ingatnya yang memperkenalkan dirinya dengan ‘sisi lainnya’ dia Wenni, kakak tersayangnya.
“Apa kabar, cantik?” sapa kakaknya saat mereka bertemu. Peluk serta cipika-cipiki menjadi pemandangan wajar untuk dua bersaudara yang sudah lama tidak bertemu ini,lalu dea bersalaman dengan koh Alim.

“Sehat, Kakak ada acara apa ke Jakarta?“

“Koko ada seminar bisnis di Jakarta. Jadi kakak ikut sekalian mau kenalin anggota keluarga baru kita” kata kakak sambil melihat bayinya.

“Wah... keluarganya Dea ya,silakan duduk..” Sera mempersilakan mereka duduk,di mana Dea ikut bergabung “Mau minum apa nih?”

Wenny dan suaminya agak kebingungan melihat menu,tapi Dea langsung mengatakan “Mereka baru nyampe,perlu yang seger,buatin lemon tea 3 gelas ya,tapi jangan keaseman kayak waktu itu”

“Ah iya itu aja dulu,nanti kita pesen lagi nanti kalo ada tambahan” kata Koh Alim

“Oke nyan...” Sera langsung ke dapur menyiapkan minuman
Mereka bertiga duduk di meja saling tersenyum sejenak bisa bertemu lagi dengan anggota keluarganya,sementara anaknya yang berada di pangkuan Wenny mengeluarkan celotehan,

lalu Dea membuka percakapan ”Gimana kabar keluarga disana Kakak?”

“Ibu sehat, Fani juga” ada keraguan dari Wenni ketika menceritakan kondisi keluarga. Ia tidak ingin berbohong pada adiknya, tapi ia menutupi kekhawatiran Dea dengan senyuman.


“Jantung ayah, makin parah ya?” ada rasa sesal di wajah Dea, mungkin ini akibat dari ulahnya beberapa tahun yang lalu.

“Kamu engga usah merasa bersalah gitu, ini pilihan kamu, kakak bangga kamu udah berani jujur, kamu sekarang lebih berani dari adik kakak yang dulu. Adik kakak yang dulu engga asik, cupu banget” Wenni mencoba meguatkan hati dea.

“Tapi ayah begini sekarang juga karena salah aku”

“Kamu tau sakit ayah dari lama, kakak juga tau kamu selama ini sembunyi-sembunyi juga karena kamu engga mau sakitin hati ayah, kamu masih inget pesan kakak untuk kamu dulu” sambil membentuk huruf C di jarinya dan membentuk senyum dibawah bibir.


“Seberat apapun cobaan, tetap tersenyum. Dan hadapi seolah masalah bukan masalah” Dea mengulang kata-kata psikolog favoritnya itu.
“Ya emang sih,tapi masalah itu gak bakal ilang begitu aja dengan senyuman,aku Cuma berharap ayah bisa sembuh secepatnya,dan aku berterima kasih karena kakak udah mau ngurusin semuanya”.

“Udah kewajiban kakak buat ngurusin itu,termasuk kamu juga,keluarga itu hal yang paling penting,makanya kakak bela-belain ketemu kamu”

“Betul, dan itu semua bisa dibuktiin dengan tiket pesawat VIP yang Wenny ngotot minta dibel- aw....”omongan Koh Alim terpotong oleh sikutan Wenny.

“Jadi pada intinya kakak seneng bisa ketemu kamu lagi dalam kondisi sebaik ini” kata Wenny sambil tersenyum lebar.

“Makasih kak,ini berarti banget buat aku”
Sera pun datang dengan membawa 3 lemon tea dingin lalu menempatkannya di meja, setelah itu dia terlihat tertarik dengan anaknya Wenny yang tersenyum di saat menatapnya, Sera pun mendekatkan wajahnya ke anak itu.
“Halo... seru ya abis jalan-jalan sama mama dan papa kamu?” tanya sera “imut ya anaknya,aku boleh gendong gak? ” pertanyaan ini ditujukan ke Wenny

“Oh,silakan...” Wenny menyerahkan anaknya ke Sera
Sera bermain sambil menggendong anaknya Wenny mengucapkan lelucon “Kak, kalau anaknya engga pengen lagi kasih aku aja”.

“Makanya Sera cari suami dulu dong” canda Wenny.

“Kak, Sera itu masih tinggal sama tantenya, boro-boro nyari pasangan hidup,di rumah aja dia manja kayak balita” Canda dea mencoba menenangkan hati.

Dea
Pontianak 2011


Aku langsung pulang kerumah setelah konser hari itu, aku tau ayah sudah menungguku. Benar-benar habis aku kali ini. Cukup lama aku memarkirkan scooter matic ku di depan pagar sampai aku beranikan diri untuk masuk. Aku putuskan aku akan jujur hari ini. Tentu saja aku menghadap beliau sebagai yusuf.
“Assalamualaikum” aku memasuki pintu, seperti yang aku duga, ayah dan ibu sudah menunggu di Ruang tamu.

“Walaikumsalam, Kamu capek suf?” tanya ibu. Ibu tetap tersenyum padaku walau ayah sudah menunjukan wajah emosinya.

“Ya bu” aku menyalami tangan mereka, dan menuju kamar untuk mandi.

“Suf, habis mandi duduk disini ya. Ayah sama ibu mau ngomong”

“Iya bu” aku melanjutkan perjalananku ke kamar, terbayang hal-hal yang akan terjadi nanti. Aku singgah ke kamar adikku, rupanya disana sudah ada kakakku. Dia tau masalah ini, Mungkin Fani yang menelepon kakak. Kakakku tau wajahku mulai pucat, psikolog muda ini mengerti betul karakter adiknya yang hanya banyak diam dalam menghadapi masalah, dia membentuk huruf C di bawah bibirnya. aku ingat pesannya dulu saat aku baru masuk SMA.

“Wajah kamu tuh ya, datar banget, jangan jadi pendiam gitu dong Suf. Kamu itu harus banyak senyum. Seberat apapun masalah kamu harus tetap senyum, seolah kamu itu engga ada masalah. Jadi orang engga bakalan cari masalah sama kamu”


Aku menghadap ibu dan ayah selesai mandi, ayahku masih memasang wajah serius penuh emosi. “Kamu tau kenapa Ayah sama Ibu minta kamu duduk disini malam ini?” Aku hanya bisa mengangguk sambil tertunduk mendengar pertanyaan ayah.

“Sejak kapan kamu ikut nge-band engga jelas gitu?”

“se.... sejak, du..dua tahun lalu Yah” ketakutanku mendengar pertanyaan Ayah membuat ku tergagap.

“kenapa kamu pakai pakaian perempuan gitu? Mau jadi banci kamu?” Aku hanya mampu tertunduk mendengar pernyataan itu “Papa minta kamu berhanti untuk ngeband, dan berhenti untuk pakai pakaian perempuan. Atau kamu keluar dari rumah ini.”


Aku melihat wajah ayah, wajahnya masih penuh emosi. Aku hanya bisa tertunduk lemas. Kata-katanya bagaikan memenjarakanku. Aku ingin mengatakan semua pada ayah, menjelaskan semua pada ayah, tapi Yusuf terlalu penakut untuk berkata, apalagi melawan. Malam itu aku benar-benar habis dimaki oleh oleh ayah, di cerca dan mendapat hukuman terberat bagiku. Bahkan tersenyumpun kini aku sulit, Aku hanya bisa diam, sampai aku menuju ke kamarku sendiri.


Aku melihat cermin, membayangkan kembali cacian dan segala, pertanyaan, dan pertanyaan Ayah. Malam itu aku merasa menjadi mahluk tidak berguna, bukan karena mengecewakan Ayah, tapi karena aku hanya bisa diam atas segala yang Ayah lakukan padaku. Aku menyadari yang dilakukan memang untuk kebaikanku. Tapi yang tidak dapat aku mengerti kenapa Yusuf hanya bisa diam. Paling tidak mencoba untuk memberi alasan. Untuk memberi pengertian agar ayahnya mengerti. Aku benci diriku, Aku benci Yusuf. Entah kenapa semakin aku membenci diriku, bayangan di cermin itu berubah, bukan lagi wajah Yusuf melainkan wajah Yuki. Aku iri pada wajah yang berdiri di depanku, begitu di puja, begitu percaya diri, bahkan berani walau dirinya berbeda. Aku ingin menjadi sosok tersebut, Yusuf ingin menjadi yuki, hingga aku sadar bahwa Yusuf dan Yuki adalah orang yang sama.

Untuk Ayah dan Ibu.

Maaf, Yusuf udah menyusahkan kalian selama yusuf hidup. Yusuf berterima kasih karena Mama sama Ayah udah memberi segala cinta untuk Yusuf, perhatian, dan hidup yang baik untuk Yusuf.

Ibu, Ayah, Yusuf minta maaf kalo yusuf engga bisa menjadi anak yang seperti ayah sama ibu inginkan. Maaf atas segala perbuatan yang udah membuat ayah dan Ibu malu. Tapi yang ingin Yusuf agar ayah dan Ibu mengerti bahwa yusuf juga punya keinginan untuk yusuf jalani sendiri, dan pilihan itu bersebrangan satu sama lain.

Yusuf tak ingin hanya ada di jembatan tanpa tau mau kemana Yusuf. Saat ayah dan ibu membaca surat ini Yusuf ingin ibu dan ayah mengerti pilihan yusuf. Yusuf memilih dan melakukan apa yang ayah mau. Yusuf meninggalkan rumah, bukan karena yusuf benci Ayah, Ibu, atau Fani dan kak Wenny. Yusuf sayang kalian semua. Yusuf pergi karena keinginan Yusuf yang bersebrangan dengan keinginan Ayah dan Ibu.

Jika Pilihan yusuf membuat ayah dan Ibu malu, atau kecewa. Maafkan Yusuf yah. Yusuf tidak akan membawa nama Ayah dan Ibu, dan orang tidak akan mengenal lagi Yusuf anak Ayah dan Ibu,Yusuf akan menghilang dari kehidupan Ayah dan Ibu. Tapi yusuf akan membawa Ayah dan Ibu kemanapun yusuf pergi di dalam hati yusuf.
Sekali lagi maafkan pilihan anakmu.


Dea Yuki

BERSAMBUNG
Diubah oleh Travestron 05-04-2014 12:56
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.