- Beranda
- Stories from the Heart
-Catatan Untuk Riyani-
...
TS
azelfaith
-Catatan Untuk Riyani-
CATATAN UNTUK RIYANI

Sebuah Skripsi

Quote:

(dengerin lagunya dulu ya biar meleleh)

Prologue
Sebut saja namaku Boy, 23 tahun. Penulis? Jelas bukan. Aku hanyalah seorang anak laki-laki yang tumbuh tegak ke atas bersama waktu, soalnya kalau melebar kesamping berarti tidak sesuai kayak iklan Boneto. Dilecut dalam romantika kehidupan labil (bahkan sampai sekarang.
-Editor).Tulisan ini kupersembahkan untuk seorang gadis, sebut saja Bunga. Eh, jangan. Nama Bunga sudah terlalu mainstream dan negatif, Sebut saja Riyani, itu lebih indah dibaca dan tanpa konotasi negatif berita kriminal. (iya gimana sih..
- Editor)Ya, Riyani itu kamu. Bukan Riyani yang lain. (Emang Riyani ada berapa gan?
- Editor) Aku menulis ini karena aku tak punya harta materi (Hiks..kasihan
- Editor). Karena aku tak punya apapun. Karena aku bahkan tak ingat apa yang jadi favoritmu. Aku hanya tahu kau suka membaca, maka aku hanya bisa mempersembahkan tulisan ini sebagai ungkapan terima kasihku untukmu Riyani, seseorang yang akan kunikahi nanti. (Ciyyeeee.. suit-suit dah mau kimpoi nih..
- Editor)Dan kau Riyani, perhatikanlah bagaimana kuceritakan masa-masa dimana aku tumbuh dewasa hingga kutitipkan kepingan hati terakhirku padamu. Masa-masa dimana aku belajar, ditempa, jatuh remuk, dan kembali bangkit karenamu.. (Ceiileee romantisnyaaa...
- Editor).
DAFTAR ISI
Quote:
INTERLUDE
Quote:

RULES
Quote:

Q & A
Quote:

Jangan lupa komen, rates, dan subscribe.
Ijo-ijo belakangan mah gak masalah.

Diubah oleh azelfaith 04-07-2016 15:20
septyanto memberi reputasi
2
110.5K
623
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
azelfaith
#350
4.29. My Last Valentine 3
Quote:
Begitu kira-kira sms Lia malam itu kepadaku saat kuceritakan penolakanku atas undangan ultah si Hanum.
Quote:
Balasku.Quote:
.Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Gue menghela nafas panjang. Sisi baik gue tampaknya mulai menunjukkan batang hidungnya. Ya, kenapa aku bisa setega itu padanya. Kenapa aku menolak undangan itu?
Aku mulai bertanya-tanya dalam hati. Kenapa? Apakah dia masih menyimpan rasa yang sama, yang setiap hari aku coba untuk ingkari. Adakah rasa itu masih tersimpan dalam lubuk hatinya. Bukankah undangan ini kesempatan gue untuk mendapatkannya kembali. Tapi kenapa aku menolaknya?
Aku terus bertanya dalam hati tanpa henti. Apa yang membuatku enggan untuk datang. Apakah karena paranoid ataukah sesuatu yang lain. Semakin dalam aku bertanya semakin takut aku mengetahui jawabannya.
Apakah benar aku sebegitu membencinya? Ataukah… aku takut melihatnya, melihat kenyataan yang akan kudapati bila datang nanti. Semakin dalam, semakin hilang kabut tak jelas dari jawaban itu. Aku merasa takut melihatnya bahagia, takut apabila ada seseorang lain yang muncul disana memberikan hadiah istimewa dan gue cuma bisa melihat dari balik bayang kerumunan orang, tersenyum simpul menelan pahit
0
